tag:blogger.com,1999:blog-19184221914898065512023-11-15T07:36:42.664-08:00Cerita sex kerencerita sex keren, cerita sex panas, cerita sex hot, cerita sex perawan, cerita sex selingkuh, cerita dewasa, cerita seks kerenAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/14617108210143440402noreply@blogger.comBlogger171125tag:blogger.com,1999:blog-1918422191489806551.post-74570504778029922882012-11-16T20:17:00.002-08:002014-06-03T05:31:48.611-07:00Cerita Sex Mencicip Fanny Yang Basah Dan Bikin Ketagihan<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">Cerita Sex Mencicip Fanny Yang Basah Dan Bikin Ketagihan,langsung saja kita simak - Fanny Damayanti, adalah seorang gadis dengan wajah cantik, alis matanya melengkung, dan mata indah serta jernih, dilindungi oleh bulu mata lentik, hidung mancung serasi melengkapi kecantikannya, ditambah dengan bibir mungil merah alami yang serasi pula dengan wajahnya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">Cerita Sex Mencicip Fanny Yang Basah Dan Bikin Ketagihan</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">Rambutnya yang hitam dan dipotong pendek menjadikannya lebih menarik, kulitnya putih mulus dan terawat, badannya mulai tumbuh begitu indah dan seksi. Dia tumbuh di kalangan keluarga yang cukup berada dan menyayanginya. Usianya baru 15 tahun, kadang sifatnya masih kekanakan. Badannya tidak terlalu tinggi berkisar 155 cm, badannya ideal dengan tinggi badannya, tidak terlalu gemuk atau terlalu kurus.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">Seminggu yang lalu Fanny mulai rutin mengikuti les privat Fisika di rumahku, Renne Lobo, aku seorang duda. Aku mempunyai sebuah rumah mungil dengan dua buah kamar, diantaranya ada sebuah kamar mandi yang bersih dan harum. Kamar depan diperuntukkan ruang kerja dan perpustakaan, buku-buku tersusun rapi di dalam rak dengan warna-warna kayu, sama seperti meja kerja yang di atasnya terletak seperangkat komputer.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">Sebuah lukisan yang indah tergantung di dinding, lukisan itu semakin tampak indah di latar belakangi oleh warna dinding yang serasi. Ruang tidurnya dihiasi ornamen yang serasi pula, dengan tempat tidur besar dan pencahayaan lampu yang membuat suasana semakin romantis. Ruang tamu ditata sangat artistik sehingga terasa nyaman.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">Rumahku memang terkesan romantis dengan terdengar pelan alunan lagu-lagu cinta, Fanny sedang mengerjakan tugas yang baru kuperintahkan. Dia terlalu asyik mengerjakan tugas itu, tanpa sengaja penghapusnya jatuh tersenggol. Fanny berusaha menggapai ke bawah bermaksud untuk mengambilnya, tapi ternyata dia memegang tanganku yang telah lebih dulu mengambilnya. Fanny kaget melihat ke arahku yang sedang tersenyum padanya. Fanny berusaha tersenyum, saat tangan kirinya kupegang dan telapak tangannya kubalikkan dengan lembut, kemudian kutaruh penghapus itu ke dalam telapak tangannya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">Aku sebagai orang yang telah cukup berpengalaman dapat merasakan getaran-getaran perasaan yang tersalur melalui jari-jari gadis itu, sambil tersenyum aku berkata, "Fan, kamu tampak lebih cantik kalau tersenyum seperti itu". Kata-kataku membuat gadis itu merasa tersanjung, dengan tidak sadar Fanny mencubit pahaku sambil tersenyum senang.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">"Udah punya pacar Fan?", godaku sambil menatap Fanny.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">"Belum, Kak!", jawabnya malu-malu, wajahnya yang cantik itu bersemu merah. "Kenapa, kan temen seusiamu sudah mulai punya pacar", lanjutku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">"Habis mereka maunya cuma hura-hura kayak anak kecil, caper", komentarnya sambil melanjutkan menulis jawaban tugasnya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">"Ohh!", aku bergumam dan beranjak dari tempat duduknya, mengambil minuman kaleng dari dalam kulkas. "Minum Coca Cola apa Fanta, Fan?", lanjutku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">"Apa ya! Coca Cola aja deh Kak", sahutnya sambil terus bekerja.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">Aku mambawa dua kaleng minuman dan mataku terus melihat dan menelusuri tubuh Fanny yang membelakangi, ternyata menarik juga gadis ini, badannya yang semampai dan bagus cukup membuatku bergairah, pikirku sambil tersenyum sendiri.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">"Sudah Kak", suara Fanny mengagetkan lamunanku, kuhampiri dan kusodorkan sekaleng Coca-Cola kesukaan gadis itu. Kemudian aku memeriksa hasil pekerjaan itu, ternyata benar semua.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">"Ahh, ternyata selain cantik kamu juga pintar Fan ", pujiku dan membuat Fanny tampak tersipu dan hatinya berbunga-bunga.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">Aku yang sengaja duduk di sebelah kanannya, melanjutkan menerangkan pemecahan soal-soal lain, Bau wangi parfum yang kupakai sangat lembut dan terasa nikmat tercium hidung, mungkin itu yang membuatnya tanpa sadar bergeser semakin dekat padaku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">Pujian tadi membuatnya tidak dapat berkonsentrasi dan berusaha mencoba mengerti apa yang sedang dijelaskan, tapi gagal. Aku yang melihatnya tersenyum dalam hati dan sengaja duduk menyamping, agak menghadap pada gadis itu sehingga instingku mengatakan hatinya agak tergetar.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">"Kamu bisa ngerti yang baru kakak jelaskan Fan", kataku sambil melihat wajah Fanny lewat sudut mata. Fanny tersentak dari lamunannya dan menggeleng, "Belum, ulang dong Kak!", sahutnya. Kemudian aku mengambil kertas baru dan diletakkan di depannya, tangan kananku mulai menuliskan rumus-rumus sambil menerangkan, tangan lainnya diletakkan di sandaran kursi tempatnya duduk dan sesekali aku sengaja mengusap punggungnya dengan lembut.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">Fanny semakin tidak bisa berkonsentrasi, saat merasakan usapan lembut jari tanganku itu, jantungnya semakin berdegup dengan keras, usapan itu kuusahakan senyaman dan selembut mungkin dan membuatnya semakin terlena oleh perasaan yang tak terlukiskan. Dia sama sekali tidak bisa berkonsentrasi lagi. Tanpa terasa matanya terpejam menikmati belaian tangan dan bau parfum yang lembut.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">Dia berusaha melirikku, tapi aku cuek saja, sebagai perempuan yang selalu ingin diperhatikan, Fanny mulai mencoba menarik perhatianku. Dia memberanikan diri meletakkan tangan di atas pahaku. Jantungnya semakin berdegup, ada getaran yang menjalar lembut lewat tanganku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">Selesai menerangkan aku menatapnya dengan lembut, dia tak kuasa menahan tatapan mata yang tajam itu, perasaannya menjadi tak karuan, tubuhnya serasa menggigil saat melihat senyumku, tanpa sadar tangan kirinya meremas lembut pahaku, akhirnya Fanny menutup mata karena tidak kuat menahan gejolak didadanya. Aku tahu apa yang dirasakan gadis itu dengan instingku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">"Kamu sakit?", tanyaku berbasa basi. Fanny menggelengkan kepala, tapi tanganku tetap meraba dahinya dengan lembut, Fanny diam saja karena tidak tahu apa yang harus dilakukan. Aku genggam lembut jari tangan kirinya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">Udara hangat menerpa telinganya dari hidungku, "Kamu benar-benar gadis yang cantik, dan telah tumbuh dewasa Fan", gumamku lirih. pujian itu membuat dirinya makin bangga, tubuhnya bergetar, dan nafasnya sesak menahan gejolak di dadanya. Dan Fanny ternyata tak kuasa untuk menahan keinginannya meletakkan kepalanya di dadaku, "Ahh..", Fanny mendesah kecil tanpa disadari.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">Aku sadar gadis ini mulai menyukaiku, dan berhasil membangkitkan perasaan romantisnya. Tanganku bergerak mengusap lembut telinga gadis itu, kemudian turun ke leher, dan kembali lagi naik ke telinga beberapa kali. Fanny merasa angan-angannya melambung, entah kenapa dia pasrah saja saat aku mengangkat dagunya, mungkin terselip hatinya perasaan ingin terus menikmati belaian-belaian lembut itu.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">"Kamu memang sangat cantik dan aku yakin jalan pikiranmu sangat dewasa, Aku kagum!", kataku merayu. Udara hangat terasa menerpa wajahya yang cantik, disusul bibir hangatku menyentuh keningnya, lalu turun pelan ke telinga, hangat dan lembut, perasaan nikmat seperti ini pasti belum pernah dialaminya. Anehnya dia menjadi ketagihan, dan merasa tidak rela untuk cepat-cepat mengakhiri semua kejadian itu.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">"Ja.., jangan Kak", pintanya untuk menolak. Tapi dia tidak berusaha untuk mengelak saat bibir hangatku dengan lembut penuh perasaan menyusuri pipinya yang lembut, putih dan halus, saat merasakan hangatnya bibirku mengulum bibirnya yang mungil merah merekah itu bergeter, aku yakin baru pertama kali ini dia merasakan nikmatnya dikulum dan dicium bibir laki-laki.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">Jantung di dadanya berdegup makin keras, perasaan nikmat yang menyelimuti hatinya semakin membuatnya melambung. "Uuhh..!", hatinya tergelitik untuk mulai membalas ciuman dan kuluman-kuluman hangatku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">"Aaahh..", dia mendesah merasakan remasanku lembut di payudara kiri yang menonjol di dadanya, seakan tak kuasa melarang. Dia diam saja, remasan lembut menambah kenikmatan tersendiri baginya. "Dadamu sangat indah Fan", sebuah pujian yang membuatnya semakin mabuk, bahkan tangannya kini memegang tanganku, tidak untuk melarangnya, tapi ikut menekan dan mengikuti irama remasan di tanganku. Dia benar-benar semakin menikmatinya. Serdadukupun mulai menegang.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">"Aaahh", Fanny mendesah kembali dan pahanya bergerak-gerak dan tubuhnya bergetar menandakan vaginanya mulai basah oleh lendir yang keluar akibat rangsangan yang dialaminya, hal itu membuat vaginanya terasa geli, merupakan kenikmatan tersendiri. Dia semakin terlena diantara degup-degup jantung dan keinginannya untuk mencapai puncak kenikmatan. Diimbanginya kuluman bibir dan remasan lembut di atas buah dadanya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">Saat tanganku mulai membuka kancing baju seragamnya, tangannya mencoba menahannya. "Jangan nanti dilihat orang", pintanya, tapi tidak kupedulikan. Kulanjutkan membuka satu persatu, dadanya yang putih mulus mulai terlihat, buah dadanya tertutup bra warna coklat.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">Seakan dia sudah tidak peduli lagi dengan keadaannya, hanya kenikmatan yang ingin dicapainya, dia pasrah saat kugendong dan merebahkannya di atas tempat tidur yang bersprei putih. Di tempat tidur ini aku merasa lebih nyaman, semakin bisa menikmati cumbuan, dibiarkannya dada yang putih mulus itu makin terbuka.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">"Auuuhh", bibirku mulai bergeser pelan mengusap dan mencium hangat di lehernya yang putih mulus. "Aaaahh", dia makin mendesah dan merasakan kegelian lain yang lebih nikmat.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">Cerita Sex Mencicip Fanny Yang Basah Dan Bikin Ketagihan Aku semakin senang dengan bau wangi di tubuhnya. "Tubuhmu wangi sekali", kembali rayuan itu membuatnya makin besar kepala. Tanganku itu dibiarkan menelusuri dadanya yang terbuka. Fanny sendiri tidak kuasa menolak, seakan ada perasaan bangga tubuhnya dilihat dan kunikmati. Tanganku kini menelusuri perutnya dengan lembut, membuatnya menggelinjang kegelian. Bibir hangatku beralih menelusuri dadanya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">"Uhh.!", tanganku menarik bajunya ke atas hingga keluar dari rok abu-abunya, kemudian jari-jarinya melepas kancing yang tersisa dan menari lembut di atas perutnya. "Auuuhh" membuatnya menggelinjang nikmat, perasaannya melambung mengikuti irama jari-jariku, sementara serdaduku terasa makin tegang.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">Dia mulai menarik kepalaku ke atas dan mulai mengimbagi ciuman dan kuluman, seperti caraku mengulum dan mencium bibirnya. "Ooohh", terdengar desah Fanny yang semakin terlena dengan ciuman hangat dan tarian jari-jariku diatas perutnya, kini dada dan perutnya terlihat putih, mulus dan halus hanya tertutup bra coklat muda yang lembut.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">Aku semakin tegang hingga harus mengatur gejolak birahi dengan mengatur pernafasanku, aku terus mempermainkan tubuh dan perasaan gadis itu, kuperlakukan Fanny dengan halus, lembut, dan tidak terburu-buru, hal ini membuat Fanny makin penasaran dan makin bernafsu, mungkin itu yang membuat gadis itu pasrah saat tanganku menyusup ke belakang, dan membuka kancing branya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">Tanganku mulai menyusup di bagian dada yang menonjol di bawah bra gadis itu, terasa kenyal dan padat di tanganku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">"Aaahh.. Uuuhh. ooohh", Fanny menggelinjang gelinjang geli dan nikmat, jemari itu menari dan mengusap lembut di atas buah dadanya yang mulai berkembang lembut dan putih, seraya terus berpagutan. Dia merasa semakin nikmat, geli dan melambungkan angan-angannya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">Ujung jariku mulai mempermainkan puting susunya yang masih kecil dan kemerahan itu dengan sangat hati-hati. "Kak.. Aaahh.. uuhh.. ahh". Fanny mulai menunjukkan tanda-tanda terangsang hingga berusaha ikut membuka kancing bajuku, agak susah, tapi dia berhasil. Tangannya menyusup kebalik baju dan mengelus dadaku, sementara birahinya makin memuncak. "Ngghh.. ", vaginanya yang basah semakin membuatnya nikmat, pikirku. Fanny menurut ketika badannya diangkat sedikit, dibiarkannya baju dan branya kutanggalkan, lalu dilempar ke samping tempat tidur.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">Sekarang tubuh bagian atasnya tidak tertutup apapun, dia tampak tertegun dan risih sejenak, saat mataku menelusuri lekuk tubuhnya. Di sisi lain dia merasa kagum dengan dua gunung indah yang masih perawan yang menyembul di atas dadanya, belum pernah terjamah oleh siapapun selain dirinya sendiri. Sedangkan aku tertegun sejenak melihat pemandangan di depan mataku, birahiku bergejolak kembali, aku berusaha mengatur pernafasan, karena tidak ingin melepaskan nafsu binatangku hingga menyakiti perasaan gadis cantik yang tergolek pasrah di depanku ini.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">Aku mulai mengulum buah dada gadis itu perlahan, terasa membusung lembut, putih dan kenyal. Diperlakukan seperti itu Fanny menggelinjang, "Ahh.. uuuhh.. aaahh". Pengalaman pertamanya ini membuat angan-angannya terbang tinggi. Buah dadanya yang putih, lembut, dan kenyal itu terasa nikmat kuhisap lembut, tarian lidah diputing susunya yang kecil kemerahan itu mulai berdiri dan mengeras.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">"Aaahh..!", dia merintih geli dan makin mendekap kepalaku, vaginanya mungkin kini terasa membanjir. Birahinya semakin memuncak. "Kak.. ahh, terus Kak.. ahh.. Uhh", rintihnya makin panjang. Aku terus mempermainkan buah dada gadis lugu itu dengan bibir dan lidahku, sambil membuka kancing bajuku sendiri satu persatu, kemudian baju itu kutanggalkan, terlihat dadaku yang bidang dan atletis.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">Kembali ujung bibirnya kukulum, terasa geli dan nikmat. Saat Fanny akan membalas memagutnya, telapak tangannya kupegang dan kubimbing naik ke atas kepalanya. Aku mulai mencium dan menghisap lembut, dan menggigit kecil tangan kanannya, mulai dari pangkal lengan, siku sampai ujung jarinya diisap-isap. Membuatnya bertambah geli dan nikmat. "Geli.. ahh.. ohh!"</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">Perasaannya melambung kembali, ketika buah dadanya dikulum, dijilati dan dihisap lembut. "Uuuhh.!", dia makin mendekapkan kepalaku, itu akan membuat vaginanya geli, membuat birahinya semakin memuncak.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">"Kak.. ahh, terus kak.. ahh.. ssst.. uhh", dia merintih rintih dan menggelinjang, sesekali kakinya menekuk ke atas, hingga roknya tersingkap.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">Sambil terus mempermainkan buah dada gadis itu. aku melirik ke paha mulus, indah terlihat di antara rok yang tersingkap. Darahku berdesir, kupindahkan tanganku dan terus menari naik turun antara lutut dan pangkal paha putih mulus, masih tertutup celana yang membasah, Aku merasakan birahi Fanny semakin memuncak. Aku terus mempermainkan buah dada gadis itu.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">"Kak.. ahh, terus Kak.. ahh.. uhh", terdengar gadis itu merintih panjang. Aku dengan pelan dan pasti mulai membuka kancing, lalu menurunkan retsleting rok abu-abu itu, seakan Fanny tidak peduli dengan tindakanku itu. Rangsangan yang membuat birahinya memuncak membuatnya bertekuk lutut, menyerah.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">"Jangan Kak.. aahh", tapi aku tidak peduli, bahkan kemudian Fanny malah membantu menurunkan roknya sendiri dengan mengangkat pantatnya. Aku tertegun sejenak melihat tubuh putih mulus dan indah itu. Kemudian badan gadis itu kubalikkan sehingga posisinya tengkurap, bibirku merayap ke leher belakang dan punggung.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">"Uuuhh", ketika membalikkan badan, Fanny melihat sesuatu yang menonjol di balik celana dalamku. Dia kaget, malu, tapi ingin tahu. "Aaahh". Fanny mulai merapatkan kakinya, ada perasaan risih sesaat, kemudian hilang kalah oleh nafsu birahi yang telah menyelimuti perasaannya. "Ahh..", dia diam saja saat aku kembali mencium bibirnya, membimbing tangannya ke bawah di antara pangkal paha, dia kini memegang dan merasakan serdadu yang keras bulat dan panjang di balik celanaku, sejenak Fanny sejenak mengelus-elus benda yang membuat hatinya penasaran, tapi kemudian dia kaget dan menarik tangannya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">"Aaahh", Fanny tak kuberikan kesempatan untuk berfikir lain, ketika mulutku kembali memainkan puting susu mungil yang berdiri tegak dengan indahnya di atas tonjolan dada. Vaginanya terasa makin membanjir, hal ini membuat birahinya makin memuncak. "Ahh.. ahh.. teruuus.. ahh.. uhh", sambil terus memainkan buah dadanya, tanganku menari naik turun antara lutut dan pangkal pahanya yang putih mulus yang masih tertutup celana. Tanpa disadarinya, karena nikmat, tanganku mulai menyusup di bawah celana dalamnya dan mengusap-usap lembut bawah pusar yang mulai ditumbuhi rambut, pangkal paha, dan pantatnya yang kenyal terbentuk dengan indahnya bergantian.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">"Teruuuss.. aaahh.. uuuhh", karena geli dan nikmat Fanny mulai membuka kakinya, jari-jari Rene yang nakal mulai menyusup dan mengelus vaginanya dari bagian luar celana, birahinya memuncak sampai kepala.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">"Ahh.. terus.. ahh.. ohh", gadis itu kaget sejenak, kemudian kembali merintih rintih. Melihat Fanny menggelinjang kenikmatan, tanganku mencoba mulai menyusup di balik celana melalui pangkal paha dan mengelus-elus dengan lembut vaginanya yang basah lembut dan hangat. Fanny makin menggelinjang dan birahinya makin membara. "Ahh.. teruusss ooh", Fanny merintih rintih kenikmatan.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">Aku tahu gadis itu hampir mencapai puncak birahi, dengan mudah tanganku mulai beraksi menurunkan celana dalam gadis itu perlahan. Benar saja, Fanny membiarkannya, sudah tidak peduli lagi bahkan mengangkat pantat dan kakinya, sehingga celana itu terlepas tanpa halangan.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">Tubuh gadis itu kini tergolek bugil di depan mataku, tampak semakin indah dan merangsang. Pangkal pahanya yang sangat bagus itu dihiasi bulu-bulu lembut yang mulai tumbuh halus. Vaginanya tampak kemerahan dan basah dengan puting vagina mungil di tengahnya. Aku terus memainkan puting susu yang sekarang berdiri tegak sambil terus mengelus bibir vagina makin membanjir. "Kak.. ahh, terus Kak.. ahh.. uhh".</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">Vagina yang basah terasa geli dan gatal, nikmat sampai ujung kepala. "Kak.. aahh", Fanny tak tahan lagi dan tangannya menyusup di bawah celana dalamku dan memegang serdadu yang keras bulat dan panjang itu. Fanny tidak merasa malu lagi, bahkan mulai mengimbangi gerakanku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">Aku tersenyum penuh kemenangan melihat tindakan gadis itu, secara tidak langsung gadis itu meminta untuk bertindak lebih jauh lagi. Aku melepas celana dalamku, melihat serdaduku yang besar dan keras berdiri tegak dengan gagahnya, mata gadis itu terbelalak kagum.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">Sekarang kami tidak memakai penutup sama sekali. Fanny kagum sampai mulutnya menganga melihat serdadu yang besar dan keras berdiri tegak dengan gagahnya, baru pertama kali dia melihat benda itu. Vaginanya pasti sudah sangat geli dan gatal, dia tidak peduli lagi kalau masih perawan, kemudian telentang dan pelan-pelan membuka leber-lebar pahanya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">Sejenak aku tertegun melihat vagina yang bersih kemerahan dan dihisi bulu-bulu yang baru tumbuh, lubang vaginanya tampak masih tertutup selaput perawan dengan lubang kecil di tengahnya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">Fanny hanya tertegun saat aku berada di atasnya dengan serdadu yang tegak berdiri. Sambil bertumpu pada lutut dan siku, bibirku melumat, mencium, dan kadang menggigit kecil menjelajahi seluruh tubuhnya. Kuluman di puting susu yang disertai dengan gesekan-gesekan ujung burung ke bibir vaginanya kulakukan dengan hati-hati, makin membasah dan nikmat tersendiri. "Kak.. ahh, terus ssts.. ahh.. uhh", birahinya memuncak bisa-bisa sampai kepalanya terasa kesemutan, dipegangnya serdaduku. "Ahh" terasa hangat dan kencang.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">"Kak.. ahh!", dia tak dapat lagi menahan gejolak biraninya, membimbing serdaduku ke lubang vaginanya, dia mulai menginginkan serdaduku menyerang ke lubang dan merojok vaginanya yang terasa sangat geli dan gatal. "Uuuhh.. aaahh", tapi aku malah memainkan topi baja serdaduku sampai menyenggol-nyenggol selaput daranya. "Ooohh Kak masukkan ahh", gadis itu sampai merintih rintih dan meminta-minta dengan penuh kenikmatan.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">Dengan hati-hati dan pelan-pelan aku terus mempermainkan gadis itu dengan serdaduku yang keras, hangat tapi lembut itu menyusuri bibir vagina. "Ooohh Kak masukkan aaahh", di sela rintihan nikmat gadis itu, setelah kulihat puting susunya mengeras dan gerakannya mulai agak lemas, serdadu mulai menyerang masuk dan menembus selaput daranya, Sreetts "Aduuhh.. aahh", tangannya mencengkeram bahuku. Dengan begitu, Fanny hanya merasa lubang vaginanya seperti digigit nyamuk, tidak begitu sakit, saat selaput dara itu robek, ditembus serdaduku yang besar dan keras. Burungku yang terpercik darah perawan bercampur lendir vaginanya terus masuk perlahan sampai setengahnya, ditarik lagi pelan-pelan dan hati-hati. "Ahh", dia merintih kenikmatan.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">Aku tidak mau terburu-buru, aku tidak ingin lubang vagina yang masih agak seret itu menjadi sakit karena belum terbiasa dan belum elastis. Burung itu masuk lagi setengahnya dan.. Sreeets "Ohh..", kali ini tidak ada rasa sakit, Fanny hanya merasakan geli saat dirasakan burung itu keluar masuk merojok vaginanya. Fanny menggelinjang dan mengimbangi gerakan dan mendekap pinggangnya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">"Kak.. ahh, terus Kak.. ohh.. uhh", serdaduku terus menghunjam semakin dalam. Ditarik lagi, "Aaahh", masuk lagi. "Ahh, terus… ahh.. uhh", lubang vagina itu makin lama makin mengembang, hingga burung itu bisa masuk sampai mencapai pangkalnya beberapa kali. Fanny merasakan nikmat birahinya memuncak di kepala, perasaannya melayang di awan-awan, badannya mulai bergeter getar dan mengejang, dan tak tertahankan lagi. "Aaahh, ooohh, aaahh" vaginanya berdenyut-denyut melepas nikmat. Dia telah mencapai puncak orgasme, kemudian terlihat lega yang menyelimuti dirinya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">Melihat Fanny sudah mencapai orgasme, aku kini melepas seluruh rasa birahi yang tertahan sejak tadi dan makin cepat merojok keluar masuk lubang vagina Fanny, "Kak.. ahh.. ssst.. ahh.. uhh", Fanny merintih dan merasakan nikmat birahinya memuncak kembali. Badannya kembali bergetar dan mengejang, begitu juga denganku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">"Ahh.. oohh.. ohh.. aaaahh!", kami merintih rintih panjang menuju puncak kenikmatan. Dan mereka mencapai orgasme hampir bersamaan, terasa serdadu menyemburkan air mani hangat ke dalam vagina gadis itu yang masih berdenyut nikmat.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">Aku mengeluarkan serdadu yang terpercik darah perawan itu pelan-pelan, berbaring di sebelah Fanny dan memeluknya supaya Fanny merasa aman, dia tampak merasa sangat puas dengan pelajaran tahap awal yang kuberikan. "Bagaimana kalau Fanny hamil Kak", katanya sambil sudut matanya mengeluarkan air mata.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">Sesaat kemudian aku dengan sabar menjelaskan bahwa Fanny tidak mungkin hamil, karena tidak dalam masa siklus subur, berkat pengalamanku menganalisa kekentalan lendir yang keluar dari vagina dan siklus menstruasinya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">Fanny semakin merasa lega, aman, merasa disayang. Kejadian tadi bisa berlangsung karena merupakan keinginan dan kerelaannya juga. Diapun bisa tersenyum puas dan menitikkan air mata bahagia, kemudian tertidur pulas dipelukanku yang telah menjadikannya seorang perempuan.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: justify;">Bangun tidur, Fanny membersihkan badan di kamar mandi. Selesai mandi dia kembali ke kamar, dilepasnya handuk yang melilit tubuhnya, begitu indah dan menggairahkan sampai-sampai aku tak berkedip memandangnya. Diambilnya pakaian yang berserakan dan dikenakannya kembali satu persatu. Kemudian dia pamit pulang dan mencium pipiku yang masih berbaring di tempat tidur.</span></div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1918422191489806551.post-59813941333298831142012-11-16T20:12:00.002-08:002012-11-16T20:12:39.758-08:00Cerita Sex Tante Yanmi Seksi Hot<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Cerita Sex Tante Yanmi Seksi Hot Bikin Gairah,langsung saja kita simak - Jakarta! Ya, akhirnya jadi juga aku ke Jakarta. Kota impian semua orang, paling tidak bagi orang sedesaku di Gumelar, Kabupaten Banyumas, 23 Km ke arah utara Purwokerto, Jawa Tengah. Aku memang orang desa. Badanku tidak menggambarkan usiaku yang baru menginjak 16 tahun, bongsor berotot dengan kulit sawo gelap. Baru saja aku menamatkan ST (Sekolah Teknik) Negeri Baturaden, sekitar 5 Km dari Desa Gumelar, atau 17 Km utara Purwokerto. Kegiatanku sehari-hari selama ini kalau tidak sekolah, membantu Bapak dan Emak berkebun. Itulah sebabnya badanku jadi kekar dan kulit gelap. Kebunku memang tak begitu luas, tapi cukup untuk menopang kehidupan keluarga kami sehari-hari yang hanya 5 orang. Aku punya 2 orang adik laki-laki semua, 12 dan 10 tahun.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;"><br /></span></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://2.bp.blogspot.com/-umRCW-1fVg4/UKcNhmcSgwI/AAAAAAAAA4I/uQYoUe_9Ct8/s1600/Cerita+Sex+Tante+Yanmi+Seksi+Hot.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://2.bp.blogspot.com/-umRCW-1fVg4/UKcNhmcSgwI/AAAAAAAAA4I/uQYoUe_9Ct8/s1600/Cerita+Sex+Tante+Yanmi+Seksi+Hot.jpg" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Cerita Sex Tante Yanmi Seksi Hot Bikin Gairah</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Boleh dikatakan aku ini orangnya ?kuper?. Anak dari desa kecil yang terdiri dari hanya belasan rumah yang terletak di kaki Gunung Slamet. Jarak antar rumahpun berjauhan karena diselingi kebun-kebun, aku jadi jarang bertemu orang. Situasi semacam ini mempengaruhi kehidupanku kelak. Rendah diri, pendiam dan tak pandai bergaul, apalagi dengan wanita. Pengetahuanku tentang wanita hampir dapat dikatakan nol, karena lingkungan bergaulku hanya seputar rumah, kebun, dan sekolah teknik yang muridnya 100% lelaki.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Pembaca yang budiman, kisah yang akan Anda baca ini adalah pengalaman nyata kehidupanku sekitar 9 sampai 6 tahun lalu. Pengalaman nyata ini aku ceritakan semuanya kepada Mas Joko, kakak kelasku, satu-satunya orang yang aku percayai yang hobinya memang menulis. Dia sering menulis untuk majalah dinding, buletin sekolah, koran dan majalah lokal yang hanya beredar di seputar Purwokerto. Mas Joko kemudian meminta izinku untuk menulis kisah hidupku ini yang katanya unik dan katanya akan dipasang di internet. Aku memberinya izin asalkan nama asliku tidak disebutkan. Jadi panggil saja aku Tarto, nama samaran tentu saja.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Aku ke Jakarta atas seizin orang tuaku, bahkan merekalah yang mendorongnya. Pada mulanya aku sebenarnya enggan meninggalkan keluargaku, tapi ayahku menginginkan aku untuk melanjutkan sekolah ke STM. Aku lebih suka kerja saja di Purwokerto. Aku menerima usulan ayahku asalkan sekolah di SMA (sekarang SMU) dan tidak di kampung. Dia memberi alamat adik misannya yang telah sukses dan tinggal di bilangan Tebet, Jakarta. Ayahku sangat jarang berhubungan dengan adik misannya itu. Paling hanya beberapa kali melalui surat, karena telepon belum masuk ke desaku. Kabar terakhir yang aku dengar dari ayahku, adik misannya itu, sebut saja Oom Ton, punya usaha sendiri dan sukses, sudah berkeluarga dengan satu anak lelaki umur 4 tahun dan berkecukupan. Rumahnya lumayan besar. Jadi, dengan berbekal alamat, dua pasang pakaian, dan uang sekedarnya, aku berangkat ke Jakarta. Satu-satunya petunjuk yang aku punyai: naik KA pagi dari Purwokerto dan turun di stasiun Manggarai. Tebet tak jauh dari stasiun ini.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Stasiun Manggarai, pukul 15.20 siang aku dicekam kebingungan. Begitu banyak manusia dan kendaraan berlalu lalang, sangat jauh berbeda dengan suasana desaku yang sepi dan hening. Singkat cerita, setelah ?berjuang? hampir 3 jam, tanya ke sana kemari, dua kali naik mikrolet (sekali salah naik), sekali naik ojek yang mahalnya bukan main, sampailah aku pada sebuah rumah besar dengan taman yang asri yang cocok dengan alamat yang kubawa.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Berdebar-debar aku masuki pintu pagar yang sedikit terbuka, ketok pintu dan menunggu. Seorang wanita muda, berkulit bersih, dan .. ya ampun, menurutku cantik sekali (mungkin di desaku tidak ada wanita cantik), berdiri di depanku memandang dengan sedikit curiga. Setelah aku jelaskan asal-usulku, wajahnya berubah cerah. ?Tarto, ya ? Ayo masuk, masuk. Kenalkan, saya Tantemu.? Dengan gugup aku menyambut tangannya yang terjulur. Tangan itu halus sekali. ?Tadinya Oom Ton mau jemput ke Manggarai, tapi ada acara mendadak. Tante engga sangka kamu sudah sebesar ini. Naik apa tadi, nyasar, ya ?? Cecarnya dengan ramah. ?Maaar, bikin minuman!? teriaknya kemudian. Tak berapa lama datang seorang wanita muda meletakkan minuman ke meja dengan penuh hormat. Wanita ini ternyata pembantu, aku kira keponakan atau anggota keluarga lainnya, sebab terlalu ?trendy? gaya pakaiannya untuk seorang pembantu.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Sungguh aku tak menduga sambutan yang begitu ramah. Menurut cerita yang aku dengar, orang Jakarta terkenal individualis, tidak ramah dengan orang asing, antar tetangga tak saling kenal. Tapi wanita tadi, isteri Oomku, Tante Yani namanya (?Panggil saja Tante,? katanya akrab) ramah, cantik lagi. Tentu karena aku sudah dikenalkannya oleh Oom Ton.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Aku diberi kamar sendiri, walaupun agak di belakang tapi masih di rumah utama, dekat dengan ruang keluarga. Kamarku ada AC-nya, memang seluruh ruang yang ada di rumah utama ber-AC. Ini suatu kemewahan bagiku. Dipanku ada kasur yang empuk dan selimut tebal. Walaupun AC-nya cukup dingin, rasanya aku tak memerlukan selimut tebal itu. Mungkin aku cukup menggunakan sprei putih tipis yang di lemari itu untuk selimut. Rumah di desaku cukup dingin karena letaknya di kaki gunung, aku tak pernah pakai selimut, tidur di dipan kayu hanya beralas tikar. Aku diberi ?kewenangan? untuk mengatur kamarku sendiri.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Aku masih merasa canggung berada di rumah mewah ini. Petang itu aku tak tahu apa yang musti kukerjakan. Selesai beres-beres kamar, aku hanya bengong saja di kamar. ?Too, sini, jangan ngumpet aja di kamar,? Tante memanggilku. Aku ke ruang keluarga. Tante sedang duduk di sofa nonton TV. ?Sudah lapar, To ?? ?Belum Tante.? Sore tadi aku makan kue-kue yang disediakan Si Mar. ?Kita nunggu Oom Ton ya, nanti kita makan malam bersama-sama.? Oom Ton pulang kantor sekitar jam 19 lewat. ?Selamat malam, Oom,? sapaku. ?Eh, Ini Tarto ? Udah gede kamu.? ?Iya Oom.? ?Gimana kabarnya Mas Kardi dan Yu Siti,? Oom menanyakan ayah dan ibuku. ?Baik-baik saja Oom.? Di meja makan Oom banyak bercerita tentang rencana sekolahku di Jakarta. Aku akan didaftarkan ke SMA Negeri yang dekat rumah. Aku juga diminta untuk menjaga rumah sebab Oom kadang-kadang harus ke Bandung atau Surabaya mengurusi bisnisnya. ?Iya, saya kadang-kadang takut juga engga ada laki-laki di rumah,? timpal Tante. ?Berapa umurmu sekarang, To ?? ?Dua bulan lagi saya 16 tahun, Oom.? ?Badanmu engga sesuai umurmu.?</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">***</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Hari-hari baruku dimulai. Aku diterima di SMA Negeri 26 Tebet, tak jauh dari rumah Oom dan Tanteku. Ke sekolah cukup berjalan kaki. Aku memang belum sepenuhnya dapat melepas kecanggunganku. Bayangkan, orang udik yang kuper tamatan ST (setingkat SLTP) sekarang sekolah di SMA metropolitan. Kawan sekolah yang biasanya lelaki melulu, kini banyak teman wanita, dan beberapa diantaranya cantik-cantik. Cantik ? Ya, sejak aku di Jakarta ini jadi tahu mana wanita yang dianggap cantik, tentunya menurut ukuranku. Dan tanteku, Tante Yani, isteri Oom Ton menurutku paling cantik, dibandingkan dengan kawan-kawan sekolahku, dibanding dengan tante sebelah kiri rumah, atau gadis (mahasiswi ?) tiga rumah ke kanan. Cepat-cepat kuusir bayangan wajah tanteku yang tiba-tiba muncul. Tak baik membayangkan wajah tante sendiri. Pada umumnya teman-teman sekolahku baik, walaupun kadang-kadang mereka memanggilku ?Jawa?, atau meledek cara bicaraku yang mereka sebut ?medok?. Tak apalah, tapi saya minta mereka panggil saja Tarto. Alasanku, kalau memanggil ?Jawa?, toh orang Jawa di sekolah itu bukan hanya aku. Mereka akhirnya mau menerima usulanku. Terus terang aku di kelas menjadi cepat populer, bukan karena aku pandai bergaul. Dibandingkan teman satu kelas tubuhku paling tinggi dan paling besar. Bukan sombong, aku juga termasuk murid yang pintar. Aku memang serius kalau belajar, kegemaranku membaca menunjang pengetahuanku.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Kegemaranku membaca inilah yang mendorongku bongkar-bongkar isi rak buku di kamarku di suatu siang pulang sekolah. Rak buku ini milik Oom Ton. Nah, di antara tumpukan buku, aku menemukan selembar majalah bergambar, namanya Popular.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Rupanya penemuan majalah inilah merupakan titik awalku belajar mandiri tentang wanita. Tidak sendiri sebetulnya, sebab ada ?guru? yang diam-diam membimbingku. Kelak di kemudian hari aku baru tahu tentang ?guru? itu.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Majalah itu banyak memuat gambar-gambar wanita yang bagus, maksudnya bagus kualitas fotonya dan modelnya. Dengan berdebar-debar satu-persatu kutelusuri halaman demi halaman. Ini memang majalah hiburan khusus pria. Semua model yang nampang di majalah itu pakaiannya terbuka dan seronok. Ada yang pakai rok demikian pendeknya sehingga hampir seluruh pahanya terlihat, dan mulus. Ada yang pakai blus rendah dan membungkuk memperlihatkan bagian belahan buah dada. Dan, ini yang membuat jantungku keras berdegup : memakai T-shirt yang basah karena disiram, sementara dalamnya tidak ada apa-apa lagi. Samar-samar bentuk sepasang buah kembar kelihatan. Oh, begini tho bentuk tubuh wanita. Dasarnya aku sangat jarang ketemu wanita. Kalau ketemu-pun wanita desa atau embok-embok, dan yang aku lihat hanya bagian wajah. Bagaimana aku tidak deg-deg-an baru pertama kali melihat gambar tubuh wanita, walaupun hanya gambar paha dan sebagian atas dada.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Sejak ketemu majalah Popular itu aku jadi lain jika memandang wanita teman kelasku. Tidak hanya wajahnya yang kulihat, tapi kaki, paha dan dadanya ?kuteliti?. Si Rika yang selama ini aku nilai wajahnya lumayan dan putih, kalau ia duduk menyilangkan kakinya ternyata memiliki paha mulus agak mirip foto di majalah itu. Memang hanya sebagian paha bawah saja yang kelihatan, tapi cukup membuatku tegang. Ya tegang. ?Adikku? jadi keras! Sebetulnya penisku menjadi tegang itu sudah biasa setiap pagi. Tapi ini tegang karena melihat paha mulus Rika adalah pengalaman baru bagiku. Sayangnya dada Rika tipis-tipis saja. Yang dadanya besar si Ani, demikian menonjol ke depan. Memang ia sedikit agak gemuk. Aku sering mencuri pandang ke belahan kemejanya. Dari samping terkadang terbuka sedikit memperlihatkan bagian dadanya di sebelah kutang. Walau terlihat sedikit cukup membuatku ?ngaceng?. Sayangnya, kaki Ani tak begitu bagus, agak besar. Aku lalu membayangkan bagaimana bentuk dada Ani seutuhnya, ah ngaceng lagi! Atau si Yuli. Badannya biasa-biasa saja, paha dan kaki lumayan berbentuk, dadanya menonjol wajar, tapi aku senang melihat wajahnya yang manis, apalagi senyumnya. Satu lagi, kalau ia bercerita, tangannya ikut ?sibuk?. Maksudku kadang mencubit, menepuk, memukul, dan, ini dia, semua roknya berpotongan agak pendek. Ah, aku sekarang punya ?wawasan? lain kalau memandang teman-teman cewe.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Ah! Tante Yani! Ya, kenapa selama ini aku belum ?melihat dengan cara lain?? Mungkin karena ia isteri Oomku, orang yang aku hormati, yang membiayai hidupku, sekolahku. Mana berani aku ?menggodanya? meskipun hanya dari cara memandang. Sampai detik ini aku melihat Tante Yani sebagai : wajahnya putih bersih dan cantik. Tapi dasar setan selalu menggoda manusia, bagaimana tubuhnya ? Ah, aku jadi pengin cepat-cepat pulang sekolah untuk ?meneliti? Tanteku. Jangan ah, aku menghormati Tanteku.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Aduh! Kenapa begini ? Apanya yang begini ? Tante Yani! Seperti biasa, kalau pulang aku masuk dari pintu pagar langsung ke garasi, lalu masuk dari pintu samping rumah ke ruang keluarga di tengah-tengah rumah. Melewati ruang keluarga, sedikit ke belakang sampai ke kamarku. Isi ruang keluarga ini dapat kugambarkan : di tengahnya terhampar karpet tebal yang empuk yang biasa digunakan tante untuk membaca sambil rebahan, atau sedang dipijit Si Mar kalau habis senam. Agak di belakang ada satu set sofa dan pesawat TV di seberangnya. Sewaktu melewati ruang keluarga, aku menjumpai Tante Yani duduk di kursi dekat TV menyilang kaki sedang menyulam, berpakaian model kimono. Duduknya persis si Rika tadi pagi, cuma kaki Tante jauh lebih indah dari Rika. Putih, bersih, panjang, di betis bawahnya dihiasi bulu-bulu halus ke atas sampai paha. Ya, paha, dengan cara duduk menyilang, tanpa disadari Tante belahan kimononya tersingkap hingga ke bagian paha agak atas. Tanpa sengaja pula aku jadi tahu bahwa tante memiliki paha selain putih bersih juga berbulu lembut. Sejenak aku terpana, dan lagi-lagi tegang. Untung aku cepat sadar dan untung lagi Tante begitu asyik menyulam sehingga tidak melihat ulah keponakannya yang dengan kurang ajar ?memeriksa? pahanya. Ah, kacau.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Sebenarnya tidak sekali ini aku melihat Tante memakai kimono. Kenapa aku tadi terangsang mungkin karena ?penghayatan? yang lain, gara-gara majalah itu. Selesai makan ada dorongan aku ingin ke ruang tengah, meneruskan ?penelitianku? tadi. Aku ada alasan lain tentu saja, nonton TV swasta, hal baru bagiku. Mungkin aku mulai kurang ajar : mengambil posisi duduk di sofa nonton TV tepat di depan Tante, searah-pandang kalau mengamati pahanya! ?Gimana sekolahmu tadi To ?? tanya Tante tiba-tiba yang sempat membuatku kaget sebab sedang memperhatikan bulu-bulu kakinya. ?Biasa-biasa saja Tante.? ?Biasa gimana ? Ada kesulitan engga ?? ?Engga Tante.? ?Udah banyak dapat kawan ?? ?Banyak, kawan sekelas.? ?Kalau kamu pengin main lihat-lihat kota, silakan aja.? ?Terima kasih, Tante. Saya belum hafal angkutannya.? ?Harus dicoba, yah nyasar-nyasar dikit engga apa-apa, toh kamu tahu jalan pulang.? ?Iya Tante, mungkin hari Minggu saya akan coba.? ?Kalau perlu apa-apa, uang jajan misalnya atau perlu beli apa, ngomong aja sama Tante, engga usah malu-malu.? Gimana kurang baiknya Tanteku ini, keponakannya saja yang nakal. Nakal ? Ah ?kan cuma dalam pikiran saja, lagi pula hanya ?meneliti? kaki yang tanpa sengaja terlihat, apa salahnya. ?Terima kasih Tante, uang yang kemarin masih ada kok.? ?Emang kamu engga jajan di sekolah ?? Berdesir darahku. Sambil mengucapkan ?jajan? tadi Tante mengubah posisi kakinya sehingga sekejap, tak sampai sedetik, sempat terlihat warna merah jambu celana dalamnya! Aku berusaha keras menenangkan diri. ?Jajan juga sih, hanya minuman dan makanan kecil.? Akupun ikut-ikutan mengubah posisi, ada sesuatu yang mengganjal di dalam celanaku. Untung Tante tidak memperhatikan perubahan wajahku. Sepanjang siang ini aku bukannya nonton TV. Mataku lebih sering ke arah Tante, terutama bagian bawahnya!</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Hari-hari berikutnya tak ada kejadian istimewa. Rutin saja, sekolah, makan siang, nonton TV, sesekali melirik kaki Tante. Oom Ton pulang kantor selalu malam hari. Saat ketemu Oomku hanya pada makan malam, bertiga. Si Luki, anak lelakinya 4 tahun biasanya sudah tidur. Kalau Luki sudah tidur, Tinah, pengasuhnya pamitan pulang. Pada acara makan malam ini, sebetulnya aku punya kesempatan untuk menikmati? (cuma dengan mata) paha mulus berbulu Tante, sebab malam ini ia memakai rok pendek, biasanya memakai daster. Tapi mana berani aku menatap pemandangan indah ini di depan Oom. Betapa bahagianya mereka menurut pandanganku. Oom tamat sekolahnya, punya usaha sendiri yang sukses, punya isteri yang cantik, putih, mulus. Anak hanya satu. Punya sopir, seorang pembantu, Si Mar dan seorang baby sitter Si Tinah. Sopir dan baby sitter tidak menginap, hanya pembantu yang punya kamar di belakang. Praktis Tante Yani banyak waktu luang. Anak ada yang mengasuh, pekerjaan rumah tangga beres ditangan pembantu. Oh ya, ada seorang lagi, pengurus taman biasa di panggil Mang Karna, sudah agak tua yang datang sewaktu-waktu, tidak tiap hari.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Keesokkan harinya ada kejadian ?penting? yang perlu kuceritakan. Pagi-pagi ketika aku sedang menyusun buku-buku yang akan kubawa ke sekolah, ada beberapa lembar halaman yang mungkin lepasan atau sobekan dari majalah luar negeri terselip di antara buku-buku pelajaranku. Aku belum sempat mengamati lembaran itu, karena buru-buru mau berangkat takut telat. Di sekolah pikiranku sempat terganggu ingat sobekan majalah berbahasa Inggris itu, milik siapa ? Tadi pagi sekilas kulihat ada gambarnya wanita hanya memakai celana jean tak berbaju. Inilah yang mengganggu pikiranku. Sempat kubayangkan, bagaimana kalau Ani hanya memakai jean. Kaki dan pahanya yang kurang bagus tertutup, sementara bulatan dadanya yang besar terlihat jelas. Ah.. nakal kamu To!</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Pulang sekolah tidak seperti biasa aku tidak langsung ke meja makan, tapi ngumpet di kamarku. Pintu kamar kukunci dan mulai mengamati sobekan majalah itu. Ada 4 lembar, kebanyakan tulisan yang tentu saja tidak kubaca. Aku belum paham Bahasa Inggris. Di setiap pojok bawah lembaran itu tertulis: Penthouse. Langsung saja ke gambar.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Gemetaran aku dibuatnya. Wanita bule, berpose membusungkan dadanya yang besar, putih, mulus, dan terbuka seluruhnya! Paha dan kakinya meskipun tertutup jean ketat, tapi punya bentuk yang indah, panjang, persis kaki milik Tante. Hah, kenapa aku jadi membandingkan dengan tubuh Tante ? Peduli amat, tapi itulah yang terbayang. Kenapa aku sebut kejadian penting, karena baru sekaranglah aku tahu bentuk utuh sepasang buah dada, meskipun hanya dari foto. Bulat, di tengah ada bulatan kecil warna coklat, dan di tengah-tengah bulatan ada ujungnya yang menonjol keluar. Segera saja tubuhku berreaksi, penisku tegang, dada berdebar-debar. Halaman berikutnya membuatku lemas, mungkin belum makan. Masih wanita bule yang tadi tapi sekarang di close-up. Buah dadanya makin jelas, sampai ke pori-porinya. Ini kesempatanku untuk ?mempelajari? anatomi buah kembar itu. Dari atas kulit itu bergerak naik, sampai puting yang merupakan puncaknya, kemudian turun lagi ?membulat?. Ya, beginilah bentuk buah dada wanita. Putingnya, apakah selalu menonjol keluar seperti menunjuk ke depan ? Jawabannya baru tahu kelak kemudian hari ketika aku ?praktek?. Tiba-tiba terlintas pikiran nakal, Tante Yani! Bagaimana ya bentuk buah dada Tanteku itu ? Ah, kenapa selama ini aku tak memperhatikannya. Asyik lihat ke bawah terus sih! Memang kesempatannya baru lihat paha. Kimono Tante waktu itu, kalau tak salah, tertutup sampai dibawah lehernya. Tapi ?kan bisa lihat bentuk luarnya. Ah, memang mataku tak sampai kesitu. Melihat bentuk paha dan kaki cewe bule ini mirip milik Tante, aku rasa bentuk dadanyapun tak jauh berbeda, begitu aku mencoba memperkirakan. Begitu banyak aku berdialog dengan diri sendiri tentang buah dada. Begitu banyak pertanyaan yang bermuara pada pertanyaan inti : Bagaimana bentuk buah dada Tanteku yang cantik itu ? Untungnya, atau celakanya, pertanyaanku itu segera mendapat jawaban, di meja makan. Di pertengahan makan siangku, Tante muncul istimewa. Mengenakan baju-mandi, baju mirip kimono tapi pendek dari bahan seperti handuk tapi lebih tipis warna putih dan ada pengikat di pinggangnya. Tante kelihatan lain siang itu, segar, cerah. Kelihatannya baru selesai mandi dan keramas, sebab rambutnya diikat handuk ke atas mirip ikat kepala para syeh. ?Oh, kamu sudah pulang, engga kedengaran masuknya,? sapanya ramah sambil berjalan menuju ke tempatku. ?Dari tadi Tante,? jawabku singkat. Ia berhenti, berdiri tak jauh dari dudukku. Kedua tangannya ke atas membenahi handuk di rambutnya. Posisi tubuh Tante yang beginilah memberi jawaban atas pertanyaanku tadi. Luar biasa! Besar juga buah dada Tante ini, persis seperti perkiraanku tadi, bentuknya mirip punya cewe bule di Penthouse tadi.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Meskipun aku melihatnya masih ?terbungkus? baju-mandi, tapi jelas alurnya, bulat menonjol ke depan. Di bagian kanan baju mandinya rupanya ada yang basah, ini makin mempertegas bentuk buah indah itu. Samar-samar aku bisa melihat lingkaran kecil di tengahnya. Sehabis mandi mungkin hanya baju-mandi itu saja yang membungkus tubuhnya sekarang. Bawahnya aku tak tahu. Bawahnya! Ya, aku melupakan pahanya. Segera saja mataku turun. Kini lebih jelas, bulu-bulu lembut di pahanya seperti diatur, berbaris rapi. Ah aku sekarang lagi tergila-gila buah dada. Pandanganku ke atas lagi. Mudah-mudahan ia tak melihatku melahap (dengan mata) tubuhnya. Memang ia tidak memperhatikanku, pandangannya ke arah lain masih terus asyik merapikan rambutnya. Tapi aku tak bisa berlama-lama begini, disamping takut ketahuan, lagipula aku ?kan sedang makan. Kuteruskan makanku. Bagaimana reaksi tubuhku, susah diceritakan. Yang jelas kelaminku tegang luar biasa. Tiba-tiba ia menarik kursi makan di sebelahku dan duduk. Ah, wangi tubuhnya terhirup olehku. ?Makan yang banyak, tambah lagi tuh ayamnya.? Bagaimana mau makan banyak, kalau ?diganggu? seperti ini. Aku mengiakan saja. Rupanya ?gangguan nikmat? belum selesai. Aku duduk menghadap ke utara. Di dekatku duduk si Badan-sintal yang habis mandi, menghadap ke timur. Aku bebas melihat tubuhnya dari samping kiri. Ia menundukkan kepalanya dan mengurai rambutnya ke depan. Dengan posisi seperti ini, badan agak membungkuk ke depan dan satu-satunya pengikat baju ada di pinggang, dengan serta merta baju mandinya terbelah dan menampakkan pemandangan yang bukan main. Buah dada kirinya dapat kulihat dari samping dengan jelas. Ampun.. putihnya, dan membulat. Kalau aku menggeser kepalaku agak ke kiri, mungkin aku bisa melihat putingnya. Tapi ini sih ketahuan banget. Jangan sampai. Betapa tersiksanya aku siang ini. Tersiksa tapi nikmat! Oh Tuhan, janganlah aku Kau beri siksa yang begini. Aku khawatir tak sanggup menahan diri. Rasa-rasanya tanganku ingin menelusup ke belahan baju mandi ini lalu meremas buah putih itu? Kalau itu terjadi, bisa-bisa aku dipulangkan, dan hilanglah kesempatanku meraih masa depan yang lebih baik. Apa yang kubilang pada ayahku ? Dapat kupastikan ia marah besar, dan artinya, kiamat bagiku.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Untung, atau sialnya, Tante cepat bangkit menuju ke kamar sambil menukas: ?Teruskan ya makannya.? ?Ya Tante,? sahutku masih gemetaran. Aah., aku menemukan sesuatu lagi. Aku mengamati Tante berjalan ke kamarnya dari belakang, gerakan pinggulnya indah sekali. Pinggul yang tak begitu lebar, tapi pantatnya demikian menonjol ke belakang. Tubuh ideal, memang.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Malamnya aku disuruh makan duluan sendiri. Tante menunggu Oom yang telat pulang malam ini. Masih terbayang kejadian siang tadi bagaimana aku menikmati pemandangan dada Tante yang membuat aku tak begitu selera makan. Tiba-tiba aku dikejutkan oleh kedatangan Tante yang muncul dari kamarnya. Masih mengenakan baju-mandi yang tadi, rambutnya juga masih diikat handuk. Langsung ia duduk disebelahku persis di kursi yang tadi. Belum habis rasa kagetku, tiba-tiba pula ia pindah dan duduk di pangkuanku! Bayangkan pembaca, bagaimana nervous-nya aku. Yang jelas penisku langsung mengeras merasakan tindihan pantat Tante yang padat. Disingkirkannya piringku, memegang tangan kiriku dan dituntunnya menyelinap ke belahan baju-mandinya. Aku tidak menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Kuremas dadanya dengan gemas. Hangat, padat dan lembut.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Tantepun menggoyang pantatnya, terasa enak di kelaminku. Goyangan makin cepat, aku jadi merasa geli di ujung penisku. Rasa geli makin meningkat dan meningkat, dan .. Aaaaah, aku merasakan nikmat yang belum pernah kualami, dan eh, ada sesuatu terasa keluar berbarengan rasa nikmat tadi, seperti pipis dan? aku terbangun. Sialan! Cuma mimpi rupanya. Masa memimpikan Tante, aku jadi malu sendiri. Kejadian siang tadi begitu membekas sampai terbawa mimpi. Eh, celanaku basah. Mana mungkin aku ngompol. Lalu apa dong ? Cepat-cepat aku periksa. Memang aku ngompol! Tapi tunggu dulu, kok airnya lain, lengket-lengket agak kental. Ah, kenapa pula aku ini ? Apa yang terjadi denganku ? Besok coba aku tanya pada Oom. Gila apa! Jangan sama Oom dong. Lalu tanya kepada Tante, tak mungkin juga. Coba ada Mas Joko, kakak kelasku di ST dulu. Mungkin teman sekolahku ada yang tahu, besok aku tanyakan.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">***</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Esoknya aku ceritakan hal itu kepada Dito teman paling dekat. Sudah barang tentu kisahnya aku modifikasi, bukan Tante yang duduk di pangkuanku, tapi ?seseorang yang tak kukenal?. ?Kamu baru mengalami tadi malam ?? ?Ya, tadi malam.? ?Telat banget. Aku sudah mengalami sewaktu kelas 2 SMP, dua tahun lalu. Itu namanya mimpi basah.? ?Mimpi basah ?? ?Ya. Itu tandanya kamu mulai dewasa, sudah aqil-baliq. Lho, emangnya kamu belum pernah dengar ?? Malu juga aku dibilang telat dan belum tahu mimpi basah. Tapi juga ada rasa sedikit bangga, aku mulai dewasa! ?Rupanya kamu badan aja yang gede, pikiran masih anak-anak.? Ah biar saja. Beberapa hari sebelum mimpi basah itu toh aku sudah ?menghayati? wanita sebagai orang dewasa! ?Kamu punya pacar ?? ?Engga.? ?Atau pernah pacaran ?? ?Engga juga.? ?Pantesan telat kalau begitu. Waktu kelas 3 SMP aku punya pacar, teman sekelas. Enak deh, sekolah jadi semangat.? ?Kalau pacaran ngapain aja sih ?? tanyaku lugu. Memang betul aku belum tahu tentang pacaran. Tentang wanitapun aku baru tahu beberapa hari lalu. ?Ha.. ha.. ha.! Kampungan lu! Ya tergantung orangnya. Kalau aku sih paling-paling ciuman, raba-raba, udah. Kalau si Ricky kelewatan, sampai pacarnya hamil.? Ciuman, raba-raba. Aku pernah lihat orang ciuman di filem TV, enak juga kelihatannya, belum pernah aku membayangkan. Kalau meraba, pernah kubayangkan meremas dada Tante. ?Hamil ?? Pelajaran baru nih. ?Ada juga yang sampai ?gitu? tapi engga hamil. Engga tahu aku caranya gimana.? ?Gitu gimana ?? ?Kamu betul-betul engga tahu ?? Lalu ia cerita bagaimana hubungan kelamin itu. Dengan bisik-bisik tentunya. Aku jadi tegang. Pantaslah aku dibilang kampungan, memang betul-betul baru tahu saat ini. Kelamin lelaki masuk ke kelamin wanita, keluar bibit manusia, lalu hamil. Bibit! Mungkin yang keluar dari kelaminku semalam adalah bibit manusia. Bagaimana mungkin kelaminku sebesar ini bisa masuk ke lubang pipis wanita ? Sebesar apa lubangnya, dan di mana ? Yang pernah aku lihat kelamin wanita itu kecil, berbentuk segitiga terbalik dan ada belahan kecil di ujung bawahnya. Tapi yang kulihat dulu itu di desa adalah kelamin anak-anak perempuan yang sedang mandi di pancuran. Kelamin wanita dewasa sama sekali aku belum pernah lihat. Bagaimana bentuknya ya ? Mungkin segitiganya lebih besar. Ah, pikiranku terlalu jauh. Ciuman saja dulu. Aku sependapat dengan Dito, kalau pacaran ciuman dan raba-raba saja. Aku jadi ingin pacaran, tapi siapa yang mau pacaran sama aku yang kuper ini ? Ya dicari dong! Si Rika, Ani atau Yuli ? Siapa sajalah, asal mau jadi pacarku, buat ciuman dan diraba-raba. Sepertinya sedap.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Dalam perjalanan pulang aku membayangkan bagaimana seandainya aku pacaran sama Rika. Pahanya yang lumayan mulus enak dielus-elus. Tanganku terus ke atas membuka kancing bajunya, lalu menyelusup dan? sopir Bajaj itu memaki-maki membuyarkan lamunanku. Tanpa sadar aku berjalan terlalu ke tengah. Di balik kutang Rika hanya ada sedikit tonjolan, tak ada ?pegangan?, kurang enak ah. Tiba-tiba Rika berubah jadi Ani. Melamun itu memang enak, bisa kita atur semau kita. Ketika membuka kancing baju Ani aku mulai tegang. Kususupkan empat jariku ke balik kutang Ani. Nah ini, montok, keras walau tak begitu halus. Telapak tanganku tak cukup buat ?menampung? dada Ani. Aku berhenti, menunggu lampu penyeberangan menyala hijau. Sampai di seberang jalan kusambung khayalanku. Ani telah berubah menjadi Yuli.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Anak ini memang manis, apalagi kalau tersenyum, bibirnya indah, setidaknya menurutku. Aku mulai mendekatkan mulutku ke bibir Yuli yang kemudian membuka mulutnya sedikit, persis seperti di film TV kemarin. Kamipun berciuman lama. Kancing baju seragam Yulipun mulai kulepas, dua kancing dari atas saja cukup. Kubayangkan, meski dari luar dada Yuli menonjol biasa, tak kecil dan tak besar, ternyata dadanya besar juga. Kuremas-remas sepuasnya sampai tiba di depan rumah.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Aku kembali ke dunia nyata. Masuk melalui pintu garasi seperti biasa, membuka pintu tengah sampai ke ruang keluarga. Juga seperti biasa kalau mendapati Tante sedang membaca majalah sambil rebahan di karpet, atau menyulam, atau sekedar nonton TV di ruang keluarga. Yang tidak biasa adalah, kedua bukit kembar itu. Tante membaca sambil tengkurap menghadap pintu yang sedang kumasuki. Posisi punggungnya tetap tegak dengan bertumpu pada siku tangannya. Mengenakan daster dengan potongan dada rendah, rendah sekali. Inipun tak biasa, atau karena aku jarang memperhatikan bagian atas. Tak ayal lagi, kedua bukit putih itu hampir seluruhnya tampak. Belahannya jelas, sampai urat-urat lembut agak kehijauan di kedua buah dada itu samar-samar nampak. Aku tak melewatkan kesempatan emas ini. Tante melihat sebentar ke arahku, senyum sekejap, terus membaca lagi. Akupun berjalan amat perlahan sambil mataku tak lepas dari pemandangan amat indah ini?</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Hampir lengkap aku ?mempelajari? tubuh Tanteku ini. Wajah dan ?komponen?nya mata, alis, hidung, pipi, bibir, semuanya indah yang menghasilkan : cantik. Walaupun dilihat sekejap, apalagi berlama-lama. Paha dan kaki, panjang, semuanya putih, mulus, berbulu halus. Pinggul, meski baru lihat dari bentuknya saja, tak begitu lebar, proporsional, dengan pantat yang menonjol bulat ke belakang. Pinggang, begitu sempit dan perut yang rata. Ini juga hanya dari luar. Dan yang terakhir buah dada. Hanya puting ke bawah saja yang belum aku lihat langsung. Kalau daerah pinggul, bagian depannya saja yang aku belum bisa membayangkan. Memang aku belum pernah membayangkan, apalagi melihat kelamin wanita dewasa. Aku masih penasaran pada yang satu ini.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Keesokkan harinya, siang-siang, Dito memberiku sampul warna coklat agak besar, secara sembunyi-sembunyi.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Nih, buat kamu"</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Apa nih ?"</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Simpan aja dulu, lihatnya di rumah, Hati-hati" Aku makin penasaran. "Lanjutan pelajaranku kemarin. Gambar-gambar asyik" bisiknya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Sampai di rumah aku berniat langsung masuk kamar untuk memeriksa benda pemberian Dito. Tante lagi membaca di karpet, kali ini terlentang, mengenakan daster dengan kancing di tengah membelah badannya dari atas ke bawah. Kancingnya yang terbawah lepas sebuah yang mengakibatkan sebagian pahanya tampak, putih. "Suguhan" yang nikmat sebenarnya, tapi kunikmati hanya sebentar saja, pikiranku sedang tertuju ke sampul coklat. Dengan tak sabaran kubuka sampul itu, sesudah mengunci pintu kamar, tentunya. Wow, gambar wanita bule telanjang bulat! Sepertinya ini lembaran tengah suatu majalah, sebab gambarnya memenuhi dua halaman penuh. Wanita bule berrambut coklat berbaring terlentang di tempat tidur. Segera saja aku mengeras. Buah dadanya besar bulat, putingnya lagi-lagi menonjol ke atas warna coklat muda. Perutnya halus, dan ini dia, kelaminnya! Sungguh beda jauh dengan apa yang selama ini kuketahui. Aku tak menemukan "segitiga terbalik" itu. Di bawah perut itu ada rambut-rambut halus keriting. Ke bawah lagi, lho apa ini ? Sebelah kaki cewe itu dilipat sehingga lututnya ke atas dan sebelahnya lagi menjuntai di pinggir ranjang memperlihatkan selangkangannya. Inilah rupanya lubang itu. Bentuknya begitu "rumit". Ada daging berlipat di kanan kirinya, ada tonjolan kecil di ujung atasnya, lubangnya di tengah terbuka sedikit. Mungkin di sinilah tempat masuknya kelamin lelaki. Tapi, mana cukup ? Oo, seperti inilah rupanya wujud kelamin wanita dewasa. Tiba-tiba pikiran nakalku kambuh : begini jugakah punya Tante? Pertanyaan yang jelas-jelas tak mungkin mendapatkan jawaban! Bagaimana dengan punya Rika, Ani, atau Yuli? Sama susahnya untuk mendapatkan jawaban. Lupakan saja. Tunggu dulu, barangkali Si Mar pembantu itu bisa memberikan "jawaban". Orangnya penurut, paling tidak dia selalu patuh pada perintah majikannya, termasuk aku. Bahkan dulu itu tanpa aku minta membantuku beres-beres kamarku, dengan senang pula.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Orangnya lincah dan ramah. Tidak terlalu jelek, tapi bersih. Kalau sudah dandan sore hari ngobrol dengan pembantu sebelah, orang tak menyangka kalau ia pembantu. Dulu waktu pertama kali ketemupun aku tak mengira bahwa ia pembantu. Setiap pagi ia menyapu dan mengepel seluruh lantai, termasuk lantai kamarku. Kadang-kadang aku sempat memperhatikan pahanya yang tersingkap sewaktu ngepel, bersih juga. Yang jelas ia periang dan sedikit genit. Tapi masa kusuruh ia membuka celana dalamnya "Coba Mar aku pengin lihat punyamu, sama engga dengan yang di majalah" Gila!. Jangan langsung begitu, pacari saja dulu. Ah, pacaran kok sama pembantu. Apa salahnya? dari pada tidak pacaran sama sekali. Okey, tapi bagaimana ya cara memulainya ? Ah, dasar kuper!</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Aku jadi lebih memperhatikan Si Mar. Mungkin ia setahun atau dua tahun lebih tua dariku, sekitar 18 lah. Wajahnya biasa-biasa saja, bersih dan selalu cerah, kulit agak kuning, dadanya tak begitu besar, tapi sudah berbentuk. Paha dan kaki bersih. Mulai hari ini aku bertekat untuk mulai menggoda Si Mar, tapi harus hati-hati, jangan sampai ketahuan oleh siapapun. Seperti hari-hari lainnya ia membersihkan kamarku ketika aku sedang sarapan. Pagi ini aku sengaja menunda makan pagiku menunggu Si Mar. Tante masih ada di kamarnya. Si Mar masuk tapi mau keluar lagi ketika melihat aku ada di dalam kamar.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Masuk aja mbak, engga apa-apa" kataku sambil pura-pura sibuk membenahi buku-buku sekolah. Masuklah dia dan mulai bersih-bersih. Tanganku terus sibuk berbenah sementara mataku melihatnya terus. Sepasang pahanya nampak, sudah biasa sih lihat pahanya, tapi kali ini lain. Sebab aku membayangkan apa yang ada di ujung atas paha itu. Aku mengeras. Sekilas tampak belahan dadanya waktu ia membungkuk-bungkuk mengikuti irama ngepel. Tiba-tiba ia melihatku, mungkin merasa aku perhatikan terus.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Kenapa, Mas" Kaget aku.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Ah, engga. Apa mbak engga cape tiap hari ngepel"</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Mula-mula sih capek, lama-lama biasa, memang udah kerjaannya" jawabnya cerah.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Udah berapa lama mbak kerja di sini ?"</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Udah dari kecil saya di sini, udah 5 tahun"</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Betah ?"</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Betah dong, Ibu baik sekali, engga pernah marah. Mas dari mana sih asalnya ?"Tanyanya tiba-tiba. Kujelaskan asal-usulku.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Oo, engga jauh dong dari desaku. Saya dari Cilacap"</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Pekerjaannya selesai. Ketika hendak keluar kamar aku mengucapkan terima kasih.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Tumben." Katanya sambil tertawa kecil. Ya, tumben biasanya aku tak bilang apa-apa.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">***</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Mana, yang kemarin ?" Dito meminta gambar cewe itu.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Lho, katanya buat aku"</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Jangan dong, itu aku koleksi. Kembaliin dulu entar aku pinjamin yang lain, lebih serem!"</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Besok deh, kubawa"</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Sampai di rumah Si Luki sedang main-main di taman sama pengasuhnya. Sebentar aku ikut bermain dengan anak Oomku itu. Tinah sedikit lebih putih dibanding Si Mar, tapi jangan dibandingkan dengan Tante, jauh. Orangnya pendiam, kurang menarik. Dadanya biasa saja, pinggulnya yang besar. Tapi aku tak menolak seandainya ia mau memperlihatkan miliknya. Pokoknya milik siapa saja deh, Rika, Ani, Yuli, Mar, atau Tinah asal itu kelamin wanita dewasa. Penasaran aku pada "barang" yang satu itu. Apalagi milik Tante, benar-benar suatu karunia kalau aku "berhasil" melihatnya! Di dalam ada Si Mar yang sedang nonton telenovela buatan Brazil itu. Aku kurang suka, walaupun pemainnya cantik-cantik. Ceritanya berbelit. Duduk di karpet sembarangan, lagi-lagi pahanya nampak. Rasanya si Mar ini makin menarik.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Mau makan sekarang, Mas ?"</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Entar aja lah"</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Nanti bilang, ya. Biar saya siapin"</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Tante mana mbak?"</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Kan senam" Oh ya, ini hari Rabu, jadwal senamnya. Seminggu Tante senam tiga kali, Senin, Rabu dan Jumat. Ketika aku selesai ganti pakaian, aku ke ruang keluarga, maksudku mau mengamati Si Mar lebih jelas. Tapi Si Mar cepat-cepat ke dapur menyiapkan makan siangku. Biar sajalah, toh masih banyak kesempatan. Kenapa tidak ke dapur saja pura-pura bantu ? Akupun ke dapur.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Masak apa hari ini ?" Aku berbasa-basi.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Ada ayam panggang, oseng-oseng tahu, sayur lodeh, pilih aja"</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Aku mau semua" Candaku. Dia tertawa renyah. Lumayan buat kata pembukaan.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Sini aku bantu"</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Ah, engga usah" Tapi ia tak melarang ketika aku membantunya. Ih, pantatnya menonjol ke belakang walau pinggulnya tak besar. Aku ngaceng. Kudekati dia. Ingin rasanya meremas pantat itu. Beberapa kali kusengaja menyentuh badannya, seolah-olah tak sengaja. 'Kan lagi membantu dia. Dapat juga kesempatan tanganku menyentuh pantatnya, kayaknya sih padat, aku tak yakin, cuma nyenggol sih. Mar tak berreaksi. Akhirnya aku tak tahan, kuremas pantatnya. Kaget ia menolehku.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Iih, Mas To genit, ah" katanya, tapi tidak memprotes.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Habis, badanmu bagus sih". Sekarang aku yakin, pantatnya memang padat.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Ah, biasa saja kok"</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Akupun berlanjut, kutempelkan badan depanku ke pantatnya. Barangku yang sudah mengeras terasa menghimpit pantatnya yang padat, walaupun terlapisi sekian lembar kain. Aku yakin iapun merasakan kerasnya punyaku. Berlanjut lagi, kedua tanganku kedepan ingin memeluk perutnya. Tapi ditepisnya tanganku.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Ih, nakal. Udah ah, makan dulu sana!"</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Iya deh makan dulu, habis makan terus gimana ?"</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Yeee!" sahutnya mencibir tapi tak marah. Tangannya berberes lagi setelah tadi berhenti sejenak kuganggu. Walaupun penasaran karena aksiku terpotong, tapi aku mendapat sinyal bahwa Si Mar tak menolak kuganggu. Hanya tingkat mau-nya sampai seberapa jauh, harus kubuktikan dengan aksi-aksi selanjutnya!</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Kembali aku menunda sarapanku untuk "aksi selanjutnya" yang telah kukhayalkan tadi malam. Ketika ia sedang menyapu di kamarku, kupeluk ia dari belakang. Sapunya jatuh, sejenak ia tak berreaksi. Amboi ..dadanya berisi juga! Jelas aku merasakannya di tanganku, bulat-bulat padat. Kemudian Si Marpun meronta.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Ah, Mas, jangan!" protesnya pelan sambil melirik ke pintu. Aku melepaskannya, khawatir kalau ia berteriak. Sabar dulu, masih banyak kesempatan.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Terima kasih" kataku waktu ia melangkah keluar kamar. Ia hanya mencibir memoncongkan mulutnya lucu. Mukanya tetap cerah, tak marah. Sekarang aku selangkah lebih maju!</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">***</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Aku ingat janjiku hari ini untuk mengembalikan foto porno milik Dito. Tapi di mana foto itu ? Jangan-jangan ada yang mengambilnya. Aku yakin betul kemarin aku selipkan di antara buku Fisika dan Stereometri (kedua buku itu memang lebar, bisa menutupi). Nah ini dia ada di dalam buku Gambar. Pasti ada seseorang yang memindahkannya. Logikanya, sebelum orang itu memindahkan, tentu ia sempat melihatnya. Tiba-tiba aku cemas. Siapa ya ? Si Mar, Tinah, atau Tante ? Atau lebih buruk lagi, Oom Ton ? Aku jadi memikirkannya. Siapapun orang rumah yang melihat foto itu, membuatku malu sekali! Yang penting, aku harus kembalikan ke Dito sekarang.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Siangnya pulang sekolah ketika aku masuk ke ruang keluarga, Si Mar sedang memijit punggung Tante. Tante tengkurap di karpet, Si Mar menaiki pantat Tante. Punggung Tante itu terbuka 100 %, tak ada tali kutang di sana. Putihnya mak..! Si Mar cepat-cepat menutup punggung itu ketika tahu mataku menjelajah ke sana, sambil melihatku dengan senyum penuh arti. Sialan! Si Mar tahu persis kenakalanku. Aku masuk kamar. Hilang kesempatan menikmati punggung putih itu. Tadi pagi aku lupa membawa buku Gambar gara-gara mengurus foto si Dito. Aku berniat mempersiapkan dari sekarang sambil berusaha melupakan punggung putih itu. Sesuatu jatuh bertebaran ke lantai ketika aku mengambil buku Gambar. Seketika dadaku berdebar kencang setelah tahu apa yang jatuh tadi. Lepasan dari majalah asing. Di tiap pojok bawahnya tertulis "Hustler" edisi tahun lalu. Satu serial foto sepasang bule yang sedang berhubungan kelamin! Ada tiga gambar, gambar pertama Si Cewe terlentang di ranjang membuka kakinya sementara Si Cowo berdiri di atas lututnya memegang alatnya yang tegang besar (mirip punyaku kalau lagi tegang cuma beda warna, punyaku gelap) menempelkan kepala penisnya ke kelamin Cewenya. Menurutku, dia menempelnya kok agak ke bawah, di bawah "segitiga terbalik" yang penuh ditumbuhi rambut halus pirang.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Gambar kedua, posisi Si Cewe masih sama hanya kedua tangannya memegang bahu si Cowo yang kini condong ke depan. Nampak jelas separoh batangnya kini terbenam di selangkangan Si Cewe. Lho, kok di situ masuknya ? Kuperhatikan lebih saksama. Kayaknya dia "masuk" dengan benar, karena di samping jalan masuk tadi ada "yang berlipat-lipat", persis gambar milik Dito kemarin. Menurut bayanganku selama ini, "seharusnya" masuknya penis agak lebih ke atas. Baru tahu aku, khayalanku selama ini ternyata salah! Gambar ketiga, kedua kaki Si Cewe diangkat mengikat punggung Si Cowo. Badan mereka lengket berimpit dan tentu saja alat Si Cowo sudah seluruhnya tenggelam di "tempat yang layak" kecuali sepasang "telornya" saja menunggu di luar. Mulut lelaki itu menggigit leher wanitanya, sementara telapak tangannya menekan buah dada, ibujari dan telunjuk menjepit putting susunya. Gemetaran aku mengamati gambar-gambar ini bergantian. Tanpa sadar aku membuka resleting celanaku mengeluarkan milikku yang dari tadi telah tegang. Kubayangkan punyaku ini separoh tenggelam di tempat si Mar persis gambar kedua. Kenyataanya memang sekarang sudah separoh terbenam, tapi di dalam tangan kiriku. Akupun meniru gambar ketiga, tenggelam seluruhnya, gambar kedua, setengah, ketiga, seluruhnya..geli-geli nikmat… terus kugosok… makin geli.. gosok lagi.. semakin geli… dan.. aku terbang di awan.. aku melepas sesuatu… hah.. cairan itu menyebar ke sprei bahkan sampai bantal, putih, kental, lengket-lengket. Enak, sedap seperti waktu mimpi basah. Sadar aku sekarang ada di kasur lagi, beberapa detik yang lalu aku masih melayang-layang.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">He! Kenapa aku ini? Apa yang kulakukan ? Aku panik. Berbenah. Lap sini lap sana. Kacau! Kurapikan lagi celanaku, sementara si Dia masih tegang dan berdenyut, masih ada yang menetes. Aku menyesal, ada rasa bersalah, rasa berdosa atas apa yang baru saja kulakukan. Aku tercenung. Gambar-gambar sialan itu yang menyebabkan aku begini. Masturbasi. Istilah aneh itu baru aku ketahui dari temanku beberapa hari sesudahnya. Si Dito menyebutnya 'ngeloco'. Aneh. Ada sesuatu yang lain kurasakan, keteganganku lenyap. Pikiran jadi cerah meski badan agak lemas..</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">***</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Sehari itu aku jadi tak bersemangat, ingat perbuatanku siang tadi. Rasanya aku telah berbuat dosa. Aku menyalahkan diriku sendiri. Bukan salahku seluruhnya, aku coba membela diri. Gambar-gambar itu juga punya dosa. Tepatnya, pemilik gambar itu. Eh, siapa yang punya ya ? Tahu-tahu ada di balik buku-bukuku. Siapa yang menaruh di situ ? Ah, peduli amat. Akan kumusnahkan. Aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi, tidak akan masturbasi lagi. Perasaan seperti ini masih terbawa sampai keesokkan harinya lagi. Sehingga kulewatkan kesempatan untuk meraba dada Mar seperti kemarin. Ia telah memberi lampu hijau untuk aku "tindaklanjuti". Tapi aku lagi tak bersemangat. Masih ada rasa bersalah.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Hari berikutnya aku "harus" tegang lagi. Bukan karena Si Mar yang (menurutku) bersedia dijamah tubuhnya. Tapi lagi-lagi karena Si Putih molek itu, Tante Yani. Siang itu aku pulang agak awal, pelajaran terakhir bebas. Sebentar aku melayani Luki melempar-lempar bola di halaman, lalu masuk lewat garasi, seperti biasa. Hampir pingsan aku ketika membuka pintu menuju ruang keluarga. Tante berbaring terlentang, mukanya tertutupi majalah "Femina", terdengar dengkur sangat halus dan teratur. Rupanya ketiduran sehabis membaca. Mengenakan baju-mandi seperti dulu tapi ini warna pink muda, rambut masih terbebat handuk. Agaknya habis keramas, membaca terus ketiduran. Model baju mandinya seperti yang warna putih itu, belah di depan dan hanya satu pengikat di pinggang. Jelas ia tak memakai kutang, kelihatan dari bentuk buah dadanya yang menjulang dan bulat, serta belahan dadanya seluruhnya terlihat sampai ke bulatan bawah buah itu. Sepasang buah bulat itu naik-turun mengikuti irama dengkurannya. Berikut inilah yang membuatku hampir pingsan. Kaki kirinya tertekuk, lututnya ke atas, sehingga belahan bawah baju-mandi itu terbuang ke samping, memberiku "pelajaran" baru tentang tubuh wanita, khususnya milik Tante. Tak ada celana dalam di sana.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Tanteku ternyata punya bulu lebat. Tumbuh menyelimuti hampir seluruh "segitiga terbalik". Berwarna hitam legam, halus dan mengkilat, tebal di tengah menipis di pinggir-pinggirnya. "Arah" tumbuhnya seolah diatur, dari tengah ke arah pinggir sedikit ke bawah kanan dan kiri.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Berbeda dengan yang di gambar, rambut Tante yang di sini lurus, tak keriting. Wow, sungguh "karya seni" yang indah sekali! Kelaminku tegang luar biasa. Aku lihat sekeliling. Si Tinah sedang bermain dengan anak asuhnya di halaman depan. Si Mar di belakang, mungkin sedang menyetrika. Kalau Tante sedang di ruang ini, biasanya Si Mar tidak kesini, kecuali kalau diminta Tante memijit. Aman!</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Dengan wajah tertutup majalah aku jadi bebas meneliti kewanitaan Tante, kecuali kalau ia tiba-tiba terbangun. Tapi aku 'kan waspada. Hampir tak bersuara kudekati milik Tante. Kini giliran bagian bawah rambut indah itu yang kecermati. Ada "daging berlipat", ada benjolan kecil warna pink, tampaknya lebih menonjol dibanding milik bule itu. Dan di bawah benjolan itu ada "pintu". Pintu itu demikian kecil, cukupkah punyaku masuk ke dalamnya ? Punyaku ? Enak saja! Memangnya lubang itu milikmu ? Bisa saja sekarang aku melepas celanaku, mengarahkan ujungnya ke situ, persis gambar pertama, mendorong, seperti gambar kedua, dan …Tiba-tiba Tante menggerakkan tangannya. Terbang semangatku. Kalau ada cermin di situ pasti aku bisa melihat wajahku yang pucat pasi. Dengkuran halus terdengar kembali. Untung., nyenyak benar tidurnya. Bagian atas baju-mandinya menjadi lebih terbuka karena gerakan tangannya tadi. Meski perasaanku tak karuan, tegang, berdebar, nafas sesak, tapi pikiranku masih waras untuk tidak membuka resleting celanaku. Bisa berantakan masa depanku. Aku "mencatat" beberapa perbedaan antara milik Tante dengan milik bule yang di majalah itu. Rambut, milik Tante hitam lurus, milik bule coklat keriting. Benjolan kecil, milik Tante lebih "panjang", warna sama-sama pink. Pintu, milik Tante lebih kecil. Lengkaplah sudah aku mempelajari tubuh wanita. Utuhlah sudah aku mengamati seluruh tubuh Tante. Seluruhnya ? Ternyata tidak, yang belum pernah aku lihat sama sekali : puting susunya. Kenapa tidak sekarang ? Kesempatan terbuka di depan mata, lho! Mataku beralih ke atas, ke bukit yang bergerak naik-turun teratur. Dada kanannya makin lebar terbuka, ada garis tipis warna coklat muda di ujung kain. Itu adalah lingkaran kecil di tengah buah, hanya pinggirnya saja yang tampak. Aku merendahkan kepalaku mengintip, tetap saja putingnya tak kelihatan. Ya, hanya dengan sedikit menggeser tepi baju mandi itu ke samping, lengkaplah sudah "kurikulum" pelajaran anatomi tubuh Tante. Dengan amat sangat hati-hati tanganku menjangkau tepi kain itu. Mendadak aku ragu. Kalau Tante terbangun bagaimana ? Kuurungkan niatku.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Tapi pelajaran tak selesai dong! Ayo, jangan bimbang, toh dia sedang tidur nyenyak. Ya, dengkurannya yang teratur menandakan ia tidur nyenyak. Kembali kuangkat tanganku. Kuusahakan jangan sampai kulitnya tersentuh. Kuangkat pelan tepi kain itu, dan sedikit demi sedikit kugeser ke samping. Macet, ada yang nyangkut rupanya. Angkat sedikit lagi, geser lagi. Kutunggu reaksinya. Masih mendengkur. Aman. Terbukalah sudah.. Puting itu berwarna merah jambu bersih. Berdiri tegak menjulang, bak mercusuar mini. Amboi . indahnya buah dada ini. Tak tahan aku ingin meremasnya. Jangan, bahaya. Aku harus cepat-cepat pergi dari sini. Bukan saja khawatir Tante terbangun, tapi takut aku tak mampu menahan diri, menubruk tubuh indah tergolek hampir telanjang bulat ini.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">***</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Cerita Sex Tante Yanmi Seksi Hot Bikin Gairah Aku jadi tak tenang. Berulang kali terbayang rambut-rambut halus kelamin dan puting merah jambu milik Tante itu. Apalagi menjelang tidur. Tanpa sadar aku mengusap-usap milikku yang tegang terus ini. Tapi aku segera ingat janjiku untuk tidak masturbasi lagi. Mendingan praktek langsung. Tapi dengan siapa ?</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Hari ini aku pulang cepat. Masih ada dua mata pelajaran sebetulnya, aku membolos, sekali-kali. Toh banyak juga kawanku yang begitu. Percuma di kelas aku tak bisa berkonsentrasi. Di garasi aku ketemu Tante yang siap-siap mau pergi senam. Dibalut baju senam yang ketat ini Tante jadi istimewa. Tubuhnya memang luar biasa. Dadanya membusung tegak ke depan, bagian pinggang menyempit ramping, ke bawah lagi melebar dengan pantat menonjol bulat ke belakang, ke bawah menyempit lagi. Sepasang paha yang nyaris bulat seperti batang pohon pinang, sepasang kaki yang panjang ramping. Walaupun tertutup rapat aku ngaceng juga. Lagi-lagi aku terrangsang. Diam-diam aku bangga, sebab di balik pakaian senam itu aku pernah melihatnya, hampir seluruhnya! Justru bagian tubuh yang penting-penting sudah seluruhnya kulihat tanpa ia tahu! Salah sendiri, teledor sih. Ah, salahku juga, buktinya kemarin aku menyingkap putingnya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Lho, kok udah pulang, To" sapanya ramah. Ah bibir itu juga menggoda.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Iya Tante, ada pelajaran bebas" jawabku berbohong. Kubukakan pintu mobilnya. Sekilas terlihat belahan dadanya ketika ia memasuki mobil. Uih, dadanya serasa mau "meledak" karena ketatnya baju itu.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Terima kasih" katanya. "Tante pergi dulu ya". Mobilnya hilang dari pandanganku. -</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Jakarta! Ya, akhirnya jadi juga aku ke Jakarta. Kota impian semua orang, paling tidak bagi orang sedesaku di Gumelar, Kabupaten Banyumas, 23 Km ke arah utara Purwokerto, Jawa Tengah. Aku memang orang desa. Badanku tidak menggambarkan usiaku yang baru menginjak 16 tahun, bongsor berotot dengan kulit sawo gelap. Baru saja aku menamatkan ST (Sekolah Teknik) Negeri Baturaden, sekitar 5 Km dari Desa Gumelar, atau 17 Km utara Purwokerto. Kegiatanku sehari-hari selama ini kalau tidak sekolah, membantu Bapak dan Emak berkebun. Itulah sebabnya badanku jadi kekar dan kulit gelap. Kebunku memang tak begitu luas, tapi cukup untuk menopang kehidupan keluarga kami sehari-hari yang hanya 5 orang. Aku punya 2 orang adik laki-laki semua, 12 dan 10 tahun.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Boleh dikatakan aku ini orangnya ?kuper?. Anak dari desa kecil yang terdiri dari hanya belasan rumah yang terletak di kaki Gunung Slamet. Jarak antar rumahpun berjauhan karena diselingi kebun-kebun, aku jadi jarang bertemu orang. Situasi semacam ini mempengaruhi kehidupanku kelak. Rendah diri, pendiam dan tak pandai bergaul, apalagi dengan wanita. Pengetahuanku tentang wanita hampir dapat dikatakan nol, karena lingkungan bergaulku hanya seputar rumah, kebun, dan sekolah teknik yang muridnya 100% lelaki.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Pembaca yang budiman, kisah yang akan Anda baca ini adalah pengalaman nyata kehidupanku sekitar 9 sampai 6 tahun lalu. Pengalaman nyata ini aku ceritakan semuanya kepada Mas Joko, kakak kelasku, satu-satunya orang yang aku percayai yang hobinya memang menulis. Dia sering menulis untuk majalah dinding, buletin sekolah, koran dan majalah lokal yang hanya beredar di seputar Purwokerto. Mas Joko kemudian meminta izinku untuk menulis kisah hidupku ini yang katanya unik dan katanya akan dipasang di internet. Aku memberinya izin asalkan nama asliku tidak disebutkan. Jadi panggil saja aku Tarto, nama samaran tentu saja.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Aku ke Jakarta atas seizin orang tuaku, bahkan merekalah yang mendorongnya. Pada mulanya aku sebenarnya enggan meninggalkan keluargaku, tapi ayahku menginginkan aku untuk melanjutkan sekolah ke STM. Aku lebih suka kerja saja di Purwokerto. Aku menerima usulan ayahku asalkan sekolah di SMA (sekarang SMU) dan tidak di kampung. Dia memberi alamat adik misannya yang telah sukses dan tinggal di bilangan Tebet, Jakarta. Ayahku sangat jarang berhubungan dengan adik misannya itu. Paling hanya beberapa kali melalui surat, karena telepon belum masuk ke desaku. Kabar terakhir yang aku dengar dari ayahku, adik misannya itu, sebut saja Oom Ton, punya usaha sendiri dan sukses, sudah berkeluarga dengan satu anak lelaki umur 4 tahun dan berkecukupan. Rumahnya lumayan besar. Jadi, dengan berbekal alamat, dua pasang pakaian, dan uang sekedarnya, aku berangkat ke Jakarta. Satu-satunya petunjuk yang aku punyai: naik KA pagi dari Purwokerto dan turun di stasiun Manggarai. Tebet tak jauh dari stasiun ini.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Stasiun Manggarai, pukul 15.20 siang aku dicekam kebingungan. Begitu banyak manusia dan kendaraan berlalu lalang, sangat jauh berbeda dengan suasana desaku yang sepi dan hening. Singkat cerita, setelah ?berjuang? hampir 3 jam, tanya ke sana kemari, dua kali naik mikrolet (sekali salah naik), sekali naik ojek yang mahalnya bukan main, sampailah aku pada sebuah rumah besar dengan taman yang asri yang cocok dengan alamat yang kubawa.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Berdebar-debar aku masuki pintu pagar yang sedikit terbuka, ketok pintu dan menunggu. Seorang wanita muda, berkulit bersih, dan .. ya ampun, menurutku cantik sekali (mungkin di desaku tidak ada wanita cantik), berdiri di depanku memandang dengan sedikit curiga. Setelah aku jelaskan asal-usulku, wajahnya berubah cerah. ?Tarto, ya ? Ayo masuk, masuk. Kenalkan, saya Tantemu.? Dengan gugup aku menyambut tangannya yang terjulur. Tangan itu halus sekali. ?Tadinya Oom Ton mau jemput ke Manggarai, tapi ada acara mendadak. Tante engga sangka kamu sudah sebesar ini. Naik apa tadi, nyasar, ya ?? Cecarnya dengan ramah. ?Maaar, bikin minuman!? teriaknya kemudian. Tak berapa lama datang seorang wanita muda meletakkan minuman ke meja dengan penuh hormat. Wanita ini ternyata pembantu, aku kira keponakan atau anggota keluarga lainnya, sebab terlalu ?trendy? gaya pakaiannya untuk seorang pembantu.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Sungguh aku tak menduga sambutan yang begitu ramah. Menurut cerita yang aku dengar, orang Jakarta terkenal individualis, tidak ramah dengan orang asing, antar tetangga tak saling kenal. Tapi wanita tadi, isteri Oomku, Tante Yani namanya (?Panggil saja Tante,? katanya akrab) ramah, cantik lagi. Tentu karena aku sudah dikenalkannya oleh Oom Ton.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Aku diberi kamar sendiri, walaupun agak di belakang tapi masih di rumah utama, dekat dengan ruang keluarga. Kamarku ada AC-nya, memang seluruh ruang yang ada di rumah utama ber-AC. Ini suatu kemewahan bagiku. Dipanku ada kasur yang empuk dan selimut tebal. Walaupun AC-nya cukup dingin, rasanya aku tak memerlukan selimut tebal itu. Mungkin aku cukup menggunakan sprei putih tipis yang di lemari itu untuk selimut. Rumah di desaku cukup dingin karena letaknya di kaki gunung, aku tak pernah pakai selimut, tidur di dipan kayu hanya beralas tikar. Aku diberi ?kewenangan? untuk mengatur kamarku sendiri.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Aku masih merasa canggung berada di rumah mewah ini. Petang itu aku tak tahu apa yang musti kukerjakan. Selesai beres-beres kamar, aku hanya bengong saja di kamar. ?Too, sini, jangan ngumpet aja di kamar,? Tante memanggilku. Aku ke ruang keluarga. Tante sedang duduk di sofa nonton TV. ?Sudah lapar, To ?? ?Belum Tante.? Sore tadi aku makan kue-kue yang disediakan Si Mar. ?Kita nunggu Oom Ton ya, nanti kita makan malam bersama-sama.? Oom Ton pulang kantor sekitar jam 19 lewat. ?Selamat malam, Oom,? sapaku. ?Eh, Ini Tarto ? Udah gede kamu.? ?Iya Oom.? ?Gimana kabarnya Mas Kardi dan Yu Siti,? Oom menanyakan ayah dan ibuku. ?Baik-baik saja Oom.? Di meja makan Oom banyak bercerita tentang rencana sekolahku di Jakarta. Aku akan didaftarkan ke SMA Negeri yang dekat rumah. Aku juga diminta untuk menjaga rumah sebab Oom kadang-kadang harus ke Bandung atau Surabaya mengurusi bisnisnya. ?Iya, saya kadang-kadang takut juga engga ada laki-laki di rumah,? timpal Tante. ?Berapa umurmu sekarang, To ?? ?Dua bulan lagi saya 16 tahun, Oom.? ?Badanmu engga sesuai umurmu.?</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">***</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Hari-hari baruku dimulai. Aku diterima di SMA Negeri 26 Tebet, tak jauh dari rumah Oom dan Tanteku. Ke sekolah cukup berjalan kaki. Aku memang belum sepenuhnya dapat melepas kecanggunganku. Bayangkan, orang udik yang kuper tamatan ST (setingkat SLTP) sekarang sekolah di SMA metropolitan. Kawan sekolah yang biasanya lelaki melulu, kini banyak teman wanita, dan beberapa diantaranya cantik-cantik. Cantik ? Ya, sejak aku di Jakarta ini jadi tahu mana wanita yang dianggap cantik, tentunya menurut ukuranku. Dan tanteku, Tante Yani, isteri Oom Ton menurutku paling cantik, dibandingkan dengan kawan-kawan sekolahku, dibanding dengan tante sebelah kiri rumah, atau gadis (mahasiswi ?) tiga rumah ke kanan. Cepat-cepat kuusir bayangan wajah tanteku yang tiba-tiba muncul. Tak baik membayangkan wajah tante sendiri. Pada umumnya teman-teman sekolahku baik, walaupun kadang-kadang mereka memanggilku ?Jawa?, atau meledek cara bicaraku yang mereka sebut ?medok?. Tak apalah, tapi saya minta mereka panggil saja Tarto. Alasanku, kalau memanggil ?Jawa?, toh orang Jawa di sekolah itu bukan hanya aku. Mereka akhirnya mau menerima usulanku. Terus terang aku di kelas menjadi cepat populer, bukan karena aku pandai bergaul. Dibandingkan teman satu kelas tubuhku paling tinggi dan paling besar. Bukan sombong, aku juga termasuk murid yang pintar. Aku memang serius kalau belajar, kegemaranku membaca menunjang pengetahuanku.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Kegemaranku membaca inilah yang mendorongku bongkar-bongkar isi rak buku di kamarku di suatu siang pulang sekolah. Rak buku ini milik Oom Ton. Nah, di antara tumpukan buku, aku menemukan selembar majalah bergambar, namanya Popular.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Rupanya penemuan majalah inilah merupakan titik awalku belajar mandiri tentang wanita. Tidak sendiri sebetulnya, sebab ada ?guru? yang diam-diam membimbingku. Kelak di kemudian hari aku baru tahu tentang ?guru? itu.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Majalah itu banyak memuat gambar-gambar wanita yang bagus, maksudnya bagus kualitas fotonya dan modelnya. Dengan berdebar-debar satu-persatu kutelusuri halaman demi halaman. Ini memang majalah hiburan khusus pria. Semua model yang nampang di majalah itu pakaiannya terbuka dan seronok. Ada yang pakai rok demikian pendeknya sehingga hampir seluruh pahanya terlihat, dan mulus. Ada yang pakai blus rendah dan membungkuk memperlihatkan bagian belahan buah dada. Dan, ini yang membuat jantungku keras berdegup : memakai T-shirt yang basah karena disiram, sementara dalamnya tidak ada apa-apa lagi. Samar-samar bentuk sepasang buah kembar kelihatan. Oh, begini tho bentuk tubuh wanita. Dasarnya aku sangat jarang ketemu wanita. Kalau ketemu-pun wanita desa atau embok-embok, dan yang aku lihat hanya bagian wajah. Bagaimana aku tidak deg-deg-an baru pertama kali melihat gambar tubuh wanita, walaupun hanya gambar paha dan sebagian atas dada.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Sejak ketemu majalah Popular itu aku jadi lain jika memandang wanita teman kelasku. Tidak hanya wajahnya yang kulihat, tapi kaki, paha dan dadanya ?kuteliti?. Si Rika yang selama ini aku nilai wajahnya lumayan dan putih, kalau ia duduk menyilangkan kakinya ternyata memiliki paha mulus agak mirip foto di majalah itu. Memang hanya sebagian paha bawah saja yang kelihatan, tapi cukup membuatku tegang. Ya tegang. ?Adikku? jadi keras! Sebetulnya penisku menjadi tegang itu sudah biasa setiap pagi. Tapi ini tegang karena melihat paha mulus Rika adalah pengalaman baru bagiku. Sayangnya dada Rika tipis-tipis saja. Yang dadanya besar si Ani, demikian menonjol ke depan. Memang ia sedikit agak gemuk. Aku sering mencuri pandang ke belahan kemejanya. Dari samping terkadang terbuka sedikit memperlihatkan bagian dadanya di sebelah kutang. Walau terlihat sedikit cukup membuatku ?ngaceng?. Sayangnya, kaki Ani tak begitu bagus, agak besar. Aku lalu membayangkan bagaimana bentuk dada Ani seutuhnya, ah ngaceng lagi! Atau si Yuli. Badannya biasa-biasa saja, paha dan kaki lumayan berbentuk, dadanya menonjol wajar, tapi aku senang melihat wajahnya yang manis, apalagi senyumnya. Satu lagi, kalau ia bercerita, tangannya ikut ?sibuk?. Maksudku kadang mencubit, menepuk, memukul, dan, ini dia, semua roknya berpotongan agak pendek. Ah, aku sekarang punya ?wawasan? lain kalau memandang teman-teman cewe.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Ah! Tante Yani! Ya, kenapa selama ini aku belum ?melihat dengan cara lain?? Mungkin karena ia isteri Oomku, orang yang aku hormati, yang membiayai hidupku, sekolahku. Mana berani aku ?menggodanya? meskipun hanya dari cara memandang. Sampai detik ini aku melihat Tante Yani sebagai : wajahnya putih bersih dan cantik. Tapi dasar setan selalu menggoda manusia, bagaimana tubuhnya ? Ah, aku jadi pengin cepat-cepat pulang sekolah untuk ?meneliti? Tanteku. Jangan ah, aku menghormati Tanteku.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Aduh! Kenapa begini ? Apanya yang begini ? Tante Yani! Seperti biasa, kalau pulang aku masuk dari pintu pagar langsung ke garasi, lalu masuk dari pintu samping rumah ke ruang keluarga di tengah-tengah rumah. Melewati ruang keluarga, sedikit ke belakang sampai ke kamarku. Isi ruang keluarga ini dapat kugambarkan : di tengahnya terhampar karpet tebal yang empuk yang biasa digunakan tante untuk membaca sambil rebahan, atau sedang dipijit Si Mar kalau habis senam. Agak di belakang ada satu set sofa dan pesawat TV di seberangnya. Sewaktu melewati ruang keluarga, aku menjumpai Tante Yani duduk di kursi dekat TV menyilang kaki sedang menyulam, berpakaian model kimono. Duduknya persis si Rika tadi pagi, cuma kaki Tante jauh lebih indah dari Rika. Putih, bersih, panjang, di betis bawahnya dihiasi bulu-bulu halus ke atas sampai paha. Ya, paha, dengan cara duduk menyilang, tanpa disadari Tante belahan kimononya tersingkap hingga ke bagian paha agak atas. Tanpa sengaja pula aku jadi tahu bahwa tante memiliki paha selain putih bersih juga berbulu lembut. Sejenak aku terpana, dan lagi-lagi tegang. Untung aku cepat sadar dan untung lagi Tante begitu asyik menyulam sehingga tidak melihat ulah keponakannya yang dengan kurang ajar ?memeriksa? pahanya. Ah, kacau.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Sebenarnya tidak sekali ini aku melihat Tante memakai kimono. Kenapa aku tadi terangsang mungkin karena ?penghayatan? yang lain, gara-gara majalah itu. Selesai makan ada dorongan aku ingin ke ruang tengah, meneruskan ?penelitianku? tadi. Aku ada alasan lain tentu saja, nonton TV swasta, hal baru bagiku. Mungkin aku mulai kurang ajar : mengambil posisi duduk di sofa nonton TV tepat di depan Tante, searah-pandang kalau mengamati pahanya! ?Gimana sekolahmu tadi To ?? tanya Tante tiba-tiba yang sempat membuatku kaget sebab sedang memperhatikan bulu-bulu kakinya. ?Biasa-biasa saja Tante.? ?Biasa gimana ? Ada kesulitan engga ?? ?Engga Tante.? ?Udah banyak dapat kawan ?? ?Banyak, kawan sekelas.? ?Kalau kamu pengin main lihat-lihat kota, silakan aja.? ?Terima kasih, Tante. Saya belum hafal angkutannya.? ?Harus dicoba, yah nyasar-nyasar dikit engga apa-apa, toh kamu tahu jalan pulang.? ?Iya Tante, mungkin hari Minggu saya akan coba.? ?Kalau perlu apa-apa, uang jajan misalnya atau perlu beli apa, ngomong aja sama Tante, engga usah malu-malu.? Gimana kurang baiknya Tanteku ini, keponakannya saja yang nakal. Nakal ? Ah ?kan cuma dalam pikiran saja, lagi pula hanya ?meneliti? kaki yang tanpa sengaja terlihat, apa salahnya. ?Terima kasih Tante, uang yang kemarin masih ada kok.? ?Emang kamu engga jajan di sekolah ?? Berdesir darahku. Sambil mengucapkan ?jajan? tadi Tante mengubah posisi kakinya sehingga sekejap, tak sampai sedetik, sempat terlihat warna merah jambu celana dalamnya! Aku berusaha keras menenangkan diri. ?Jajan juga sih, hanya minuman dan makanan kecil.? Akupun ikut-ikutan mengubah posisi, ada sesuatu yang mengganjal di dalam celanaku. Untung Tante tidak memperhatikan perubahan wajahku. Sepanjang siang ini aku bukannya nonton TV. Mataku lebih sering ke arah Tante, terutama bagian bawahnya!</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Hari-hari berikutnya tak ada kejadian istimewa. Rutin saja, sekolah, makan siang, nonton TV, sesekali melirik kaki Tante. Oom Ton pulang kantor selalu malam hari. Saat ketemu Oomku hanya pada makan malam, bertiga. Si Luki, anak lelakinya 4 tahun biasanya sudah tidur. Kalau Luki sudah tidur, Tinah, pengasuhnya pamitan pulang. Pada acara makan malam ini, sebetulnya aku punya kesempatan untuk menikmati? (cuma dengan mata) paha mulus berbulu Tante, sebab malam ini ia memakai rok pendek, biasanya memakai daster. Tapi mana berani aku menatap pemandangan indah ini di depan Oom. Betapa bahagianya mereka menurut pandanganku. Oom tamat sekolahnya, punya usaha sendiri yang sukses, punya isteri yang cantik, putih, mulus. Anak hanya satu. Punya sopir, seorang pembantu, Si Mar dan seorang baby sitter Si Tinah. Sopir dan baby sitter tidak menginap, hanya pembantu yang punya kamar di belakang. Praktis Tante Yani banyak waktu luang. Anak ada yang mengasuh, pekerjaan rumah tangga beres ditangan pembantu. Oh ya, ada seorang lagi, pengurus taman biasa di panggil Mang Karna, sudah agak tua yang datang sewaktu-waktu, tidak tiap hari.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Keesokkan harinya ada kejadian ?penting? yang perlu kuceritakan. Pagi-pagi ketika aku sedang menyusun buku-buku yang akan kubawa ke sekolah, ada beberapa lembar halaman yang mungkin lepasan atau sobekan dari majalah luar negeri terselip di antara buku-buku pelajaranku. Aku belum sempat mengamati lembaran itu, karena buru-buru mau berangkat takut telat. Di sekolah pikiranku sempat terganggu ingat sobekan majalah berbahasa Inggris itu, milik siapa ? Tadi pagi sekilas kulihat ada gambarnya wanita hanya memakai celana jean tak berbaju. Inilah yang mengganggu pikiranku. Sempat kubayangkan, bagaimana kalau Ani hanya memakai jean. Kaki dan pahanya yang kurang bagus tertutup, sementara bulatan dadanya yang besar terlihat jelas. Ah.. nakal kamu To!</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Pulang sekolah tidak seperti biasa aku tidak langsung ke meja makan, tapi ngumpet di kamarku. Pintu kamar kukunci dan mulai mengamati sobekan majalah itu. Ada 4 lembar, kebanyakan tulisan yang tentu saja tidak kubaca. Aku belum paham Bahasa Inggris. Di setiap pojok bawah lembaran itu tertulis: Penthouse. Langsung saja ke gambar.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Gemetaran aku dibuatnya. Wanita bule, berpose membusungkan dadanya yang besar, putih, mulus, dan terbuka seluruhnya! Paha dan kakinya meskipun tertutup jean ketat, tapi punya bentuk yang indah, panjang, persis kaki milik Tante. Hah, kenapa aku jadi membandingkan dengan tubuh Tante ? Peduli amat, tapi itulah yang terbayang. Kenapa aku sebut kejadian penting, karena baru sekaranglah aku tahu bentuk utuh sepasang buah dada, meskipun hanya dari foto. Bulat, di tengah ada bulatan kecil warna coklat, dan di tengah-tengah bulatan ada ujungnya yang menonjol keluar. Segera saja tubuhku berreaksi, penisku tegang, dada berdebar-debar. Halaman berikutnya membuatku lemas, mungkin belum makan. Masih wanita bule yang tadi tapi sekarang di close-up. Buah dadanya makin jelas, sampai ke pori-porinya. Ini kesempatanku untuk ?mempelajari? anatomi buah kembar itu. Dari atas kulit itu bergerak naik, sampai puting yang merupakan puncaknya, kemudian turun lagi ?membulat?. Ya, beginilah bentuk buah dada wanita. Putingnya, apakah selalu menonjol keluar seperti menunjuk ke depan ? Jawabannya baru tahu kelak kemudian hari ketika aku ?praktek?. Tiba-tiba terlintas pikiran nakal, Tante Yani! Bagaimana ya bentuk buah dada Tanteku itu ? Ah, kenapa selama ini aku tak memperhatikannya. Asyik lihat ke bawah terus sih! Memang kesempatannya baru lihat paha. Kimono Tante waktu itu, kalau tak salah, tertutup sampai dibawah lehernya. Tapi ?kan bisa lihat bentuk luarnya. Ah, memang mataku tak sampai kesitu. Melihat bentuk paha dan kaki cewe bule ini mirip milik Tante, aku rasa bentuk dadanyapun tak jauh berbeda, begitu aku mencoba memperkirakan. Begitu banyak aku berdialog dengan diri sendiri tentang buah dada. Begitu banyak pertanyaan yang bermuara pada pertanyaan inti : Bagaimana bentuk buah dada Tanteku yang cantik itu ? Untungnya, atau celakanya, pertanyaanku itu segera mendapat jawaban, di meja makan. Di pertengahan makan siangku, Tante muncul istimewa. Mengenakan baju-mandi, baju mirip kimono tapi pendek dari bahan seperti handuk tapi lebih tipis warna putih dan ada pengikat di pinggangnya. Tante kelihatan lain siang itu, segar, cerah. Kelihatannya baru selesai mandi dan keramas, sebab rambutnya diikat handuk ke atas mirip ikat kepala para syeh. ?Oh, kamu sudah pulang, engga kedengaran masuknya,? sapanya ramah sambil berjalan menuju ke tempatku. ?Dari tadi Tante,? jawabku singkat. Ia berhenti, berdiri tak jauh dari dudukku. Kedua tangannya ke atas membenahi handuk di rambutnya. Posisi tubuh Tante yang beginilah memberi jawaban atas pertanyaanku tadi. Luar biasa! Besar juga buah dada Tante ini, persis seperti perkiraanku tadi, bentuknya mirip punya cewe bule di Penthouse tadi.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Meskipun aku melihatnya masih ?terbungkus? baju-mandi, tapi jelas alurnya, bulat menonjol ke depan. Di bagian kanan baju mandinya rupanya ada yang basah, ini makin mempertegas bentuk buah indah itu. Samar-samar aku bisa melihat lingkaran kecil di tengahnya. Sehabis mandi mungkin hanya baju-mandi itu saja yang membungkus tubuhnya sekarang. Bawahnya aku tak tahu. Bawahnya! Ya, aku melupakan pahanya. Segera saja mataku turun. Kini lebih jelas, bulu-bulu lembut di pahanya seperti diatur, berbaris rapi. Ah aku sekarang lagi tergila-gila buah dada. Pandanganku ke atas lagi. Mudah-mudahan ia tak melihatku melahap (dengan mata) tubuhnya. Memang ia tidak memperhatikanku, pandangannya ke arah lain masih terus asyik merapikan rambutnya. Tapi aku tak bisa berlama-lama begini, disamping takut ketahuan, lagipula aku ?kan sedang makan. Kuteruskan makanku. Bagaimana reaksi tubuhku, susah diceritakan. Yang jelas kelaminku tegang luar biasa. Tiba-tiba ia menarik kursi makan di sebelahku dan duduk. Ah, wangi tubuhnya terhirup olehku. ?Makan yang banyak, tambah lagi tuh ayamnya.? Bagaimana mau makan banyak, kalau ?diganggu? seperti ini. Aku mengiakan saja. Rupanya ?gangguan nikmat? belum selesai. Aku duduk menghadap ke utara. Di dekatku duduk si Badan-sintal yang habis mandi, menghadap ke timur. Aku bebas melihat tubuhnya dari samping kiri. Ia menundukkan kepalanya dan mengurai rambutnya ke depan. Dengan posisi seperti ini, badan agak membungkuk ke depan dan satu-satunya pengikat baju ada di pinggang, dengan serta merta baju mandinya terbelah dan menampakkan pemandangan yang bukan main. Buah dada kirinya dapat kulihat dari samping dengan jelas. Ampun.. putihnya, dan membulat. Kalau aku menggeser kepalaku agak ke kiri, mungkin aku bisa melihat putingnya. Tapi ini sih ketahuan banget. Jangan sampai. Betapa tersiksanya aku siang ini. Tersiksa tapi nikmat! Oh Tuhan, janganlah aku Kau beri siksa yang begini. Aku khawatir tak sanggup menahan diri. Rasa-rasanya tanganku ingin menelusup ke belahan baju mandi ini lalu meremas buah putih itu? Kalau itu terjadi, bisa-bisa aku dipulangkan, dan hilanglah kesempatanku meraih masa depan yang lebih baik. Apa yang kubilang pada ayahku ? Dapat kupastikan ia marah besar, dan artinya, kiamat bagiku.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Untung, atau sialnya, Tante cepat bangkit menuju ke kamar sambil menukas: ?Teruskan ya makannya.? ?Ya Tante,? sahutku masih gemetaran. Aah., aku menemukan sesuatu lagi. Aku mengamati Tante berjalan ke kamarnya dari belakang, gerakan pinggulnya indah sekali. Pinggul yang tak begitu lebar, tapi pantatnya demikian menonjol ke belakang. Tubuh ideal, memang.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Malamnya aku disuruh makan duluan sendiri. Tante menunggu Oom yang telat pulang malam ini. Masih terbayang kejadian siang tadi bagaimana aku menikmati pemandangan dada Tante yang membuat aku tak begitu selera makan. Tiba-tiba aku dikejutkan oleh kedatangan Tante yang muncul dari kamarnya. Masih mengenakan baju-mandi yang tadi, rambutnya juga masih diikat handuk. Langsung ia duduk disebelahku persis di kursi yang tadi. Belum habis rasa kagetku, tiba-tiba pula ia pindah dan duduk di pangkuanku! Bayangkan pembaca, bagaimana nervous-nya aku. Yang jelas penisku langsung mengeras merasakan tindihan pantat Tante yang padat. Disingkirkannya piringku, memegang tangan kiriku dan dituntunnya menyelinap ke belahan baju-mandinya. Aku tidak menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Kuremas dadanya dengan gemas. Hangat, padat dan lembut.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Tantepun menggoyang pantatnya, terasa enak di kelaminku. Goyangan makin cepat, aku jadi merasa geli di ujung penisku. Rasa geli makin meningkat dan meningkat, dan .. Aaaaah, aku merasakan nikmat yang belum pernah kualami, dan eh, ada sesuatu terasa keluar berbarengan rasa nikmat tadi, seperti pipis dan? aku terbangun. Sialan! Cuma mimpi rupanya. Masa memimpikan Tante, aku jadi malu sendiri. Kejadian siang tadi begitu membekas sampai terbawa mimpi. Eh, celanaku basah. Mana mungkin aku ngompol. Lalu apa dong ? Cepat-cepat aku periksa. Memang aku ngompol! Tapi tunggu dulu, kok airnya lain, lengket-lengket agak kental. Ah, kenapa pula aku ini ? Apa yang terjadi denganku ? Besok coba aku tanya pada Oom. Gila apa! Jangan sama Oom dong. Lalu tanya kepada Tante, tak mungkin juga. Coba ada Mas Joko, kakak kelasku di ST dulu. Mungkin teman sekolahku ada yang tahu, besok aku tanyakan.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">***</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Esoknya aku ceritakan hal itu kepada Dito teman paling dekat. Sudah barang tentu kisahnya aku modifikasi, bukan Tante yang duduk di pangkuanku, tapi ?seseorang yang tak kukenal?. ?Kamu baru mengalami tadi malam ?? ?Ya, tadi malam.? ?Telat banget. Aku sudah mengalami sewaktu kelas 2 SMP, dua tahun lalu. Itu namanya mimpi basah.? ?Mimpi basah ?? ?Ya. Itu tandanya kamu mulai dewasa, sudah aqil-baliq. Lho, emangnya kamu belum pernah dengar ?? Malu juga aku dibilang telat dan belum tahu mimpi basah. Tapi juga ada rasa sedikit bangga, aku mulai dewasa! ?Rupanya kamu badan aja yang gede, pikiran masih anak-anak.? Ah biar saja. Beberapa hari sebelum mimpi basah itu toh aku sudah ?menghayati? wanita sebagai orang dewasa! ?Kamu punya pacar ?? ?Engga.? ?Atau pernah pacaran ?? ?Engga juga.? ?Pantesan telat kalau begitu. Waktu kelas 3 SMP aku punya pacar, teman sekelas. Enak deh, sekolah jadi semangat.? ?Kalau pacaran ngapain aja sih ?? tanyaku lugu. Memang betul aku belum tahu tentang pacaran. Tentang wanitapun aku baru tahu beberapa hari lalu. ?Ha.. ha.. ha.! Kampungan lu! Ya tergantung orangnya. Kalau aku sih paling-paling ciuman, raba-raba, udah. Kalau si Ricky kelewatan, sampai pacarnya hamil.? Ciuman, raba-raba. Aku pernah lihat orang ciuman di filem TV, enak juga kelihatannya, belum pernah aku membayangkan. Kalau meraba, pernah kubayangkan meremas dada Tante. ?Hamil ?? Pelajaran baru nih. ?Ada juga yang sampai ?gitu? tapi engga hamil. Engga tahu aku caranya gimana.? ?Gitu gimana ?? ?Kamu betul-betul engga tahu ?? Lalu ia cerita bagaimana hubungan kelamin itu. Dengan bisik-bisik tentunya. Aku jadi tegang. Pantaslah aku dibilang kampungan, memang betul-betul baru tahu saat ini. Kelamin lelaki masuk ke kelamin wanita, keluar bibit manusia, lalu hamil. Bibit! Mungkin yang keluar dari kelaminku semalam adalah bibit manusia. Bagaimana mungkin kelaminku sebesar ini bisa masuk ke lubang pipis wanita ? Sebesar apa lubangnya, dan di mana ? Yang pernah aku lihat kelamin wanita itu kecil, berbentuk segitiga terbalik dan ada belahan kecil di ujung bawahnya. Tapi yang kulihat dulu itu di desa adalah kelamin anak-anak perempuan yang sedang mandi di pancuran. Kelamin wanita dewasa sama sekali aku belum pernah lihat. Bagaimana bentuknya ya ? Mungkin segitiganya lebih besar. Ah, pikiranku terlalu jauh. Ciuman saja dulu. Aku sependapat dengan Dito, kalau pacaran ciuman dan raba-raba saja. Aku jadi ingin pacaran, tapi siapa yang mau pacaran sama aku yang kuper ini ? Ya dicari dong! Si Rika, Ani atau Yuli ? Siapa sajalah, asal mau jadi pacarku, buat ciuman dan diraba-raba. Sepertinya sedap.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Dalam perjalanan pulang aku membayangkan bagaimana seandainya aku pacaran sama Rika. Pahanya yang lumayan mulus enak dielus-elus. Tanganku terus ke atas membuka kancing bajunya, lalu menyelusup dan? sopir Bajaj itu memaki-maki membuyarkan lamunanku. Tanpa sadar aku berjalan terlalu ke tengah. Di balik kutang Rika hanya ada sedikit tonjolan, tak ada ?pegangan?, kurang enak ah. Tiba-tiba Rika berubah jadi Ani. Melamun itu memang enak, bisa kita atur semau kita. Ketika membuka kancing baju Ani aku mulai tegang. Kususupkan empat jariku ke balik kutang Ani. Nah ini, montok, keras walau tak begitu halus. Telapak tanganku tak cukup buat ?menampung? dada Ani. Aku berhenti, menunggu lampu penyeberangan menyala hijau. Sampai di seberang jalan kusambung khayalanku. Ani telah berubah menjadi Yuli.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Anak ini memang manis, apalagi kalau tersenyum, bibirnya indah, setidaknya menurutku. Aku mulai mendekatkan mulutku ke bibir Yuli yang kemudian membuka mulutnya sedikit, persis seperti di film TV kemarin. Kamipun berciuman lama. Kancing baju seragam Yulipun mulai kulepas, dua kancing dari atas saja cukup. Kubayangkan, meski dari luar dada Yuli menonjol biasa, tak kecil dan tak besar, ternyata dadanya besar juga. Kuremas-remas sepuasnya sampai tiba di depan rumah.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Aku kembali ke dunia nyata. Masuk melalui pintu garasi seperti biasa, membuka pintu tengah sampai ke ruang keluarga. Juga seperti biasa kalau mendapati Tante sedang membaca majalah sambil rebahan di karpet, atau menyulam, atau sekedar nonton TV di ruang keluarga. Yang tidak biasa adalah, kedua bukit kembar itu. Tante membaca sambil tengkurap menghadap pintu yang sedang kumasuki. Posisi punggungnya tetap tegak dengan bertumpu pada siku tangannya. Mengenakan daster dengan potongan dada rendah, rendah sekali. Inipun tak biasa, atau karena aku jarang memperhatikan bagian atas. Tak ayal lagi, kedua bukit putih itu hampir seluruhnya tampak. Belahannya jelas, sampai urat-urat lembut agak kehijauan di kedua buah dada itu samar-samar nampak. Aku tak melewatkan kesempatan emas ini. Tante melihat sebentar ke arahku, senyum sekejap, terus membaca lagi. Akupun berjalan amat perlahan sambil mataku tak lepas dari pemandangan amat indah ini?</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Hampir lengkap aku ?mempelajari? tubuh Tanteku ini. Wajah dan ?komponen?nya mata, alis, hidung, pipi, bibir, semuanya indah yang menghasilkan : cantik. Walaupun dilihat sekejap, apalagi berlama-lama. Paha dan kaki, panjang, semuanya putih, mulus, berbulu halus. Pinggul, meski baru lihat dari bentuknya saja, tak begitu lebar, proporsional, dengan pantat yang menonjol bulat ke belakang. Pinggang, begitu sempit dan perut yang rata. Ini juga hanya dari luar. Dan yang terakhir buah dada. Hanya puting ke bawah saja yang belum aku lihat langsung. Kalau daerah pinggul, bagian depannya saja yang aku belum bisa membayangkan. Memang aku belum pernah membayangkan, apalagi melihat kelamin wanita dewasa. Aku masih penasaran pada yang satu ini.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Keesokkan harinya, siang-siang, Dito memberiku sampul warna coklat agak besar, secara sembunyi-sembunyi.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Nih, buat kamu"</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Apa nih ?"</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Simpan aja dulu, lihatnya di rumah, Hati-hati" Aku makin penasaran. "Lanjutan pelajaranku kemarin. Gambar-gambar asyik" bisiknya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Sampai di rumah aku berniat langsung masuk kamar untuk memeriksa benda pemberian Dito. Tante lagi membaca di karpet, kali ini terlentang, mengenakan daster dengan kancing di tengah membelah badannya dari atas ke bawah. Kancingnya yang terbawah lepas sebuah yang mengakibatkan sebagian pahanya tampak, putih. "Suguhan" yang nikmat sebenarnya, tapi kunikmati hanya sebentar saja, pikiranku sedang tertuju ke sampul coklat. Dengan tak sabaran kubuka sampul itu, sesudah mengunci pintu kamar, tentunya. Wow, gambar wanita bule telanjang bulat! Sepertinya ini lembaran tengah suatu majalah, sebab gambarnya memenuhi dua halaman penuh. Wanita bule berrambut coklat berbaring terlentang di tempat tidur. Segera saja aku mengeras. Buah dadanya besar bulat, putingnya lagi-lagi menonjol ke atas warna coklat muda. Perutnya halus, dan ini dia, kelaminnya! Sungguh beda jauh dengan apa yang selama ini kuketahui. Aku tak menemukan "segitiga terbalik" itu. Di bawah perut itu ada rambut-rambut halus keriting. Ke bawah lagi, lho apa ini ? Sebelah kaki cewe itu dilipat sehingga lututnya ke atas dan sebelahnya lagi menjuntai di pinggir ranjang memperlihatkan selangkangannya. Inilah rupanya lubang itu. Bentuknya begitu "rumit". Ada daging berlipat di kanan kirinya, ada tonjolan kecil di ujung atasnya, lubangnya di tengah terbuka sedikit. Mungkin di sinilah tempat masuknya kelamin lelaki. Tapi, mana cukup ? Oo, seperti inilah rupanya wujud kelamin wanita dewasa. Tiba-tiba pikiran nakalku kambuh : begini jugakah punya Tante? Pertanyaan yang jelas-jelas tak mungkin mendapatkan jawaban! Bagaimana dengan punya Rika, Ani, atau Yuli? Sama susahnya untuk mendapatkan jawaban. Lupakan saja. Tunggu dulu, barangkali Si Mar pembantu itu bisa memberikan "jawaban". Orangnya penurut, paling tidak dia selalu patuh pada perintah majikannya, termasuk aku. Bahkan dulu itu tanpa aku minta membantuku beres-beres kamarku, dengan senang pula.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Orangnya lincah dan ramah. Tidak terlalu jelek, tapi bersih. Kalau sudah dandan sore hari ngobrol dengan pembantu sebelah, orang tak menyangka kalau ia pembantu. Dulu waktu pertama kali ketemupun aku tak mengira bahwa ia pembantu. Setiap pagi ia menyapu dan mengepel seluruh lantai, termasuk lantai kamarku. Kadang-kadang aku sempat memperhatikan pahanya yang tersingkap sewaktu ngepel, bersih juga. Yang jelas ia periang dan sedikit genit. Tapi masa kusuruh ia membuka celana dalamnya "Coba Mar aku pengin lihat punyamu, sama engga dengan yang di majalah" Gila!. Jangan langsung begitu, pacari saja dulu. Ah, pacaran kok sama pembantu. Apa salahnya? dari pada tidak pacaran sama sekali. Okey, tapi bagaimana ya cara memulainya ? Ah, dasar kuper!</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Aku jadi lebih memperhatikan Si Mar. Mungkin ia setahun atau dua tahun lebih tua dariku, sekitar 18 lah. Wajahnya biasa-biasa saja, bersih dan selalu cerah, kulit agak kuning, dadanya tak begitu besar, tapi sudah berbentuk. Paha dan kaki bersih. Mulai hari ini aku bertekat untuk mulai menggoda Si Mar, tapi harus hati-hati, jangan sampai ketahuan oleh siapapun. Seperti hari-hari lainnya ia membersihkan kamarku ketika aku sedang sarapan. Pagi ini aku sengaja menunda makan pagiku menunggu Si Mar. Tante masih ada di kamarnya. Si Mar masuk tapi mau keluar lagi ketika melihat aku ada di dalam kamar.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Masuk aja mbak, engga apa-apa" kataku sambil pura-pura sibuk membenahi buku-buku sekolah. Masuklah dia dan mulai bersih-bersih. Tanganku terus sibuk berbenah sementara mataku melihatnya terus. Sepasang pahanya nampak, sudah biasa sih lihat pahanya, tapi kali ini lain. Sebab aku membayangkan apa yang ada di ujung atas paha itu. Aku mengeras. Sekilas tampak belahan dadanya waktu ia membungkuk-bungkuk mengikuti irama ngepel. Tiba-tiba ia melihatku, mungkin merasa aku perhatikan terus.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Kenapa, Mas" Kaget aku.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Ah, engga. Apa mbak engga cape tiap hari ngepel"</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Mula-mula sih capek, lama-lama biasa, memang udah kerjaannya" jawabnya cerah.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Udah berapa lama mbak kerja di sini ?"</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Udah dari kecil saya di sini, udah 5 tahun"</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Betah ?"</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Betah dong, Ibu baik sekali, engga pernah marah. Mas dari mana sih asalnya ?"Tanyanya tiba-tiba. Kujelaskan asal-usulku.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Oo, engga jauh dong dari desaku. Saya dari Cilacap"</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Pekerjaannya selesai. Ketika hendak keluar kamar aku mengucapkan terima kasih.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Tumben." Katanya sambil tertawa kecil. Ya, tumben biasanya aku tak bilang apa-apa.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">***</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Mana, yang kemarin ?" Dito meminta gambar cewe itu.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Lho, katanya buat aku"</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Jangan dong, itu aku koleksi. Kembaliin dulu entar aku pinjamin yang lain, lebih serem!"</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Besok deh, kubawa"</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Sampai di rumah Si Luki sedang main-main di taman sama pengasuhnya. Sebentar aku ikut bermain dengan anak Oomku itu. Tinah sedikit lebih putih dibanding Si Mar, tapi jangan dibandingkan dengan Tante, jauh. Orangnya pendiam, kurang menarik. Dadanya biasa saja, pinggulnya yang besar. Tapi aku tak menolak seandainya ia mau memperlihatkan miliknya. Pokoknya milik siapa saja deh, Rika, Ani, Yuli, Mar, atau Tinah asal itu kelamin wanita dewasa. Penasaran aku pada "barang" yang satu itu. Apalagi milik Tante, benar-benar suatu karunia kalau aku "berhasil" melihatnya! Di dalam ada Si Mar yang sedang nonton telenovela buatan Brazil itu. Aku kurang suka, walaupun pemainnya cantik-cantik. Ceritanya berbelit. Duduk di karpet sembarangan, lagi-lagi pahanya nampak. Rasanya si Mar ini makin menarik.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Mau makan sekarang, Mas ?"</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Entar aja lah"</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Nanti bilang, ya. Biar saya siapin"</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Tante mana mbak?"</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Kan senam" Oh ya, ini hari Rabu, jadwal senamnya. Seminggu Tante senam tiga kali, Senin, Rabu dan Jumat. Ketika aku selesai ganti pakaian, aku ke ruang keluarga, maksudku mau mengamati Si Mar lebih jelas. Tapi Si Mar cepat-cepat ke dapur menyiapkan makan siangku. Biar sajalah, toh masih banyak kesempatan. Kenapa tidak ke dapur saja pura-pura bantu ? Akupun ke dapur.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Masak apa hari ini ?" Aku berbasa-basi.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Ada ayam panggang, oseng-oseng tahu, sayur lodeh, pilih aja"</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Aku mau semua" Candaku. Dia tertawa renyah. Lumayan buat kata pembukaan.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Sini aku bantu"</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Ah, engga usah" Tapi ia tak melarang ketika aku membantunya. Ih, pantatnya menonjol ke belakang walau pinggulnya tak besar. Aku ngaceng. Kudekati dia. Ingin rasanya meremas pantat itu. Beberapa kali kusengaja menyentuh badannya, seolah-olah tak sengaja. 'Kan lagi membantu dia. Dapat juga kesempatan tanganku menyentuh pantatnya, kayaknya sih padat, aku tak yakin, cuma nyenggol sih. Mar tak berreaksi. Akhirnya aku tak tahan, kuremas pantatnya. Kaget ia menolehku.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Iih, Mas To genit, ah" katanya, tapi tidak memprotes.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Habis, badanmu bagus sih". Sekarang aku yakin, pantatnya memang padat.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Ah, biasa saja kok"</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Akupun berlanjut, kutempelkan badan depanku ke pantatnya. Barangku yang sudah mengeras terasa menghimpit pantatnya yang padat, walaupun terlapisi sekian lembar kain. Aku yakin iapun merasakan kerasnya punyaku. Berlanjut lagi, kedua tanganku kedepan ingin memeluk perutnya. Tapi ditepisnya tanganku.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Ih, nakal. Udah ah, makan dulu sana!"</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Iya deh makan dulu, habis makan terus gimana ?"</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Yeee!" sahutnya mencibir tapi tak marah. Tangannya berberes lagi setelah tadi berhenti sejenak kuganggu. Walaupun penasaran karena aksiku terpotong, tapi aku mendapat sinyal bahwa Si Mar tak menolak kuganggu. Hanya tingkat mau-nya sampai seberapa jauh, harus kubuktikan dengan aksi-aksi selanjutnya!</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Kembali aku menunda sarapanku untuk "aksi selanjutnya" yang telah kukhayalkan tadi malam. Ketika ia sedang menyapu di kamarku, kupeluk ia dari belakang. Sapunya jatuh, sejenak ia tak berreaksi. Amboi ..dadanya berisi juga! Jelas aku merasakannya di tanganku, bulat-bulat padat. Kemudian Si Marpun meronta.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Ah, Mas, jangan!" protesnya pelan sambil melirik ke pintu. Aku melepaskannya, khawatir kalau ia berteriak. Sabar dulu, masih banyak kesempatan.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Terima kasih" kataku waktu ia melangkah keluar kamar. Ia hanya mencibir memoncongkan mulutnya lucu. Mukanya tetap cerah, tak marah. Sekarang aku selangkah lebih maju!</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">***</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Aku ingat janjiku hari ini untuk mengembalikan foto porno milik Dito. Tapi di mana foto itu ? Jangan-jangan ada yang mengambilnya. Aku yakin betul kemarin aku selipkan di antara buku Fisika dan Stereometri (kedua buku itu memang lebar, bisa menutupi). Nah ini dia ada di dalam buku Gambar. Pasti ada seseorang yang memindahkannya. Logikanya, sebelum orang itu memindahkan, tentu ia sempat melihatnya. Tiba-tiba aku cemas. Siapa ya ? Si Mar, Tinah, atau Tante ? Atau lebih buruk lagi, Oom Ton ? Aku jadi memikirkannya. Siapapun orang rumah yang melihat foto itu, membuatku malu sekali! Yang penting, aku harus kembalikan ke Dito sekarang.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Siangnya pulang sekolah ketika aku masuk ke ruang keluarga, Si Mar sedang memijit punggung Tante. Tante tengkurap di karpet, Si Mar menaiki pantat Tante. Punggung Tante itu terbuka 100 %, tak ada tali kutang di sana. Putihnya mak..! Si Mar cepat-cepat menutup punggung itu ketika tahu mataku menjelajah ke sana, sambil melihatku dengan senyum penuh arti. Sialan! Si Mar tahu persis kenakalanku. Aku masuk kamar. Hilang kesempatan menikmati punggung putih itu. Tadi pagi aku lupa membawa buku Gambar gara-gara mengurus foto si Dito. Aku berniat mempersiapkan dari sekarang sambil berusaha melupakan punggung putih itu. Sesuatu jatuh bertebaran ke lantai ketika aku mengambil buku Gambar. Seketika dadaku berdebar kencang setelah tahu apa yang jatuh tadi. Lepasan dari majalah asing. Di tiap pojok bawahnya tertulis "Hustler" edisi tahun lalu. Satu serial foto sepasang bule yang sedang berhubungan kelamin! Ada tiga gambar, gambar pertama Si Cewe terlentang di ranjang membuka kakinya sementara Si Cowo berdiri di atas lututnya memegang alatnya yang tegang besar (mirip punyaku kalau lagi tegang cuma beda warna, punyaku gelap) menempelkan kepala penisnya ke kelamin Cewenya. Menurutku, dia menempelnya kok agak ke bawah, di bawah "segitiga terbalik" yang penuh ditumbuhi rambut halus pirang.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Gambar kedua, posisi Si Cewe masih sama hanya kedua tangannya memegang bahu si Cowo yang kini condong ke depan. Nampak jelas separoh batangnya kini terbenam di selangkangan Si Cewe. Lho, kok di situ masuknya ? Kuperhatikan lebih saksama. Kayaknya dia "masuk" dengan benar, karena di samping jalan masuk tadi ada "yang berlipat-lipat", persis gambar milik Dito kemarin. Menurut bayanganku selama ini, "seharusnya" masuknya penis agak lebih ke atas. Baru tahu aku, khayalanku selama ini ternyata salah! Gambar ketiga, kedua kaki Si Cewe diangkat mengikat punggung Si Cowo. Badan mereka lengket berimpit dan tentu saja alat Si Cowo sudah seluruhnya tenggelam di "tempat yang layak" kecuali sepasang "telornya" saja menunggu di luar. Mulut lelaki itu menggigit leher wanitanya, sementara telapak tangannya menekan buah dada, ibujari dan telunjuk menjepit putting susunya. Gemetaran aku mengamati gambar-gambar ini bergantian. Tanpa sadar aku membuka resleting celanaku mengeluarkan milikku yang dari tadi telah tegang. Kubayangkan punyaku ini separoh tenggelam di tempat si Mar persis gambar kedua. Kenyataanya memang sekarang sudah separoh terbenam, tapi di dalam tangan kiriku. Akupun meniru gambar ketiga, tenggelam seluruhnya, gambar kedua, setengah, ketiga, seluruhnya..geli-geli nikmat… terus kugosok… makin geli.. gosok lagi.. semakin geli… dan.. aku terbang di awan.. aku melepas sesuatu… hah.. cairan itu menyebar ke sprei bahkan sampai bantal, putih, kental, lengket-lengket. Enak, sedap seperti waktu mimpi basah. Sadar aku sekarang ada di kasur lagi, beberapa detik yang lalu aku masih melayang-layang.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">He! Kenapa aku ini? Apa yang kulakukan ? Aku panik. Berbenah. Lap sini lap sana. Kacau! Kurapikan lagi celanaku, sementara si Dia masih tegang dan berdenyut, masih ada yang menetes. Aku menyesal, ada rasa bersalah, rasa berdosa atas apa yang baru saja kulakukan. Aku tercenung. Gambar-gambar sialan itu yang menyebabkan aku begini. Masturbasi. Istilah aneh itu baru aku ketahui dari temanku beberapa hari sesudahnya. Si Dito menyebutnya 'ngeloco'. Aneh. Ada sesuatu yang lain kurasakan, keteganganku lenyap. Pikiran jadi cerah meski badan agak lemas..</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">***</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Sehari itu aku jadi tak bersemangat, ingat perbuatanku siang tadi. Rasanya aku telah berbuat dosa. Aku menyalahkan diriku sendiri. Bukan salahku seluruhnya, aku coba membela diri. Gambar-gambar itu juga punya dosa. Tepatnya, pemilik gambar itu. Eh, siapa yang punya ya ? Tahu-tahu ada di balik buku-bukuku. Siapa yang menaruh di situ ? Ah, peduli amat. Akan kumusnahkan. Aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi, tidak akan masturbasi lagi. Perasaan seperti ini masih terbawa sampai keesokkan harinya lagi. Sehingga kulewatkan kesempatan untuk meraba dada Mar seperti kemarin. Ia telah memberi lampu hijau untuk aku "tindaklanjuti". Tapi aku lagi tak bersemangat. Masih ada rasa bersalah.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Hari berikutnya aku "harus" tegang lagi. Bukan karena Si Mar yang (menurutku) bersedia dijamah tubuhnya. Tapi lagi-lagi karena Si Putih molek itu, Tante Yani. Siang itu aku pulang agak awal, pelajaran terakhir bebas. Sebentar aku melayani Luki melempar-lempar bola di halaman, lalu masuk lewat garasi, seperti biasa. Hampir pingsan aku ketika membuka pintu menuju ruang keluarga. Tante berbaring terlentang, mukanya tertutupi majalah "Femina", terdengar dengkur sangat halus dan teratur. Rupanya ketiduran sehabis membaca. Mengenakan baju-mandi seperti dulu tapi ini warna pink muda, rambut masih terbebat handuk. Agaknya habis keramas, membaca terus ketiduran. Model baju mandinya seperti yang warna putih itu, belah di depan dan hanya satu pengikat di pinggang. Jelas ia tak memakai kutang, kelihatan dari bentuk buah dadanya yang menjulang dan bulat, serta belahan dadanya seluruhnya terlihat sampai ke bulatan bawah buah itu. Sepasang buah bulat itu naik-turun mengikuti irama dengkurannya. Berikut inilah yang membuatku hampir pingsan. Kaki kirinya tertekuk, lututnya ke atas, sehingga belahan bawah baju-mandi itu terbuang ke samping, memberiku "pelajaran" baru tentang tubuh wanita, khususnya milik Tante. Tak ada celana dalam di sana.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Tanteku ternyata punya bulu lebat. Tumbuh menyelimuti hampir seluruh "segitiga terbalik". Berwarna hitam legam, halus dan mengkilat, tebal di tengah menipis di pinggir-pinggirnya. "Arah" tumbuhnya seolah diatur, dari tengah ke arah pinggir sedikit ke bawah kanan dan kiri.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Berbeda dengan yang di gambar, rambut Tante yang di sini lurus, tak keriting. Wow, sungguh "karya seni" yang indah sekali! Kelaminku tegang luar biasa. Aku lihat sekeliling. Si Tinah sedang bermain dengan anak asuhnya di halaman depan. Si Mar di belakang, mungkin sedang menyetrika. Kalau Tante sedang di ruang ini, biasanya Si Mar tidak kesini, kecuali kalau diminta Tante memijit. Aman!</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Dengan wajah tertutup majalah aku jadi bebas meneliti kewanitaan Tante, kecuali kalau ia tiba-tiba terbangun. Tapi aku 'kan waspada. Hampir tak bersuara kudekati milik Tante. Kini giliran bagian bawah rambut indah itu yang kecermati. Ada "daging berlipat", ada benjolan kecil warna pink, tampaknya lebih menonjol dibanding milik bule itu. Dan di bawah benjolan itu ada "pintu". Pintu itu demikian kecil, cukupkah punyaku masuk ke dalamnya ? Punyaku ? Enak saja! Memangnya lubang itu milikmu ? Bisa saja sekarang aku melepas celanaku, mengarahkan ujungnya ke situ, persis gambar pertama, mendorong, seperti gambar kedua, dan …Tiba-tiba Tante menggerakkan tangannya. Terbang semangatku. Kalau ada cermin di situ pasti aku bisa melihat wajahku yang pucat pasi. Dengkuran halus terdengar kembali. Untung., nyenyak benar tidurnya. Bagian atas baju-mandinya menjadi lebih terbuka karena gerakan tangannya tadi. Meski perasaanku tak karuan, tegang, berdebar, nafas sesak, tapi pikiranku masih waras untuk tidak membuka resleting celanaku. Bisa berantakan masa depanku. Aku "mencatat" beberapa perbedaan antara milik Tante dengan milik bule yang di majalah itu. Rambut, milik Tante hitam lurus, milik bule coklat keriting. Benjolan kecil, milik Tante lebih "panjang", warna sama-sama pink. Pintu, milik Tante lebih kecil. Lengkaplah sudah aku mempelajari tubuh wanita. Utuhlah sudah aku mengamati seluruh tubuh Tante. Seluruhnya ? Ternyata tidak, yang belum pernah aku lihat sama sekali : puting susunya. Kenapa tidak sekarang ? Kesempatan terbuka di depan mata, lho! Mataku beralih ke atas, ke bukit yang bergerak naik-turun teratur. Dada kanannya makin lebar terbuka, ada garis tipis warna coklat muda di ujung kain. Itu adalah lingkaran kecil di tengah buah, hanya pinggirnya saja yang tampak. Aku merendahkan kepalaku mengintip, tetap saja putingnya tak kelihatan. Ya, hanya dengan sedikit menggeser tepi baju mandi itu ke samping, lengkaplah sudah "kurikulum" pelajaran anatomi tubuh Tante. Dengan amat sangat hati-hati tanganku menjangkau tepi kain itu. Mendadak aku ragu. Kalau Tante terbangun bagaimana ? Kuurungkan niatku.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Tapi pelajaran tak selesai dong! Ayo, jangan bimbang, toh dia sedang tidur nyenyak. Ya, dengkurannya yang teratur menandakan ia tidur nyenyak. Kembali kuangkat tanganku. Kuusahakan jangan sampai kulitnya tersentuh. Kuangkat pelan tepi kain itu, dan sedikit demi sedikit kugeser ke samping. Macet, ada yang nyangkut rupanya. Angkat sedikit lagi, geser lagi. Kutunggu reaksinya. Masih mendengkur. Aman. Terbukalah sudah.. Puting itu berwarna merah jambu bersih. Berdiri tegak menjulang, bak mercusuar mini. Amboi . indahnya buah dada ini. Tak tahan aku ingin meremasnya. Jangan, bahaya. Aku harus cepat-cepat pergi dari sini. Bukan saja khawatir Tante terbangun, tapi takut aku tak mampu menahan diri, menubruk tubuh indah tergolek hampir telanjang bulat ini.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">***</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Aku jadi tak tenang. Berulang kali terbayang rambut-rambut halus kelamin dan puting merah jambu milik Tante itu. Apalagi menjelang tidur. Tanpa sadar aku mengusap-usap milikku yang tegang terus ini. Tapi aku segera ingat janjiku untuk tidak masturbasi lagi. Mendingan praktek langsung. Tapi dengan siapa ?</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">Hari ini aku pulang cepat. Masih ada dua mata pelajaran sebetulnya, aku membolos, sekali-kali. Toh banyak juga kawanku yang begitu. Percuma di kelas aku tak bisa berkonsentrasi. Di garasi aku ketemu Tante yang siap-siap mau pergi senam. Dibalut baju senam yang ketat ini Tante jadi istimewa. Tubuhnya memang luar biasa. Dadanya membusung tegak ke depan, bagian pinggang menyempit ramping, ke bawah lagi melebar dengan pantat menonjol bulat ke belakang, ke bawah menyempit lagi. Sepasang paha yang nyaris bulat seperti batang pohon pinang, sepasang kaki yang panjang ramping. Walaupun tertutup rapat aku ngaceng juga. Lagi-lagi aku terrangsang. Diam-diam aku bangga, sebab di balik pakaian senam itu aku pernah melihatnya, hampir seluruhnya! Justru bagian tubuh yang penting-penting sudah seluruhnya kulihat tanpa ia tahu! Salah sendiri, teledor sih. Ah, salahku juga, buktinya kemarin aku menyingkap putingnya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Lho, kok udah pulang, To" sapanya ramah. Ah bibir itu juga menggoda.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Iya Tante, ada pelajaran bebas" jawabku berbohong. Kubukakan pintu mobilnya. Sekilas terlihat belahan dadanya ketika ia memasuki mobil. Uih, dadanya serasa mau "meledak" karena ketatnya baju itu.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Segoe UI, Calibri, Myriad Pro, Myriad, Trebuchet MS, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 14px; line-height: 19.600000381469727px;">"Terima kasih" katanya. "Tante pergi dulu ya". Mobilnya hilang dari pandanganku.</span></span></div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1918422191489806551.post-7549995992382076462012-11-16T20:03:00.000-08:002014-06-03T05:32:49.544-07:00Cerita sex Hot Terbaru<br />
<center style="background-color: white; color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: small; margin: 0px; padding: 0px;">
<div id="zap763566f0b4" style="margin: 0px; padding: 0px; text-align: justify;">
Kali ini avid internisti akan tentang Kisah perampokan sadis, Namaku Dessy, umurku 20 tahun. Aku sekarang sudah duduk di perguruan tinggi di Jakarta. Aku ingin menceritakan peristiwa yang tragis dan trauma yang sangat mendalam. Kejadian ini 2 tahun yang lalu saat aku masih sekolah kelas 3 sma di kota Bogor. Aku sungguh tak menyangka peristiwa ini menimpaku yang di mana barang kehormatan ku di renggut secara paksa oleh sekelompok orang yang sangat keji dan biadab. cerita seks pemerkosaan terbaru hanya ada di sexceritadewasa.com, avid internisti mempersilahkan baca kelanjutan kisah cerita seks pemerkosaan ini.</div>
</center>
<div id="postingan" style="background-color: white; margin: 0px; padding: 0px;">
<div id="aim1706897760138139111" style="margin: 0px; padding: 0px;">
<div style="margin: 0px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;"><br /></span></div>
</div>
<div style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: small; margin: 0px; padding: 0px; text-align: justify;">
<a class="postingan seoquake-nofollow" href="http://q.gs/1rWup?myyu%3F44ytunfgzfgz3gqtlxuty3htr475674594rjsnslpfypfs2pjhjufyfs2ptsjpxn2ijslfs3myrq" rel="nofollow" style="color: #0071bb; margin: 0px; outline: none; padding: 0px; text-decoration: line-through !important;" target="_blank" title="Meningkatkan Kecepatan Koneksi Dengan Membuat Modem Gelas - http://topiabuabu.blogspot.com....eningkatkan-kecepatan-koneksi-dengan.html"></a></div>
<div style="margin: 0px; padding: 0px;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://3.bp.blogspot.com/-wM_9_E_cnZk/UKcMVtl5SlI/AAAAAAAAA4A/NTMsFQGUkh0/s1600/Foto+Gadis+Cantik+Asal+Lowayu.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://3.bp.blogspot.com/-wM_9_E_cnZk/UKcMVtl5SlI/AAAAAAAAA4A/NTMsFQGUkh0/s1600/Foto+Gadis+Cantik+Asal+Lowayu.jpg" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div style="margin: 0px; padding: 0px;">
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;">Setelah mengerjakan tugas sekolah, aku langsung menempati tempat tidur ku. Tak lama aku tertidur aku mendengar suara aneh di bawah rumah ku, namun aku menghiraukan nya dan aku tidur lagi. Tiba-tiba ada orang asing yang masuk ke dalam rumah ku. Sontak aku terbangun dari tempat tidur ku dan aku mencoba untuk teriak namun gerakan orang itu lebih cepat untuk menutupi mulut ku. Aku pun berontak tapi tak bisa karena di rangkul sangat keras oleh orang itu, tiba-tiba ada orang asing lain yang masuk ke dalam kamar ku yang membawa tali dan lakban. Aku tak mengetahui siapa nih orang. Di ikatnya aku di tempat tidur dan mulutku di tutup oleh lkaban yang hitam sehingga aku tidak bisa bersuara sama sekali. Orang itu langsung mencari barang-barang yang berada di dalam lemariku. Ternyata rumah ku sedang di rampok, aku gemetar dan ketakutan.</span></div>
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;">
</span><br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;">Cerita Sex Paling Hot "Gilaaa…orang kaya tapi ga ada barang beharga nih…!!!" ujar perampok.</span></div>
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;">
</span><br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;">Kamarku sudah berantakan di acak-acak oleh perampok seperti kapal yang pecah. Tak lama kemudian datang perampok yang lain masuk ke dalam kamarku.</span></div>
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;">
</span><br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;">"Gimana ada barang yang bagus ga ??????"</span></div>
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;">
</span><br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;">"ga ada boss disini cuma ada hp sama dompet aja punya tuh cewe..!!"</span></div>
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;">
</span><br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;">Tiba-tiba mereka saling berbisik, lalu mereka tersenyum pada ku.</span></div>
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;">
</span><br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;">"wah..ini ada barang yang lebih beharga nih….????" dengan tatapan nakal melihatku.</span></div>
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;">
</span><br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;">Perampok itu menaiki kasurku dan jemari nya mulai mengelus betis sampai pahaku. Sungguh aku benar-benar ketakutan pada saat itu. Di copot nya g-string ku dengan kasar oleh perampok itu. Saat itu aku mengenakan daster dari kain sutra yang sangat mini di kenakan oleh ku. Aku ingin berontak tetap tak bisa karena kedua tangan dan kedua kaki ku di ikat pada kaki-kaki kasurku dengan keras di ikatan nya.Kedua perampok lagi naik ke kasur ku tepat di bagian payudaraku. Aku sudah tau maksud mereka yang ingin memperkosa ku.Tiba-tiba aku merasakan ada benda lunak dan basah menyentuh bibir vaginaku yang sudah tak tertutup oleh cd ku maupun jembie ku yang baru ku cukur habis. Aku merasa geli dengan jilatan lidah nya menengenai dua selaput vaginaku. Yang satu lagi, perampok itu merobek daster ku dan aku hanya mengenakan BH saja. Langsung di buka nya BH ku oleh perampok tak harus pikir panjang perampok itu juga langsung menghisap payudaraku dengan nafsu birahi nya. Aku hanya bisa meneteskan air mata dan aku pasrah saja karena kau tidak bisa berbuat apa-apa. Puting susu ku di kenyot dengan gairah nafsu nya membuat aku kesakitan. Aku sudah di gerayangi nya bagian atas maupun bagian bawah tubuh ku. Tanpa ku sadari vaginaku sudah becek di lumuri oleh air liur perampok itu bercampur dengan cairan hangat yang keluar dari vaginaku. Aku juga merasakan geli yang maha dahsyat saat lidah itu mengerakan ke atas-bawah pada kelitoris ku.</span></div>
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;">
</span><br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
</div>
<div id="kbgr2" style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: small; margin: 0px; padding: 0px;">
</div>
<div id="aim2706897760138139111" style="margin: 0px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;">Aku menangis tapi meraka menghiraukan nya karena otak nya sudah di penuhi oleh nafsu yang menggebu-gebu. Aku melihat perampok itu membuka cd nya dan terlihat batangan yang sungguh besar di bandingkan punya pacar ku. Apa rasanya apabila batangan itu masuk ke dalam vaginaku yang masih rapat ini. sungguh tak ku bayangkan rasa sakit nya. Kedua peampok yang lain juga ikut memperlihatkan batangan yang besar di depan mataku. Oh..tuhan ada apa dengan aku. Terpakasa aku harus meladeni nafsu mereka semua. Aku sangat sedih dan air mata ku terus bercucuran. Di lepas nya lakban pada mulut ku mereka langsung mengancam pada ku apabila aku teriak maka aku akan di bunuh oleh para perampok itu. Aku hanya bisa menuruti apa kata meraka saja dan aku hanya merengek-rengek untuk meraka menghentikan perbuatan keji ini. Sudah ada tiga pria dan tiga batang ada di dekatku. Aku merasakan perampok itu ingin memasuki burung nya ke dalam sarang ku. Di elus-elus vaginaku yang sudah licin oleh batangan perampok itu. Tiba-tiba di masukan lah batangan nya ke vaginaku.</span></div>
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;">
</span><br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;">"aaaakkhhhhhh……aaaaaakkhhh hh……." dengan rasa sakit.</span></div>
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;">
</span><br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;">Sungguh biadab mereka, perampok itu mengerakan badan nya selayak nya bersetubuh. Aku terus mendesah kesakitan malah aku di serang dua penis yang besar untuk di kulum oleh mulutku. Aku menuruti saja, ku kulum tuh penis satu persatu dengan bergantian. Sungguh besar penis perampok ini hingga mulutku terbuka lebar. Yang satu ku sedot penis nya yang satu lagi ku kocok penis nya dengan tanganku. Aku tak berdaya dengan kekuatan meraka.</span></div>
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;">
</span><br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;">Aku tak tahu harus bagaimana menhadapi seranga yang bertubi-tubi dari nafsu mereka. My pussy sudah mulai kering karena aku tak terbawa nafsu birahi nereka sehingga vaginaku mulai terasa sakit.</span></div>
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;">
</span><br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;">"auuuw…auuw…ampun bang….!!!!!, cukup bang lepasin saya…!!! sambil merintik air mata.</span></div>
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;">
</span><br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;">"sudah kau dia, saja atau ku bunuh kau sekarang juga"</span></div>
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;">
</span><br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;">'aaahhhh…ahhhhh…tapi bang saya sudah tidak kuat lagi menahan rasa sakit nya.."</span></div>
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;">
</span><br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;">tak di dengar apa kata perkataan ku.</span></div>
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;">
</span><br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;">Mereka juga tak tanggung-tanggung mulai memasuki batangan nya ke bagian dubur ku. Sungguh kejam mereka aku seperti anjing yang sedang nunduk lalu dimasukan kedua penis ke dalam dua bagian yang berbeda yaitu vaginaku dan duburku. Setelah satu jam belangsung tragedi ini mereka mengeluarkan cairan hangat hasil dari nafsu birahi mereka yang bewarna seperti air susu di sekitar bibir vaginaku. Yang kedua mengeluarkan air sperma di dalam duburku aku bisa merasakan betapa hangat nya di dalam duburku. Dan yang terakhir mengeluarkan sprema ke dalam mulut ku dan bagian tubuhku laen nya. Pada saat itu tubuh dari kepala hingga pantat ku di penuhi oleh cairan sperma.</span></div>
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;">
</span><br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;">AKu terkejut salah satu dari meraka memanggil teman nya lagi dan ternyata ada empat perampok lagi yang datang ke kamarku, berarti total perampok itu tujuh orang. Aku hanya bisa terdiam karena badan aku sudah lemas dan tidak bisa lagi untuk menggerakan badan sama sekali.</span></div>
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;">
</span><br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;">"Braayyy mau coba ga nih, lumyan loh dari pada lo manyun???"' ujar perampok</span></div>
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;">
</span><br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;">Langsung saja keempat perampok itu membuka celana dan memasukan nya batangan ke dalam vaginaku dan duburku. Aku di gilir lagi seperti tadi, tak lama sedang mengeksekusi ku, aku di gotong ke ruang tamu dan di sana sudah ada ayahku dan ibuku yang sedang di sekap dan di ikat badanya. Sungguh aku tak menyangka mereka mempertontonkan aksi sex nya di depan orang tua ku. Aku malu tapi aku mau gimana lagi orang tua ku pun tidak bisa menolong dan hanya bisa melihat adegan sadis yang di alami oleh anaknya. Aku di geng beng oleh tujuh orang yang biadab.kira-kira 1 setengah jam kemudian mereka pun mengudahi pemerkosaan nya terhadap diriku. Dan sekarang seluruh badan ku di penuhi oleh sperma-sperma yang tak bertnaggung jawab.avid internisti</span></div>
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;">
</span><br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;">Seminggu sudah berlalu berita ini pun sudah tak asing di telinga teman-teman sekolah ku. Sungguh aku malu yang telah menimpa pada diriku.</span></div>
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;">
</span><br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;">Habis Baca jangan lupa Jempolnya<snap style="display: inline !important; float: none; line-height: 16px; margin: 0px; padding: 0px; size: 12px; text-align: justify;">... Makasih :D</snap></span></div>
<span style="color: #4e4e4e; font-family: 'Segoe UI', Calibri, 'Myriad Pro', Myriad, 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: x-small;">
</span></div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1918422191489806551.post-75988127826499982012-08-06T03:43:00.001-07:002012-08-06T03:43:01.576-07:00cerita sex Perselingkuhan Yang Tak Disangka<br />
<div style="text-align: justify;">
Aku menikah dengan usia yang relatif muda, yaitu 25 tahun dan istriku 22 tahun. Aku bersyukur bisa memperoleh istri yang cantik dan tubuh yang seksi dengan dada yang menantang dan pantat yg sekal, tapi bukan itu alasanku memilih dia tapi kebaikan dan ketaatannya dalam beribadah yang membuatku yakin dengan pilihanku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Karena menikah dengan usia muda dan karir masi pemula membuat kami belum mampu membeli rumah sendiri, sehingga kami pun ngontrak rumah dipinggiran kota. Itu pun tidak lama karena mertuaku menyuruh kami tinggal bersama mereka. Karena berbagai pertimbangan kami pun setuju tinggal di rumah mertuaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mertuaku tinggal di rumah berdua, dan mereka mempunyai toko yang terletak tidak jauh dari rumah. Mereka mempunyai 2 karyawan wanita sebagai penjaga toko, dan 2 karyawan laki-laki berusia remaja (sekitar 18 tahun) bernama yusup.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ibu mertuaku masih relatif muda yaitu 40 tahunan dengan badan agak gemuk dan dada yang besar. Wajahnya masih cantik untuk ukuran usianya. Bapak mertuaku juga masih terlihat tegap.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tidak ada yang aneh hingga peristiwa itu terjadi. Saat itu aku pulang siang dari kantor karena kepalaku sakit sekali. Tiba di depan pintu rumah, terlihat rumah sangat sepi. Karena memiliki kunci aku bisa masuk dengan leluasa. Langsung menuju kamarku, tetapi ketika aku hendak melewati dapur terdengar suara-suara mencurigakan dari dapur.</div>
<div style="text-align: justify;">
dengan mengendap-endap aku menuju dapur. Dadaku langsung berdegup kencang melihat pemandangan yang kulihat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kulihat ibu mertuaku meronta-ronta dalam pelukan pria yg aku tau itu bukan bapak mertuaku. Tadinya aku ingin bertindak menghajar laki-laki itu, tapi entah kenapa aku hanya terdiam saja.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Laki-laki itu dengan kasar meremas dada mertuaku yang saat itu memakai daster dengan tali yang kecil hingga ketiaknya terlihat. Tangan itu kemudian menurunkan tali dan BH sehingga menyembul dada besar mertuaku. Tangan laki-laki yang semula meremas berganti memilin puting susunya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Jangan Sup, ibu kan udah tua", kudengar mertuaku bicara ditengah desahannya, dan tangannya mendorong pelan dada laki-laki itu, yang bernama yusup! Ya yusup, karyawannya yang masih muda, aku takjub berani juga anak itu!, batinku.</div>
<div style="text-align: justify;">
"habis, bodi ibu seksi bgt, apalagi toketmu. Jadi ga tahan pengen ******* ibu' ujar yusup, sambil tangannya kini bergerak menyingkap kan daster, sehingga paha putih dan cd krem berenda mertuaku terlihat jelas.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Yusup kemudian berlutut dan memelorotkan cd mertuaku ke bawah sehingga muncul bulu-bulu jembut mertuaku yang rimbun. Yusup langsung melahap vagina mertuaku yang terpampang, menjilat dan mengigit kecil itil mertuaku. Nafas mertuaku semakin tak beraturan, matanya merem melek, kemudian badan bergetar, sepertinya dia sedang memperoleh kenikmatan yang dahsyat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tiba-tiba mertuaku menarik kepala yusup. "cepet masukin sebelum suamiku datang!" bisik mertuaku. Yusup dengan cepat membuka celana jeansnya dan sedikit menurunkan cdnya hingga mengacung batang ****** yang ingin segera masuk ke sarangnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mertuaku tampaknya tidak ingin buang-buang waktu, dia segera mendorong yusup hingga terlentang, batang kejantanan yusup digenggam kemudian dijilat dan dikulum sebentar. Tak lama kemudian mertuaku naik ke badan yusup lalu meraih ****** yusup kemudian diarahkan ke lubang vaginanya. Bless... ****** yusup pun amblas ke dalam.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bagaikan joki yg sedang menunggangi kuda, mertuaku bergerak liar menggoyang pinggulnya, sementara yusup mendesis keenakan. Hingga 'saya mau keluar bu' desis yusup, "ibu juga! ... Aaakh..." kedua tubuh mereka mengejang dan "croot...croot..". Mereka terdiam beberapa saat menikmati sisa-sisa kenikmatan yang ada. Kemudian ambruk bersama-sama."</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"ayo cepat kamu balik lag ike toko, nanti suamiku nyariin!".. Kata mertuaku perlahan pada yusup. Yusup pun bergegas merapikan celana Kemudian mencium kening mertuaku "terima kasih ya bu...". Mertuaku tak menjawab, hanya terdiam mengumpulkan nafas setelah pergumulan tadi. Yusup pun segera keluar, saat mertuaku masih terlentang dengan daster acak-acakan. Sementara aku juga bengong dan dalam keadaan horny berat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pikiranku berkecamuk, antara horni pengen ikut ******* mertuaku dengan kesetiaanku pada istriku. Sementara ibu mertuaku masih merapikan bajunya yang acak-acakan. Dengan gemetaran karena pikiran yang campur aduk, aku mendekati mertuaku, "birahiku juga harus disalurkan!, aku akan ******* ibu mertuaku" tekadku saat itu, tapi dasar sial, saat aku sudah mau bergerak. Pintu depan terbuka dan terliat bapak mertuaku datang masuk ke rumah. Membuyarkan keinginanku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ibu mertuaku ternyata pandai juga bersandiwara, dengan suaminya dia berlaku seolah tidak terjadi apa-apa, 5 menit yg lalu!. Aku langsung masuk ke kamar dengan kepala yang makin pusing, kepala atas dan bawah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sejak peristiwa itu, aku jadi semakin memperhatikan ibu mertuaku. Gak kusangka, dibalik ketelatenannya mengurus suaminya ternyata dia tega menghianatinya dengan perselingkuhan, yang entah sudah berapa kali dilakukan. Berapa kali? Dengan siapa aja?</div>
<div style="text-align: justify;">
Pertanyaan ini lebih menarik untuk kucari tau ketimbang aku ikut menghianati istriku dengan berselingkuh dengan ibu mertuaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Diam-diam aku membeli perlengkapan kamera yang kupasang dibeberapa tempat strategis dirumah mertuaku, kupasang juga alat perekam sehingga aku tetap bisa melihat apa yang terjadi ketika aku di kantor.Ternyata bermanfaat juga.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kejadian pertama terjadi didapur lagi, dan terbilang sangat nekat. Siang itu ibu mertuaku sedang menyiapkan makan siang u/ suaminya. Seperti biasa, ibu mertuaku menggunakan daster yang sangat tipis, berwarna kuning tanpa menggunakan bra, sehingga toket besarnya terlihat mengacung besar dengan lingkar puting coklat yang tercetak membayang. Bagian ketiaknya terlihat longgar sehingga dari samping sering terlihat gundukan toket yang sangat menggairahkan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sementara itu tampak yusup sedang membantu bapak mertuaku membetulkan kabel lampu yg putus karena digigit tikus. Terliat Ibu mertua dan yusup, sering curi-curi pandang dan melemparkan isyarat-isyarat khusus disaat bapak mertuaku lengah. Seperti ibu mertuaku mengurut-ngurut mentimun dengan gerakan seolah-olah mengocok penis, yang dibales yusup dengan gerakan tangan seperti meremas toket. Sepertinya mereka sudah sangat horni. Tanpa diduga, bapak mertuaku bergerak pergi ke kamar mandi, mungkin karena ingin buang hajat, dan biasanya bisa berlangsung hingga lebih 15 menit.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sesaat bapak mertuaku masuk ke kamar mandi, yusup bergerak cepat mendekati ibu mertuaku dan memeluknya dari belakang.</div>
<div style="text-align: justify;">
Bagai orang kelaparan mereka berciuman dengan buas, tanpa peduli bahwa bapak mertuaku berada dikamar mandi yang terletak hanya beberapa meter dari tempat mereka.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tangan kanan yusup bergerak masuk ke balik daster melalui bagian ketiak yang longgar kemudian meremas toket yang sudah dari tadi menggodanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Tangan kirinya menelusup ke selangkangan dan menggosok-gosok memek mertuaku yang sudah sangat basah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mendapat serangan seperti itu, ibu mertuaku melenguh kenikmatan, tangannya bergerak merangkul leher yusup dan mendorong kepalanya hingga mereka bisa berciuman lebih ganas.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ibu mertuaku berbalik menghadap yusup dan bersandar pada meja dapur.</div>
<div style="text-align: justify;">
Mereka kembali berciuman dengan ganas, toket mertuaku tersembul yang langsung disedot dan digigit-gigit kecil oleh yusup, sementara tangan satunya lg memilin-milin puting.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tangan mertuaku bergerak ke arah selangkangan yusup dan meremas tonjolan batang dibalik celana katunnya. Kemudian membuka ruitsletingnya, merogoh cd dan menggenggam batang kejantanan yusup, kemudian mengocoknya secara perlahan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mengetahui waktu yang dimiliki tidak banyak, ibu mertuaku tidak mau banyak membuang waktu, setelah Yusup memelorotkan cd mertuaku, dia segera mengarahkan rudalnya ke nonok mertuaku. Bless... Mulut mertuaku menganga menerima desakan batang yusup yang keras dan hangat pada vaginanya yang sudah basah. Yusup mendiamkan kontolnya diam sesaat merasakan remasan vagina mertuaku dan kemudian memompanya secara liar, sebelah kaki mertuaku melingkar ke badan yusup, memberikan akses penetrasi yang leluasa. Mulut yusup sibuk bergantian mencium bibir mertuaku dan menghisap serta mengigit-gigit toked montok mertuaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tangan yusup meremas gemas toket yang tetap diiringi gerakan maju mundur pantatnya untuk melesakkan batangnya dan memberinya kenikmatan duniawi tanpa mempedulikan bapak mertuaku, suami dari wanita yang sedang ia setubuhi berada di kamar mandi yang tak jauh dari tempat mereka *******.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kini mereka telah merubah posisi, ibu mertuaku menghadap ke meja, sementara yusup menyodoknya dari belakang, dengan posisi itu, toket mertuaku menggantung bebas dan bergoyang-goyang seiring dengan pompaan yusup dari belakang. Dengan posisi itu tidak berlangsung lama karena yusup kemudian mengejang dan meningkatkan pompaanya, hingga akhirnya ambruk dengan menyemprotkan sperma yang berceceran dilantai.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mereka terdiam sesaat, yusup masih memeluk tubuh mertuaku, batangnya masih menancap, membiarkan sisa-sisa kenikmatan yang ada. Tangan yusup masih meremas-remas pelan toket mertuaku kemudian mereka berciuman mesra layaknya pasangam kekasih.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tak lama, mereka sadar bahwa bapak mertuaku akan segera keluar, mereka buru-buru merapikan pakaian dan rambut, tak lupa melap sisa cairan senggama yang berceceran tadi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bapak mertuaku memang punya kebiasaan BAB yang lama, seperti saat itu, dia melewatkan persetubuhan kilat istri dengan karyawannya.Sementara aku hanya berani melihat dan menikmati itu semua, tanpa keberanian melaporkan ke bapak mertuaku atau mungkin ikut mencoba mencicipi ibu mertuaku yang semakin hari semakin menggairahkan dimataku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tetapi entah kenapa dengan hanya melihat perselingkuhan itu aku sudah cukup puas, dan dengan bantuan kamera tersembunyiku, hasratku cukup terpuaskan, berkali-kali kulihat pergumulan mertuaku dengan yusup melalui kameraku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Perselingkuhan ibu mertuaku berlangsung berkali-kali, diantaranya sering sekali nekad.. entah mungkin mereka makin bernafsu bila resiko ketahuan makin tinggi.. Sering kulihat ibu mertuaku mengusap-ngusap batang yusup padahal suaminya sedang didepan mereka yang tengah mengerjakan sesuatu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Berkali-kali aku berpikiran untuk memanfaatkan kameraku untuk bisa ikut mengentot mertuaku, tetapi rasa takut dan sayangku pada istriku berkali-kali itu juga menghalangi niatku. Hingga terjadinya peristiwa itu...</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Seperti biasa, setiap hari sabtu-minggu aku ngga kerja dan biasanya diisi dengan kegiatan bermalas-malasan dan tidur-tiduran dikamar sambil nonton tipi. Seperti juga sabtu itu, sementara itu istriku masuk kerja.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Karena malamnya begadang nonton tipi hingga pagi hari, otomatis pagi hingga siang kuisi waktu dengan tidur. Bangun tidur, rumah dalam kondisi sepi, mertuaku mungkin sedang ditoko. Ingat mertuaku aku jadi penasaran apakah ada kejadian yang seru hari itu yang terekam dalam kameraku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku mulai memainkan rekaman video dari berbagai ruangan rumahku pada hari itu. Kulihat mertuaku tidak ada, cukup mengecewakan, yang ada hanya ruangan yang kosong. Tetapi tidak lama kulihat pintu rumah terbuka dan terlihat istriku masuk ke rumah, dan ternyata dia tidak sendiri, dia bersama 3 orang lainnya, 2 orang perempuan dan 1 orang laki-laki. mereka cukup kukenal sebagai teman kantor istriku. Teman wanita istriku bernama Indri dan Fitri, mereka cukup menarik, Indri agak tinggi dengan kulit putih mulus dengan dada yang padat, sementara Fitri lebih pendek tapi jauh lebih montok dengan dada berukuran ekstra. Tetapi yang paling cantik tetap istriku, dengan tinggi yang pas serta dada yang montok membuatku merasa menjadi pria yang sangat beruntung. Mereka menggunakan seragam kerja blazer dan rok span selutut kecuali istriku yang menggunakan pakaian yang menutup dari mulai rambut hingga tumit kaki.</div>
<div style="text-align: justify;">
Sementara Johan kulihat lebih pendek dari istriku dan berbadan kurus.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tampaknya mereka sedang mendiskusikan pekerjaan mereka, istri dan kedua teman wanitanya tampak membacakan sesuatu dan Johan, satu-satunya laki-laki yang ada kebagian mengetik.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah berdiskusi beberapa lama, kulihat kedua teman wanita istriku tampak pamit untuk pergi, hingga tinggal istri dan johan yang ada di ruangan itu. Aku mulai berdebar, karena menduga-duga hal yang akan terjadi selanjutnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Johan masih sibuk mengetik, sementara istriku tampak menyiapkan minuman untuknya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Johan tampak celingukan melihat-lihat keluar, kemudian ngomong sesuatu pada istriku. Istriku terlihat tersenyum kemudian menuju pintu rumah kemudian menutupnya!.</div>
<div style="text-align: justify;">
Jantungku makin berdebar-debar, terutama setelah kulihat istriku duduk merapat pada johan yang masih mengetik. Adegan selanjutnya membuatku terkesiap !.</div>
<div style="text-align: justify;">
Johan memegang telapak tangan istriku kemudian menariknya dan menaruhnya diselangkangannya. Istriku menarik tangannya.. tetapi kulihat Johan tampaknya membujuk istriku, istriku terlihat bimbang, kemudian beranjak dari tempatnya pergi menuju kamar, ya kekamarku, dia membuka pintu sebentar kemudian menutupnya kembali. Saat itu, siang tadi aku tertidur dengan lelapnya hingga tidak menyadari yang terjadi di ruang tamu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dari kamar, istriku kembali ke ruang tamu tempat Johan berada. Melihat istriku datang, tampak Johan menanyakan sesuatu pada istriku dan entah dijawab apa karena aku tidak bisa mendengar suara mereka. Istriku kembali duduk disamping Johan, dan laki-laki itu mengulang kembali perbuatannya tadi, dia menarik tangan istriku kemudian mengusap-usapkan tangan istriku ke tonjolan selangkangannya!</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kali ini istriku tidak menariknya tetapi malah bergerak mengusap-usap tonjolan selangkangan Johan. Merasakan nikmat, Johan berhenti mengetik sesaat kemudian melanjutkan pekerjaannya. Gila.. Johan mengetik di laptop sementara istriku memberi servis tambahan yaitu mengusap-usap batang kejantanan Johan yang kulihat semakin menonjol seolah-olah meronta ingin dikeluarkan dari celananya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sesaat kemudian Johan membuka resletingnya, dan muncullah batang penis yang kulihat cukup gemuk apalgi bila dibandingkan badannya yang kurus. panjangnya tidak seberapa, bahkan bila kubandingkan masih jauh lebih besar dan panjang punyaku !</div>
<div style="text-align: justify;">
Tangan istriku bergerak mengambil bantal kursi untuk menutup penis Johan, dan meminta johan memegang bantal itu. Kemudian terlihat tangan istriku naik turun mengocok penis Johan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jantungku berdegup kencang dan tubuhku gemetaran melihat pemandangan itu, Istriku mengocok penis lelaki lain! bukan cuman itu dia melakukannya di rumah!!! Tak tahan dengan kocokan istriku, Johan berhenti mengetik kemudian bersandar dikursi matanya terpejam menikmati servis yang dilakukan istriku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tangan johan mulai bergerak, mengelus-elus punggung istriku yang masih dalam posisi duduk dan celingukan melihat-lihat keadaan mulai dari melihat ke arah jendela rumah hingga sesekali melihat ke kamarku, mungkin untuk memastikan aku tidak bangun.</div>
<div style="text-align: justify;">
Tidak berhenti hanya dipunggung, tangan johan bergerak ke depan kemudian mengelus-elus toket istriku dari luar bajunya. Istriku terlihat sesekali merem kemudian membuka matanya untuk kembali melihat-lihat keadaan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tangan johan sudah bergerak masuk ke balik bajunya, kemudian merogoh toket dibalik Bra dan meremas-remasnya. Karena kesulitan, Johan bergerak membuka kancing kemeja seragam PNS istriku, istriku semula menahan tetapi kemudian Johan membisikan sesuatu hingga akhirnya membebaskan Johan membuka 2 kancing atasnya, dan menyingkap bajunya, hingga terlihat toket istriku yg masih terbungkus bra hitam berendra sehingga tampak sangat kontras dengan toket istriku yang putih mulus.</div>
<div style="text-align: justify;">
Toket kenyal dan montok yang merupakan toket kebanggaanku itu kini diremas-remas oleh lelaki lain!!!</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Karena ukurannya yang besar, serta tersumpal oleh baju, toket itu tampak membusung dan sangat menggairahkan!.. dan johan pun tau itu.. tidak sabar dia segera membuka kait bra istriku yang terletak didepan. sehingga toket istriku menyembul dengan bebasnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Johan langsung menjilat dan menghisap toket istriku, sementara penisnya masih dikocok oleh tangan mulus istriku. Kedua toket istriku dijilat dan dihisap secara bergantian.</div>
<div style="text-align: justify;">
Istriku semakin merem keenakan, perasaan waspada yang tadi ada sepertinya sudah hilang, dia sudah tidak peduli lagi dengan sekelilingnya. Bibir merahnya merekah karena kenikmatan yang diperolehnya, yang kemudian disambut oleh deep kiss oleh Johan yang diiringi oleh permainan lidah. Ciuman mereka cukup intens dan lama.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tangan johan bergerilya ke arah selangkangan istriku, mengusap-usapnya, istriku terlihat sangat menikmati usapan johan, terlihat dari pahanya yang dibuka semakin melebar.Istriku kemudian mendorong badan Johan hingga bersender ke kursi, kemudian istriku menunduk ke arah penis johan yang semakin tegak berdiri. yang kemudian tenggelam dalam lumatan mulut istriku. Istriku mengulum, menghisap dan menjilati penis gemuk dan hitam Johan, seolah-olah menikmati penis itu. Padahal denganku, suaminya, istriku sering sekali menolak untuk menghisap penisku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Istriku bergerak naik ke atas badan johan kemudian menyingkapkan rok panjangnya ke ujung paha hingga terlihat jelas paha putih mulus istriku, kemudian dia melucuti sendiri celana dalam yang dia pakai. Penis johan digenggam dan dikocok perlahan kemudian diarahkan menuju liang vaginanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Istriku menggesek-gesekan penis itu ke mulut vaginanya, seolah-olah vaginanya gatal dan penis itu digunakan untuk menggaruknya. dan kemudian bless.. penis itu amblas masuk seluruhnya ke vaginanya, kemudian terdiam, badan istriku melengkung menikmati gesekan penis johan kedalam vaginanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Johan yang bersender di kursi dengan rakusnya melahap kedua bukit kembar istriku, sementara tangannya memegang pantat istriku untuk menaik turunkan pantat itu. Istriku pun menyambutnya dengan menaik-turunkan pantatnya, hingga terlihat jelas sodokan-sodokan ****** johan yang dibenamkan ke dalam memek istriku. sementara tangan istriku bertahan pada senderan kursi sehingga keseimbangan badannya terjaga.</div>
<div style="text-align: justify;">
Istriku bergerak makin cepat begitupun Johan yang menaikan pantatnya, menginginkan penisnya terhujam makin dalam ke liang memek istriku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Gerakan naik turun pantat istriku untuk mengeluar masukan ****** Johan yang diiringi juga dengan gerakan johan, berlangsung semakin cepat dan cepat..!</div>
<div style="text-align: justify;">
hingga mereka akhirnya terdiam dengan membenamkan kelamin mereka semakin dalam.. untuk menjemput puncak kenikmatan..!</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Istriku masih berada diatas johan untuk beberapa saat mereka berciuman...</div>
<div style="text-align: justify;">
Pandanganku berkunang-kunang, kepalaku terasa berat melihat Istriku yang selama ini kubanggakan, baru saja bersetubuh sedang dengan lelaki lain. </div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1918422191489806551.post-21661718902027303232012-08-06T03:30:00.002-07:002012-08-06T03:30:16.544-07:00Cerita sex Nakalnya Mama Andre<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Di suatu Minggu pagi yang cerah. Andre sarapan berdua saja dengan Mamanya di rumah. Biasanya acara sarapan hari minggu mereka lakukan bertiga bersama dengan papanya. Soalnya di hari-hari lain, tidak ada kesempatan untuk mereka dapat sarapan bersama, apalagi makan siang bahkan makan malam. Kesibukan kedua orang tuanya, menyebabkan mereka hanya dapat berkumpul bersama di hari minggu pagi.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Papanya yang seorang direktur jenderal di Departeman Dalam Negeri selalu padat dengan kegiatan kantor. Sedangkan sang Mama yang aktivis kegiatan sosial selalu sibuk dengan urusan arisan, urusan anak-anak panti asuhan, anak-anak jalanan, anak-anak pengungsi Aceh, Maluku dan segala macam anak-anak lainnya. Akhirnya Andre, sang anak semata wayang, malah kurang diperhatikan.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Pagi itu, sang papa tidak bisa ikut sarapan bersama karena sedang melakukan kunjungan ke daerah. Katanya sih meninjau pelaksanaan otonomi daerah di tiga propinsi. Paling cepat baru kembali minggu depan. Meskipun kadangkala Andre merasa sedih karena sering ditinggal sendirian di rumah, namun Andre sesungguhnya menikmati kesibukan kedua orang tuanya itu. Rumah yang selalu sepi membuatnya lebih punya banyak kesempatan untuk memuas-muaskan nafsunya di rumah. Ia bisa melakukannya dengan Cindy, sang pacar, atau dengan Calvin teman sekaligus yang mengajarinya menjelang ujian akhir dan SPMB, atau juga rame-rame dengan teman-temannya dari Tim Basket SMU Dwi Warna.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Hari ini Mama pergi lagi Ma?” tanya Andre berbasa-basi pada Mamanya. Ia tahu pasti, sesudah sarapan nanti Mamanya pasti ngeluyur dari rumah dan baru pulang hampir tengah malam.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Iyalah sayang. Kamu kan tahu, Aceh sedang bergolak nih. Jadinya Mama makin sibuk mengurusi pengiriman stock makanan untuk saudara-saudara kita disana sayang,” jawab Mamanya dengan senyum penuh kebijakan.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Harus itu Ma, Andre juga mau pergi nih abis sarapan,” kata Andre.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Belajar bersama Calvin lagi?” tanya Mama, sambil memasukkan sepotong roti bakar melalui bibirnya yang tipis.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Di usia yang hampir empat puluh tahun, Mama Andre masih kelihatan sangat cantik. Tubuhnya padat seperti gadis usia dua puluh tahunan saja. Gimana enggak, sang Mama kan rajin olahraga dan makan makanan suplemen plus minum jamu untuk menjaga stamina dan kekencangan otot serta kulitnya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Enggak Mah, Maen basket sama anak-anak,”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Lho, kamu kan sudah dekat ujian akhirnya sayang. Kok bukannya belajar bareng Calvin, malah maen basket?”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Ini juga main basketnya bareng Calvin kok Mah,”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Hmm,”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Iya. Kata Calvin, sekali-kali perlu refresing juga agar pikiran tidak butek karena belajar terus-menerus. Selain itu kesegaran tubuh kan harus dijaga ma,”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Gitu ya. Kalau gitu ya terserah. Yang penting kamu belajarnya yang bagus ya sayang, supaya bisa lulus dengan nilai baik di ujian akhir nanti. kalau nilai kamu kurang bagus, cita-cita kamu untuk masuk Akademi Angkatan Udara kan bisa gagal sayang”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Beres Mah, Yang penting Mama doain Andre selalu ya,”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Pasti sayang,” jawab Mamanya dengan senyum sayang.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Andre melahap potongan roti bakarnya yang terakhir. Kemudian berpamitan pada Mamanya,</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Andre pergi duluan ya Mah Mama kapan berangkatnya?” tanya Andre sambil mencium pipi Mamanya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Setelah Mama beres-beres dulu sayang,”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Pergi sama Mas Dharma, Ma?”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Iya dong sayang. Abis sama siapa lagi. Kan supir Mama cuman dia satu-satunya,”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Oke deh Mah Andre berangkat kalau gitu,” kata Andre, disandangkannya ransel olah raganya ke bahunya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Hati-hati ya sayang,”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Andre menuju garasi di samping rumah untuk mengambil sepeda motornya. Ia bertemu dengan Mas Dharma di sana. Supir Mamanya itu sedang asyik berbasah-basah ria, mencuci sedan milik Mamanya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Selamat pagi Mas Andre,” sapa Mas Dharma ramah pada Andre sambil tersenyum manis memamerkan barisan giginya yang rapi dan putih.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Pagi Mas Dharma. Masih nyuci mobil Mas? Mama sudah mau berangkat tuh,”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Waduh, Mas harus buru-buru kalau gitu,” jawabnya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Kemudian ia sibuk mengelap mobil sedan itu dengan kain yang masih kering. Andre memandangi cowok itu dengan serius. Gimana enggak serius, Mas Dharma ini orangnya ganteng. Tubuhnya pun gagah dengan kulitnya yang putih bersih. Saat ini ia hanya menggenakan celana pendek tanpa atasan, memamerkan dada, bahu, lengan dan perutnya yang otot-ototnya bersembulan. Bukit dadanya yang liat tampak dihiasi bulu-bulu halus nan lebat.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Dengan cueknya di depan Andre, Mas Dharma mengangkat-angkat tangannya yang berotot itu saat mengelap atap mobil. Bulu-bulu lebat di lipatan ketiaknya yang putih itu terpampang jelas di mata Andre. Membuat jakun remaja ganteng itu naik turun menahan nafsu. Rencana Andre untuk segera meluncur menuju rumah Calvin akhirnya tertunda. Andre merasa sayang kehilangan kesempatan menikmati pemandangan bagus di depan matanya ini. Pelan-pelan ransel yang tadi sudah disandangnya diletakkannya di lantai. Ia mendekati Mas Dharma, pura-pura mengamati kegiatan mencuci mobil supir ganteng itu.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Mas, bagian atas ini masih basah nih,” komentarnya, ia tak mau menimbulkan kecurigaan Mas Dharma.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Mas Dharma ini sebenarnya adalah salah satu dari dua orang ajudan papanya Andre yang bertugas di rumah mereka. Usianya masih muda, baru 24 tahun. Asli Manado. Dia lulusan STPDN. Demikian juga Mas Fadly ajudan papa Andre yang satu lagi, yang saat ini mendampingi sang papa melaksanakan tugas ke daerah. Mereka berdua bertugas sejak sang papa diangkat menjadi dirjen.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Kedua ajudan ini sama-sama macho. Maklum aja ketika pendidikan dulu mereka kan dididik semi militer. Kebetulan juga keduanya memiliki paras yang ganteng dan tubuh jangkung menjulang. Mungkin bedanya hanya 5 cm dari tinggi Andre sekarang, 179 cm. Saat sang papa memperkenalkan kedua ajudan itu kepadanya, Andre blingsatan. Waktu itu keduanya datang dengan menggenakan seragam semi ketat. Andre dapat melihat dengan jelas otot-otot padat nan terlatih dibalik seragam mereka itu. Tonjolan besar di selangkangan mereka membuat Kontol Andre ngaceng berat. Akhirnya untuk menuntaskan birahinya yang memuncak Andre melakukan onani di kamarnya, ia belum berani untuk ngajak mereka berhubungan seks. Andre selalu berharap suatu saat dia bisa ngerjain kedua ajudan itu. Namun sampai saat ini harapannya itu tak pernah kesampaian.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Berdiri dekat-dekat Mas Dharma membuat birahi Andre semakin meningkat. Batang Kontolnya sudah berdenyut-denyut. Ia tak mau ngecret sambil berdiri karena horny ngelihatin Mas Dharma. Segera ia meninggalkan ajudan jantan itu. Dalam pikirannya kemudian, lebih baik dia segera menuju rumah Calvin. Disana ia bisa menuntaskan hasratnya pada temannya itu sebelum mereka berangkat ke sekolah untuk main basket.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Sepanjang perjalanan menuju ke rumah Calvin, bayangan lekuk-lekuk tubuh Mas Dharma sang ajudan ganteng, menari-nari di benak Andre. Apalagi ketika tadi Mas Dharma asyik nungging mengelap mobil, bongkahan buah pantat sang ajudan yang montok itu benar-benar membuatnya ngiler.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Andre hampir tiba di rumah Calvin. Tiba-tiba disadarinya ransel olah raganya tak tersandang dipunggungnya. Gara-gara mengamati sang ajudan ia terlupa mengambilnya lagi saat pergi. Segera Andre memutar laju sepeda motornya kembali ke rumahnya. Gimana dia mau main basket kalau pakaian basket tak dibawanya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Tak sampai lima belas menit, Andre sudah kembali ke rumah. Dilihatnya mobil sedan sang Mama yang mengkilap masih terparkir dengan rapi di garasi.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Dasar Mama, beres-beres aja lama banget,” pikirnya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Dicarinya ranselnya di garasi, namun tak ditemukannya disana. Kemana ya? Ia segera menuju dapur mencari Mbak Minah, pembantu rumahnya. Barangkali pembantunya itu menyimpan tasnya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Eh, Mas Andre. enggak jadi perginya Mas?” tanya Mbak Minah.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Tadi sudah pergi. Tapi ransel saya ketinggalan. Mbak ada lihat enggak?”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Enggak ada Mas. Memangnya tadi Mas Andre tinggalin dimana?”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Di garasi, waktu Mas Dharma nyuci mobil tadi,”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Mungkin dibawa sama Mas Dharma kalau gitu,”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Mas Dharma kemana Mbak?”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Mungkin di kamarnya Mas, kan mau pergi dengan ibu,”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Andre segera menuju kamar tidur Mas Dharma. Tapi tak ada orang disana. Ia hanya menemukan dua tempat tidur yang kosong, milik Mas Dharma dan Mas Fadly. Kamar mandi didalam ruangan kamar itu juga kosong. Ia kembali ke dapur menemui Mbak Minah.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Enggak ada Mbak, kemana ya?”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Coba liat di ruang kerja Bapak Mas. Tadi ibu menyuruh saya memanggil Mas Dharma ke ruang kerja Bapak. Tapi apa masih di sana ya? Coba liat dulu Mas,”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Andre segera menuju ruang kerja papanya yang terletak disamping kamar tidur kedua orang tuanya itu. Sesampainya disana dilihatnya pintu kamar kerja sang papa tertutup. Ia memutar gerendel pintu itu, ternyata terkunci. Andre segera menuju kamar kedua orang tuanya. Barangkali Mamanya masih di kamar itu beres-beres. Ia bisa bertanya tentang keberadaan Mas Dharma pada Mamanya. Diputarnya gerendel pintu kamar itu, ternyata tidak terkunci. Andre segera memasuki kamar besar itu. Mamanya tidak terlihat duduk di meja riasnya. Matanya menelusuri seluruh isi kamar. Kosong. Pintu kamar mandi Mamanya terbuka, tak ada orang disana.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Matanya kemudian tertumbuk pada pintu penghubung antara ruang kerja papanya dengan kamar tidur kedua orang tuanya itu. Pintu itu dilihatnya buka sedikit. Andre mendekati pintu itu. Barangkali Mamanya ada disana, pikirnya. Ketika langkahnya semakin dekat dengan pintu kamar itu, telinganya tiba-tiba menangkap suara-suara dari ruang kerja papanya. Ia menghentikan langkahnya, mencoba berkonsentrasi mendengarkan suara itu. Tiba-tiba jantung Andre berdegup dengan keras. Perasaannya mulai tidak enak. Suara yang didengarnya itu adalah suara-suara erangan-erangan tertahan, milik laki-laki dan perempuan.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Andre semakin mendekat ke pintu kamar yang terkuak itu. Ia longokkan kepalanya sedikit ke celah pintu yang terbuka itu. Serta merta mata Andre melotot melihat pemandangan di ruang kerja papanya itu. Di atas meja kerja papanya, dua manusia lain jenis dalam keadaan bugil sedang asyik memacu birahi dengan penuh nafsu. Kedua manusia itu tiada lain tiada bukan adalah Mamanya dan Mas Dharma sang ajudan! Kaki Andre terasa lemas, jantungnya seperti mau copot.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Dari tempatnya berdiri saat ini ia dapat melihat sang Mama sedang ditindih oleh Mas Dharma. Mama Andre telentang dengan kaki mengangkang lebar diatas meja, sedangkan di atasnya Mas Dharma melakukan genjotan pantat dengan gerakan yang cepat dan keras sambil bibirnya melumat bibir sang Mama dengan buas. Meskipun ia tak bisa melihat batang Kontol Mas Dharma, karena terhalang oleh paha Mamanya, namun ia yakin seyakin-yakinnya, batang Kontol milik ajudan ganteng itu sedang mengebor lobang vagina Mamanya tanpa ampun. Baik Mamanya maupun Mas Dharma sama-sama mengerang-erang keenakan.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Andre tak pernah menyangka akan menyaksikan peristiwa ini. Ia tak pernah menyangka Mamanya akan melakukan zinah dengan ajudan papanya sendirinya. Mamanya yang selama ini dikenalnya sebagai aktivis kegiatan sosial dan selalu berbicara soal norma-norma moral, ternyata melakukan perselingkuhan di ruang kerja milik suaminya sendiri!</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Andre tidak tahu harus melakukan apa. Ia sangat marah. Mukanya merah, tangannya mengepal-ngepal menahan amarah yang membara. Ia menarik kepalanya dari celah kamar. Dengan kesal dihempaskannya tubuhnya ke atas tempat tidur orang tuanya. Dari ruang kerja papanya terdengar racauan-racauan mesum dari mulut Mamanya dan sang ajudan.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Ohh.. Ohh.. Enakkhh.. Terusshh..,” racau Mamanya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Hihh.. Hihh.. Apahh.. Yang enakhh.. Hihh.. Buh..,”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Konthollsshh.. Kamuhh.. Dahrmahh.. Ouhh..,”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Ibuh sukahh.. Hihh.. Ouhh.. Ouhh.. Sukahh??,”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Sukahh.. Besar.. Bangethh.. Ouh.. Dharmahh..,”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Hihh.. Mememkhh.. Ibuhh.. Jugahh.. Enakk.. Buhh.. Ohh..,”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Enakhh?? Benar.. Enakhh.. Darmahh..??”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Yahh.. Iyahh.. Buhh..,”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Meskipun sangat marah, racauan yang didengarnya itu sungguh-sungguh sangat merangsang. Birahinya mulai bangkit. Akhirnya meskipun dilanda kemarahan, remaja ganteng itu kembali mendekati pintu penghubung kamar itu. Ia kembali mengintip persenggamaan mesum Mamanya dan Mas Dharma itu. Persenggamaan mereka sangat bersemangat dan kasar, racauan mereka benar-benar sangat merangsang, akibatnya Andre tak mampu menahan Kontolnya yang mulai mengeras. Tangannya kemudian menyusup ke balik celananya, meremas-remas batang Kontolnya sendiri.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Enakhh.. Manah.. Samah.. Ohh.. Memmek.. Bu.. Menterihh.. Ohh..,” racau Mamanya lagi.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Enakkhh.. Mememkhh.. Ibuhh..,”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Mmmasakhh sihh.. Dharamahh.. Oohh.. Yesshh.. Disituhh.. Ahh..,”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Iyahh.. Buhh.. Masih.. Serethh.. Ohh.. Njepithh..,”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Andre kaget mendengar racauan itu. Tak disangkanya ternyata Mas Dharma ini pernah ngentot sama istri menteri juga rupanya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Kalauhh.. Samahh.. vagina.. Fenihh.. Pacarhh.. Kamuhh..?”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Ohh.. Samah.. Samahh.. Enaknyahh, .. Buh.. Ohh..,”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Dasarhh.. Sshh.. Gombalhh.. Ouhh..,”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Ohh.. Ohh.. Ohh.. Yahh.. Ohh., ..,”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Kerashh.. Oohh.. Besarhh bangethh.. Ohh..,”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Besar manahh buhh.. Sama Kontolhhsshh.. Fadlyhh.. Ohh..,”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Samahh.. Samahh.. Sayanghh.. Ohh.. Yesshh..,”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Mas Fadly??!! Andre benar-benar tak menyangka. Ternyata Mamanya pernah juga ngerasain batang Kontol ajudan papanya yang satu lagi itu.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Beberapa saat kemudian sang Mama dan Mas Dharma berganti posisi. Mas Dharma tidur telentang diatas meja kerja dengan kedua pahanya yang kokoh dan berbulu itu menjuntai ke bawah. Sang Mama kemudian duduk diatas selangkangan Mas Dharma. Saat Mas Dharma mengatur posisi, Andre sempat melihat barang perkasa Mas Dharma dengan jelas. Benar-benar besar, gemuk dan panjang dihiasi dengan bulu jembut yang lebat. Panjangnya sekitar dua puluh centimeter lebih. Pantes aja Mamanya keenakan banget.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Andre membayangkan bagaimana bila Kontol besar milik Mas Dharma itu membetot lobang pantatnya. Pasti gesekannya terasa banget. Lebih terasa dari punya si Wisnu, teman basketnya yang putra bali itu. Tiba-tiba muncul pikiran nakal di benak Andre. Ia ingin ngerjain Mamanya dan sang ajudan. Dikeluarkannya ponsel mungilnya yang memiliki fasilitas video phone itu dari saku celananya. Sambil terus meremas-remas Kontolnya sendiri, Andre merekam persenggamaan mesum Mamanya dan Mas Dharma itu.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Sang Mama menggenjotkan pantatnya naik turun dengan keras. Mas Dharma membalas dengan genjotan pantat yang tak kalah keras. Suara tepokan terdengar keras,</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Plokk.. Plokk.. Plokk.. Plokk..,”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Kamar kerja papa Andre diramaikan dengan suara-suara erangan, jeritan, desahan dari mulut Mamanya dan Mas Dharma.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Hahh.. Hahh.. Hahh.. Ohh.. Tekan lebihh.. Dalamhh,” erangan Mas Dharma kedua tangannya meremas-remas payudara Mama Andre.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Hihh.. Beginihh.. Hihh..,”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Lagihh.. Ohohh.. Ahh.. Ahh..,”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Hihh.. Beginihh.. Ohh..,”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Yeshh.. Yeshh.. Terusshh.. Ohh.. Ohh..,”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Tiba-tiba tubuh Mas Dharma yang tadi berbaring bangkit. Dalam posisi tubuh menekuk, kepalanya bersarang di payudara sang Mama yang besar dan bergoyang-goyang akibat genjotan yang mereka lakukan. Dengan buas Mas Dharma mengisap pentil payudara sang Mama yang kemerahan.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Ohh.. Dharmahh.. Nakalhh kamuhh.. Ohh.. Enakhh..,” Mama meracau semakin menggila.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Kepalanya bergoyang ke kiri ke kanan. Rambut yang sebahunya yang basah oleh keringat berkibar-kibar. Mama Andre benar-benar keenakan. Kedua tangan sang Mama memeluk punggung kekar Mas Dharma dengan kuat. Tak sampai lima menit dalam posisi seperti itu. Tiba-tiba genjotan Mama berhenti. Mulutnya meraung keras. Pantatnya bergetar menekan keras menggencet selangkangan Mas Dharma. Tubuhnya yang basah oleh keringat berkelojotan.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Ahh.. Akuhh sampaihh.. Ouhh..,” erangnya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Mas Dharma terus menyelomoti payudara sang Mama. Semenit kemudian kepala sang Mama terlihat bertumpu ke bahu Mas Dharma. Ia lemas karena orgasmenya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Saya lanjuthh yah buhh..,” kata Mas Dharma minta ijin melanjutkan. Soalnya orgasmenya belum datang.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Silakan Dharmahh.. Ohh..,” suara sang Mama terdengar lemas.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Mas Dharma kemudian turun dari meja kerja itu. Tanpa melepaskan Kontolnya dari lobang vagina sang Mama, Mas Dharma membopong tubuh sang Mama kemudian membaringkannya telentang diatas lantai yang berkarpet. Kemudian ia kembali melanjutkan pekerjaannya menyetubuhi sang Mama. Andre bisa melihat tubuh Mamanya yang lemas itu dikentot Mas Dharma dengan penuh keperkasaan.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Sakit buhh.. Ahh..?”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Terus sayanghh.. Saya istirahat sebentar ahh.. Kamuhh terusshh ajahh.. Ohh..”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Tak sampai lima menit sang Mama kembali bergairah. Pantatnya kembali bergerak-gerak dengan luwes membalas gerakan Mas Dharma. Rupanya sang Mama tak mau hanya menjadi objek. Tiba-tiba ia membalikkan posisi, untuk kemudian menindih tubuh atletis sang ajudan ganteng yang bersimbah keringat. Dengan penuh semangat sang Mama kemudian menggenjot pantatnya naik turun mengocok batang Kontol Mas Dharma dengan memeknya yang basah dengan cairan lendirnya sendiri, sambil menciumi bibir ajudan muda ganteng itu dengan binal. Dari mulutnya keluar erangan-erangan,</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Urghh.. Urghh.. Yahh.. Yahh,”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Ohh.. Ibuhh.. Ohh.. Buashh.. Banget.. Ohh..,” racau Mas Dharma.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Kamuhh.. Sukahh.. Kanhh..,”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Begitulah. Permainan cabul antara Mamanya Andre dan Mas Dharma yang memakan waktu tak kurang dari dua jam itu akhirnya usai dengan skor 6-2 untuk kemenangan Mas Dharma. Maksudnya, sang Mama ngecret empat kali, sedangkan Mas Dharma ngecret dua kali saja di dalam vagina sang Mama.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Andre sendiri ngecret dua kali. Sperma kentalnya melumuri daun pintu kamar penghubung. Ia sangat terangsang menyaksikan live show sang Mama dan Mas Dharma. Ia tak sabar untuk segera dapat mengerjai sang ajudan yang gila ngentot itu.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Dengan tubuh yang masih terasa lemas akibat orgasme, perlahan-lahan Andre meninggalkan kamar orang tuanya. Spermanya yang menempel di daun pintu kamar dibersihkannya terlebih dahulu. Saat meninggalkan kamar, Andre, masih sempat melirik Mamanya dan Mas Dharma yang berbaring saling berpelukan di lantai. Keduanya terlihat sangat lelah.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Andre segera melaju kembali dengan sepeda motornya menuju rumah Calvin. Sepanjang perjalanan ia menyusun rencana untuk mengerjai Mamanya dan Mas Dharma nanti. Ia tersenyum-senyum cabul membayangkan rencananya itu.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Setiba di rumah Calvin, teman sekolahnya itu sudah menunggu di teras sambil duduk santai membaca majalah remaja. Calvin menggenakan t-shirt putih polos dan celana jeans biru plus topi pet hitam. Wajah gantengnya tersenyum senang menyambut kedatangan Andre.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Kok telat Ndre?” tanyanya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Sorry Vin. Ada urusan sama Mama tadi,” jawab Andre nyengir, “Kita langsung cabut aja yuk. Sudah hampir jam sepuluh nih,”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Calvin mengiyakan, segera ia duduk di boncengan, rapat di belakang tubuh Andre. Tangannya diletakkannya di paha Andre. Kemudian kedua remaja SMU itu melaju menuju sekolah mereka.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Kok enggak bawa baju olah raga Vin?” tanya Andre di tengah perjalanan.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Enggak usahlah. Gue kan bukan anak basket. Kesana juga cuman mau liat permainan basket doang,” jawabnya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Liat permainannya, atau liat pemainnya nih?” tanya Andre menggoda.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Dua-duanya. Hehehe,”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Vin, ini perasaan gue aja tahu emang benar sih?”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Maksud lo?”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Elo ngaceng ya? Kok rasanya ngeganjal nih di bokong gue,”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Enak aja!”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Andre tertawa ngakak. Sementara Calvin tersenyum malu di boncengan. Kontolnya memang sudah ngaceng sejak nungguin Andre dari tadi. Ia tak sabar menantikan apa yang akan terjadi nanti di sekolah.</span></span></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1918422191489806551.post-62837847991099890382012-08-06T03:29:00.000-07:002012-08-06T03:29:15.738-07:00Cerita sex Bibiku adalah Cintaku<br />
<div style="text-align: justify;">
Semenjak aku SMA, aku selalu pilih-pilih dalam mencintai wanita. Itulah mungkin yang mengakibatkan aku tidak pernah mendekati seorang cewek pun di SMA. Padahal boleh dibilang aku ini bukan orang yang jelek-jelek amat. Para gadis sering histeris ketika melihat aku beraksi dibidang olahraga, seperti basket, lari dan sebagainya. Dan banyak surat cinta cewek yang tidak kubalas. Sebab aku tidak suka mereka. Untuk masalah pelajaran aku terbilang normal, tidak terlalu pintar, tapi teman-teman memanggilku kutu buku, padahal masih banyak yang lebih pintar dari aku, mungkin karena aku mahir dalam bidang olahraga dan dalam pelajaran aku tidak terlalu bodoh saja akhirnya aku dikatakan demikian.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ketika kelulusan, aku pun masuk kuliah di salah satu perguruan tinggi di Malang. Di sini aku numpang di rumah bibiku. Namanya Dewi. Aku biasanya memanggilnya mbak Dewi, kebiasaan dari kecil mungkin. Ia tinggal sendirian bersama kedua anaknya, semenjak suaminya meninggal ketika aku masih SMP ia mendirikan usaha sendiri di kota ini. Yaitu berupa rumah makan yang lumayan laris, dengan bekal itu ia bisa menghidupi kedua anaknya yang masih duduk di SD.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ketika datang pertama kali di Malang, aku sudah dijemput pakai mobilnya. Lumayanlah, perjalanan dengan menggunakan kereta cukup melelahkan. Pertamanya aku tak tahu kalau itu adalah mbak Dewi. Sebab ia kelihatan muda. Aku baru sadar ketika aku menelpon hp-nya dan dia mengangkatnya. Lalu kami bertegur sapa. Hari itu juga jantungku berdebar. Usianya masih 32 tapi dia sangat cantik. Rambutnya masih panjang terurai, wajahnya sangat halus, ia masih seperti gadis. Dan di dalam mobil itu aku benar-benar berdebar-debar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Capek Dek Iwan?”, tanyanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Iyalah mbak, di kereta duduk terus dari pagi”, jawabku. “Tapi mbak Dewi masih cantik ya?”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ia ketawa, “Ada-ada saja kamu”.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Selama tinggal di rumahnya mbak Dewi. Aku sedikit demi sedikit mencoba akrab dan mengenalnya. Banyak sekali hal-hal yang bisa aku ketahui dari mbak Dewi. Dari kesukaannya, dari pengalaman hidupnya. Aku pun jadi dekat dengan anak-anaknya. Aku sering mengajari mereka pelajaran sekolah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tak terasa sudah satu semester lebih aku tinggal di rumah ini. Dan mbak Dewi sepertinya adalah satu-satunya wanita yang menggerakkan hatiku. Aku benar-benar jatuh cinta padanya. Tapi aku tak yakin apakah ia cinta juga kepadaku. Apalagi ia adalah bibiku sendiri. Malam itu sepi dan hujan di luar sana. Mbak Dewi sedang nonton televisi. Aku lihat kedua anaknya sudah tidur. Aku keluar dari kamar dan ke ruang depan. Tampak mbak Dewi asyik menonton tv. Saat itu sedang ada sinetron.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Nggak tidur Wan?”, tanyanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Masih belum ngantuk mbak”, jawabku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku duduk di sebelahnya. Entah kenapa lagi-lagi dadaku berdebar kencang. Aku bersandar di sofa, aku tidak melihat tv tapi melihat mbak Dewi. Ia tak menyadarinya. Lama kami terdiam.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Kamu banyak diam ya”, katanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Eh..oh, iya”, kataku kaget.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Mau ngobrolin sesuatu?”, tanyanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ah, enggak, pingin nemeni mbak Dewi aja”, jawabku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ah kamu, ada-ada aja”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Serius mbak”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Makasih”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Restorannya gimana mbak? Sukses?”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Lumayanlah, sekarang bisa waralaba. Banyak karyawannya, urusan kerjaan semuanya tak serahin ke general managernya. Mbak sewaktu-waktu saja ke sana”, katanya. “Gimana kuliahmu?”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ya, begitulah mbak, lancar saja”, jawabku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku memberanikan diri memegang pundaknya untuk memijat. “Saya pijetin ya mbak, sepertinya mbak capek”.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Makasih, nggak usah ah”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Nggak papa koq mbak, cuma dipijit aja, emangnya mau yang lain?”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ia tersenyum, “Ya udah, pijitin saja”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku memijiti pundaknya, punggungnya, dengan pijatan yang halus, sesekali aku meraba ke bahunya. Ia memakai tshirt ketat. Sehingga aku bisa melihat lekukan tubuh dan juga tali bh-nya. Dadanya mbak Dewi besar juga. Tercium bau harum parfumnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Kamu sudah punya pacar Wan?”, tanya mbak Dewi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Nggak punya mbak”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Koq bisa nggak punya, emang nggak ada yang tertarik ama kamu?”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Saya aja yang nggak tertarik ama mereka”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Lha koq aneh? Denger dari mama kamu katanya kamu itu sering dikirimi surat cinta”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Iya, waktu SMA. Kalau sekarang aku menemukan cinta tapi sulit mengatakannya”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Masa’?”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Iya mbak, orangnya cantik, tapi sudah janda”, aku mencoba memancing.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Siapa?”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Mbak Dewi”.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ia ketawa, “Ada-ada saja kamu ini”.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Aku serius mbak, nggak bohong, pernah mbak tahu aku bohong?”,</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ia diam.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Semenjak aku bertemu mbak Dewi, jantungku berdetak kencang. Aku tak tahu apa itu. Sebab aku tidak pernah jatuh cinta sebelumnya. Semenjak itu pula aku menyimpan perasaanku, dan merasa nyaman ketika berada di samping mbak Dewi. Aku tak tahu apakah itu cinta tapi, kian hari dadaku makin sesak. Sesak hingga aku tak bisa berpikir lagi mbak, rasanya sakit sekali ketika aku harus membohongi diri kalau aku cinta ama mbak”, kataku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Wan, aku ini bibimu”, katanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Aku tahu, tapi perasaanku tak pernah berbohong mbak, aku mau jujur kalau aku cinta ama mbak”, kataku sambil memeluknya dari belakang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Lama kami terdiam. Mungkin hubungan yang kami rasa sekarang mulai canggung. Mbak Dewi mencoba melepaskan pelukanku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Maaf wan, mbak perlu berpikir”, kata mbak Dewi beranjak. Aku pun ditinggal sendirian di ruangan itu, tv masih menyala. Cukup lama aku ada di ruangan tengah, hingga tengah malam kira-kira. Aku pun mematikan tv dan menuju kamarku. Sayup-sayup aku terdengar suara isak tangis di kamar mbak Dewi. Aku pun mencoba menguping.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Apa yang harus aku lakukan?….Apa…”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku menunduk, mungkin mbak Dewi kaget setelah pengakuanku tadi. Aku pun masuk kamarku dan tertidur. Malam itu aku bermimpi basah dengan mbak Dewi. Aku bermimpi bercinta dengannya, dan paginya aku dapati celana dalamku basah. Wah, mimpi yang indah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Paginya, mbak Dewi selesai menyiapkan sarapan. Anak-anaknya sarapan. Aku baru keluar dari kamar mandi. Melihat mereka dari kejauhan. Mbak Dewi tampak mencoba untuk menghindari pandanganku. Kami benar-benar canggung pagi itu. Hari ini nggak ada kuliah. Aku bisa habiskan waktu seharian di rumah. Setelah ganti baju aku keluar kamar. Tampak mbak Dewi melihat-lihat isi kulkas.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Waduh, wan, bisa minta tolong bantu mbak?”, tanyanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Apa mbak?”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Mbak mau belanja, bisa bantu mbak belanja? Sepertinya isi kulkas udah mau habis”,katanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“OK”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Untuk yang tadi malam, tolong jangan diungkit-ungkit lagi, aku maafin kamu tapi jangan dibicarakan di depan anak-anak”, katanya. Aku mengangguk.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kami naik mobil mengantarkan anak-anak mbak Dewi sekolah. Lalu kami pergi belanja. Lumayan banyak belanjaan kami. Dan aku menggandeng tangan mbak Dewi. Kami mirip sepasang suami istri, mbak Dewi rasanya nggak menolak ketika tangannya aku gandeng.Mungkin karena barang bawaannya banyak. Di mobil pun kami diam. Setelah belanja banyak itu kami tak mengucapkan sepatah kata pun. Namun setiap kali aku bilang ke mbak Dewi bahwa perasaanku serius.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hari-hari berlalu. Aku terus bilang ke mbak Dewi bahwa aku cinta dia. Dan hari ini adalah hari ulang tahunnya. Aku membelikan sebuah gaun. Aku memang menyembunyikannya. Gaun ini sangat mahal, hampir dua bulan uang sakuku habis. Terpaksa nanti aku minta ortu kalau lagi butuh buat kuliah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Saat itu anak-anak mbak Dewi sedang sekolah. Mbak Dewi merenung di sofa. Aku lalu datang kepadanya. Dan memberikan sebuah kotak hadiah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Apa ini?”, tanyanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Kado, mbak Dewikan ulang tahun hari ini”,</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ia tertawa. Tampak senyumnya indah hari itu. Matanya berkaca-kaca ia mencoba menahan air matanya. Ia buka kadonya dan mengambil isinya. Aku memberinya sebuah gaun berwarna hitam yang mewan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Indah sekali, berapa harganya?”, tanyanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ah nggak usah dipikirkan mbak”, kataku sambil tersenyum. “Ini kulakukan sebagai pembuktian cintaku pada mbak”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Sebentar ya”, katanya. Ia buru-buru masuk kamar sambil membawa gaunnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tak perlu lama, ia sudah keluar dengan memakai baju itu. Ia benar-benar cantik.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Bagaimana wan?”, tanyanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Cantik mbak, Superb!!”, kataku sambil mengacungkan jempol.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ia tiba-tiba berlari dan memelukku. Erat sekali, sampai aku bisa merasakan dadanya. “Terima kasih”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Aku cinta kamu mbak”, kataku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mbak Dewi menatapku. “Aku tahu”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku memajukan bibirku, dan dalam sekejap bibirku sudah bersentuhan dengan bibirnya. Inilah first kiss kita. Aku menciumi bibirnya, melumatnya, dan menghisap ludahnya. Lidahku bermain di dalam mulutnya, kami berpanggutan lama sekali. Mbak Dewi mengangkat paha kirinya ke pinggangku, aku menahannya dengan tangan kananku. Ia jatuh ke sofa, aku lalu mengikutinya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Aku juga cinta kamu wan, dan aku bingung”, katanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Aku juga bingung mbak”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kami berciuman lagi. Mbak Dewi berusaha melepas bajuku, dan tanpa sadar, aku sudah hanya bercelana dalam saja. Penisku yang menegang menyembul keluar dari CD. Aku membuka resleting bajunya, kuturunkan gaunnya, saat itulah aku mendapati dua buah bukit yang ranum. Dadanya benar-benar besar. Kuciumi putingnya, kulumat, kukunyah, kujilati. Aku lalu menurunkan terus hingga ke bawah. Ha? Nggak ada CD? Jadi tadi mbak Dewi ke kamar ganti baju sambil melepas CD-nya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Nggak perlu heran Wan, mbak juga ingin ini koq, mungkin inilah saat yang tepat”, katanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku lalu benar-benar menciumi kewanitaannya. Kulumat, kujilat, kuhisap. Aku baru pertama kali melakukannya. Rasanya aneh, tapi aku suka. Aku cinta mbak Dewi. Mbak Dewi meremas rambutku, menjambakku. Ia menggelinjang. Kuciumi pahanya, betisnya, lalu ke jempol kakinya. Kuemut jempol kakinya. Ia terangsang sekali. Jempol kaki adalah bagian paling sensitif bagi wanita.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Tidak wan, jangan….AAAHH”, mbak Dewi memiawik.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Kenapa mbak?” kataku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tangannya mencengkram lenganku. Vaginanya basah sekali. Ia memejamkan mata, tampak ia menikmatinya. “Aku keluar wan”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ia bangkit lalu menurunkan CD-ku. Aku duduk di sofa sambil memperhatikan apa yang dilakukannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Gantian sekarang”, katanya sambil tersenyum.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ia memegang penisku, diremas-remas dan dipijat-pijatnya. Oh…aku baru saja merasakan penisku dipijat wanita. Tangan mbak Dewi yang lembut, hangat lalu mengocok penisku. Penisku makin lama makin panjang dan besar. Mbak Dewi menjulurkan lidahnya. Dia jilati bagian pangkalnya, ujungnya, lalu ia masukkan ujung penisku ke dalam mulutnya. Ia hisap, ia basahi dengan ludahnya. Ohh…sensasinya luar biasa.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Kalau mau keluar, keluar aja nggak apa-apa wan”, kata mbak Dewi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Nggak mbak, aku ingin keluar di situ aja?”, kataku sambil memegang liang kewanitaannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ia mengerti, lalu aku didorongnya. Aku berbaring, dan ia ada di atasku. Pahanya membuka, dan ia arahkan penisku masuk ke liang itu. Agak seret, mungkin karena memang ia tak pernah bercinta selain dengan suaminya. Masuk, sedikit demi sedikit dan bless….Masuk semuanya. Ia bertumpu dengan sofa, lalu ia gerakkan atas bawah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ohh….wan…enak wan…”, katanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ohhh…mbak…Mbak Dewi…ahhh…”, kataku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dadanya naik turun. Montok sekali, aku pun meremas-remas dadanya. Lama sekali ruangan ini dipenuhi suara desahan kami dan suara dua daging beradu. Plok…plok..plok..cplok..!! “Waan…mbak keluar lagi…AAAHHHH”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mbak Dewi ambruk di atasku. Dadanya menyentuh dadanku, aku memeluknya erat. Vaginanya benar-benar menjepitku kencang sekali. Perlu sedikit waktu untuk ia bisa bangkit. Lalu ia berbaring di sofa.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Masukin wan, puaskan dirimu, semprotkan cairanmu ke dalam rahimku. Mbak rela punya anak darimu wan”, katanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku tak menyia-nyiakannya. Aku pun memasukkannya. Kudorong maju mundur, posisi normal ini membuatku makin keenakan. Aku menindih mbak Dewi, kupeluk ia, dan aku terus menggoyang pinggulku. Rasanya udah sampai di ujung. Aku mau meledak. AAHHHH….</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Oh wan…wan…mbak keluar lagi”, mbak Dewi mencengkram punggungku. Dan aku menembakkan spermaku ke rahimnya, banyak sekali, sperma perjaka. Vaginanya mbak Dewi mencengkramku erat sekali, aku keenakkan. Kami kelelahan dan tertidur di atas sofa, Aku memeluk mbak Dewi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Siang hari aku terbangun oleh suara HP. Mbak Dewi masih di pelukanku. Mbak Dewi dan aku terbangun. Kami tertawa melihat kejadian lucu ini. Waktu jamnya menjemput anak-anak mbak Dewi sepertinya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mbak Dewi menyentuh penisku. “Ini luar biasa, mbak Dewi sampe keluar berkali-kali, Wan, kamu mau jadi suami mbak?”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“eh?”, aku kaget.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Sebenarnya, aku dan ibumu itu bukan saudara kandung. Tapi saudara tiri. Panjang ceritanya. Kalau kamu mau, aku rela jadi istrimu, asal kau juga mencintai anak-anakku, dan menjadikan mereka juga sebagai anakmu”, katanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku lalu memeluknya, “aku bersedia mbak”.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah itu entah berapa kali aku mengulanginya dengan mbak Dewi, aku mulai mencoba berbagai gaya. Mbak Dewi sedikit rakus setelah ia menemukan partner sex baru. Ia suka sekali mengoral punyaku, mungkin karena punyaku terlalu tangguh untuk liang kewanitaannya. hehehe…tapi itulah cintaku, aku cinta dia dan dia cinta kepadaku. Kami akhirnya hidup bahagia, dan aku punya dua anak darinya. Sampai kini pun ia masih seperti dulu, tidak berubah, tetap cantik. </div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1918422191489806551.post-30902438402003002282012-08-06T03:28:00.001-07:002012-08-06T03:28:15.625-07:00Cerita sex Aku dan Tanteku<br />
<div style="text-align: justify;">
Tanteku itu orangnya lumayan menarik dengan postur tubuh setinggi 170 cm dengan ukuran dada 34B, berumur kira-kira 29 tahun. Sebenarnya dulu aku suka sekali melihat tubuh mulus tanteku, secara tidak sengaja ketika dia sedang mandi karena memang di tempat kami kamar mandi pada saat itu atasnya tidak tertutup genteng dan tanpa berpintu, jadi kalau ada yang mandi di situ hanya dengan melampirkan handuk di tembok yang menjadikan tanda bahwa kamar mandi sedang dipakai.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tidak sampai di situ saja, kadang tanteku ini suka memakai baju tidur yang model terusan tipis tanpa memakai BH dan itu sering sekali kulihat ketika di pagi hari. Apalagi aku sering sekali bangun pagi sudah dipastikan tanteku sedang menyapu halaman depan dan itu otomatis ketika dia menunduk menampakkan buah dadanya yang lumayan besar dan montok. Hal ini dilakukan sebelum dia menyiapkan keperluan sekolah anaknya, kalau om-ku biasanya tidak ada di rumah karena sering bertugas di luar kota selama empat hari. Pernah aku melamunkan bagaimana rasanya jika aku melakukan persetubuhan dengan tanteku itu, namun akhirnya paling-paling kutumpahkan di kamar mandi sambil ber-onani. Rupanya anga-anganku itu dapat terkabul ketika aku sedang menumpang nonton TV di rumah tanteku pada siang hari dimana ketiga anaknya sedang sekolah dan om-ku sedang bertugas keluar kota pada pagi harinya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kejadian itu terjadi ketika aku sedang menonton TV sendirian yang bersebelahan dengan warung tanteku. Ketika itu aku ingin mengambil rokok, aku langsung menuju ke sebelah. Rupanya tanteku sedang menulis sesuatu, mungkin menulis barang belanjaan yang akan dibelanjakan nanti.</div>
<div style="text-align: justify;">
“Tante, Diko mau ambil rokok, nanti Diko bayar belakangan ya!” sapaku kepada tanteku. “Ambil saja, Ko!” balas tanteku tanpa menoleh ke arahku yang tepat di belakangnya sambil meneruskan menulis dengan posisi membungkuk. Karena toples rokok ketengan yang akan kuambil ada di sebelah tanteku tanpa sengaja aku menyentuh buah dadanya yang kebetulan tanpa memakai BH. “Aduh! hati-hati dong kalau mau mengambil rokok. Kena tanganmu, dada tante kan jadi nyeri!” seru tanteku sambil mengurut-urut kecil di dadanya yang sebelah samping kirinya. Namun karena tidak memakai BH, nampak dengan jelas pentil susu tanteku yang lumayan besar itu. “Maaf Tan, aku tidak sengaja. Begini aja deh Tan, Diko ambilin minyak supaya dada Tante tidak sakit bagaimana!” tawarku kepada tanteku. “Ya sudah, sana kamu ambil cepat!” ringis tanteku sambil masih mengurut dadanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan segera kuambilkan minyak urut yang ada di dalam, namun ketika aku masuk kembali di dalam warung secara perlahan, aku melihat tante sedang mengurut dadanya tapi melepaskan baju terusannya yang bagian atasnya saja. “Ini Tante, minyak urutnya!” sengaja aku berkata agak keras sambil berpura-pura tidak melihat apa yang tanteku lakukan. Mendengar suaraku, tanteku agak terkejut dan segera merapikan bagian atas bajunya yang masih menggelantung di bagian pinggangnya. Tampak gugup tanteku menerima minyak urut itu tapi tidak menyuruhku untuk lekas keluar. Tanpa membuang kesempatan aku langsung menawarkan jasaku untuk mengurut dadanya yang sakit, namun tanteku agak takut. Pelan-pelan dengan sedikit memaksa aku berhasil membujuknya dan akhirnya aku dapat ijinnya untuk mengurut namun dilakukan dari belakang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sedikit demi sedikit kuoleskan minyak di samping buah dadanya dari belakang namun secara perlahan pula kumemainkan jariku dari belakang menuju ke depan. Sempat kaget juga ketika tanteku mengetahui aksi nakalku. “Diko! kamu jangan nakal ya!” seru tanteku namun tidak menepis tanganku dari badannya yang sebagian ditutupi baju. Mendapati kesempatan itu aku tidak menyia-nyiakan dan secara aktif aku mulai menggunakan kedua tanganku untuk mengurut-urut secara perlahan kedua bukit kembar yang masih ditutupi dari depan oleh selembar baju itu. “Ohh… oohh…” seru tanteku ketika tanganku sudah mulai memegang susunya dari belakang sambil memilin-milin ujung susunya. “Jangan… Diko… jang…” tante masih merintih namun tidak kuacuhkan malah dengan sigap kubalikkan tubuh tanteku hingga berhadapan langsung dengan diriku. Kemudian dengan leluasa kumulai menciumi susu yang di sebelah kiri sambil masih mengurut-urut susu di sebelahnya. Kemudian aku mulai mencucupi kedua puting susunya secara bergantian dan tanteku mulai terangsang dengan mengerasnya kedua susunya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tidak sampai di situ, rupanya tangan tanteku mulai menjelajahi ke bawah perutku berusaha untuk memegang kemaluanku yang sudah dari tadi mengencang. Ketika dia mendapatkannya secara perlahan, dikocok-kocok batang kemaluanku secar perlahan dan tiba-tiba tanteku mengambil sikap jongkok namun sambil memegang kemaluanku yang lamayan panjang. Untuk diketahui, batang kemaluanku panjangnya kurang lebih 20 cm dengan diameter 3,5 cm. Tanteku rupanya sedikit terkejut dengan ukuran kemaluanku apalagi sedikit bengkok, namun dengan sigap tapi perlahan tanteku mulai mengulum kemaluanku secara perlahan dan semakin lama semakin cepat. “Ah… ah… ah… yak.. begitu… terus… terus…” erangku sambil memegangi kepala tanteku yang maju mundur mengulum batang kemaluanku. Kemudian karena aku sudah tidak tahan, tubuh tante kuangkat agar duduk di pinggir meja dimana tadi dia menulis, dan dengan sedikit gerakan paha tanteku kupaksa agar meregang. Rupanya tanteku masih mengenakan CD dan dengan perlahan kubuka CD-nya ke samping dan terlihatlah gundukan kemaluannya yang sudah basah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Secara perlahan kuciumi kemaluan tanteku dan kumain-mainkan klirotisnya. “Ah… ahhh.. Diko, Tante mau keluuuaarrr…” Beberapa saat kemudian rupanya tanteku akan mengalami orgasme, dia langsung memegangi kepalaku agar tetap di belahan kemaluannya dan kemudian mengeluarkan cairan surganya di mulutku, “Crettt… crett… cret…” mulutku sampai basah terkena cairan surga tanteku. Kemudian tanteku agak lemas namun masih kujilati kemaluannya yang akhirnya membangkitkan nafsu untuk bersetubuh denganku. Kuangkat tubuh tante ke bawah warung, dan dengan sedikit agak keras aku dapat merubah posisinya menelentang di depanku, kubukakan semakin lebar kedua kakinya dan mulai kuarahkan ujung kemaluanku ke mulut lubang kemaluannya. Agak susah memang karena memang aku agak kurang berpengalaman dibidang ini namun rupanya tanteku dapat memahaminya. Dengan sabarnya dituntunnya ujung kemaluanku tepat di lubang kemaluannya. “Pelan-pelan ya, Diko!” lirih tanteku sambil menggenggam kemaluanku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ketika baru masuk kepala kemaluanku tanteku mulai agak meringis tetapi aku sudah tidak kuat lagi dengan agak sedikit paksa akhirnya kemaluanku dapat masuk seluruhnya. “Diko… akh…” jerit kecil tanteku ketika kumasukkan seluruh batang kemaluanku di dalam lubang kemaluannya yang lumayan basah namun agak sempit itu sambil merapatkan kedua kakinya ke pinggangku. Perlahan aku melakukan gerakan maju mundur sambil meremas-remas dua susunya. Hampir tiga puluh menit kemudian gerakanku makin lama main cepat. Rupanya aku hampir mencapai puncak. “Tan… aku… aku mauuu… keluar…” bisikku sambil mempercepat gerakanku. “Dikeluarkan di dalam saja, Dik!” balas tanteku sambil menggeleng-gelengkan kecil kepalanya dan menggoyangkan pantatnya secara beraturan. “Tan… aku… keluarrr…” pekikku sambil menancapkan kemaluanku secara mendalam sambil masih memegangi susunya. Rupanya tanteku juga mengalami hal yang sama denganku, dia memajukan pantatnya agar kemaluanku dapat masuk seluruhnya sambil menyemburkan air surganya untuk ketiga kalinya. “Cret… cret… cret…” hampir lima kali aku memuntahkan air surga ke dalam lubang kemaluan tanteku dan itu juga di campur dengan air surga tanteku yang hampir berbarengan keluar bersamaku. “Cret… cret… cret… ahh…” tanteku melengkungkan badannya ketika mengeluarkan air surga yang dari lubang kemaluannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Akhirnya kami tergeletak di bawah dan tanteku secara perlahan bangun untuk berdiri sambil mencoba melihat kemaluannya yang masih dibanjiri oleh air surga. “Diko! kamu nakal sekali, berani sekali kami berbuat ini kepada Tante, tapi Tante senang kok, Tante puas atas kenakalan kamu,” bisik tanteku perlahan. Aku hanya bisa terseyum, sambil menaikkan kembali celanaku yang tadi dipelorotkan oleh tanteku. Tanteku akhirnya berjalan keluar, namun sebelum itu dia masih menyempatkan dirinya untuk memegang kemaluanku yang lumayan besar ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Inilah pengalamanku yang pertama, dan sejak itu kami kadang mencuri waktu untuk mengulangi hal tersebut, apalagi jika aku atau tanteku ingin mencoba posisi baru dan pasti ketika Om-ku dan anak-anak tanteku berangkat sekolah. Sekarang hal itu sudah tidak kulakukan lagi karena tanteku sekarang ikut Om-ku yang mendapat tugas di daerah.</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1918422191489806551.post-44700122188902178672012-08-06T03:26:00.002-07:002012-08-06T03:26:57.782-07:00Cerita sex Adik Tiriku Pemuasku<br />
<div style="text-align: justify;">
Dari semua pengalaman gue selama ini, yang pertama-tama gue mau cerita adalah pengalaman gue dengan seorang yang bernama Bella, sebutlah seperti itu namanya. (gue pake nama samaran karena ga mau ada orang yang bisa menebak siapa gue sebetulnya)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sesungguhnya si Bella ini adalah adik gue sendiri. Kita satu ayah tapi beda ibu. Dia bertumbuh dan besar di kampung selama ini. Dan pada suatu saat (gue ga mau sebut tahunnya, takut ketebak ma orang), dia datang ke kota dimana gue dan kakak perempuan gue tinggal (kakak perempuan gue itu adalah saudara kandung gue dan dia sudah punya suami, sementara gue tinggal dirumahnya).</div>
<div style="text-align: justify;">
Bella waktu itu baru tamat smp dan mau melanjutkan sekolah ke jenjang smu sementara gue masih kuliah tingkat skripsi tetapi sudah sambil bekerja. Dan sejak gue perhatikan kedatangannya, dalam hati gue berpikir, ini anak kampungan banget sih.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pokoknya masih polos-polos gitulah. Gue biasa-biasa aja pada permulaan melihat dia, walaupun yang gue perhatiin dari dia adalah bahwa dia mempunyai kulit yang cukup putih bersih dan tubuh yang padat walau tinggi badannya sangat tidak ideal. Tapi tetap menarik untuk dilihat pada umumnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dan berlalulah waktu tanpa terasa dirumah kakak gue ini dengan kehadiran penghuni baru ini. Selayaknya seorang adik, dia memanggil gue dengan sebutan kakak , tentunya. Si Bella ini tidurnya dengan keponakan gue yang masih SD. Dan karena jadwal sekolahnya masuk siang jadi kalau pulang kerja, gue menyempatkan diri untuk menjemput dia (karena tingkat skripsi jadi hanya kadang-kadang aja ke kampus)dan pulang bareng-bareng ke rumah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Oiya, ada beberapa waktu lamanya ketika ibu gue dari kampung juga sempat tinggal di rumah kakak gue untuk menemani adik gue ini beradaptasi dengan lingkungan yang baru dialaminya. Dan gue suka memperhatikan kalau bangun pagi, adik gue ini tidak langsung melakukan aktivitas tetapi dia menunggu dulu, ibu gue yang suka mengusap-usap telinganya sebagai ritual pagi yang harus dilakukan dan baru setelah itu dia akan bangun dan melakukan aktivitas dirumah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dan disitulah awal daripada semua cerita ini. Ketika saatnya ibu pulang ke kampung, kalau pagi-pagi gue bangun untuk siap-siap kerja, gue perhatikan adik gue ini belum bangun. Paling gue hanya masuk ke kamarnya dan lihat dia sudah buka mata tapi belum mau bangun (sementara kebiasaan keponakan gue yang tidur bersamanya adalah, kalau bangun pagi langsung pergi ke kamar ayah dan ibunya untuk dimanja-manja). Pertamanya sih, gue biasanya hanya bilang ke dia seperti ini misalnya:”Ayo bangun Bella, bantu-bantu sana di dapur…” Gue hanya ingetin dia supaya rajin karena kita hanya menumpang tinggal saja.</div>
<div style="text-align: justify;">
Tetapi entah kenapa, suatu pagi terlintas di benak, adik gue ini kasihan juga karena dia sebetulnya membutuhkan kasih sayang dari orang tua, setidaknya dari ibu yang biasanya mengelus-elus telinganya ketika dia terbangun dipagi hari. Dan pada pagi itulah setelah gue selesai mandi dan pergi ke kamarnya, gue rebahan disamping dia yang selalu posisi tidurnya dengan gaya tidur samping dan langsung mengelus-elus telinganya sambil mengatakan:”Kamu pasti kangen diginiin sama ibu ya…” si Bella membalikkan badannya dan hanya tersenyum senang saja. Lalu selanjutnya, beberapa hari ke depan, setiap pagi gue datang kekamarnya dan mengelus telinganya tanpa punya perasaan apa-apa.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hingga pada suatu pagi, gue masuk ke kamarnya dan seperti biasanya langsung mengelus-elus telinganya, ehhh, ketika dia membalikkan badannya, tangan gue yang tadinya berada di telinga terturun karena gerakan tubuhnya menjadi bersentuh dengan payudaranya. Entah kenapa, gue mengalami perasaan yang berbeda saat itu. Lain banget perasaannya. Ada sedikit mengalami ketegangan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ketegangan pada jantung yang tiba-tiba berdetak lebih cepat. Ketegangan pada nafas yang sedikit tertahan. Dan ketegangan pada penis gue yang tiba-tiba menjadi keras. (sebetulnya ga aneh kalau penis pria mengeras dipagi hari, karena itu memang sudah kodratnya, menurut ilmu kedokteran)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tapi yang gue rasa aneh adalah ketika gue sudah mulai menikmati semua ketegangan ini. Dan entah setan darimana yang sudah menunggu kesempatan ini untuk menjatuhkan iman gue, entah kenapa ketika adik gue telentang seperti biasanya kalau sudah mulai dielus telinganya, seharusnya gue memilih mengelus telinga yang terdekat dengan posisi gue disampingnya. Tapi kali ini, gue bersikap diluar kebiasaan, yaitu dengan mencari telinga yang justru disebelah kirinya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sudah pasti dapat ditebak, dengan posisi kita berdua sama-sama tidur, tentu saja ketika gue meraih telinga yang disebelah kiri, maka itu berarti gue harus menjulurkan jangkauan lebih jauh dan itu artinya bahwa lengan gue akan menindih payudaranya yang terliwati oleh tangan gue.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dan jujur, itulah sebetulnya yang gue sudah rencanakan dengan tiba-tiba pada pagi itu. Sementara gue mengelus telinganya, pada saat itu juga, lengan gue tergesek-gesek oleh payudaranya yang menyembul.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mungkin bisa dikatakan tidak terlalu montok, tetapi lumayanlah untuk merasakan bahwa itu adalah payudara perempuan yang sedang ranum-ranumnya berkembang. Tapi gilanya, itu adalah payudara adik gue sendiri! Adik tiri, tepatnya!</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kejadian pagi itu, menjadi berulang pada hari-hari selanjutnya. Kadang-kadang adik gue terlentang kalau dielus telinganya tapi sering juga dia hanya dalam posisi miring tidurnya, sehingga kalau demikian yang terjadi maka gue tidak bisa merasakan sentuhan dengan payudaranya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tetapi ada kebiasaan baru yang gue dapatkan kalau seandainya adik gue tidur pada posisi miring: maka karena tidak terlihat oleh dia, gue sambil tengkurap tidurnya, tangan memegang telinganya, tetapi badan gue gesek-gesekan ke kasur sambil membayangkan sedang bersenggama dengan wanita.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jujur, kalau sudah melakukan gesekan seperti itu, biasanya gue tidak akan berhenti menggesekan penis gue itu hingga akhirnya benar-benar orgasme.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mungkin sensasi yang gue dapatkan karena gue menyentuh telinga seorang wanita, meskipun itu adalah adik gue sendiri. Kejadian sejak saat itu akhirnya menjadi kenikmatan baru gue. Dan itu bertambah aneh rasanya, kalau gue sedang membonceng adik gue dimotor ketika jemput dia pulang ke rumah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam perjalanan, pasti ada saja situasi yang membuat payudaranya tersentuh dengan punggung gue, rasanya, badan gue langsung jadi tegang dan pikiran mendadak menjadi kotor, membayangkan hal yang tidak-tidak bersama adik gue ini. (dia kalau dibonceng tidak pernah pegangan dibagian tubuh gue)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tetapi semua itu hanyalah pikiran didalam hati yang masih jauh untuk dilaksanakan dalam kenyataan. Hingga pada suatu saat, gue lupa kapan tepatnya adik gue ini curhat, bahwa dia lagi dekat dengan seorang pria teman sekolahnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Entah kenapa, waktu mendengar cerita itu, gue pura-pura seneng tapi dalam hati seperti ada kata penolakan. Menolak kalau menerima kenyataan, adik gue akan berpacaran dengan seorang pria. Dan kenyataan selanjutnya, gue mencari tahu siapa cowo yang sedang dekat sama dia.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Waktu gue jemput dia pulang suatu saat (oiya, gue ga selamanya bisa jemput dia karena terkadang pulang dari kerja langsung ke kampus) gue tanya apakah ada cowo yang naksir dia, diantara murid-murid sekolah yang sedang kumpul didekatnya. Dan dia menunjukkan seorang cowo: tinggi, putih dan cakep (bukan ganteng loh) Lalu langsung timbul perasaan aneh lagi.</div>
<div style="text-align: justify;">
Sepertinya, perasaan ini adalah perasaan cemburu. Gue yakin banget. Itu adalah perasaan cemburu. Kalau itu memang perasaan cemburu, apakah ini berarti tanpa gue sadari, gue sudah mencintai adik gue sendiri? Atau sedikitnya, menyukai dia? Ada perasaan gue tidak mau kehilangan dia. Lalu apa yang harus gue lakukan? </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Seperti biasanya pada pagi selanjutnya, ritual memegang telinga dilakukan kembali. Tetapi pagi itu, tekad gue sudah bulat. Kali ini akan berbeda dari pagi-pagi sebelumnya. Ketika gue rebahan disampingnya, seperti biasanya dia tidur gaya menyamping.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dia tidak terlentang ketika gue mengelus telinganya, sehingga rencana yang sudah disusun sebelumnya berganti. Hanya sebentar gue mengelus telinganya, dan sebagai gantinya, jari tangan gue sekarang menekan-nekan bagian pundaknya, sambil seakan-akan sedang memijit dengan lembut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nafas gue langsung memburu dengan tindakan gue ini. Jantung serasa mau copot karena ini tindakan yang tidak biasa dilakukan pada adik gue ini. Pertama, dia hanya diam saja, tetapi lama-kelamaan dia sudah mulai menggelinjang dengan pijitan gue ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Gilanya, gue juga mendekatkan mulut gue ketelinganya dan bilang:”Enak ya ‘de…” dan dia hanya menjawab singkat:”Heeh…” Sebelum ponakan gue masuk kamar dan melihat kejadian yang diluar kebiasaan ini, gue langsung hentikan pijitan kecil ini dengan harapan besok akan dilanjutkan. Dan itulah yang terjadi kemudian, besok paginya, gue kembali datang ke kamarnya dan hanya sebentar untuk mengelus telinganya dan langsung memijit tubuhnya lagi dari samping.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tetapi kali ini, gue sudah lebih berani lagi untuk memijit langsung dengan memasukkan tangan gue kedalam kaosnya. Tentu saja dia menjadi kaget, karena tentunya berbeda kalau dipijit ada kaos yang menjadi penghalang dan dipijit tangan langsung ketemu dengan kulit.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tapi dengan sigap gue bisikkan, “Biar ga seret tangan gue memijitnya…”, Alasan yang masuk akal!!! Dan bertambah berdegup jantung ini waktu mijit dan kena bagian bra. Seakan-akan pengen langsung buka aja bra-nya biar sensasinya semakin gila.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jujur gue harus bilang, adik gue ini permukaan kulitnya, sangatlah mulus. Dan karena dia membelakangi gue dia tidak tahu sambil memijitnya, gue tengkurap dan menggesek-gesekkan penis gue ke kasur, hingga akhirnya gue orgasme seperti biasanya. Kalau sudah seperti itu, gue akan dengan cepat-cepat keluar kamar. Nafsu seakan langsung reda kalau sudah tertumpah sperma ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hingga pada suatu pagi, petualangan gue semakin bertambah derajatnya. Karena sudah terbiasa dengan memijit bagian punggung, gue sekarang sudah mulai pelan-pelan menyusuri bagian depan tubuhnya. Dengan posisi dia tidur tengkurap, itu pasti susah dijangkau.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tetapi dengan posisi tidur miring, maka segalanya menjadi mudah. Dan yang terjadi adalah, pelan-pelan gue memijit dia seperti biasanya, naik turun pundak-punggung-pinggang. Dan setelah cukup dirasa waktunya, gue mulai memijit bagian pinggang samping dan mulai naik ke ketiaknya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pertama-tama dia merasa kegelian, tetapi lama-kelamaan dia terbiasa juga dengan sentuhan gue ini. Dan ketika dia sudah terbiasa, tangan gue mulai merambah kebagian yang lainnya. Sudah mulai berani lagi maju kebagian depannya, yaitu kebagian perut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Berputar-putar memijit bagian perutnya (lebih tepatnya sih, seperti hanya mengelus saja) dan mulai berani naik kebagian yang lebih atas lagi, dan sudah bisa ditebak, tangan gue akan bertemu dengan payudaranya disana.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bayangkan, kalau sebelumnya, gue pernah merasakan bersentuhan dengan payudaranya, itu hanya sebatas sentuhan lengan saja dan dipisahkan dengan baju atau kaus yang melekat ditubuhnya, tetapi sekarang, jemari tangan seorang kakak akan dengan sengaja memulai petualangannya untuk menyentuh bagian payudara dari adiknya sendiri. Tepatnya, adik tirinya! Kebiasaan gue yang paling baik adalah, selalu sabar. Jangan terburu-buru. Gue akan melihat dulu bagaimana reaksi dari adik gue ini ketika tangan gue perlahan sudah mulai naik kebagian atas tubuhnya, yaitu kebagian payudaranya. Rasanya tidak masuk akal kalau dia tidak merasakan pergerakan tangan gue yang sudah mulai kelihatan aneh.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tetapi tidak masuk akal juga, kalau seorang wanita sudah membiarkan tangan laki-laki lain menjamahnya sudah semakin jauh, meskipun itu adalah kakaknya sendiri, lalu kemudian tiba-tiba menolaknya dengan drastis. Dan yang terjadi kemudian adalah, penolakan terjadi juga terhadap tangan ini dengan dikibaskannya dengan pelan tangan gue oleh adik gue dan kemudian dia mengambil posisi tengkurap, yang artinya, cukup sampai disini usahamu kakakku. Yang bisa gue lakukan hanya mengeluarkan tangan gue dari dalam kaosnya, dan kemudian kembali memijit punggungnya dari luar sebentar saja dan selanjutnya keluar dari kamar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Oiya, gue terkadang merasa bersyukur juga karena selama ini, kakak gue dan suaminya, apalagi keponakan gue yang masih kecil itu, tidak menaruh curiga dengan kegiatan gue tiap pagi di kamar dimana adik gue tidur, karena pasti mereka berpikir, gue adalah kakak yang baik, yang tidak mungkin berpikiran macam-macam. Tapi yang gue ingat pada pagi selanjutnya adalah, usaha untuk bisa melangkah lebih jauh tetap dengan gigih gue lakukan. Singkat cerita, jemari tangan gue dari posisi perut, sudah menunjukkan tanda-tanda akan segera naik kebagian atas. Dan anehnya, adik gue seperti tidak lagi perduli, entah dia menikmati juga pergerakan jemari gue yang mengusap tubuhnya dengan lembut, atau entah dia juga merasa tidak enak kalau melawan kehendak kakaknya yang sudah kebawa nafsu kotor ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hingga akhirnya, jemari tangan gue sudah mulai tiba dibagian payudaranya, tetapi tentu saja payudaranya tertutup dengan bra yang dikenakannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bagi gue itu tidak penting! Yang penting adalah, adik sudah mengetahui apa rencana gue terhadap dirinya dan menangkap sinyal yang telah gue berikan selama ini kenapa tiap pagi gue menjadi rajin masuk kedalam kamarnya, dan kalau dia sudah tidak menampik tangan gue, itu berarti dia sudah setuju untuk gue gerayangin seluruh tubuhnya tanpa syarat apapun juga.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Itulah yang terjadi, gue tidak berhenti menelan air liur gue ketika gue sudah mulai menjelajahi payudara sebelah kanannya. Meskipun tertutup bra, tetapi sensasinya sampai bikin gue pusing ketika gue meremasnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Gue tidak bisa melihat bagaimana reaksi wajah adik gue ketika gue menekan dengan lembut payudaranya karena dia berposisi tidur menyamping. Tapi gue bisa memastikan, tubuh gue seakan melayang dengan tindakan gue yang tidak senonoh ini. Apalagi ketika gue kemudian berpindah lagi untuk menekan payudaranya yang lain.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dari sentuhan lembut, pelan-pelan mulai agak meremas dengan keras dan itulah kali pertamanya gue mendengar suara adik gue yang mulai mendesah-desah. Sepertinya, gayung bersambut dengan positif dan ini menambah semangat gue untuk melakukan aksi nikmat selanjutnya. Logikanya, kalau dia tidak menikmati, atau hanya sekedar terpaksa, tidak mungkin dia akan mendesah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Karena mendesah bagi gue artinya adalah, dia menikmati semua sentuhan ini. Tidak puas hanya membelai dan meremas dengan bra menjadi pemisahnya, maka jemari tangan gue sudah mulai menyelusup masuk kedalam payudara yang sebelumnya tersembunyi itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ketika itu terjadi, wowww…rasanya, jantung gue sudah mau copot saja. (ini bukan kali pertama gue menyentuh payudara wanita, tetapi kalau itu adalah payudara adik sendiri, disinilah sensasi yang tak terkatakan dapat dirasakan) Pertamanya, dia agak menggelinjang ketika jemari gue menyentuh putingnya. Entah karena kaget atau mungkin karena kenikmatan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tapi yang pasti gue tidak akan membuang waktu lagi untuk segera menggesek-gesekan penis gue kekasur sambil terus mulai meremas-remas payudaranya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Semakin cepat gue menggesek penis dikasur, semakin kuat gue meremas payudaranya. Dan ketika tiba waktunya untuk orgasme, gue benar-benar menikmati semuanya itu dengan puas tetapi dengan masih sejuta penasaran yang lain yang seakan muncul: apakah hanya sejauh ini? Apakah gue cukup puas dengan masturbasi sendiri sambil menyentuh bagian tubuh dari adik sendiri? </div>
<div style="text-align: justify;">
Anehnya, ketika gue punya kesempatan menjemput dia pulang dari sekolah, sepanjang perjalanan pulang di motor, kita berdua seakan-akan pura-pura tidak tahu apa yang terjadi setiap paginya dengan hubungan kita berdua.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Justru yang dibicarakan oleh adikku itu adalah tentang cowo yang sedang terus mengejarnya. Dan setiap mendengar cerita itu, tiba-tiba saja muncul perasaan aneh didalam perasaan gue ini, yaitu perasaan nafsu birahi untuk bisa melakukan sesuatu yang lebih lagi terhadap adik gue ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dan itu memang terjadi pada suatu pagi selanjutnya. Kalau yang sudah-sudah, gue membiarkan dia dalam posisi tidur samping dan gue akan menggerayangi tubuhnya dengan puas tanpa kita berdua harus bertatapan muka (gue pikir-pikir, itu pasti cara teraman yang dilakukan adik gue supaya kita berdua tidak menjadi malu kalau sampai bertatapan muka ketika terjadinya perbuatan ini) tapi pagi itu, gue langsung menariknya dengan pelan agak tidur dengan posisi terlentang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Selanjutnya tanpa takut ataupun malu, gue langsung menindihnya dengan tubuh gue diatas tubuhnya dan langsung gue beraksi. Suasana pagi yang masih gelap tanpa adanya lampu sangat menunjang aksi seperti ini karena sesungguhnya, kita berdua tidak dengan jelas bisa saling memandang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Gue langsung mencium bagian lehernya dengan lembut sembari tangan gue langsung masuk kebagian tubuhnya. Sebenarnya rencana gue hanya sederhana, seperti yang sudah-sudah, gue harus orgasme karena menggesek-gesekan penis gue ini. Tapi kalau sebelumnya gue menggesekkan penis ini di kasur tapi kali ini gue harus gesekkan diatas bagian tubuh adik gue ini. Dan gue mencari posisi yang pas hanya untuk urusan penis yang diarahkan kebagian selangkangannya. Gue tidak butuh tangan masuk kedalam payudaranya tetapi cukup hanya meremas dari luar, tetapi yang penting, penis gue yang sudah menegang itu digesek-gesekan kebagian selangkangannya saja. Itu sudah menambah sensasi nikmatnya seks gue ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Selama perbuatan ini berlangsung, samar-samar gue melihat tampang adik gue seperti menutup matanya dengan terpaksa (mungkin untuk menghindari tatapan langsung dengan gue) tetapi dia tidak dapat menutupi mulutnya yang perlahan mendesah-desah menikmati gesekan penis gue diatas vaginanya yang tertutup oleh short yang dikenakannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Gue sangat puas dengan kejadian saat itu, karena sebetulnya secara terbuka, adik gue sudah memberikan tanda, bahwa dia tidak keberatan dengan aksi gue selama ini dan bahkan mungkin menikmatinya dengan sangat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dan itulah memang perangkap setan: kita tidak pernah puas dengan apa yang sudah didapatkan tetapi malah penasaran untuk mencoba ke jenjang yang lebih tinggi. Dan kesempatan untuk merasakan sesuatu yang lebih nikmat lagi datang pada gue dan adik. Itu bermula ketika kakak ipar gue harus tugas luar kota. Seperti biasanya, keponakan gue akan pindah tidur bersama ibunya dan itu berarti bahwa adik gue akan tidur sendiri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sepanjang hari gue sudah merencanakan untuk melakukan aksi yang lebih hebat lagi. Walaupun jujur, gue tidak berharap banyak kalau rencana dan aksi ini akan berlangsung mulus. Ketika malam tiba, jantung gue berdetak dengan cepat karena menanti kapan saatnya seluruh penghuni akan tertidur dengan lelap, khususnya kakak dan keponakan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sedikit-sedikit mata melihat kearah jarum jam sambil berpikir kapan waktu yang tepat. Mungkin karena saking tegangnya, malam itu entah kenapa, gue jatuh tertidur dengan lelapnya. Ketika bangun pagi, di otak langsung muncul harus kekamar adik.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tetapi ketika gue membuka gagang pintunya, ternyata terkunci dari dalam. Dan baru mengertilah gue selama ini, kalau pintu biasanya tidak terkunci, itu karena keponakan gue sudah bangun dan pindah kekamar orang tuanya. Sementara kali ini terkunci karena adik gue masih tidur.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tapi gue membaca kejadian ini sebagai petunjuk bahwa, bisa saja adik gue tidak mau memberikan kesempatan untuk gue agar bisa masuk kekamarnya dan itu artinya suatu tanda yang buruk bagi gue secara pribadi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Gue bertanya, apa iya adik gue memang tidak menginginkan kehadiran gue dikamarnya? Apa iya selama ini dia terpaksa menerima aksi bejat gue? Atau mungkin dia sudah sadar bahwa semua ini adalah tidak etis dan dosa? Sempat kacau perasaan ini sepanjang hari itu sambil menebak-nebak apa yang sebetulnya sedang terjadi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Terlebih pada pagi itu sampai gue berangkat ke kantor, gue tidak melihat adik keluar dari kamarnya. Sehingga pada malamnya, ketika pulang kantor dan juga tidak melihat adik di ruang tamu, ruang makan ataupun ruang TV, gue berpikir, lenyap sudah rencana-rencana jahat yang ada di otak yang akan dilakukan terhadap adik gue itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sehingga akhirnya, malam itu gue pergi tidur agak cepat dari biasanya. Tapi disitulah letak misterinya dosa: antara sadar dan tidak sadar, gue mendengar ada suara yang membangunkan gue dari tidur ditengah malam.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ketika gue membuka mata, adik gue sudah didepan gue sambil memohon:”Ka, temenin aku tidur donk…hujan keras dan petir, bikin aku ketakutan…” dan memang benar, diluar terdengar hujan keras, tapi tidak terdengar petirnya. Entah kenapa, yang ada dipikiran gue saat itu adalah, apakah kakak gue harus mengetahui gue tidur menemani adik tiri kita malam itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mungkin karena memang ada apa-apanya, gue takut kalau kakak gue tahu kejadian ini. Tentu saja gue dengan senang hati akan menemani dia tidur tapi kakak gue tidak boleh mengetahuinya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jadi yang gue lakukan adalah, suruh dia pergi kekamarnya duluan dan berjanji akan menyusul. Gue takut kalau nanti terdengar berisik kalau kita berdua berjalan bersama-sama.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mungkin sekitar setengah jam baru kemudian gue menyusul kekamarnya, dan tentu saja kali ini kamar tersebut tidak terkunci. Gue melihat dalam kegelapan adik gue tidak bereaksi dengan kedatangan gue ini, mungkin dia sudah kembali tertidur pulas atau mungkin, justru pura-pura tidur. Gue langsung mengambil posisi berbaring disebelahnya dan tentu saja kembali jantung berdegup dengan keras (saat ini saja ketika sedang kembali menuliskan pengalaman ini, jantung gue berdebar-debar, karena seakan-akan kejadian itu masih ada didepan mata) ketika rebah tidur disampingnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Gue sempat memejamkan mata tetapi itu hanya terjadi sebentar saja. Debaran jantung membuat gue tidak bisa menutup mata lama-lama. Dipikiran saat itu adalah, gilaaaaa….sekarang tidur disamping gue adalah wanita yang sudah menjadi korban pelampiasan seks yang tidak direncanakan dan selama ini gue sudah sangat bersyukur menikmati hanya dengan tangan gue yang meraba-raba bagian tubuhnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Disamping gue tidur wanita yang tadi malam gue punya rencana untuk mengajaknya berpetualang seks lebih jauh lagi tapi sepertinya waktu tidak berpihak padaku. Disamping gue telah berbaring, adik tiri gue sendiri. Perlahan gue mulai berganti posisi tidur dengan gaya menyamping sementara hujan masih terdengar dengan kerasnya, tetapi tetap belum terdengar suara petir seperti yang dikatakan adikku ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Gue melihat adikku ini hanya bahunya saja karena memang inilah gaya tidurnya. Masih jelas diingatan gue, adik gue ini suka tidur dengan kaos dan short. Itulah yang membuatnya tidak menggairahkan dan seksi karena tidak ada sesuatu yang tersingkap. Kalau saja dia memakai daster, pasti akan seksi banget melihatnya dia tidur.</div>
<div style="text-align: justify;">
Tapi semua itu tidak membuat pikiran kotor dari kemarin, luruh dengan sendirinya. Bisa satu ranjang dengan seorang wanita, siapapun itu orangnya, adalah anugrah dan menimbulkan sensasi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tapi cukup waktu lama untuk mengambil keputusan agar merapat mendekat kepada tubuhnya. Karena hal ini tetap harus diperhitungkan. Kalau pagi hari menyentuhnya itu karena ada alasan ritual memegang telinga pada awalnya tetapi pada malam ini, apa alasannya untuk menyentuhnya? Tetapi otak ini berlogika, tidak mungkin dia tidak tahu apa resikonya mengajak kakak tirinya ini tidur satu ranjang sepanjang malam ini kalau dia tidak mempertimbangkan apa yang sudah terjadi pada hari-hari sebelumnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Seharusnya, dia pasti sudah mengambil resiko dengan apa yang akan dibuat oleh kakaknya pada malam ini. Mungkin dia berpikir, lebih takut kepada setan ditengah malam ini daripada takut kepada kakak tirinya yang sudah jelas-jelas memiliki nafsu birahi kepada adiknya sendiri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dimulailah per jalanan yang menegangkan malam itu. Pertama, gue hanya menyentuh pinggangnya dengan tangan tanpa melakukan gerakan apa-apa. Ini hanya mau menguji, apakah dia mau menolak atau hanya berdiam saja. Sumpah, jantung gue memompa dengan keras karena harus mengalirkan darah dengan cepat ke penis yang mulai ereksi dan otak yang mulai tegang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Untuk sekian lama dia hanya berdiam diri saja. Apakah memang benar-benar sudah tertidur, atau pura-pura tidak perduli dengan tangan yang ada dipinggangnya? Ini membuat gue semakin tegang karena sudah akan menambah sentuhan ke jenjang yang lebih tinggi. Kali ini tangan gue mulai memegang lengan tangannya dan merapatkan tubuh semakin dekat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kemudian mulai memberikan kecupan ringan dibagian punggungnya yang terilindung oleh kaos yang digunakannya. Tidak ada reaksi untuk sekian saat. Dan itu semakin membuat gue berani untuk melakukan hal lainnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jemari tangan sekarang mulai turun kebawah dan mengelus paha sampingnya sambil mulai meremas pantatnya, sesuatu yang belum pernah gue lakukan sebelumnya. Terus kecupan-kecupan singkat dilayangkan dibagian punggungnya sambil tangan terus menggerayangi bagian pahanya. Sesudah dirasa cukup waktunya, akhirnya gue menarik pelan tubuhnya yang menyamping itu agar menjadi posisi terlentang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Gue menghindari untuk melihat wajahnya secara langsung meskipun kamar dalam keadaan gelap jadi yang gue lakukan adalah langsung membenamkan kepala kebagian bawah tubuhnya, tepatnya dibagian paha kebawah, sembari terus memberikan kecupan-kecupan kering (maksudnya tidak pake lidah ciumnya) sudah pasti dia kegelian karenanya tapi gue masih tidak pasti apakah dia kegelian dalam tidurnya atau memang sudah terjaga dari tadi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Itu tidak penting untuk mengetahuinya, yang penting adalah sejauh ini adik gue tidak mengadakan penolakan terhadap aksi gue itu. Dan selanjutnya gue sudah mulai berani merangsek kebagian atas. Gue tetap menciumi seluruh bagian tubuhnya yang tertutup short dan kaos.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tapi ciuman itu tidak mengurangi sensasi yang gue rasakan dan tentunya yang dirasakan olehnya. Apalagi ketika gue sudah tiba dibagian payudaranya, gue menggigit dengan pelan, meski tertutup kaos dan bra, tapi dia bisa merasakan sentuhan kecil ini karena sementara tangan gue juga menelusuri bagian selangkangannya dengan jemari gue ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ada suatu saat ketika gue menekan shortnya dibagian yang gue rasa itu adalah posisi vaginanya berada, dan yang terjadi adalah, desahan pelan yang membuat gue semakin berani. Tapi tetap gue belum bertatapan langsung dengan matanya karena gue sibuk membenamkan kepala gue diantara dua payudaranya. Gue tetap takut untuk melihat dia secara langsung.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Badan gue ini saja masih belum berani untuk menindihnya seperti pagi-pagi sebelumnya. Gue bener-bener mau semua berlangsung dengan lembut dan menggairahkan dirinya untuk menikmati sentuhan selanjutnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dan setelah berlangsung cukup lama foreplay tersebut, gue mulai menaikkan kepala gue untuk langsung pergi kearah lehernya. Tetap gue hanya melihat secara sejenak bagaimana adik gue memeramkan matanya dan gue menikmati hal tersebut, karena kita berdua seakan-akan secara tidak langsung mengatakan: ini bukan hubungan adik dan kakak.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ini bukan hubungan terlarang. Ini hubungan yang saling memberi kenikmatan satu kepada yang lainnya. Dimulailah penjelajahan terhadap lehernya. Dia menggelinjang setiap gue mengecup dia dengan kecupan basah (ini baru pake lidah gue) dan sementara tangan gue tetap menjelajah bagian tubuh lainnya, karena sekarang sudah naik ke payudaranya (gue menghindari menekan terlalu lama bagian vaginanya karena takut nanti dia sudah kehilangan sensivitasnya). </div>
<div style="text-align: justify;">
Tentu saja tangan gue tidak mau berlama-lama dipisahkan dengan kaos dan bra, sehingga jemari langsung menyelusup masuk ke bagian dalam kaosnya (dan gue menghindari tergesa-gesa untuk membuka kaosnya, sampai merasa yakin banget dia sudah terlena dengan sentuhan gue) jemari gue langsung mengangkat keatas bra dan langsung meremas payudaranya dengan lembut sementara bibir sudah mulai naik kebagian bibir adik gue.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sebelumnya gue tidak pernah mencium adik gue ini tetapi kali ini, ketika nafsu setan semakin membahana, tidak sempurna kalau gue tidak mulai melumat bibir dan lidah yang ada didalamnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tentu saja gue memulai dengan mencium pipinya, terkadang tiba-tiba turun ke leher, ke dagunya dan kemudian ke bagian bawah telinganya lalu baru ke bibirnya. Dan adik gue tetap dalam keadaaan tertutup mata sembari sesekali mendengar desahannya yang membuat gue semakin birahi. Tiba untuk sekarang mengeksplorasi bagian bibirnya: dengan tangan gue pegang pipinya dan mulai mencium bibirnya, merangsek masuk lidah gue untuk menyentuh bibirnya tetapi entah kenapa dia tidak membiarkan bibirnya terbuka.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tidak kehilangan akal, tangan gue berpindah kearah bagian short bawahnya dan menekan bagian vaginanya dengan lembut. Ketika dia mengerang dengan sentuhan tersebut, baru kemudian gue melihat ada celah bibirnya yang terbuka dan langsung gue masukkan lidah gue kedalamnya. Sungguh, adik gue ini belum pengalaman untuk berciuman.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bayangkan dia hanya membuka bibirnya tetapi giginya tetap tertutup dengan rapat sehingga gue tidak bisa untuk menjangkau lidahnya. Ini membuat gue semakin gemas dan penasaran, sehiingga akhirnya kalau tadi gue dalam keadaan disamping tubuhnya sekarang gue meletakkan tubuh gue keatas tubuhnya dan mencari posisi yang pas untuk meletakkan posisi penis gue yang mengeras itu agar bisa diletakkan diatas vaginanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Gue gerakkan pahanya agar sedikit terbuka sehingga selangkangannya terbuka agak lebar dan pada saat itulah posisi penis gue taruh tepat diatas vaginanya. Mungkin tidak tepat sekali, tapi itu cukup untuk membuat adik gue semakin bergairah dengan sentuhan gesekkan penis gue disekitar vaginanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dan itulah kesempatan ketika gue membisikkan kata:”Buka mulut kamu ‘de…” antara sadar dan tidak dia melakukannya, maka lengkaplah sudah lidah gue mengulum lidahnya dengan leluasa.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kadang menggigit bibirnya dengan lembut, kadang menari-narikan lidah itu kebagian dalam mulutnya, mengulum lidahnya, dan juga sembari penis dibawah tetap digesek-gesekan dengan irama tertentu yang membuat bukan hanya dia mengerang tetapi gue juga dibuatnya mabuk kepayang. Tetapi permainan belum lagi dimulai, ini semua baru pemanasan. Karena ketika gue melihat adik gue mulai terbang dengan serangan atas dan bawah, mulai gue menarik kaosnya pelan-pelan keatas untuk membukanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tidak sulit untuk melakukan semua itu kalau wanita sudah hampir setengah sadar dibuat seperti ini. Malahan dengan jelas tangannya turut membantu untuk membuka kaosnya. Itulah yang membuat gue bertambah berani. Pokoknya, yang terjadi, terjadilah. Ditengah malam yang gelap dengan suasana hujan yang turun, kegairahan gue semakin menjadi-jadi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Gelapnya malam tidak dapat menyembunyikan putihnya tubuh dari adik gue ini, meski bra masih melekat diatas payudaranya. Gue mulai menciumi sekujur tubuhnya meski bra menjadi penghalang gue untuk menjilat putingnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Desahan dan desahan terdengar tidak putusnya dan saat itulah yang tepat untuk melucuti branya yang terkancing di bagian punggungnya dan mencampakkannya dibawah ranjang. Ohhh… ketika bagian tubuh atas telah dilucuti, hanya tinggal menunggu waktu untuk bisa melepaskan semua penutup tubuhnya. Dan langkah pertama adalah melucuti kaos gue sendiri dengan cepat dan segera merapatkan tubuh gue ke atas tubuhnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Biar dia merasakan sensasi kulit kita yang bertemu satu dengan yang lainnya. Sementara gue dengan perlahan tanpa disadarinya sudah juga membuka bagian celana gue beserta cd-nya sekaligus. Dalam keadaan telanjang bugil, nafsu untuk menggauli adik sendiri semakin menjadi-jadi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bayangkan, hanya dengan menjilat putingnya, lalu tiba-tiba naik ke bibirnya, sementara tangan langsung meremas-remas payudaranya, desahan kecilnya, lama kelamaan menjadi keras dan mirip seperti sebuah erangan merintih.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kencan dengan tidak menggunakan suara memang tidak mengenakkan tapi gue memang sudah memasang taktik untuk tidak menggunakan suara supaya dia tidak mendengar suara kakaknya dan membangunkan dia dari ketidaksadarannya itu bahwa dia sedang digarap oleh kakaknya sendiri. Yang gue lakukan hanya membalas erangannya dengan erangan gue sendiri supaya dia juga terangsang mendengar suara gue yang merintih-rintih kenikmatan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tiba saatnya ketika gue harus mengerahkan daya upaya agar bisa melucuti short dan cd yang dikenakan oleh adik gue ini. Ini bukan pekerjaan sulit (gue sudah sering melakukannya pada wanita-wanita lain sebelumnya) gue hanya cukup dengan sabar membuat dia menggelinjang kenikmatan dengan sentuhan gue dan saatnya tiba ketika gue tidak langsung membuka celananya tetapi justru menyelusupkan jemari gue masuk kedalam cd-nya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Gue hanya meletakkan jari gue diatas cdnya dan merasa pasti diatas vaginanya gue menekan dengan lembut, yang terjadi sungguh sangat diharapkan, adik gue langsung memegang tangan gue dan menahannya disana. Ini adalah sinyal positif: saatnya untuk segera membuka shortnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dan itu gue lakukan dengan mudah sekali, karena adik gue juga dengan cepat turut membantu membuka celana yang dikenakannya. Tetapi gue tetap tidak mau terburu-buru untuk membuka cd-nya. Melihat adik gue sudah telanjang, dengan kemulusan yang tidak terkata, itu sudah sangat menggairahkan buat gue. Tapi gue akan membuat bagaimana supaya dia juga menginginkan permainan malam itu. Maka langkah selanjutnya adalah, gue menaruh tubuh gue diatasnya dengan terlebih dulu melebarkan selangkangannya, dan menjepitkan penis gue diantara kedua pahanya dengan vagina yang masih terbungkus dengan cd yang dikenakannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Lalu kembali tangan gue menyusuri seluruh tubuhnya yang sudah nyaris telanjang sembari mulut gue kembali menciumi leher, bawah telinga, bibir dan kemudian mengulum putingnya yang mulai mengeras tetapi yang sebetulnya membuat dia terlena adalah karena pada saat bersamaan, dibagian bawah selangkangannya, penis gue naik turun diatas permukaan cd-nya yang menutupi vaginanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Gue terus menggesek-gesek penis gue naik turun diantara selangkangannya, sambil mendengar desahan nafsu yang tertahan dari adik gue. Tapi sekian menit gue tunggu, dia tidak juga menurunkan tangannya kebawah untuk menekan badan gue lebih dalam dan itu bisa saja terjadi karena dia masih sungkan sebagai adik yang meminta jatah kepada kakaknya walaupun dia sudah sangat menginginkannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Maka yang gue lakukan supaya permainan ini menjadi lebih menarik adalah, gue turunkan setengah posisi cd yang dikenakannya dan memasukkan penis gue kedalamnya. Gue sangat mengetahui bahwa itu tidak akan menembus vaginanya, karena posisinya tidak sangat tepat, tapi memang itu gue sengaja supaya dia merasakan nikmat yang setengah saja dan membuatnya penasaran untuk merasakan lebih jauh lagi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dan taktik itu berhasil dengan suksesnya. Setelah gue menggesek-gesekkan penis gue diantara jembut tipisnya, dia mulai merintih dengan menggoncang-goncangkan tubuhnya secara perlahan, ke kiri kekanan dan berputar-putar. Sangat erotis! Tidak pernah terbayangkan, adik gue yang masih kelas 1 SMU melakukan hal ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Seks itu memang naluri. Tidak perlu diajarkan sebelumnya tetapi ketika gairah itu muncul, maka orang bisa melakukan sesuatu yang mungkin tidak pernah direncanakan sebelumnya. Dan goyangan dia semakin membuat gue belingsatan, terlebih ketika merasakan ada cairan-cairan disekitar jembutnya itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tentu saja dia menggoyang karena dia sedang mencari posisi yang pas agar penis gue bisa masuk kedalam vaginanya. Itu naluri untuk mencari kenikmatan yang lebih! Tapi tidak akan pernah bisa masuk penis gue kedalamnya kalau cd-nya belum terbuka semuanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dan memang rencana gue adalah, ketika gue membuka sebagian dari cd-nya, gue mau dia yang melakukan pekerjaan sisanya. Gue mau membuat dia merasakan bahwa dia juga menginginkan kejadian malam itu. Dan memang itulah yang terjadi kemudian.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan reflex yang cepat karena mungkin setelah sekian lama bergoyang dan menggelinjang tetapi belum merasakan penis gue masuk kedalam vaginanya, tiba-tiba saja dia memelorotkan celana dalamnya kebawah dan langsung menekan pantat gue dari belakang dengan kedua tangannya. Sabar…kembali gue harus bersabar…! Gue yakin meskipun terlihat sudah mulai liar adik gue ini tapi sesungguhnya gue percaya dia masih perawan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Gue pasti adalah orang pertama yang akan memerawani dia malam itu tapi gue mau melakukan semua itu dengan lembut dan berkesan. Dan tidak grasak grusuk seperti maunya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Gue tidak mau dia trauma dengan kejadian pertama. Oleh karenanya, gue tetap menahan pantat gue untuk tidak terdorong dengan tekanan tangannya yang keras.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dia tentu saja belum berpengalaman sehingga tidak mengetahui apa yang akan terjadi kalau gue langsung mencobloskan penis gue kedalam vaginanya. Yang gue butuhkan adalah kesabaran dan kelembutan dalam bercinta. Dan caranya adalah gue membisikkan kalimat:”Sabar ya, ‘de…” Kalimat pertama yang terdengar dari gue sekali lagi, selain suara erangan-erangan sebelumnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Gue ingin memastikan bahwa dia sudah basah, bahkan becek dengan cairan pelumas disekitar vaginanya. Ini adalah pengalaman pertamanya. Dan gue harus meyakininya bahwa malam pertama ini akan sungguh sangat berkesan dengan kenikmatan yang tak terkata.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Oleh karenanya, mulailah gue kembali menggesekkan penis gue diatas permukaan vaginanya, sambil sesekali mencoba untuk memasukkan penis gue dengan lembut. Yang terjadi adalah, dia mengerang kesakitan, dan itu pertanda bahaya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Karena kalau sampai dia merasakan sakit lebih besar daripada nikmatnya, maka otomatis, cairan pelumasnya akan berhenti keluar dan akan menyebabkan vagina yang kering dan susah untuk dimasuki. Jadi yang gue kerjakan adalah mengeluarkan segenap kemampuan untuk terus membuatnya terangsang dengan lidah, tangan dan penis yang menjelajahi seluruh tubuhnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Semakin dia terangsang, semakin basah dan becek disekitar vaginanya, dan itulah saat yang tepat untuk sekali-sekali menghunjamkan penis gue kedalam vaginanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pertama-pertamanya agak sulit untuk menembus keperawanan dari adik gue ini tetapi dengan kesabaran gue melakukan semua ini dengan segenap hati. Seperti misalnya, kalau gue anggap perlu, gue turunkan kepala gue kedaerah selangkangannya dan kemudian tanpa ragu menjilat vaginanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jujur, gue sebetulnya jijik melakukan hal ini tapi demi membuat agar dia terus terangsang, dengan senang hati gue melakukan pengorbanan ini. Cukup lama untuk bisa menembus hutan belantara keperawanan adik gue ini, tetapi dengan rangsangan bertubi-tubi yang sudah dipersiapkan, yang mulanya masih didepan, sekarang perlahan-lahan ****** gue sudah mulai menancap masuk kedalam.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dan nikmat yang gue rasakan bukan karena penis yang sudah menembus vaginanya tetapi justru karena erangannya yang merintih dan gelinjangan tubuhnya yang erotis. Dari pengalaman sudah diketahui bahwa tidak pernah penis bisa menikmati vagina dengan indahnya pada pertemuan pertama.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Yang penting, selama hantaman penis ke vagina adik gue itu tidak membuatnya sakit yang parah sehingga membuatnya trauma untuk bersenggama lagi, bagi gue itu sudah cukup berhasil. Dan malam itu berakhir dengan tumpahan sperma gue disekitar perutnya tanpa merasakan kenikmatan yang dahsyat seperti kalau gue bersetubuh dengan wanita lainnya yang berpengalaman.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ada yang aneh ketika gue harus mengakhiri permainan malam itu. Gue merasa aneh harus menyeka sperma diatas tubuhnya dengan kaos gue dan harus membisikkan:”Pake bajumu ya ‘de…” dan kemudian gue dengan berjinjit keluar dari kamarnya malam itu dengan perasaan berdosa. Tapi dosa ternyata menyebar dengan cepat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Besoknya, dengan sengaja gue tidak menjemput adik gue pulang walaupun sebetulnya ada kesempatan. Gue tidak menginginkan bertemu dengan dia tapi tidak mengetahui apa yang harus dibicarakan. Gua hanya mau bertemu dengan dia dengan menggunakan bahasa tubuh saja.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dan itu artinya, pada malam berikutnya, mumpung adik gue masih tidur sendiri, tunggu hingga jam satu pagi, baru gue berani memberanikan diri untuk menyelinap ke kamarnya dengan keyakinan, kali ini hanya pintu kamarlah yang menjadi tanda diantara kita berdua.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kalau dia tidak menguncinya, itu berarti dia memang menginginkan kedatangan kakaknya di tengah malam untuk mengulangi hal yang pasti dianggapnya luar biasa tadi malam. Tapi kalau dia mengunci kamarnya, itu berarti, kejadian tadi malam hanyalah kecelakaan semata.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tentu saja sangat menegangkan untuk mengetahui apakah pintu terbuka atau terkunci. Tetapi yang pasti, ketegangan itu sudah sangat berkurang drastis karena gue sebelumnya malam itu sudah bermasturbasi dengan suksesnya sebelum mengendap-endap menuju kamar adik gue.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dan ketika gue membuka gagang pintu dan mendorongnya, ternyata pintu bergerak kedalam, dan itu artinya…..jantung gue kini bergemuruh dengan hebat! Masih belum bisa menerima kenyataan bahwa ternyata adik gue sengaja tidak mengunci pintu kamarnya yang artinya, dia memang sedang menunggu kakaknya yang cabul ini masuk kedalam kamar dan akan melanjutkan permainanan malam sebelumnya yang belum mendapatkan nikmatnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mungkin karena terlalu lama menunggu, adik gue memang sepertinya benar-benar tertidur. Ini terlihat dari posisi tidurnya yang terlentang. Dalam keadaan seperti ini, gue tidak mau membuang-buang waktu lagi. Gue yakin sekarang bukan saatnya lagi untuk foreplay dengan durasi yang lama. Gue dengan polosnya langsung membuka seluruh baju gue dan celana beserta cd-nya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Gue merasa yakin, kali ini adalah permainan seks yang memang bergayung sambut. Jangan membuang waktu lama untuk hal-hal yang sudah dilakukan tadi malam. Sekarang hanya melanjutkan saja apa yang telah terjadi pada malam sebelumnya. Yang dilakukan adalah, dengan tubuh telanjang, langsung tidur disamping adik gue dan langsung pelan-pelan menurunkan shortnya. Ada sedikit pergerakan darinya, tetapi seperti antara sadar dan tidak sadar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah shortnya dilucuti, jemari gue menekan bagian vagina yang ditutupi cd-nya. Ada sedikit gerekan menggelinjang. Dan kini tiba saatnya untuk untuk menciumi lehernya yang tak terlindung sembari naik perlahan kearah bibirnya. Tidak ada perlawanan. Malah sepertinya ketika bibir gue tiba di bibirnya, dia sudah membuka bibirnya dengan otomatis menjulurkan lidahnya. Tunggu apa lagi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Langsung melumat bibirnya sembari tangan kembali meremas payudaranya yang tertutup kaos. Tidak sabar lagi, gue langsung menindih tubuhnya dengan tubuhku dan seperti biasanya meletakkan posisi penis tepat diatas vaginanya sambil menggesekkannya meski tertutup cd-nya. Gue suka dengan gaya yang bikin penasaran ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Karena kemudian adik gue akan mulai menggoyangkan dengan pelan tubuhnya dan tanpa membuang waktu gue langsung membuka kaos dan bra-nya. Gue sudah telanjang bulat dari pertamanya tapi dia masih tersisa cd dan tugas gue selanjutnya adalah memastikan bahwa dia akan benar-benar basah hingga becek sehingga penelusuran lubang vagina oleh penis gue akan berjalan lebih nikmat dari pada malam sebelumnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dan seperti taktik gue sebelumnya, gue tidak akan pernah mau membuka cd wanita sebelum dia memang menginginkan untuk dilucuti, bahkan lebih bagus lagi kalau dia sendiri yang melucuti.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jadi yang gue lakukan adalah menggerayangi tubuhnya dengan lidah basah sembari tangan terus meremas-remas payudaranya. Memastikan bahwa kedua puting payudaranya menjadi keras adalah pekerjaan susah. Padahal menurut pengalaman, disitulah letak seorang wanita benar-benar birahi. Terkadang kita sentuh bagian kiri, mengeras tapi bagian kanannya tidak dan begitu sebaliknya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Gue tidak mau menggarap seorang wanita sebelum dia betul-betul menginginkannya. Dan ketika semua sudah berjalan dengan sesuai rencana. Maka gue membisikkan kalimat:”Kita harus pindah ke lantai, ‘de…” Sebetulnya ini adalah permintaan yang beresiko, karena alam bawah sadarnya kembali terjaga sehingga dia bisa saja menolak pindah. Tapi gue memang benar-benar sudah memperhitungkan segala sesuatu dengan cermat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Gue tidak mau lagi hebat-hebatnya bergoyang dan terganggu oleh karena bunyi derit tempat tidur yang bisa membangunkan kakak dan keponakan gue. Langsung gue melemparkan selimut dan bantal kebawah lantai dan menariknya turun kebawah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dia hanya menurut saja dan itu adalah anugrah. Sehingga dengan beralaskan selimut saja, walaupun kerasnya lantai tidak mengurangi semangat kita berdua untuk memulai petualangan yang lebih hebat dari sebelumnya. Dan itulah yang terjadi: gue langsung kembali mencium bibir dan melumat lidahnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Menindihnya dengan tubuh gue yang langsung menyelipkan ****** diantara kedua pahanya. Menggesekkannya dengan lembut sembari tangan memainkan payudara beserta putingnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam hati gue bersyukur juga, menikmati tubuh mulus adik gue ini seperti suatu mukjizat. Mana pernah ada pengalaman bisa mengadakan hubungan seks dengan keluarga sendiri, meskipun itu hanyalah adik tiri. Sepertinya takut dosa sudah tidak ada lagi. Yang ada hanyalah nafsu yang membara untuk menggarap tubuhnya ini dengan tekad untuk memberikannya kepuasan yang tidak terkira.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mungkin karena sebelumnya sudah masturbasi, sehingga permainan gue agak sedikit lembut dan penis berdiri tidak begitu kencang. Dan ini sangat menguntungkan gue karena gue jadi bisa mengendalikan permainan. Yang terjadi adalah, adik gue memburu dengan sedikit malu-malu sementara gue seperti berkesan jual mahal.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tapi sampai kapan ini akan bertahan? Ketika tiba saatnya ketika gue mulai melucuti perlahan cd adik gue ini kebawah, nafsu birahi gue seakan tiba-tiba muncul. Entah kenapa gue bertindak liar dengan menarik cd itu dengan gigi gue kebawah dan kemudian langsung mengarahkan lidah gue kearah vagina adik gue.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Gue hanya menciumnya sesaat, karena memang bukan ciri gue untuk menjilat vagina wanita, gue hanya mau memastikan bahwa vaginanya cukup pelumas untuk segera ditancapkan penis gue kedalamnya. Tapi itulah gue, selalu membuat wanita penasaran.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Gue tetap hanya menyenderkan penis gue keatas vaginanya tanpa bermaksud memasukkannya sementara gue pura-pura sibuk untuk mengulum bibir dan lidahnya sambil mendekap tubuhnya dengan kedua tangan gue. </div>
<div style="text-align: justify;">
Justru adik guelah yang sibuk menggoyangkan tubuhnya supaya ****** gue bisa menghujam kemaluannya. Dan gue tidak membiarkan dia berlama-lama melakukan itu karena gue kemudian berbisik kepadanya:”Kamu mau ‘de..” dengan tenangnya gue bertanya. Seperti tersekat ditenggorakan jawabannya:”Terserah kakak…” </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Inilah saatnya gue menunjukkan kepada adik tirinya, siapa gue sebenarnya. Dengan sigap gue sekarang memegang ****** gue dengan jari gue dan mulai membelai-belai permukaan vaginanya dengan penis gue. Itu sangat membuat wanita manapun akan bergairah untuk mengeluarkan lebih banyak lagi pelumas cairannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dan erangan yang keluar dari adik gue semakin membuat gue semangat untuk terus menggesek-gesekan ****** gue di atas permukaan vaginanya. Ketika dirasa cukup licin, mulai pelan-pelan gue dorong ****** ini dengan tangan gue masuk kedalam vaginanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Itu cukup untuk membuat tubuh adik gue terdorong kebelakang karena mungkin sakit dan nikmatnya bergabung menjadi satu. Kalau sudah begitu gue akan menarik kembali keluar ****** gue dan kemudian memasukkannya kembali perlahan. Kembali tubuh adik gue terdorong kebelakang tetapi sekarang sudah tidak sekeras sebelumnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam hati gue, ini harus menjadi lebih baik dari pada malam sebelumnya. Lalu secara konstan, gue mulai memasuk-keluarkan ****** gue kedalam setengah lubang vaginanya, hanya untuk memancing agar cairan pelumasnya terus keluar dengan lancar. Itulah yang terjadi beberapa saat kemudian, ketika gue mulai merasakan bahwa lubang ini sudah mulai lancar untuk terus dipompa keluar masuk ****** gue.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Akhirnya gue melepas jari gue dari ****** dan membiarkan ****** gue mencari sendiri jalan masuk lobang kedalam vagina adik gue dan sekarang saatnya tangan gue akan memindahkan sentuhannya ke payudara adik gue. Sambil memeras payudaranya, gue secara perlahan menggenjot pantat gue naik turun membenamkan ****** gue kedalam memeknya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bisa dipastikan terjadi erangan yang lebih hebat dari sebelumnya keluar dari mulut adik gue, tetapi dengan sigap gue tutup kepalanya dengan bantal agar erangannya tidak terdengar. Dari yang pertamanya masih seret, tetapi lama kelamaan sudah mulai lancar masuk keluarnya ****** gue didalam memek adik gue ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
Ini tentu saja akan membuat gue untuk terus menuntunnya kepermainan yang lebih nikmat lagi. Dan dimulailah gue mengangkat satu kakinya untuk disilangkan dan gue juga menyilangkan kaki gue untuk mengajarkan padanya ******* dengan gaya bintang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Gue suka banget gaya ini dan gue mau adik gue merasakannya juga. Gue merasa gaya ini betul-betul bisa menjebloskan seluruh ****** kita kedalam memek wanita yang kita garap. Adik gue hanya menurut saja permintaaan gue dengan tatapan yang aneh. Gue tetap risih melihata tatapannya tapi selama dia masih bersedia untuk digarap, gue tidak perduli.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Maka selanjutnya yang terjadi adalah, gue mengocok seluruh tubuh gue dengan gaya bintang kedalam memeknya. Tentu saja kali ini dia bukan lagi mengerang dibuatnya tetapi sudah sedikit berteriak. Gue terganggu dengan teriakannya sehingga gue menurunkan tempo goyangannya tetapi yang terjadi justru dia yang mengocoknya dari bawah sembari menutup sendiri mulutnya dengan kedua tangannya supaya teriakan yang keluar tidak terdengar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Gila, gue bener-bener horny sekarang kalau membayangkan apa yang terjadi pada waktu itu. Permainan dengan seorang perawan selalu mengejutkan pada kali yang kedua. Tetapi yang lebih mengejutkan disini adalah gue memerawani adik gue sendiri. Gilanya kita bisa bersetubuh hingga berjam-jam malam itu, hingga dia bertanya, apakah semua cowo seperti ini kuatnya. Gue hanya tersenyum tanpa memberitahu bahwa rahasianya adalah gue sudah masturbasi sebelumnya, makanya tidak muncrat-muncrat pada malam itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Itu ternyata sangat berkesan didalam dirinya, sehingga kemudian, diwaktu-waktu selanjutnya setiap ada kesempatan yang memungkinkan kita berdua melakukan perbuatan bejat ini tanpa ragu-ragu lagi. Bahkan pernah, ketika kita berdua mengikuti camping bersama disuatu tempat, pada siang hari kita ******* di dalam tenda tanpa ada yang mengetahui. Siapa yang mau curiga, kalau mereka tahu si Bella adalah adikku sendiri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Seorang adik tiri yang akhirnya menjadi gila seks karena diajarkan berbuat nafsu bejat itu oleh kakaknya sendiri yang berawal dari sentuhan di telinga. </div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1918422191489806551.post-58287517795837515252012-08-06T03:24:00.001-07:002012-08-06T03:24:26.171-07:00Cerita sex Papa Tiriku Merenggut kegadisanku<br />
<div style="text-align: justify;">
Cerita ini berawal dari kenakalan papa tiri dan kepasrahan diriku. Perkenalkan namaku Vina, usiaku 16 tahun. Aku sekarang duduk di kelas II SMU di Medan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Suatu hari aku mendapat pengalaman yang tentunya baru untuk gadis seukuranku. Oya, aku gadis keturunan Cina dan Pakistan. Sehingga wajar saja kulitku terlihat putih bersih dan satu lagi, ditaburi dengan bulu-bulu halus di sekujur tubuh yang tentu saja sangat disukai lelaki. Kata teman-teman, aku ini cantik lho.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Memang siang ini cuacanya cukup panas, satu persatu pakaian yang menempel di tubuhku kulepas. Kuakui, kendati masih ABG tetapi aku memiliki tubuh yang lumayan montok. Bila melihat lekuk-lekuk tubuh ini tentu saja mengundang jakun pria manapun untuk tersedak. Dengan rambut kemerah-merahan dan tinggi 167 cm, aku tampak dewasa. Sekilas, siapapun mungkin tidak percaya kalau akuadalah seorang pelajar. Apalagi bila memakai pakaian casual kegemaranku. Mungkin karena pertumbuhan yang begitu cepat atau memang sudah keturunan, entahlah. Tetapi yang jelas cukup mempesona, wajah oval dengan leher jenjang, uh.. entahlah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pagi tadi sebelum berangkat ke sekolah, seperti biasanya aku berpamitan dengan kedua orangtuaku. Cium pipi kiri dan kanan adalah rutinitas dan menjadi tradisi di keluarga ini. Tetapi yang menjadi perhatianku siang ini adalah ciuman Papa. Seusai sarapan pagi, ketika Mama beranjak menuju dapur, aku terlebih dahulu mencium pipi Papa. Papa Robi (begitu namanya) bukan mencium pipiku saja, tetapi bibirku juga. Seketika itu, aku sempat terpaku sejenak. Entah karena terkejut untuk menolak atau menerima perlakukan itu, aku sendiri tidak tahu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Papa Robi sudah setahun ini menjadi Papa tiriku. Sebelumnya, Mama sempat menjanda tiga tahun. Karena aku dan kedua adikku masih butuh seorang ayah, Mama akhirnya menikah lagi. Papa Robi memang termasuk pria tampan. Usianya pun baru 38 tahun. Teman-teman sekolahku banyak yang cerita kalau aku bersukur punya Papa Robi.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Salam ya sama Papa kamu.." ledek teman-temanku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku sendiri sebenarnya sedikit grogi kalau berdua dengan Papa. Tetapi dengan kasih sayang dan pengertian layaknya seorang teman, Papa pandai mengambil hatiku. Hingga akhirnya aku sangat akrab dengan Papa, bahkan terkadang kelewat manja. Tetapi Mama tidak pernah protes, malah dia tampak bahagia melihat keakraban kami.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tetapi ciuman Papa tadi pagi sungguh diluar dugaanku. Aku memang terkadang sering melendot sama Papa atau duduk sangat dekat ketika menonton TV. Tetapi ciumannya itu lho. Aku masih ingat ketika bibir Papa menyentuh bibir tipisku. Walau hanya sekejab, tetapi cukup membuat bulu kudukku merinding bila membayangkannya. Mungkin karena aku belum pernah memiliki pengalaman dicium lawan jenis, sehingga aku begitu terkesima.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Ah, mungkin Papa nggak sengaja.." pikirku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Esok paginya seusai sarapan, aku mencoba untuk melupakan kejadian kemarin. Tetapi ketika aku memberikan ciuman ke Mama, Papa beranjak dari tempat duduknya dan menuju kamar. Mau tidak mau kuikuti Papa ke kamar. Aku pun segera berjinjit untuk mencium pipi Papa. Respon Papa pun kulihat biasa saja. Dengan sedikit membungkukkan tubuh atletisnya, Papa menerima ciumanku. Tetapi setelah kucium kedua pipinya, tiba-tiba Papa mendaratkan bibirnya ke bibirku. Serr.., darahku seketika berdesir. Apalagi bulu-bulu kasarnya bergesekan dengan bibir atasku. Tetapi entah kenapa aku menerimanya, kubiarkan Papa mengulum lembut bibirku. Hembusan nafas Papa Robi menerpa wajahku. Hampir satu menit kubiarkan Papa menikmati bibirku.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Baik-baik di sekolah ya.., pulang sekolah jangan keluyuran..!" begitu yang kudengar dari Papa.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sejak kejadian itu, hubungan kami malah semakin dekat saja. Keakraban ini kunikmati sekali. Aku sudah dapat merasakan nikmatnya ciuman seorang lelaki, kendati itu dilakukan Papa tiriku, begitu yang tersirat dalam pikiranku. Darahku berdesir hangat bila kulit kami bersentuhan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Begitulah, setiap berangkat sekolah, ciuman ala Papa menjadi tradisi. Tetapi itu rahasia kami berdua saja. Bahkan pernah satu hari, ketika Mama di dapur, aku dan Papa berciuman di meja makan. Malah aku sudah berani memberikan perlawanan. Lidah Papa yang masuk ke rongga mulutku langsung kuhisap. Papa juga begitu. Kalau tidak memikirkan Mama yang berada di dapur, mungkin kami akan melakukannya lebih panas lagi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hari ini cuaca cukup panas. Aku mengambil inisiatif untuk mandi. Kebetulan aku hanya sendirian di rumah. Mama membawa kedua adikku liburan ke luar kota karena lagi liburan sekolah. Dengan hanya mengenakan handuk putih, aku sekenanya menuju kamar mandi. Setelah membersihkan tubuh, aku merasakan segar di tubuhku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Begitu hendak masuk kamar, tiba-tiba satu suara yang cukup akrab di telingaku menyebut namaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Vin.. Vin.., Papa pulang.." ujar lelaki yang ternyata Papaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Kok cepat pulangnya Pa..?" tanyaku heran sambil mengambil baju dari lemari.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Iya nih, Papa capek.." jawab papa dari luar.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Kamu masak apa..?" tanya papa sambil masuk ke kamarku.</div>
<div style="text-align: justify;">
Aku sempat kaget juga. Ternyata pintu belum dikunci. Tetapi aku coba tenang-tenang saja. Handuk yang melilit di tubuhku tadinya kedodoran, aku ketatkan lagi. Kemudian membalikkan tubuh. Papa rupanya sudah tiduran di ranjangku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Ada deh..," ucapku sambil memandang Papa dengan senyuman.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Ada deh itu apa..?" tanya Papa lagi sambil membetulkan posisi tubuhnya dan memandang ke arahku.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Memangnya kenapa Pa..?" tanyaku lagi sedikit bercanda.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Nggak ada racunnya kan..?" candanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Ada, tapi kecil-kecil.." ujarku menyambut canda Papa.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Kalau gitu, Papa bisa mati dong.." ujarnya sambil berdiri menghadap ke arahku.</div>
<div style="text-align: justify;">
Aku sedikit gelagapan, karena posisi Papa tepat di depanku.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Kalau Papa mati, gimana..?" tanya Papa lagi.</div>
<div style="text-align: justify;">
Aku sempat terdiam mendengar pertanyaan itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Lho.., kok kamu diam, jawab dong..!" tanya Papa sambil menggenggam kedua tanganku yang sedang memegang handuk.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku kembali terdiam. Aku tidak tahu harus bagaimana. Bukan jawabannya yang membuatku diam, tetapi keberadaan kami di kamar ini. Apalagi kondisiku setengah bugil. Belum lagi terjawab, tangan kanan Papa memegang daguku, sementara sebelah lagi tetap menggenggam tanganku dengan hangat. Ia angkat daguku dan aku menengadah ke wajahnya. Aku diam saja diperlakukan begini. Kulihat pancaran mata Papa begitu tenangnya. Lalu kepalanya perlahan turun dan mengecup bibirku. Cukup lama Papa mengulum bibir merahku. Perlahan tetapi pasti, aku mulai gelisah. Birahiku mulai terusik. Tanpa kusadari kuikuti saja keindahan ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nafsu remajaku mulai keluar ketika tangan kiri Papa menyentuh payudaraku dan melakukan remasan kecil. Tidak hanya bibirku yang dijamah bibir tebal Papa. Leher jenjang yang ditumbuhi bulu-bulu halus itu pun tidak luput dari sentuhan Papa. Bibir itu kemudian berpindah ke telingaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Pa.." kataku ketika lidah Papa masuk dan menggelitik telingaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Papa kemudian membaringkan tubuhku di atas kasur empuk.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Pa.. nanti ketahuan Mama.." sebutku mencoba mengingatkan Mama.</div>
<div style="text-align: justify;">
Tetapi Papa diam saja, sambil menindih tubuhku, bibirku dikecupnya lagi. Tidak lama, handuk yang melilit di tubuhku disingkapkannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Vina, tubuh kamu sangat harum.." bisik Papa lembut sambil mencampakkan guling ke bawah.</div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam posisi ini, Papa tidak puas-puasnya memandang tubuhku. Bulu halus yang membalut kulitku semakin meningkatkan nafsunya. Apalagi begitu pandangannya mengarah ke payudaraku.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Kamu udah punya pacar, Vin..?" tanya Papa di telingaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
Aku hanya menggeleng pasrah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Papa kemudian membelai dadaku dengan lembut sekali. Seolah-olah menemukan mainan baru, Papa mencium pinggiran payudaraku.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Uuhh..," desahku ketika bulu kumis yang dipotong pendek itu menyentuh dadaku, sementara tangan Papa mengelus pahaku yang putih. Puting susu yang masih merah itu kemudian dikulum.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Pa.. oohh.." desahku lagi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Pa.. nanti Mamm.." belum selesai kubicara, bibir Papa dengan sigap kembali mengulum bibirku.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Papa sayang Vina.." kata Papa sambil memandangku.</div>
<div style="text-align: justify;">
Sekali lagi aku hanya terdiam. Tetapi sewaktu Papa mencium bibirku, aku tidak diam. Dengan panasnya kami saling memagut. Saat ini kami sudah tidak memikirkan status lagi. Puas mengecup putingku, bibir Papa pun turun ke perut dan berlabuh di selangkangan. Papa memang pintar membuatku terlena. Aku semakin terhanyut ketika bibir itu mencium kemaluanku. Lidahnya kemudian mencoba menerobos masuk. Nikmat sekali rasanya. Tubuhku pun mengejang dan merasakan ada sesuatu yang mengalir cepat, siap untuk dimuntahkan.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Ohh, ohh.." desahku panjang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Papa rupanya tahu maniku keluar, lalu dia mengambil posisi bersimpuh di sebelahku. Lalu mengarahkan tanganku ke batang kemaluannya. Kaget juga aku melihat batang kemaluannya Papa, besar dan tegang. Dengan mata yang sedikit tertutup, aku menggenggamnya dengan kedua tanganku. Setan yang ada di tubuh kami seakan-akan kompromi. Tanpa sungkan aku pun mengulum benda itu ketika Papa mengarahkannya ke mulutku.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Terus Vin.., oh.. nikmatnya.." gumamnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Seperti berpengalaman, aku pun menikmati permainan ini. Benda itu keluar masuk dalam mulutku. Sesekali kuhisap dengan kuat dan menggigitnya lembut. Tidak hanya Papa yang merasakan kenikmatan, aku pun merasakan hal serupa. Tangan Papa mempermainkan kedua putingku dengan tangannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Karena birahi yang tidak tertahankan, Papa akhirnya mengambil posisi di atas tubuhku sambil mencium bibirku dengan ganas. Kemudian kejantanannya Papa menempel lembut di selangkanganku dan mencoba menekan. Kedua kakiku direntangkannya untuk mempermudah batang kemaluannya masuk. Perlahan-lahan kepala kontol itu menyeruak masuk menembus selaput dinding vaginaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Sakit.. pa.." ujarku.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Tenang Sayang, kita nikmati saja.." jawabnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Pantat Papa dengan lembut menekan, sehingga penis yang berukuran 17 cm dan berdiameter 3 cm itu mulai tenggelam keseluruhan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Papa melakukan ayunan-ayunan lagi. Kuakui, Papa memang cukup lihai. Perasaan sakit akhirnya berganti nikmat. Baru kali ini aku merasakan kenikmatan yang tiada taranya. Pantas orang bilang surga dunia. Aku mengimbangi kenikmatan ini dengan menggoyang-goyangkan pantatku.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Terus Vin, ya.. seperti itu.." sebut Papa sambil mempercepat dorongan penisnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Papa.. ohh.., ohh.." renguhku karena sudah tidak tahan lagi.</div>
<div style="text-align: justify;">
Seketika itu juga darahku mengalir cepat, segumpal cairan putih meleleh di bibir vaginaku. Kutarik leher Papa hingga pundaknya kugigit keras. Papa semakin terangsang rupanya. Dengan perkasa dikuasainya diriku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Vagina yang sudah basah berulangkali diterobos penis papa. Tidak jarang payudaraku diremas dan putingku dihisap. Rambutku pun dijambak Papa. Birahiku kembali memuncak. Selama tiga menit kami melakukan gaya konvensional ini. Tidak banyak variasi yang dilakukan Papa. Mungkin karena baru pertama kali, dia takut menyakitiku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kenikmatan ini semakin tidak tertahankan ketika kami berganti gaya. Dengan posisi 69, Papa masih perkasa. Penis Papa dengan tanpa kendali keluar masuk vaginaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Nikmat Vin..? Ohh.. uhh.." tanyanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Terus terang, gaya ini lebih nikmat dari sebelumnya. Berulangkali aku melenguh dan mendesah dibuatnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Pa.. Vina nggak tahan.." katakuku ditengah terjangan Papa.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Sa.. sa.. bar Sayang.., ta.. ta.. han dulu.." ucap Papa terpatah-patah.</div>
<div style="text-align: justify;">
Tetapi aku sudah tidak kuat lagi, dan untuk ketiga kalinya aku mengeluarkan mani kembali.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Okhh.. Ohkk.. hh..!" teriakku.</div>
<div style="text-align: justify;">
Lututku seketika lemas dan aku tertelungkup di ranjang. Dengan posisi telungkup di ranjang membuat Papa semakin belingsatan. Papa semakin kuat menekan penisnya. Aku memberikan ruang dengan mengangkat pantatku sedikit ke atas. Tidak berapa lama dia pun keluar juga.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Okhh.. Ohh.. Ohk.." erang Papa.</div>
<div style="text-align: justify;">
Hangat rasanya ketika mani Papa menyiram lubang vaginaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan peluh di tubuh, Papa menindih tubuhku. Nafas kami berdua tersengal-sengal. Sekian lama Papa memelukku dari belakang, sementara mataku masih terpejam merasakan kenikmatan yang baru pertama kali kualami. Dengan penis yang masih bersarang di vaginaku, dia mencium lembut leherku dari belakang.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Vin, Papa sayang Vina. Sebelum menikahi Mamamu, Papa sudah tertarik sama Vina.." ucap Papa sambil mengelus rambutku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mama dan adikku, tiga hari di rumah nenek. Selama tiga hari itu pula, aku dan Papa mencari kepuasan bersama. Entah setan mana yang merasuki kami, dan juga tidak tahu sudah berapa kali kami lakukannya. Terkadang malam hari juga, walaupun Mama ada di rumah. Dengan alasan menonton bola di TV, Papa membangunkanku, yang jelas perbuatan ini kulakukan hingga sekarang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
End </div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1918422191489806551.post-49095616326597178752012-08-06T03:23:00.000-07:002012-08-06T03:23:05.616-07:00Cerita sex Kakak Ketagihan Ngeseks Dengan Adik Kandung<br />
<div style="text-align: justify;">
Nama gue Erlina, saat ini tercatat sebagai mahasiswi ekonomi Universitas swasta yang ada di Bandung. Ayah gw berasal dari Bandung, sedangkan ibu gw asli Sukabumi, mereka tinggal di Sukabumi.ini menceritakan kisah nyataku yang terjadi saat masih duduk dibangku sekolah, tepatnya saat kelas 1 SMA. Dan skandal seks tabu ini masih terus berlanjut sampai detik ini! gw terus kecanduan ngentot ama adik kandung gw sendiri. Sebagai kakak kandung hasrat hubungan sex dengan adik itu slalu saja gagal kubendung.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Gw anak yang paling tua dari tiga bersaudara. Gw mempunyai satu adik laki-laki dan satu adik perempuan. Umurku berbeda 1 tahun dengan adik lelakiku namu adik perempuanku beda lagi 10 tahun. Kami sangat dimanja oleh orang tua kami, sehingga tingkahku yang tomboy dan suka maksa pun tidak dilarang oleh mereka. Begitupun dengan adikku yang tidak mau disunat walaupun dia sudah kelas 2 SMP.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Waktu kecil, Gw sering mandi bersama bersama adik gw, tetapi sejak dia masuk Sekolah Dasar, kami tidak pernah mandi bersama lagi. Walaupun begitu, Gw masih ingat betapa kecil dan keriputnya penis adik gw. Sejak saat itu, Gw tidak pernah melihat lagi penis adik gw. Sampai suatu hari, Gw sedang asyik telpon dengan teman cewekku. Gw telpon berjam-jam, kadang tawa keluar dari mulutku, kadang kami serius bicara tentang sesuatu, sampai akhirnya Gw rasakan kandung kemihku penuh sekali dan Gw kebelet pengen pipis. Benar-benar kebelet pipis sudah di ujung lah. Cepat-cepat kuletakkan gagang telpon tanpa permisi dulu sama temanku. Gw berlari menuju ke toilet terdekat. Ketika kudorong ternyata sedang dikunci.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
hallow..! Siapa di dalam buka dong..! Udah nggak tahan..! Gw berteriak sambil menggedor-gedor pintu kamar mandi</div>
<div style="text-align: justify;">
Iyaaaaaaa..! Wait..! ternyata adikku yang di dalam. Terdengar suaranya dari dalam.</div>
<div style="text-align: justify;">
Nggak bisa nunggu..! Cepetan..! kata Gw memaksa.</div>
<div style="text-align: justify;">
aduhhhhhhhh….. Gw benar-benar sudah tidak kuat menahan ingin pipis.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
kreottttttt..! terbuka sedikit pintu toilet, kepala adikku muncul dari celahnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Ada apa sih kak? katanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Tanpa menjawab pertanyaannya, Gw langsung nyerobot ke dalam karena sudah tidak tahan. Langsung Gw jongkok, menaikkan rokku dan membuka celana dalamku.</div>
<div style="text-align: justify;">
criitttttt keluar air seni dari vagina Gw.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kulihat adikku yang berdiri di depanku, badannya masih telanjang bulat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Yeahhhhh..! Sopan dikit napa kak? teriaknya sambil melotot tetap berdiri di depanku.</div>
<div style="text-align: justify;">
Waitttt..! Udah nggak kuat nih, kata Gw.</div>
<div style="text-align: justify;">
Sebenarnya Gw tidak mau menurunkan pandangan mata Gw ke bawah. Tetapi sialnya, turun juga dan akhirnya kelihatan deh burungnya si adik gw.</div>
<div style="text-align: justify;">
hahahahah.. Masih keriput kayak dulu, cuma sekarang agak gede dikit kataku dalam hati.</div>
<div style="text-align: justify;">
Gw takut tertangkap basah melihat kontolnya, cepat-cepat kunaikkan lagi mata Gw melihat ke matanya. Eh, ternyata dia sudah tidak melihat ke mata Gw lagi. Sialan..! Dia lihat vagina Gw yang lagi mekar sedang pipis. Cepat-cepat kutekan sekuat tenaga otot di vagina Gw biar cepat selesai pipisnya. Tidak sengaja, kelihatan lagi burungnya yang masih belum disunat itu. Sekarang penisnya kok pelan-pelan semakin gemuk. Makin naik sedikit demi sedikit, tapi masih kelihatan lemas dengan kulupnya masih menutupi helm penisnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sialan nih adikku. Malah ngeliatin lagi, mana belum habis nih air kencing..! Gw bersungut dalam hati.</div>
<div style="text-align: justify;">
o0oooo.. Kayak gitu ya Kak..? katanya sambil tetap melihat ke vagina Gw.</div>
<div style="text-align: justify;">
Eh kurang ajar Lu ya dik! langsung saja Gw berdiri mengambil gayung dan kulemparkan ke kepalanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kletokkkk..! kepala adikku memang kena pukul, tetapi hasilnya air kencingku kemana-mana, mengenai rok dan celana dalamku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ya… basah deh rok kakak… katGw melihat ke rok dan celana dalamku.</div>
<div style="text-align: justify;">
Syukurin..! Makanya jangan masuk seenaknya..! katanya sambil mengambil gayung dari tanganku.</div>
<div style="text-align: justify;">
Mandi lagi ahh..! lanjutnya sambil menyiduk air dan menyiram badannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Terus dia mengambil sabun dan mengusap sabun itu ke badannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Waduh.., sialan nih adik gw! sungutku dalam hati.</div>
<div style="text-align: justify;">
Waktu itu Gw bingung mau gimana nih. Mau keluar, tapi Gw jijik pake rok dan celana dalam yang basah itu. Akhirnya kuputuskan untuk buka celana dalam dan rokku, lalu pinjam handuk adikku dulu. Setelah salin, baru kukembalikan handuknya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Udah.., pake aja handuk Gw kak! kata adikku.</div>
<div style="text-align: justify;">
Sepertinya dia mengetahui kebingunganku. Kelihatan kontolnya mengkerut lagi.</div>
<div style="text-align: justify;">
Jadi lucu lagi gitu..! Hihihi..! dalam hatiku.</div>
<div style="text-align: justify;">
Gw lalu membuka celana dalam gw yang warnanya merah muda, lalu dilanjutkan dengan membuka rok. Kelihatan lagi deh memek Gw. Gw takut adikku melihatku dalam keadan seperti itu. Jadi kulihat adik gw. Eh sialan, dia memang memperhatikan Gw yang tanpa celana.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
kakak Memek tu emang gemuk kayak gitu ya..? kakakaka..! katanya sambil nyengir.</div>
<div style="text-align: justify;">
Sialan, dia menghina vagina Gw, Daripada culun kayak punya lhoo..! kata Gw sambil memukul bahu adik gw.</div>
<div style="text-align: justify;">
Eh tiba-tiba dia berkelit, wakzzzzzz..! katanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Karena Gw memukul dengan sekuat tenaga, akhirnya Gw terpeleset. Punggungku jatuh ke tubuhnya. Kena deh pantatku ke penisnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Iiihhh.., rasanya geli banget..! cepat-cepat kutarik tubuhku sambil bersungut, Huh..! kakak sih..!</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
kak.. kata Kakak tadi culun, kalau kayak gini culun nggak..? katanya mengacuhkan omonganku sambil menunjuk ke penisnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kulihat penisnya mulai lagi seperti tadi, pelan-pelan semakin gemuk, makin tegak ke arah depan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Ya.. gitu doang..! Masih kayak anak SD ya..? kata Gw mengejek dia.</div>
<div style="text-align: justify;">
Padahal Gw kaget juga, ukurannya bisa bertambah begitu jauh. Ingin juga sih tahu sampai dimana bertambahnya. Iseng Gw tanya, Gedein lagi bisa nggak..? kata Gw sambil mencibir.</div>
<div style="text-align: justify;">
Bisa..! Tapi kakak harus bantu dikit dong..! katanya lagi.</div>
<div style="text-align: justify;">
Megangin ya..? Wisssss.., ya nggak mau lah..! kataku.</div>
<div style="text-align: justify;">
Bukan..! kakak taruh ludah aja di atas kontolku..! jawabnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Karena penasaran ingin melihat penis cowok kalau lagi penuh, kucoba ikuti perkataan dia.</div>
<div style="text-align: justify;">
Gitu doang kan..? Mau kakak ngeludahin Kamu mah. Dari dulu Kakak pengen ngeludahin Kamu” ujarku</div>
<div style="text-align: justify;">
Sialan nih adikku, Gw dikerjain. Kudekatkan kepal Gw ke arah penisnya, lalu Gw mengumpulkan air ludahku. Tapi belum juga Gw membuang ludahku, kulihat penisnya sudah bergerak, kelihatan penisnya naik sedikit demi sedikit. Diameternya makin lama semakin gede, jadi kelihatan semakin gemuk. Dan panjangnya juga bertambah. keren banget melihatnya. Geli di sekujur tubuh melihat itu semua. Tidak lama kepala penisnya mulai kelihatan di antara kulupnya. Perlahan-lahan mendesak ingin keluar. Wahh..! Bukan main perasaan senangku waktu itu. Gw benar-benar asyik melihat helm itu perlahan muncul.</div>
<div style="text-align: justify;">
Akhirnya bebas juga kepala penis itu dari halangan kulupnya. Penis adikku sudah tegang sekali. Menunjuk ke arahku. Warnanya kini lebih merah. Gw jadi terangsang melihatnya. Kualihkan pandangan ke adikku.</div>
<div style="text-align: justify;">
Hehe… dia ke arahku. Masih culun nggak..? katanya lagi. Hehe..! Macho kan kak! katanya tetap tersenyum.</div>
<div style="text-align: justify;">
Tangannya tiba-tiba turun menuju ke selangkanganku. Walaupun Gw terangsang, tentu saja Gw tepis tangan itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Apaan sih dik..! kubuang tangannya ke kanan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kak..! Please kakkk.. Pegang aja kak… Nggak akan diapa-apain… Gw pengen tahu rasanya megang itu-nya cewek. Cuma itu aja kak.. kata adik gw, kembali tangannya mendekati selangkangan dan mau memegang memek gw.</div>
<div style="text-align: justify;">
ehmmmm.. sebenarnya Gw mau jaga image, masa mau sih sama adik sendiri, tapi Gw juga ingin tahu bagaimana rasanya dipegang oleh cowok di memek!hihihii…</div>
<div style="text-align: justify;">
Inget..! Jangan digesek-gesekin, taruh aja tanganmu di situ..! akhirnya Gw mengiyakan. Deg-degan juga hati ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tangan adik gw lalu mendekat, bulu kemaluanku sudah tersentuh oleh tangannya. Ihh geli sekali… Gw lihat penisnya sudah keras sekali, kini warnanya lebih kehitaman dibanding dengan sebelumnya. opppssttttt… Hangatnya tangan sudah terasa melingkupi vagina Gw. Geli sekali rasanya saat bibir vagina Gw tersentuh telapak tangannya. Geli-geli nikmat di syaraf vagina Gw. Gw jadi semakin terangsang sehingga tanpa dapat ditahan, vagina Gw mengeluarkan cairan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Hihihi.. kakak terangsang ya..?</div>
<div style="text-align: justify;">
Enak aja… sama adik mah mana bisa terangsang..! jawabku sambil merapatkan selangkangan gw agar cairannya tidak semakin keluar.</div>
<div style="text-align: justify;">
Ini basah banget apaan Kak..?</div>
<div style="text-align: justify;">
Itu sisa air kencing Kakak tahuuu..! kata Gw berbohong padanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kak… memek tu anget, empuk dan basah ya..?</div>
<div style="text-align: justify;">
Tau ah… Udah belum..? Gw berlagak sepertinya Gw menginginkan situasi itu berhenti, padahal sebenarnya Gw ingin tangan itu tetap berada di situ, bahkan kalau bisa mulai bergerak menggesek bibir memek Gw.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kak… gesek-gesek dikit ya..? pintanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Tuh kan..? Katanya cuma pegang aja..! Gw pura-pura tidak mau.</div>
<div style="text-align: justify;">
Dikit aja Kak… Please..!</div>
<div style="text-align: justify;">
Terserah adik aja deh..! Gw mengiyakan dengan nada malas-malasan, padahal mau banget tuh. Hihihi.. Habis enak sih…</div>
<div style="text-align: justify;">
Tangan adik gw lalu makin masuk ke dalam, terasa bibir vagina Gw terbawa juga ke dalam.</div>
<div style="text-align: justify;">
uhhhhhh..! Hampir saja kata-kata itu keluar dari mulut gw. Rasanya nikmat sekali. Otot di dalam vagina Gw mulai terasa berdenyut. Lalu tangannya ditarik lagi, bibir vagina Gw ikut tertarik lagi.</div>
<div style="text-align: justify;">
Ouughhhhhhhhh..! akhirnya keluar juga desahan nafasku menahan rasa nikmat di vagina Gw.</div>
<div style="text-align: justify;">
Badanku terasa limbung, bahuku condong ke depan. Karena takut jatuh, Gw bertumpu pada bahu adik gw.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Enak ya kak..?</div>
<div style="text-align: justify;">
Heeheee.., jawabku sambil memejamkan mata.</div>
<div style="text-align: justify;">
Tangan adik gw lalu mulai maju dan mundur, kadang klitoris gw tersentuh oleh telapak tangannya. Tiap tersentuh rasanya nikmat luar biasa, badan ini akan tersentak ke depan.</div>
<div style="text-align: justify;">
kak..! Adek juga pengen ngerasaain enaknya dong..!</div>
<div style="text-align: justify;">
Kamu mau diapain..? jawab gw lalu membuka mata dan melihat ke arahnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Ya pegang-pegangin juga..! katanya sambil tangan satunya lalu menuntun tanganku ke arah kontolnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kupikir egois juga jika Gw tidak mengikuti keinginannya. Kubiarkan tangannya menuntun tangan gw. Terasa hangat penisnya di genggaman tangan ini. Kadang terasa kedutan di dalamnya. Karena masih ada sabun di penisnya, dengan mudah Gw bisa memaju-mundurkan tanganku mengocok penisnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kulihat tubuh adikku kadang-kadang tersentak ke depan saat tanganku sampai ke pangkal penisnya. Kami berhadapan dengan satu tangan saling memegang kemaluan dan tangan satunya memegang bahu.</div>
<div style="text-align: justify;">
Tiba-tiba dia berkata, Kak..! Titit Adek sama memek Kakak digesekin aja yah..!</div>
<div style="text-align: justify;">
hooh Gw langsung mengiyakan karena Gw sudah tidak tahan menahan rangsangan di dalam tubuh.</div>
<div style="text-align: justify;">
Lalu dia melepas tangannya dari vagina Gw, memajukan badannya dan memasukkan penisnya di antara selangkangan gw. Terasa hangatnya batang penisnya di bibir vagina Gw. Lalu dia memaju-mundurkan pinggulnya untuk menggesekkan penisnya dengan vagina Gw.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
ohhhhh..! Gw kini tidak malu-malu lagi mengeluarkan erangan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Dek… masukin aja..! Kakak udah nggak tahan..! Gw benar-benar sudah tidak tahan, setelah sekian lama menerima rangsangan. Gw akhirnya menghendaki sebuah penis masuk ke dalam memek Gw.</div>
<div style="text-align: justify;">
Iya Kak..!</div>
<div style="text-align: justify;">
Lalu dia menaikkan satu paha Gw, dilingkarkan ke pinggangnya, dan tangan satunya mengarahkan penisnya agar tepat masuk ke itil Gw.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Gw terlonjak ketika sebuah benda hangat masuk ke dalam kemaluanku. Rasanya ingin berteriak sekuatnya untuk melampiaskan nikmat yang kurasa. Akhirnya Gw hanya bisa menggigit bibir gw untuk menahan rasa nikmat itu. Karena sudah dari tadi dirangsang, tidak lama kemudian Gw mengalami orgasme. Vagina Gw rasanya seperti tersedot-sedot dan seluruh syaraf di dalam tubuh berkontraksi.</div>
<div style="text-align: justify;">
ohhhhhh..! Gw tidak kuat untuk tidak berteriak.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kulihat adik gw masih terus memaju-mundurkan pinggulnya dengan sekuat tenaga. Tiba-tiba dia mendorong sekuat tenaga hingga badanku terdorong sampai ke tembok.</div>
<div style="text-align: justify;">
Ouughhh..! katanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Pantatnya ditekannya lama sekali ke arah vagina Gw. Lalu badannya tersentak-sentak melengkung ke depan. Kurasakan cairan hangat di dalam vagina Gw.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Lama kami terdiam dalam posisi itu, kurasa penisnya masih penuh mengisi vagina Gw. Lalu dia mencium bibirku dan melumatnya. Kami berpagutan lama sekali, basah keringat menyiram tubuh ini. Kami saling melumat bibir lama sekali. Tangannya lalu meremas payudara dan memilin putingnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kak..! Kakak nungging, terus pegang bibir bathtub itu..! tiba-tiba dia berkata.</div>
<div style="text-align: justify;">
Wahh..! Gila adik ya..!</div>
<div style="text-align: justify;">
Udah.., ikutin aja..! katanya lagi.</div>
<div style="text-align: justify;">
Gw pun mengikuti petunjuknya. Gw berpegangan pada bathtub dan menurunkan tubuh bagian atasku, sehingga batang kemaluannya sejajar dengan pantatku. Gw tahu adikku bisa melihat dengan jelas vagina Gw dari belakang. Lalu dia mendekatiku dan memasukkan penisnya ke dalam vagina Gw dari belakang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
uhhhhhh..! %@!#$&tt..! Gw menjerit saat penis itu masuk ke dalam rongga vagina Gw.</div>
<div style="text-align: justify;">
Rasanya lebih nikmat dibanding sebelumnya. Rasa nikmat itu lebih kurasakan karena tangan adikku yang bebas kini meremas-remas payudara Gw. Adikku terus memaju-mundurkan pantatnya sampai sekitar 10 menit ketika kami hampir bersamaan mencapai orgasme. Gw rasakan lagi tembakan sperma hangat membasahi rongga vagina Gw. Kami lalu berciuman lagi untuk waktu yang cukup lama.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah kejadian itu, kami jadi sering melakukannya, terutama di kamar gw ketika malam hari saat orang tua sudah pergi tidur. Minggu-minggu awal, kami melakukannya bagaikan pengantin baru, hampir tiap malam kami bersetubuh. Bahkan dalam semalam, kami bisa melakukan sampai 4 kali. Biasanya Gw membiarkan pintu kamar gw tidak terkunci, lalu sekitar jam 2 malam, adik gw akan datang dan menguncinya. Lalu kami bersetubuh sampai kelelahan. Kini setelah Gw di Bandung, kami masih selalu melakukannya jika ada kesempatan. Kalau bukan Gw yang ke Sukabumi, maka dia yang akan datang ke Bandung untuk menyetor jatah spermanya ke memek Gw. Saat ini Gw mulai berani menelan sperma yang dikeluarkan oleh adik kandung gw sendiri! Begitulah cerita sedarah itu terjadi, dan terus terang gw kecanduan ngentot ama adik gw sampai sekarang !</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1918422191489806551.post-797580028393896372012-08-06T03:13:00.002-07:002012-08-06T03:13:58.267-07:00Cerita sex Adik Iparku yang Cantik<br />
<div style="text-align: justify;">
Aku hidup bahagia bersama istri dan ke-2 anak-anaku, laki2 dan perempuan walaupun aku</div>
<div style="text-align: justify;">
hanya pegawai rendahan di suatu instansi pemerintah di kota B. Kami menempati rumah</div>
<div style="text-align: justify;">
tipe 45, cicilan rumah BTN, yang kemudian di renov secara sederhana sehingga</div>
<div style="text-align: justify;">
mempunyai 3 kamar tidur yang berukuran tidak terlalu besar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Suatu hari, di tahun 1992, kami kedatangan ibu mertua bersama adik ipar saya yang</div>
<div style="text-align: justify;">
paling kecil, sebut saja Neng, baru lulus SLA. Atas permintaan ibu mertua, untuk</div>
<div style="text-align: justify;">
sementara ikut kami sambil mencari pekerjaan. Perbedaan umur Aku dan Neng cukup</div>
<div style="text-align: justify;">
jauh, sekitar 10 tahun. Karena kami dari daerah Jawa Barat, Neng memanggilku dengan</div>
<div style="text-align: justify;">
sebutan Aa (yang artinya kakak laki2).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sementara belum mendapatkan pekerjaan, Neng mengikuti berbagai kursus, Bahasa</div>
<div style="text-align: justify;">
Inggris, Komputer, Akutansi, dan atas ijin serta perintah istriku, Aku kebagian untuk</div>
<div style="text-align: justify;">
antar jemput menggunakan motor ‘bekjul’ ku. Bekjul maksudnya motor bebek 70 cc.</div>
<div style="text-align: justify;">
Mungkin karena nasib baik atau memang wajah Neng cukup cantik, tidak sampai</div>
<div style="text-align: justify;">
seminggi, Neng mendapat tawaran pekerjaan sebagai pelayan toko yang cukup bonafide</div>
<div style="text-align: justify;">
denga pembagian kerja, seminggu bagian pagi dan seminggu kebagian malam, demikian</div>
<div style="text-align: justify;">
silih berganti. dan kalau kebagian kerja malam, aku bertugas untuk menjemputnya,</div>
<div style="text-align: justify;">
biasanya toko tutup pukul 21.00 dan pegawai baru bisa pulang sekitar 21.30. Perjalanan</div>
<div style="text-align: justify;">
dari toko ke rumah tidak begitu jauh, bisanya ditempuh sekitar 30 menitan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Neng anaknya manja, mungkin karena bungsu, setiap kali di bonceng motor, apalagi kalo</div>
<div style="text-align: justify;">
malam pulang kerja, dia akan memelukku dengan erat, mungkin juga karena hawa malam</div>
<div style="text-align: justify;">
yang dingin. Entah sengaja atau tidak, payudaranya yang sudah cukup besar akan</div>
<div style="text-align: justify;">
menempel di punggungku. Hal ini selalu terjadi setiap kali aku menjemput Neng pulang</div>
<div style="text-align: justify;">
kerja malam, tapi yang heran, kelihatannya Neng tidak ada rasa bersalah ataupun rikuh</div>
<div style="text-align: justify;">
sedikitpun setiap kali payudara nempel di punggungku, mungkin dianggapnya hal ini</div>
<div style="text-align: justify;">
suatu konsekuensi logis bila berboncengan naik motor. Akulah yang sering berhayal yang</div>
<div style="text-align: justify;">
tidak-tidak, seringkali dengan sengaja motor kukemudikan dengan kecepatan rendah,</div>
<div style="text-align: justify;">
kadangkala sengaja mencari jalan yang memutar agar bisa merasakan gesekan-gesekan</div>
<div style="text-align: justify;">
nikmat di punggungku lebih lama.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pada suatu malam, seperti biasanya Aku menjemput Neng pulang kerja malem, sampai</div>
<div style="text-align: justify;">
rumah sekitar pukul 22.15 dan seperti biasanya istriku yang membukakan pintu. Setelah</div>
<div style="text-align: justify;">
membukakan pintu istriku akan kembali ke kamar untuk melanjutkan tidur. Malam itu</div>
<div style="text-align: justify;">
aku tidak langsung tidur, aku ke dapur, memanaskan air untuk membuat kopi karena</div>
<div style="text-align: justify;">
berniat untuk menonton pertandinga sepak bola di TV, kalau tidak salah saat itu</div>
<div style="text-align: justify;">
kesebelasan paforitku main, Brazil. Saat aku keluar dari dapur, secara bersamaan Neng</div>
<div style="text-align: justify;">
juga keluar dari kamar mandi, sehingga kami sama berada di lorong depan kamar mandi,</div>
<div style="text-align: justify;">
entah apa penyebabnya, malam itu kami sama-sama berhenti dan saling pandang tanpa</div>
<div style="text-align: justify;">
sepatah katapun keluar dari mulut kami masing-masing.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tiba-tiba ada suatu dorongan, secara cepat aku rangkul dan aku kecup bibirnya selama</div>
<div style="text-align: justify;">
beberapa detik. Setelah itu Neng melepaskan diri dari rangkulanku dan dengan tergesa</div>
<div style="text-align: justify;">
masuk ke kamarnya. Aku kembali ke ruang tengah untuk melihat pertandingan bola, tapi</div>
<div style="text-align: justify;">
perasaanku kacau, tidak konsen pada acara di TV. Saat itu ada perasaan takut</div>
<div style="text-align: justify;">
menghantuiku, takut Neng ngadu ke istriku, bisa-bisa perang dunia ke tiga.</div>
<div style="text-align: justify;">
Saat pikiranku kacau, aku dikejutkan suara peluit dari dapur yang menandakan air telah</div>
<div style="text-align: justify;">
mendidih, bergegas aku ke dapur untuk membuat kopi. Kembali aku keruang tengan</div>
<div style="text-align: justify;">
sambil membawa secangkir kopi yang nikmat sekali, tetapi tetap saja pikiranku kacau.</div>
<div style="text-align: justify;">
kok bisa-bisanya tadi aku mengecup bibir Neng??????</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam kegalauan perasaanku, kembali dikejutkan dengan suara lonceng yang</div>
<div style="text-align: justify;">
menunjukkan pukul 23.30. Saat itu aku melihat kamar Neng lampunya masih nyala, yang</div>
<div style="text-align: justify;">
menandakan penghuninya belum tidur, karena aku tau Neng selalu mematikan lampunya</div>
<div style="text-align: justify;">
apabila tidur. Terpikirkan olehku, harus memastikan bahwa Neng tidak marah oleh</div>
<div style="text-align: justify;">
ulahku tadi dan berharap istriku tidak sampai tau insiden tersebut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan pelahan, aku buka kamarku untuk melihat istriku, ternyata dia sudah pulas,</div>
<div style="text-align: justify;">
tergambar dari dengkurannya yang halus disertasi helaan nafar yang teratur. Dengan</div>
<div style="text-align: justify;">
pelahan kututup kembali pintu kamar dan secara pelahan pula kubuka pegangan pintu</div>
<div style="text-align: justify;">
kamar Neng, ternyata tidak dikunci, pelahan tapi pasti pintu kubuka dan kudapati Neng</div>
<div style="text-align: justify;">
duduk di atas tempat tidur sambil memeluk bantal menghadap tembok. Perlahan aku</div>
<div style="text-align: justify;">
dekati, tiba-tiba Neng menoleh kearahku, kulihat matanya merah berkaca-kaca, aku</div>
<div style="text-align: justify;">
bertambah khawatir, Neng pasti marah dengan kelakuanku tadi. Diluar dugaan, Neng</div>
<div style="text-align: justify;">
berdiri mendekatiku dan tiba-tiba memelukku dengan erat sambil kembali menangis lirih.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tambah bingung aku dibuatnya, kemudian utnuk memastikan apa yang terjadi</div>
<div style="text-align: justify;">
sebenarnya, dengan pelahan dan hati-hati aku raih mukanya dan aku tengadahkan,</div>
<div style="text-align: justify;">
“Kamu marah?”, pertanyaan konyol tiba-tiba keluar dari mulutku. Tanpa kata-kata, Neng</div>
<div style="text-align: justify;">
menjawab dengan gelengan kepala sambil tajam menatapku. Kami beradu pandang, dan</div>
<div style="text-align: justify;">
entah dorongan dari mana, secara pelahan kudekatkan bibirku ke bibirnya, ketika tidak</div>
<div style="text-align: justify;">
ada usaha tolakan dari Neng, dengan lembut kembali kukecup bibirnya. Setelah beberapa</div>
<div style="text-align: justify;">
lama, terasa ada reaksi dari Neng, rupanya dia juga menikmati kecupan tersebut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Akhirnya kecupan ini berlangsung lebih lama dan kami saling memeluk dengan erat,</div>
<div style="text-align: justify;">
saling mengeluarkan emosi yang kami sendiri tidak tau bagaimana menggambarkannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Tetapi kemesraan ini harus segera diakhiri, sebelum dipergoki oleh isi rumah yang lain,</div>
<div style="text-align: justify;">
terutama istriku. Segera aku keluar kamar, kembali keruang tengah untuk melanjutkan</div>
<div style="text-align: justify;">
melihat sepak bola yang ternyata sudah berakhir dengan skor yang tidak aku ketahui.</div>
<div style="text-align: justify;">
Akhirnya TV kumatikan dan aku masuk kekamarku untuk tidur dengan perasaan yang</div>
<div style="text-align: justify;">
sangat bahagia.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hubungan kami tambah erat dan tambah mesra, setiapkali ada kesempatan kejadian</div>
<div style="text-align: justify;">
malam itu selalu kami ulangi, dan tentunyanya makin hari kualitasnya makin bertambah</div>
<div style="text-align: justify;">
mesra.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Suatu hari, aku pulang kerja lebih awal dan kudapati di rumah hanya ada adikku Neng</div>
<div style="text-align: justify;">
dan pembantu. Pembantuku anak perempuan lulusan SMP yang tidak melanjutkan</div>
<div style="text-align: justify;">
sekolah karena biaya, rumahnya tidak jauh dari rumahku, jadi pagi-pagi datang dan sore</div>
<div style="text-align: justify;">
hari pulang. Badan pembantuku termasuk bongsor, kulitnya sawo matang dengan muka</div>
<div style="text-align: justify;">
yang cukup manis untuk ukuran pembantu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kembali kepokok cerita, rupanya istriku sedang pergi dengan ke 2 anakku, berdasarkan</div>
<div style="text-align: justify;">
surat yang diditipkan ke Neng, sedang berkunjung ketempat Tante yang katanya sedang</div>
<div style="text-align: justify;">
mengadakan syukuran.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Seperti biasanya, sore itu sekitar pk 16.00 pembantuku ijin pulang, maka tinggallah kami</div>
<div style="text-align: justify;">
berdua, aku dan Neng, sementara istri dan anak-anakku masih dirumah tante.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tanpa dikomando, rupanya kami sama-sama memendam kerinduan, sepeninggal</div>
<div style="text-align: justify;">
pembantu, setelah pintu depan dikunci, kami saling berpelukan dengan erar dan</div>
<div style="text-align: justify;">
berpagutan untuk menumpahkan perasaan masing-masing. Setelah beberapa lama kami</div>
<div style="text-align: justify;">
berpagutan sambil berdiri, secara perlahan aku menuntun Neng sambil masih berpelukan</div>
<div style="text-align: justify;">
ke arah kamar dan melanjutkan pergulatan di atas tempat tidur.</div>
<div style="text-align: justify;">
abibir kami saling berpagutan sambil saling sedot dan saling menggelitik menggunakan</div>
<div style="text-align: justify;">
lidah, tanganku mencoba meraba payudaranya dari balik kaos yang dipakai, rupanya</div>
<div style="text-align: justify;">
ulahku sangat mengejutkan, sssttttt…….. sssttt …. sssstttt, terdengar erangan seperti</div>
<div style="text-align: justify;">
orang kepedasan pada saat aku permainkan putingnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku tambah agresip, kuangkat kaos yang dipakainya, telihatlah payudaranya yang masih</div>
<div style="text-align: justify;">
ditutupi beha tipis, dengan tergesa aku singkap beha-nya dan dengan rakus aku kecup dan</div>
<div style="text-align: justify;">
aku permainkan dengan lidah putingnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Akibatnya sangat luar biasa, ssstttt ….. ooohhh….. uuuhh ….ssstttt ,,, demikian rintihan</div>
<div style="text-align: justify;">
panjang Neng, hal ini terjadi karena belum pernah ada laki-laki yang menjamah, ternyata</div>
<div style="text-align: justify;">
akulah laki-laki pertama yang mencium bibirnya dan pembermainkan payudaranya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Pakaian kami makin awut-awutan, aku berharap istriku tidak pulang cepat. kami</div>
<div style="text-align: justify;">
melanjutkan kemesaraan, kali ini aku kembali mencium bibirnya sambil meremas-remas</div>
<div style="text-align: justify;">
payudara dan sesekali mempermainkan putingnya. kali ini aku memesrai Neng sambil</div>
<div style="text-align: justify;">
menindih badannya, perlahan tapi pasti aku berusaha menggesekkan adik kecilku yang</div>
<div style="text-align: justify;">
sudah sangat keras ke kemaluannya yang rupanya juga sudah mulai lembab.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kembali terdengar eranga-erangan nikmat, ssssttt ……… uuuhhh ….. ooohhhh</div>
<div style="text-align: justify;">
……uuuh.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bibir dengan cekatan menyedot payudaranya silih berganti sambil menggesekkan adik</div>
<div style="text-align: justify;">
kecilku yang sudah sangat keras ke kemaluannya, kami masih sama-sama pakai baju.</div>
<div style="text-align: justify;">
Neng pakai bawahan dan kaos, aku masih memakai pakain kerja.</div>
<div style="text-align: justify;">
Aku makin bernafsu, aku singkap bawahan Neng sehingga nampak celana dalamnya</div>
<div style="text-align: justify;">
yang sudah lembab kemudian kembali aku gesek-gesekan adik kecilku sambi tidak hentihentinya</div>
<div style="text-align: justify;">
mengecup payudara dan mempermainkan putingnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Erangan-erangan panjang kembali terdengan dan tiba-tiba Neng memeluku dengan</div>
<div style="text-align: justify;">
sangat erat dan terdengar erangan panjang uuuuhhhh………….. uuuuuuuuhhhh …….</div>
<div style="text-align: justify;">
uuuuuuhhhhhhh… .. aduuuuuuuuhh ……. rupanya Neng mengalami orgasme, mungkin</div>
<div style="text-align: justify;">
ini adalah orgasme yang pertama yang pernah dialaminya. Lama-lama cengekeraman</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Neng makin mengendur dan lepas seiiring dengan selesainya orgasme tadi. Aku????</div>
<div style="text-align: justify;">
belum tersalurkan, tapi merasakan kebahagiaanya yang amat sangat karena telah berhasil</div>
<div style="text-align: justify;">
membuat Neng yang sangat kusayang bisa mendapatkan orgasme yang ternyata baru</div>
<div style="text-align: justify;">
dialami saat itu dan merupakan orgasme yang pertama.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sejak kejadian itu, maksudnya sejak Neng mendapatkan orgasme yang pertama, kami</div>
<div style="text-align: justify;">
selalu mencari-cari kesempatan untuk mengulanginya. Tetapi kesempatannya tidak</div>
<div style="text-align: justify;">
mudah, karena kami tidak mau menanggung resiko sampai kepergok oleh istriku.</div>
<div style="text-align: justify;">
Pada suatu malam, sekitar pukul 23.00, saat aku berada dalam kamar bersama istriku,</div>
<div style="text-align: justify;">
terdengar suara pintu kamar sebelah terbuka, dan terdengar langkah-langkah halus</div>
<div style="text-align: justify;">
menuju kamar mandi, aku dapat menebak dengan pasti bahwa itu adalah Neng yang ada</div>
<div style="text-align: justify;">
keperluan ke kamar mandi, kuperhatikan istriku sudah tertidur dengan nyenyak yang</div>
<div style="text-align: justify;">
ditandai dengan dengkuran halus yang teratur. Dengan sangat hati-hati, aku buka pintu</div>
<div style="text-align: justify;">
kamar sehalus mungkin dengan harapan tidak ada suara yang dapat menyebabkan istriku</div>
<div style="text-align: justify;">
terbangun, lalu dengan perlahan pula pintu kututup kembali dan secara pelahan aku</div>
<div style="text-align: justify;">
menuju lorong yang menghubungkan ke kamar mandi. Aku berdiri di lorong sambil</div>
<div style="text-align: justify;">
memperhatikan pintu kamarku bagian bawah, kalau-kalau ada lintasan bayangan yang</div>
<div style="text-align: justify;">
menandakan istriku bangun, sementara telingaku tidak lepas mendengarkan apa yang</div>
<div style="text-align: justify;">
terjadi di kamar mandi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tidak lama kemudian pintu kamar mandi terbuka, dan benar dugaanku, Neng keluar dari</div>
<div style="text-align: justify;">
kamar mandi dengan memakai baju tidur warna kuning kesukaannya. Baju tidur yang</div>
<div style="text-align: justify;">
dipakai adalah model terusan dengan bukaan di bagian dada dan bagian bawah sebatas</div>
<div style="text-align: justify;">
lutut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ngapain A berdiri di situ” tegur Neng memecah kesunyian, “Nungguin kamu” jawabku.</div>
<div style="text-align: justify;">
Tanpa dikomando, kuraih lengannya dan wajah kami saling mendekat, tak ayal lagi kami</div>
<div style="text-align: justify;">
berpagutan melampiaskan kerinduan kami. Beberapa saat kemudian kami melepaskan</div>
<div style="text-align: justify;">
pagutan sambil tersengal.</div>
<div style="text-align: justify;">
“A, Neng pengen …” bisiknya lirih di telingaku. Aku maklum apa yang diinginkan Neng,</div>
<div style="text-align: justify;">
kembali kukecup bibirnya sambil kuremas halus payudaranya, rupanya Neng kali ini</div>
<div style="text-align: justify;">
tidak memakai beha. Aku buka satu kancing baju tidurnya, dan nongolah payudaranya</div>
<div style="text-align: justify;">
yang putih disertai tonjolan coklat kemerahan. Tak ayal lagi, bibirku berpindah ke</div>
<div style="text-align: justify;">
payudaranya dengan disertai sedotan dan gigitan-gigitan lembut pada tonjolan halus yang</div>
<div style="text-align: justify;">
coklat kemerahan itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
” Sssstttttt …… uuuhh” terdengar desahan-desahan halus, menandakan Neng mulai</div>
<div style="text-align: justify;">
terangsang. Tanganku turun, meraba pinggang, terus turun lagi, lagi dan sampailah</div>
<div style="text-align: justify;">
kegundukan di bawah pusar, kuusap halus sambil kadang meremas sampai jari tengahku</div>
<div style="text-align: justify;">
menemui lekukan di balik baju tidur dan celana dalam. ” uuuhhh …. uuuhhh ” rupanya</div>
<div style="text-align: justify;">
rabaan itu menambah rangsangan.</div>
<div style="text-align: justify;">
“A, pengen ….” kembali bisikan lirih di telingaku, kemudian aku jongkok sehingga</div>
<div style="text-align: justify;">
kemaluan Neng tepat di mukaku, Kuangkat rok baju tidur, terlihat celana dalam warna</div>
<div style="text-align: justify;">
putih yang tipis dan agak lembab, dengan bernafsu aku mulai menjilati kemaluan Neng</div>
<div style="text-align: justify;">
yang masih dibungkus celana dalam. ” uuuhhh ….ssstttt ….. uuhhuu” kembali terdengar</div>
<div style="text-align: justify;">
erangan-erangan kenikmatan yang menambah nafsuku makin bergejolak.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kucoba menyingkap celana dalamnya, terlihatlah gumpalah daging yang ditumbuhi bulubulu</div>
<div style="text-align: justify;">
halus. Untuk pertama kali aku melihat langsung kemaluan Neng, aroma khas mulai</div>
<div style="text-align: justify;">
tercium, tanpa membuang waktu aku mulai mencium gundukan daging yang sangat</div>
<div style="text-align: justify;">
menimbulkan minat itu, sampai akhirnya aku menemukan lekukan yang lembab</div>
<div style="text-align: justify;">
berwarna kemerah-merahan. Aku makin semangat menjilat-jilat lekukan yang sudah</div>
<div style="text-align: justify;">
sangat lembab itu. “uuhhh ….. aaahhhhh ….sssttt …. uuuhhhhh” suara erangan makin</div>
<div style="text-align: justify;">
keras dan terasa rambutku dipegang dengan keras dengan gerakan menekan. Hal ini</div>
<div style="text-align: justify;">
semakin membuat nafsuku berkobar-kobar dan makin inten lidahku menjilati lekukan itu,</div>
<div style="text-align: justify;">
keluar - masuk, ke kiri - kana, ke atas - bawah, demikian berulang ulang sampai pada</div>
<div style="text-align: justify;">
suatu saat terasa jambakan pada rambutku makin keras disertai himpitan kaki dikepalaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
“Uuuuuuuuhhhhhhh ….. aaaaaahhhhhhh ….. uuuuhhhhh” terdengan erangan panjang</div>
<div style="text-align: justify;">
disertai keluarya cairan yang cukup banyak membasahi mulut dan mukaku. Mukaku</div>
<div style="text-align: justify;">
terasa dihimpit keras sekali sampai-sampai kesulitan untuk bernafas.</div>
<div style="text-align: justify;">
“Uuuhhhhhhhhhhh …. aaahhhhhhhhhh” kembali erangan panjang terdengar disertai</div>
<div style="text-align: justify;">
dengan himpitan dan gerataran yang khas, menandakan orgasme telah dicapai oleh Neng</div>
<div style="text-align: justify;">
disertai semprotan cairan yang cukup banyak membasahi mukaku. Aku peluk dengan</div>
<div style="text-align: justify;">
kuat kakinya disertai himpitan dan tekanan mukaku ke kemaluan Neng, karena aku</div>
<div style="text-align: justify;">
maklum hal seperti inilah yang diinginkan wanita pada saat mencapai puncak</div>
<div style="text-align: justify;">
orgasmenya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Beberapa lama kemudian, mulai mengendur himpitan pada mukaku, sampai akhirnya</div>
<div style="text-align: justify;">
tenang kembali. Aku berdiri dan ku peluk Neng dengan mesra “Terima kasih ya A”</div>
<div style="text-align: justify;">
terdengar bisikan di telingaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kejadian-kejadian ini terus kami ulangi kalau ada kesempatan, tapi karena niatku yang</div>
<div style="text-align: justify;">
tidak ingin merusak adiku sendiri, sampai akhirnya Neng menemukan jodoh dan menikah</div>
<div style="text-align: justify;">
masih dalam keadaan perawan. Demikian sebagian pengalamanku dengan adik iparku</div>
<div style="text-align: justify;">
yang cantik.</div>Unknownnoreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-1918422191489806551.post-36976108006514075532012-08-06T03:12:00.002-07:002012-08-06T03:12:52.549-07:00Cerita sex Bercinta Bersama Kakak<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Cerita ini benar apa adanya, ini pertama kali saya mencoba untuk memberitahukan hal yang saya alami beberapa tahun yang lalu.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Nama saya Charles, umur 28 Tahun. Saya sekarang ini masih single alias bujangan dan masih tinggal bersama orang tua. Saya mempunyai seorang kakak, namanya Jovita. Umur kakak saya sekarang ini 35 Tahun dan telah bersuami namun belum memiliki anak.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Hal yang saya alami ini terjadi sekitar 8 tahun lalu. Pada saat itu saya masih berumur 20 tahun dan kakak saya berumur 27 tahun. Sejujurnya nafsu sex saya sangat besar, dan juga berkeinginan untuk ML. Namun hal itu tidak berani saya lakukan karena rasa takut akan akibat yang nantinya terjadi. Oleh karena itu, saya sering melampiaskannya dengan onani sambil menonton film porno di kamar.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Kakak pada saat itu masih berpacaran, tubuhnya lumayan lah. Kulitnya putih, badannya tidak terlalu tinggi, mata besar serta buah dadanya yang berukuran sedang. Sebesar telapak tanganku, kira-kira ukurannya 34 B.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Pagi itu papa dan mama membicarakan masalah liburan keluarga bersama kami. Rencananya mereka ingin pergi berlibur ke Malaysia. Saya dan kakak senang akhirnya kami sekeluarga bisa pergi berlibur bersama-sama karena selama ini kami tidak pernah ke Malaysia bersama.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Seminggu kemudian kami pun berangkat ke Malaysia menggunakan Air asia. Perjalanannya menghabiskan waktu 3 jam. Setibanya kami di Malaysia, kami langsung menuju ke hotel untuk beristirahat. Papa dan mama sekamar, sedangkan saya dan kakak juga sekamar.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Pada malam harinya, kulihat kakak sudah tertidur pulas. Mungkin karena kecapean dan aku pun sedang mempersiapkan diri untuk beristirahat. Pada waktu hendak menuju tempat tidur, handphone kakak bergetar, kulihat ada SMS yang masuk. Karena rasa ingin tahu, saya membuka isi SMS itu yang ternyata dari pacar kakak. Kubaca SMS yang dikirim dari pacar kakak isinya hanya ucapan selamat malam dan mimpi indah. Namun di bagian bawah SMS itu terdapat kata yang membuatku kaget. Di bagian akhir SMS itu tertulis “ Sayang nanti kalau kamu pulang, bantu ngemut burung ku yach ? Nanti aku juga akan membantu untuk membuatmu orgasme..hehehe….Enak rasanya..”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Setelah kubaca isi SMS itu aku kaget bukan main. Tak kuduga kakak sudah pernah ML bersama pacarnya. Aku simpan kembali handphonenya. Aku akan menanyakannya besok pagi pikirku dalam hati.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Keesokan harinya, waktu aku bangun kakak baru keluar dari kamar mandi. Kakak baru bangun yah ? kataku. Ia habis pipis nih, katanya. Sewaktu ia naik ke tempat tidurnya, aku pun memberanikan diri untuk menanyakan hal semalam yang kubaca dari handphonenya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Kak, ada yang ingin Charles tanyain. Ada apa ? jawabnya. Apa kakak sudah pernah ML sama pacar kakak ? Mendengar pertanyaanku, muka kakak tiba-tiba pucat. Ia terdiam sejenak, lalu ia kerkata dengan perlahan ia Charles kakak sudah pernah ML dengan pacar kakak. Koq kamu tahu ? tanyanya, ia kak tadi malam handphone kakak bergetar dan tidak sengaja aku baca isi SMS dari pacar kakak. Charles minta maaf yah. Iya-iya ngak apa koq.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Lalu aku melanjutkan bertanya Kak enak yah ML ? dia menjawab pertama kali sih sakit dan perih karena kakak masih perawan, tapi setelah itu rasanya enak banget. Kamu jangan ngomong ke papa sama mama yah. Iya jawabku sambil memperhatikan kakak berbicara.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Kak bisa jelaskan ke aku gimana cara ML itu ? tanyaku,</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Susah untuk di jelaskan nih. Emang kamu belum pernah coba yah ? tanyanya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Belum pernah kak, jawabku.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Kamu mau kakak ajarin ? jawabnya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Mendengar kakak berbicara itu aku kaget. Loh kak mana bisa kita gituan ? Jawabku.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Emang sih sebenarnya ga bisa, itu kan sama aja hubungan terlarang, bisa-bisa dosa. Tapi kalau kamu mau tahu rasanya gimana yah harus coba prakteknya. Gimana ? tanyanya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Tapi kalau kakak nanti hamil gimana donk ? tanyaku.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Kan bisa pakai kondom ? jadi ga bakal hamil deh. Kamu nanti pergi beli kondomnya di mini market yang ada di luar hotel yah. Ntar malam kakak ajarin. Jawabnya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Iya kak nanti aku beli. Jawabku.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Kami pun segera bersiap untuk pergi bersama papa dan mama untuk mengunjungi tempat-tempat wisata yang ada di Malaysia. Setelah makan malam di luar hotel papa, mama dan kakak sudah kembali ke kamar, tapi aku menyempatkan diri pergi ke mini market untuk membeli kondom dulu baru balik ke kamar.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Sesampainya di kamar, kulihat kakak baru selesai mandi dan masih mengenakan handuk untuk menutupi bagian tubuhnya. Kamu dari mana ? tanyanya. Dari mini market kak, kan tadi pagi di suruh beli kondom, jawabku. Oh iya kakak sampai lupa. Papa dan mama sudah tidur ? tanyanya. Rasanya sudah kak, soalnya tadi sewaktu aku ketuk pintu kamarnya ga ada yang bukain.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Kamu pergi mandi sana, perintahnya. Iya kak, jawabku.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Sehabis mandi, aku juga mengenakan handuk untuk menutupi bagian bawah tubuhku. Sewaktu keluar dari kamar mandi, kulihat kakak sudah berada di atas tempat tidurnya sambil membuka bungkus kondom yang baru kubeli tadi.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Kemari naik ke tempat tidur kakak, perintahnya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Iya kak, jawabku.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Sekarang kamu lihat yah baik-baik tubuh kakak. Belum sempat aku menjawab, kakak sudah membuka handuk yang tadi ia pakai untuk menutupi tubuhnya. Sentak aku kaget dan terdiam melihat tubuh kakakku yang begitu mulus serta buah dadanya yang menggantung dan kulihat vaginanya yang tidak di tumbuhi oleh bulu. Mungkin kakak juga memotong bulu nya, pikirku dalam hati karena aku juga memotong bulu yang berada di sekitar burungku.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Masih asyik melihat tubuh kakak, tiba-tiba kakak berkata “ sini kamu remas atau apakan buah dada kakak terserah kamu deh. Dengan hati-hati aku memegang buah dada yang berukuran 34 B itu. Begitu aku memegang buah dada nya, Nampak wajah kakak yang sedang menikmati sentuhanku. Kesempatanku untuk mempraktekkan aksi pemain video porno yang aku sering nonton di kamar. Pikirku dalam hati.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Sambil memegang, aku sedikit meremas dan memutar-mutar puting susunya. Oh…umm…suara yang keluar dari mulut kakak. Semakin bersemangat aku beraksi mendengar suara kakak yang terangsang. Aku langsung mencium dan mengisap puting susu nya. Sesekali aku gigit kecil putingnya. Sungguh nikmat rasanya. Rupanya ini rasanya mengulum buah dada, pikirku dalam hati. Namun aku tak mau pikirkan itu, aku lanjutkan aksiku dengan meremas buah dada sebelahnya..tiba-tiba ia menarik kepalaku.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Kakak sudah basah, sini buka handuk kamu. Aku pun membuka handuk yang menutupi sebagian tubuhku.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Melihat burungku yang sudah berdiri tegang, kakak tersenyum dan langsung menarik tubuhku sampai aku tertidur di ranjang. Tiba-tiba dia sudah berada di dekat selangkanganku dan sudah memegang burungku . aku merasa sensasi yang belum pernah kurasakan. Sambil memegang kakak berkata sekarang kamu rasakan gimana enaknya di emmut..</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Tangannya langsung mengocok burungku sambil sesekali lidahnya ia permainkan di sekitar kepala burungku..oh…enak sekali kak…jangan berhenti…kataku..</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Semakin bersemangat ia beraksi setelah mendengar eranganku, tiba-tiba burungku ia masukkan ke dalam mulutnya sambil mengisap dan mengocoknya. Muka ku merasa panas. Setelah kakak puas memainkan burungku, kakak menyuruhku untuk membelai vaginanya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Aku patuh dengan perintahnya. Begitu ku belai, ia tersentak dan memegang dadanya sendiri. Ku coba menggerakkan tanganku di daerah klitorisnya. Ia pun seperti keenakan dengan tindakanku. Semakin bersemangat aku bermain di sekitar klitoris kakak. Kucoba mainkan dengan lidahku sambil sesekali aku gigit klitorisnya dan menghisapnya..sensasi ini sungguh luar biasa…jantungku berdetak kencang…</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Ohh..enak sekali…kamu buat kakak basah sekali Charles. Sering nonton bokep yah ? tanyanya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Ia kak..jawabku sambil tersenyum. Pantess…jawabnya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Sini burungmu, kakak pakaikan kondom. Kakak sudah ga tahan. Selesai memakaikan kondom, kakak menyuruhku berbaring.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Ternyata dia suka dengan posisi Women on Top. Begitu aku berbaring, ia memegang burungku dan berusaha untuk memasukkannya ke dalam vaginanya yang sudah basah karena aksiku tadi. Begitu burungku menyentuh bibir vaginanya, ia mendesah. Akhh….ahhkk… dan masuklah burungku ke dalam vaginanya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Dia pun menggerakkan badnnya dengan lincah sambil sesekali memutarkan pinggulnya. Sungguh nikmat rasanya.. kak enak banget kak.. rasanya seperti di jepit-jepit kak..enakk ouhhh…ohh….mendengar suaraku kakak semakin memompa tubuhnya yang sedang berada di atasku..akh…akkh…enakk…oh….</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Aku sudah mau orgasme Charles..akh…semakin ia percepat gerakannya…2menit kemudian kakak pun orgasme. Ackhhh…akuu…datang…ahhh…kurasa cairan panas yang mengalir turun di sekitar burungku. Kupikir itu adalah cairan milik kakak karena orgasme tadi..ia pun tersenyum melihatku.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Lalu aku dengan berani meminta kakakku untuk mengganti posisi. Sekarang aku mau ia nungging alias Doggy Style. Ia pun tersenyum dan menuruti kata-kataku. Begitu ia sudah nungging kulihat vaginanya dari belakang, sungguh nikmat melihat vaginanya karena daging di sekitar bibir nya begitu tebal. Perlahan ku masukkan burungku ke dalam vaginanya, oh…hangat sekali..yang ini lebih enak di bandingkan waktu kakak mengemut burungku..dengan kaku ku gerakkan maju mundur pantatku..dia pun mencoba menuntunku dengan menggerakkan pantatnya maju mundur..</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Lama kelamaan gerakanku mulai stabil dan tidak kaku lagi.. sesekali aku meremas buah dada kakak yang Nampak menggantung dari belakang sambil kucium pundak dan lehernya..ia pun mengerang dengan hebat serta semakin liar menggerakkan pantatnya. Nikmat sekali kak…akhh…ku pegang pinggulnya sambil ku maju – mundurkan pantatku..sesekali ku dorong keras-keras pantatku sehingga burungku masuk lebih dalam lagi ke vaginanya..akhhh enak…kamu pinter juga yah…Charles..ahh..desahan kakak.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">10 menit lamanya burungku berada di dalam vaginanya, dan kurasa spermaku akan keluar..kupercepat gerakanku dan sepertinya kakak mengerti kalau aku akan orgasme, diapun makin mempercepat gerakan pantatnya..akh….kak….oh….ouhhh…akkuu…suudahh..mauu ..oh..keluar…serasa kaki, lutut, paha dan pinggangku terkunci dan kakak langsung mencabut burungku dari vaginanya dan dengan cepat ia membuka kondom yang terpasang di burungku.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Ia pun langsung mengocok dan memasukkan burungku ke dalam mulutnya…croot…ccrrooott….kurasa badanku tersentak beberapa kali…sungguh nikmat rasanya….begitu selesai kakak mengeluarkan sperma yang ada di dalam mulutnya. Aku pun langsung berbaring di tempat tidur..kami melewati malam yang indah di Malaysia. Ia pun dengan wajah kecapean berkata, gimana enakkan rasanya ??</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Iya kak rasanya enak banget..terima kasih…sering-sering yah kalau bisa..sambi tersenyum kakak mencubitku dan berkata enak aja..nanti kita lihatlah gimana, jawabnya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Kami pun melewati liburan dengan bahagia bersama papa dan mama. Sampai sekarang kami berdua masih sesekali bercinta kalau suami kakak sedang keluar kota.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Semoga dengan cerita ini saya bisa sadar bahwa apa yang telah kulakukan bersama kakak adalah salah.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Sekian dan Terima kasih. </span></span></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1918422191489806551.post-41116791844021766192012-08-06T03:08:00.001-07:002012-08-06T03:08:36.050-07:00Cerita sex Airin, Istri Temanku<br />
<div style="text-align: justify;">
Hendro adalah suami Airin sahabat istriku dia baru pulang dari LA dan kebetulan adikku titip barang buatku, sudah hampir 10 hari Airin menilponku untuk mengambil barangnya tetapi aku masih belum sempat juga, sampai tadi pagi Hendro sendiri yang meneleponku, aku jadi sungkan maka kuputuskan untuk mengambilnya siang ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Rumah Hendro yang di Kemang ini letaknya agak ujung meski demikian, halaman rumahnya sangat luas dan menyenangkan sekali. Ketika aku sampai dirumahnya, tak kulihat Mercy Hendro yang biasanya parkir digarasinya. Yang ada hanya BMW putih milik Airin serta sebuah jip Pajero yang diparkir agak jauh dari halaman. Dengan bersiul siul aku turun dari mobil dan menuju pintu masuk rumah Hendro, kulihat pintu itu tertutup dan tak seorangpun yang nampak. Kupencet bel dipintu, tapi tak seorangpun yang keluar, bila ada mobil didepan, berarti mestinya ada orang didalam rumah itu, aku menduga pasti Airin sedang sibuk dikamarnya sehingga tak mendengar kedatanganku. Karena sudah seringkali berkunjung jerumah ini, maka aku langsung saja menuju pintu belakang untuk mencari orang yang ada dirumah, karena Hendro sudah bilang kalau dia atau Airin tak ada, maka paketnya akan dititipkan pada yang dirumah. Benar dugaanku, pintu belakang terbuka, tetapi didalam senyap sekali, hanya sayup sayup kudengar suara musik dari dalam. Aku jadi kuatir, apakah terjadi sesuatu dengan Airin, dengan pelan pelan aku masuk dan mencari sumber suara itu. Rupanya suara itu datang dari salah satu kamar diruang atas, maka aku segera naik keatas yang kuketahui sebagai kamar pribadi Hendro dan Airin.Dengan langkah pelahan aku menuju sumber suara musik yang lembut itu, kulihat pintunya tidak ditutup rapat sehingga suara musik itu dapat terdengar sampai diruang bawah. Ketika kuintip dari celah pintu yang terbuka, aku tak dapat melihat apa apa, karenanya aku mendorong pintu itu lebih lebar lagi agar aku dapat melihat apa yang ada dalam kamar itu……..</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku benar benar terkejut ketika aku berhasil melihat kedalam kamar itu….kulihat Airin yang telanjang bulat sedang berpelukan dengan seorang pria yang masih berpakaian lengkap. Aku belum dapat melihat wajah si pria, tetapi dari bentuk badannya dapat kuperkirakan bahwa pria ini masih sangat muda dan berperawakan tinggi. Pria itu asyik sekali menciumi buah dada Airin yang putih montok itu, aku berdebar debar menyaksikan semua ini, tak kusangka bahwa Airin yang selama ini kelihatannya alim ternyata suka menyeleweng, memang selama ini aku sering juga membayangkan kecantikan Airin, tubuhnya tinggi besar dengan profil seperti perempuan India, kulitnya putih bersih dengan badan yang agak sedikit kegemukan, tetapi wajahnya cantik sekali dengan mata yang sayu dan bibir yang selalu basah, cantik sekali. Apa yang kulihat saat ini membuktikan kalau seleraku pada Airin tidak keliru, badan Airin benar benar mulus, meskipun perutnya agak gendut dan pinggangnya lebar, tetapi jembutnya amit amit lebat sekali menutupi nonoknya sampai mencapai pusarnya, belum lagi ketiaknya rimbun sekali. Si pria itu dengan telaten menciumi buah dada Airin serta meremas remasnya dengan kalem sekali, dari jauh kulihat lidahnya menjulur julur menjilati puting susu Airin dan terus bergerak kebawah sampai kepusar Airin, diantara suara musik kudengar erangan Airin yang merasa keenakan dengan rangsangan yang diberikan oleh pria muda itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku mengagumi ketelatenan pria itu, karena ia benar benar kalem, karena semua gerakannya yang serba tenang itu pastilah membuat Airin jadi tambah bernafsu. Ketika ciuman sipria itu mencapai bagian selangkangan Airin, kudengar Airin merintih agak keras, rupanya sipria itu mulai menjilati nonok Airin yang sudah merekah penuh dengan cairan itu. Jilatannya sungguh membuat aku terkagum kagum, ia dengan tenang mengangkat kedua kaki Airin tinggi tinggi sehingga nonok Airin jadi terangkat keatas, kemudian pria itu mengambil bantal dan mengganjalnya dibawah pantat Airin. Dengan posisi seperti itu ia mulai menjilati belahan nonok Airin sampai kelubang dubur Airin. Airin kulihat hanya bisa menggerak gerakkan pantatnya saja, rupanya ia benar benar kegelian oleh service yang diberikan oleh sipria itu. Mendadak Airin berusaha untuk bangkit, si priapun lalu mendekati Airin yang membisikkan sesuatu ketelinganya. Mendengar itu sipria yang ternyata seorang anak muda dengan wajah yang tampan sekali lalu tersenyum dan mulai membuka pakaiannya. Aku jadi tambah kagum dengan anak muda yang bersama Airin ini, karena ternyata kontolnya juga hebat meskipun kuperkirakan tidak sepanjang kepunyaanku, tetapi bentuknya kekar dan ujungnya yang pelontos kelihatan lebih besar dari batang kontolnya sehingga menyerupai jamur. Begitu ia sudah telanjang dengan ****** ngaceng yang mendongak keatas,ia segera mendekati Airin yang sudah berbaring terlentang itu, kemudian ia mendekatkan kontolnya kedekat wajah Airin sementara ia sendiri mendekatkan wajahnya kedekat nonok Airin.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan posisi tersebut keduanya bebas untuk saling menikmati alat kelamin pasangannya. Benar saja, dengan rakus Airin memasukkan ****** sipria tadi kemulutnya dan menghisapnya sambil memejamkan mata, sementara sipria kembali lagi asyik dengan menjilati nonok Airin yang menganga itu. Aku lebih tertarik dengan cara sipria itu menjilati nonok Airin, karena kulihat lidahnya yang panjang itu menjulur masuk kedalam liang nonok Airin dan bukan sekedar menjilati tepi tepi nonok Airin yang sudah membengkak itu. Kulihat itil Airin justru dibiarkannya menganggur sehingga kadang kadang justru Airin yang mengulurkan tangannya untuk menggosok itilnya sendiri. Benar benar hebat anak muda itu, kontolnya yang lurus itu dengan lancar masuk kedalam mulut Airin dan ketika dikeluarkan, Airin menarik kulitnya kebawah sehingga ujungnya yang seperti topi baja itu terbuka lebar, dengan guratan yang dalam memisahkan ujung ****** dengan batangnya. Dipusat rasa geli itulah Airin menjulurkan lidahnya dan menjilatinya berulang ulang sampai sipria itu menggeliat geliat menahan geli. Aduh betul betul gila yang dilakukan orang orang ini, aku sudah tak kuat menyaksikan semua ini, kontolku yang ngaceng sampai terasa sakit karena terjepit celanaku, tetapi aku tak dapat berbuat apa apa kecuali melihat saja. Hebatnya mereka betul betul menikmati permainan pendahuluan ini, karena sampai sebegitu lama belum kelihatan gelagatnya mereka akan mulai bersetubuh yang sebenarnya. Aku makin yakin kalau Airin adalah seorang hyperseks, aku merasa benar benar kecolongan, karena tak pernah kusangka kalau Airin begitu hot dan akhli dalam hubungan seks. Isteriku yang selama ini kuanggap jago, ternyata masih belum ada seujung kuku dibanding dengan Airin, padahal bila dilihat dari posturnya, maka isteriku adalah seorang seks maniak, karena isteriku agak bungkuk dan aku diam diam juga tahu kalau isteriku juga suka main dengan pria lain, tetapi selama ini aku diam saja karena teman mainnya rata rata orang yang dari kalangan atas dan aku yakin kemampuan mereka tidak diatasku. Kenapa isteriku kok mau main main dengan mereka, penyebabnya hanya satu, isteriku juga menyukai avontuur, jadi hubungan seks yang sifatnya curi curi itu sangat disukai oleh isteriku. Akupun juga suka seks seperti ini, tetapi sampai saat ini aku dan isteriku belum pernah saling terbuka, mungkin kalau kami bisa terbuka maka makin banyak kenikmatan yang bisa aku reguk.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Lamunanku jadi buyar ketika kulihat Airin berdiri sambil melap nonoknya dengan sehelai handuk, sementara si pria itu berdiri juga disampingnya sambil memperhatikan semua gerakan Airin. Selesai membersihkan nonoknya Airin berjongkok didepan sipria dan mulai lagi mengulum ****** si pria itu, dari kejauhan kulihat si pria memegang kepala Airin yang sudah menelan habis batang kontolnya itu. Rupanya Airin hanya sekedar membersihkan ****** sipria itu agar tidak berlendir karena setelah itu ia mengeluarkan ****** si pria itu dan langsung memeluk sipria sambil berdiri serta mengangkat kaki kirinya keatas tempat tidur. Dengan posisi seperti itu, si pria muda menggenggam kontolnya sendiri dan menepatkannya diantara selangkangan Airin, setelah dirasakan sudah masuk Airin langsung mengangkat kedua kakinya dan melingkarkan kepantat sipria sementara dari belakang kulihat ****** sipria itu lenyap diantara selangkangan Airin. Dengan sambil memegang pantat Airin dan Airin merangkulkan tangannya dipundak keduanya asyik berciuman. Aku benar benar tak tahan, aku pergi menjauh dari kamar itu dan mengeluarkan handphone untuk menghubungi Airin dikamarnya itu, aku sudah benar benar nekad ingin ikut nimbrung dalam permainan itu, dan aku sudah tidak memikirkan akibatnya lagi,rasanya apapun yang terjadi aku akan hadapi yang penting ngacengku ini bisa hilang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dari kejauhan kudengar tilpon Airin berdering, tetapi tidak juga diangkat, aku yakin bahwa Airin sedang menguber kenikmatan jadi dia agak acuh dengan dering tilpon itu, tetapi aku tak mau kalah aku juga terus menunggu… Akhirnya telepon itu diangkat juga, jantungku dag dig dug karena tegangnya, "Hallo….siapa ya ?" kudengar suara Airin yang agak serak dan mendesah. Aku yakin Airin menerima tilponku itu sambil terus bersetubuh, " Airin ya…ini aku Roy, kenapa sih kok lama menerimanya ?" "Oh Roy, maaf aku sedang dikamar mandi, ada apa Roy, apa kamu mau ambil paket dari LA ?" Dalam hati aku tertawa mendengar kebohongan Airin itu, "Nggak Rin, kok rasanya suaramu aneh sepertinya kamu sedang menikmati sesuatu gitu lho" Sambil berbicara begitu aku kembali mendekati pintu kamar tadi, ketika kuintai benar dugaanku, tubuh Airin masih bersatu dengan tubuh sipria itu, tetapi sekarang posisinya lain, sipria itu berbaring sementara Airin duduk dipangkal pahanya, aku yakin bahwa saat itu ****** sipria terbenam dalam nonok Airin. Mendengar perkataanku Airin tertawa " Menikmati apa Roy ?" Barangkali aja kamu sedang main dengan Hendro ya ?" Airin tertawa dan berkata lagi "kamu ini ada ada saja Roy", aku lalu menjawab dengan agak berbisik " Rin, aku sebenarnya sudah dalam rumahmu, aku sudah lihat kamu main main sama cowok dikamarmu, aku sekarang nunggu kamu dikamar sebelah, cepetan deh" Tanpa menunggu jawaban Airin, tilpon kututup dan aku masuk kekamar sebelahnya dan menunggu dengan berdebar debar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Lebih dari lima menit Airin tidak juga kunjung muncul, aku jadi berpikir apakah dia menyelesaikan hajatnya terlebih dahulu ataukah dia lagi bingung menyuruh sicowok itu untuk pergi. Tapi aku yang sudah terangsang nggak karuan ini langsung aja mencopot celana panjangku dan dengan separuh telanjang karena bajuku masih kupakai aku duduk dikursi sambil mengelus elus kontolku yang rasanya jadi tambah panjang dari biasanya itu. Saat itulah pintu kamar terbuka dan Airin masuk kekamar itu, wajahnya pucat pasi dan gemetaran, Airin hanya memakai duster yang kelihatan sekali kalau didalamnya dia tak memakai apa apa, karena kulihat susunya bergerak gerak ketika ia berjalan. Airin dengan wajah pucat mencoba untuk tersenyum melihat aku yang separuh telanjang itu. Tanpa banyak bicara aku langsung berdiri dan mendekati Airin, aku langsung merangkul Airin dan menciumnya. Airin diam saja, entah karena perasaan takut atau bagaimana, aku tak perduli aku langsung membuka dusternya sambil bertanya, "Dimana anak tadi Rin ?" Airin tak menjawab, begitu duster Airin terbuka benar dugaanku Airin tak memakai apa apa dibalik duster itu, aku langsung mengulum pentil susunya yang coklat itu dan tangannya kubimbing agar memegang kontolku yang panas itu. Airin tetap diam saja, kudorong Airin keatas tempat tidur yang ada dikamar itu dan begitu ia sudah terbaring langsung kukuakkan pahanya dan kucobloskan kontolku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tiba tiba saja Airin berkata "Roy apa cukup masuk dipunyaku, hati hati lho " Aku membatalkan untuk memasukkan kontolku langsung, lalu aku mengambil ludah dengan jariku untuk kuoleskan keujung kontolku, setelah kulihat basah dan licin barulah kumasukkan lagi diantara bibir nonok Airin yang membengkak itu. Kulihat Airin memejamkan matanya sambil menggigit bibir, sekali sentak kontolku amblas masuk kedalam liang nonok Airin. Saat itulah Airin merintih dan secara refleks tangannya memelukku, kubalas pelukannya dan kucium bibir Airin yang tebal dan merekah itu, sengaja aku membiarkan kontolku mentok terbenam didasar nonoknya karena aku menunggu agar dia yang menggoyangkan pantat untuk merasakan enaknya kontolku, aku hanya menciumi dan menggigiti bibirnya sambil tanganku meremas remas susunya yang kenyal dan montok itu, benar saja tak lama kemudian mulai kurasakan goyangan pantat Airin berusaha untuk menepatkan ujung kontolku dibagian yang paling sensitif didalam nonoknya, awalnya pelan pelan kurasakan ujung kontolku digosok gosok dinding rahim Airin, lama kelamaan gosokan itu makin keras dan akhirnya menggila karena Airin yang sudah hilang sungkannya sekarang benar benar menggoyang pantatnya agar supaya terasa nikmatnya, aku sendiri begitu melihat Airin sudah bereaksi langsung kupacu kontolku dengan gerakan memutar juga untuk mengimbangi Airin, seperti dugaanku, nonok Airin tidak terlalu peret, bahkan boleh dikatakan longgar, namun nikmatnya berpetualang menyebabkan persetubuhan ini benar benar terasa lain, apalagi Airin sangat pandai membuat ujung kontolku seperti digerus setiap kali mentok didasar nonoknya. Kami sama sekali tak ada niatan untuk berganti posisi karena yang kami kejar hanyalah puncak kenikmatan yaitu memancarnya air mani kami secara bersamaan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Suara kontolku yang keluar masuk diliang berkecipak karena liang Airin sudah penuh dengan lendir yang membuat liang Airin jadi becek nggak karuan. Airin sendiri yang sudah seperti orang kesurupan tanpa sungkan menjilati dadaku dan kadang kadang menggigit pundakku, rasa geli yang mengumpul diujung kontolku membuat aku jadi tak tahan lagi, dengan melenguh keras kusemprotkan air maniku sementara itu Airin sendiri juga mencengkeram pundakku dan menjepitkan kedua kakinya kepahaku, dia juga mencapai puncak kepuasannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kubiarkan saja Airin yang kelelahan terbaring lemas sambil memejamkan matanya, kuperhatikan cuping hidungnya penuh dengan bintik keringat, wajahnya yang cantik membuat penampilannya sangat anggun, aku tak tahu apa yang terjadi dalam rumah tangganya, apakah Hendro tahu semua ini, dan mengapa Airin begitu berani memasukkan laki laki disiang hari bolong seperti ini, kenapa tak ada yang dikhawatirkannya, aku menduga pasti ada sesuatu yang misterius dirumah ini, tetapi aku tak perduli, karena urusanku hanyalah dengan Airin sendiri dan kalau boleh dikatakan lebih khusus lagi dengan nonok Airin yang membuat birahiku jadi naik itu. Ketika membuka matanya, wajah Airin langsung merona merah, dia sangat malu kepadaku dengan semua ini katanya "Roy, kamu jangan bilang pada Hendro ya, aku malu sekali lho" Aku tak menjawab hanya kucium bibirnya yang tebal dan merangsang itu. Airin berkata lagi " Tak nyana lho Roy kalau kamu mendadak muncul, bikin aku jadi kaget sekali " "Roy kapan kapan kita keluar saja ya, apakah Novie juga mengerti kalau kamu jagoan seperti ini ?" Aku hanya tersenyum saja " Ayo deh aku pulang dulu ya, entar kalau Hendro datang bisa gawat nich, kemana cowok tadi Rin ?" Airin menjawab kalau cowok tadi sudah disuruhnya pulang. Airin langsung berdiri dan memakai dusternya serta mengantarku kedepan. Aku sengaja tak mau bertanya macam macam, tetapi aku percaya bahwa Airin juga tahu kalau Hendro juga suka main perempuan jadi scorenya draw. Aku menaiki mobilku sambil tersenyum sendiri karena teringat akan pengalamanku sendiri dengan Novie isteriku…</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1918422191489806551.post-50712416963161307102012-08-06T03:00:00.003-07:002012-08-06T03:00:41.800-07:00Cerita sex Perselingkuhan Di Siang Hari<br />
<div style="text-align: justify;">
Malu sebenarnya aku untuk menceritakan ini tapi aku benar-benar merasakan kenikmatan yang luar biasa dari pengalaman yang satu ini. Tak tahan rasanya kalau terus-menerus dipendam sendiri saja. Aku seorang ibu rumah tangga Melayu yang tinggal di daerah Gombak, di sebelah Utara Kuala Lumpur. Usiaku 26 tahun. Kami sudah berumah tangga selama dua tahun tapi sampai saat ini belum dikaruniai anak. Suamiku bekerja di sebuah perusahaan perhutanan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Hari itu hari Jumat di tahun 2006. Sebelum pergi kerja paginya suamiku bilang kalau dia akan singgah di rumah untuk makan siang sebelum outstation petangnya. Dia minta saya masak untuk dia dan beberapa kawannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Pukul 12.30 tengah hari suami saya sampai di rumah dengan Trooper kantor. Bersama dia ada 4 orang lagi. Semuanya katanya kawan sekantor yang harus pergi outstation.</div>
<div style="text-align: justify;">
“Mau makan dulu, Bang?” tanyaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
“Ah, nantilah, dik… sekarang sudah telat. Harus pergi sembahyang Jumat dulu. Balik sembahyang nanti, baru makan,” kata suamiku.</div>
<div style="text-align: justify;">
Sehabis makan nanti mereka mau terus berangkat ke Penang. Dari empat orang, salah seorangnya tak pergi sembahyang Jumat sebab dia Hindu. Namanya Balan. Orangnya jangkung kurus dan hitam. Kumisnya cukup tebal. Di pergelangan tangannya melingkar gelang seperti layaknya orang India. Jadi dia ini menunggu di rumah. Balan menonton TV di depan sambil duduk atas sofa.</div>
<div style="text-align: justify;">
Tak lama setelah suami dan ketiga orang kawannya pergi ke masjid, Balan minta kain handuk padaku karena mau buang air katanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kuberikan handuk padanya, lalu kuteruskan kerja mencuci piring.</div>
<div style="text-align: justify;">
Waktu Balan keluar dari kamar mandi, entah bagaimana kain handuknya tersangkut pada kursi makan tepat di belakangku sehingga terjatuh bersama kursi. Brukkkkkk!!!! Aku terkejut dan spontan melihat ke arahnya. Aku langsung terdiam terpaku begitu melihat batang Balan yang besar dan hitam berkilat. Tak potong. Aku tertegun…. karena tak pernah melihat senjata lelaki sebesar itu sebelumnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
“Maaf Kak,” kata Balan memecah kesunyian.</div>
<div style="text-align: justify;">
Sambil sedikit gemetar kuambil handuknya yang terjatuh di dekatku dari lantai dan perlahan kuberikan kembali kepada Balan. Entah bagaimana waktu aku menyodorkan handuk itu tiba-tiba Balan menarik dan menciumku. Aku mencoba lari tapi dia terus memelukku.</div>
<div style="text-align: justify;">
“Maaf sekali lagi Kak, saya suka sama akak punya body…akak jangan marah, saya tak tahan.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Balan merayu diriku yang kini sudah berada dalam dekapannya. Dijelaskannya kenapa ia begitu bernafsu melihatku. Aku baru sadar kalau sejak datang Balan sudah mengamati tubuhku yang memang tak memakai pakaian dalam dan terpatri cukup jelas melalui baju kurung sutra dengan corak polos dan warna terang yang kupakai. Ia juga rupanya mengamati kulitku yang putih bersih dan wajahku yang kata orang memang cantik walaupun sebenarnya aku mengenakan tudung.</div>
<div style="text-align: justify;">
Tak panjang-panjang lelaki India itu bercerita, Balan kembali menciumiku dengan penuh nafsu…. rasanya merinding. Aku begitu terpana dengan kejadian yang cepat itu dan tak berdaya menampik serangan-serangannya. Handuk itu pun terlepas dari tanganku. Balan ternyata sangat pandai memainkan kedua putingku yang masih berada di balik baju. Salahku juga yang tak memakai BH saat itu. Sebenarnya celana dalam pun aku tak pakai, walaupun aku memakai baju kurung dengan tudung….</div>
<div style="text-align: justify;">
Aku pun tak tahu apakah aku harus marah kepadanya. Walaupun jelas ia tak bisa menahan nafsunya terhadap diriku tapi tadi ia berkali-kali berkata minta maaf padaku. Juga dari caranya menciumi diriku, seperti layaknya seorang yang sangat merindukan kekasihnya. Begitu hangat dan penuh perasaan. Terus terang aku jadi mulai terhanyut.</div>
<div style="text-align: justify;">
Balan rasanya bisa melihat kalau aku mulai kepayahan dan tak berdaya menolaknya. Ia pun semakin gencar mengulum bibirku sehingga aku tak mampu berkata-kata. Sementara tangannya bergerilya ke sekujur tubuhku.</div>
<div style="text-align: justify;">
Aku merasa semakin merinding sebab Balan mulai memasukkan tangannya ke dalam kainku. Tubuhku serasa bergetar dengan hebatnya. Sebenarnya sudah 18 hari saat itu aku tak bercinta dengan suamiku. Tak tahu apa sebabnya suamiku jarang mau bersetubuh denganku.</div>
<div style="text-align: justify;">
Karena itu sebetulnya dalam hati aku merasa amat tersanjung bertemu dengan lelaki yang langsung ingin menyetubuhiku padahal kami baru saja bertemu beberapa menit yang lalu. Apalagi yang mau disetubuhinya itu adalah istri teman sekerjanya sendiri dan kami hanya punya waktu yang singkat saja. Begitu besar risiko yang harus ditempuhnya hanya untuk menyalurkan hasratnya kepadaku. Tiba-tiba aku merasa sangat bergairah.</div>
<div style="text-align: justify;">
Balan tampak senang mengetahui aku tak memakai celana dalam. Dimain-mainkannya kelentitku dengan lihainya. Aku serasa terbang ke awang-awang. Di dalam pelukannya, aku membiarkan dia mempermainkan jemarinya di vaginaku. Mataku mulai merem melek. Tak sadar erangan nikmat mengalir dari mulutku. Balan tampak semakin senang melihat kepasrahanku.</div>
<div style="text-align: justify;">
“Akak jangan takut, saya akan pelan-pelan…” janji Balan tentang caranya dia akan menyetubuhiku.</div>
<div style="text-align: justify;">
Karena itu akhirnya aku sama sekali tak menolak ketika Balan membawaku ke ruang tengah dan berbaring di atas lantai di depan TV. Dia buka tudung dan bajuku. Lalu dia buka pula semua bajunya. Lucunya entah karena gugup atau begitu nafsunya, Balan memerlukan waktu agak lama untuk melucuti pakaiannya sendiri. Aku pun menunggu dengan harap-harap cemas dalam keadaan sudah bugil di atas lantai sambil memandangi penisnya yang kuncup dan tegang.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kami pun kembali berciuman dengan penuh nafsu. Kali ini dalam keadaan bugil. Aku bisa merasakan tubuhnya yang dipenuhi rambut tebal menyentuh tubuh bugilku. Geli dan menggairahkan…! Beda rasanya dengan tubuh suamiku yang bersih dari rambut. Aku juga bisa merasakan penisnya yang besar seperti ular merayapi pahaku. Penis yang hitam dan tak dikhitan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Jarinya masuk ke dalam vaginaku. Aku tersentak dan mengerang karena kenikmatan. Dia juga menciumi seluruh tubuhku. Balan benar-benar pandai dan tahu cara memperlakukan seorang perempuan. Aku makin tak tahan. Balan lalu menjilati vaginaku…. Aku pun memohon. Aku benar-benar tak tahan.</div>
<div style="text-align: justify;">
“Balan cepat….”</div>
<div style="text-align: justify;">
Lalu Balan memasukkan batangnya yang sudah sangat keras ke dalam vaginaku yang sudah basah kuyup rasanya. Dalam hal ini pun dia sangat pandai… dimasukkannya pelan-pelan, tarik-keluar tarik-keluar. Sedaaap sekali rasanya…. Tuhan saja yang tahu. Batangnya sangat besar sehingga penuhlah rasanya lubang kemaluanku. Aku mengangkat punggung setiap kali Balan menghenyakkan batangnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah itu aku seperti orang gila saja. Tak pernah aku merasakan kenikmatan seperti itu. Lebih kurang lima menit aku merasa seperti mau kencing. Aku tahu aku sudah orgasme. Ooohh… nikmat sekali rasanya… kutarik badan Balan dan kudorong punggungku ke atas. Lalu kulilitkan kakiku ke pinggang Balan. Balan pun saat itu menghentak lagi dengan kuat….</div>
<div style="text-align: justify;">
Aku seperti meraung waktu itu. Sedappp… lalu muncratlah… Setelah terpancur air maninya, satu menit kami tak bergerak. Hanya saling berpelukan dengan erat. Nafas kami terengah-engah. Pandanganku nanar seakan terbang melayang ke langit ketujuh. Selama beberapa saat aku merasakan ketenangan, kenyamanan, dan perasaan puas bercampur aduk. Vaginaku terasa sangat panas dan basah kuyup. Penis Balan berdenyut-denyut di dalam alat kelaminku.</div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah itu Balan menarik keluar batangnya dari dalam vaginaku… Ia tampak seperti ular sawah yang tertidur setelah selesai menyantap mangsanya…. terkulai.</div>
<div style="text-align: justify;">
Balan lalu berkata sambil mengecup dahiku, “Terima kasih akak!”</div>
<div style="text-align: justify;">
Aku tersenyum senang dan berbaring bugil bersamanya di depan TV. Tangan Balan melingkari leherku yang telanjang. Kurebahkan kepalaku di dadanya. Lalu sebelah tanganku menggapai kemaluan Balan yang masih basah setelah selesai digunakan untuk menyetubuhiku. Aku memandangi dan mengagumi batangnya yang kuncup dan begitu perkasa. Kubelai-belai penis Balan dengan lembut. Sementara itu bibirku menciumi dadanya yang hitam bidang dan dipenuhi rambut. Balan sendiri masih terbaring mengumpulkan kembali tenaganya tapi tampak jelas kalau ia sangat senang dengan perlakuanku.</div>
<div style="text-align: justify;">
Dibelai-belainya punggungku yang putih mulus dan juga rambutku yang hitam panjang. Dia tersenyum sambil memandangiku.</div>
<div style="text-align: justify;">
Aku terus mengusap-usap kemaluannya yang panjang dan kuncup itu. Dalam waktu yang tak berapa lama, aku bisa merasakan batang yang hitam itu sedikit demi sedikit mengeras kembali karena belaian dan rangsanganku. Senang sekali melihatnya…!</div>
<div style="text-align: justify;">
Sebelum suamiku dan kawan-kawannya kembali, Balan masih sempat menyetubuhiku sekali lagi. Kami berdua memang sama-sama ingin melakukannya lagi. Persetubuhan ronde kedua ini berlangsung cukup singkat. Dalam waktu 5 menit aku sudah berhasil mencapai orgasme. Beberapa detik kemudian Balan pun menggeram dan memuntahkan air maninya kembali di dalam rahimku. Aku belum pernah merasakan sensasi dan kebahagiaan seperti ini sebelumnya. Karena itu setelah Balan selesai menyetubuhiku untuk kedua kalinya, aku langsung memeluk dan mencium bibirnya dengan ikhlas sebagai tanda terima kasih.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kami mendengar suara Trooper memasuki pekarangan rumah tepat saat aku baru saja mengenakan kembali baju kurungku. Untunglah tadi begitu selesai ronde kedua Balan langsung menyuruhku bergegas berpakaian kembali tanpa kami sempat membersihkan diri dulu. Rupanya benarlah sarannya. Sambil mengenakan tudungku, aku segera menyiapkan hidangan di meja makan sementara Balan duduk di depan TV seolah tak pernah terjadi apa pun.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kalau kupikir-pikir dengan akal sehat, sungguh nekat apa yang telah kulakukan tadi bersama Balan! Apalagi kalau kuingat pintu rumah kami pun dalam keadaan terbuka lebar! Untung saja tak ada seorang pun yang datang saat kami bersetubuh tadi… Kebetulan lokasi rumah kami memang agak jauh dari para tetangga maupun jalan raya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Apa yang kami berdua lakukan tadi sebenarnya relatif sangat singkat. Kalau dihitung sejak Balan keluar dari kamar mandi sampai kami berpakaian kembali total waktunya hanya sekitar setengah jam. Walaupun singkat tapi benar-benar memuaskan dan menegangkan!</div>
<div style="text-align: justify;">
Aku agak gugup sebetulnya waktu melayani suamiku dan kawan-kawannya di meja makan. Maklum, inilah pertama kalinya aku berselingkuh terhadap suamiku. Apalagi lelaki yang baru saja menyetubuhiku ikut duduk pula semeja bersama kami. Aku pun masih merasakan air mani Balan mengalir keluar dari vaginaku karena aku belum sempat membersihkan diri. Untunglah Balan orangnya sangat periang dan banyak bicara. Suamiku dan kawan-kawannya lalu asyik makan sambil mengobrol dengan serunya. Sementara aku sendiri tidak terlalu banyak bicara karena masih terbayang-bayang baru saja disetubuhi secara hebat oleh Balan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Begitu suamiku mengecup dahiku berpamitan dan pergi bersama kawan-kawannya, aku segera mengunci pintu dan melepas semua pakaianku. Aku bermasturbasi membayangkan persetubuhanku bersama Balan tadi. Sungguh luar biasa dan menegangkan!</div>
<div style="text-align: justify;">
Aku jadi ingin kembali bersetubuh dengan Balan tapi dia belum ada lagi tugas outstation setelah kejadian itu. Itulah pertama kalinya aku merasakan batang lelaki lain selain milik suami. Aku merasakan kenikmatan dan sensasi yang luar biasa. Jadi timbul keinginan untuk merasakan batang yang lain lagi…..</div>
<div style="text-align: justify;">
TAMAT</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1918422191489806551.post-62466734605440763832012-08-06T02:59:00.003-07:002012-08-06T02:59:40.578-07:00Cerita sex Nikmatnya Istri Karyawanku<br />
<div style="text-align: justify;">
Hari itu salah seorang direktur perusahaan, Pak Freddy, sedang mengadakan resepsi pernikahan anaknya di sebuah hotel bintang lima di kawasan Senayan. Tentu saja akupun diundang, dan malam itu akupun meluncur menuju tempat resepsi diadakan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Aku pergi bersama dengan Jason, temanku waktu kuliah di Amerika dahulu. Sesampainya di hotel tampak para undangan sebagian besar membawa pasangannya masing-masing. Iri juga melihat mereka ditemani oleh istri dan anak mereka, sedangkan aku, karena masih bujangan, ditemani oleh si bule ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Selamat malam Pak.." sapa seseorang agak mengagetkanku. Aku menoleh, ternyata Lia sekretarisku yang menyapaku. Dia datang bersama tunangannya. Tampak sexy dan cantik sekali dia malam itu, disamping juga anggun. Berbeda sekali jika dibandingkan saat aku sedang menikmati tubuhnya,.. Liar dan nakal. Dengan gaun malam yang berdada rendah, belahan buah dadanya yang besar tampak menggoda.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Malam Lia" balasku. Mata Jason tak henti-hentinya menatap Lia, dengan pandangan kagum. Lia hanya tersenyum manis saja dilihat dengan penuh nafsu seperti itu. Tampak dia menjaga tingkah lakunya, karena tunangannya berada di sampingnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kamipun lalu berbincang-bincang sekedarnya. Lalu akupun permisi hendak menyapa para undangan lain yang datang, terutama para klienku.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Malam Pak Robert.." seorang wanita cantik tiba-tiba menyapaku. Dia adalah Santi, istri dari Pak Arief, manajer keuangan di kantorku. Mereka baru menikah sekitar tiga bulan yang lalu.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Oh Santi.. Malam" kataku</div>
<div style="text-align: justify;">
"Pak Arief dimana?"</div>
<div style="text-align: justify;">
"Sedang ke restroom.. Sendirian aja Pak?" tanyanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Sama teman" jawabku sambil memandangi dia yang malam itu tampak cantik dengan gaun malamnya dengan anggun. Belahan gaunnya yang tinggi memamerkan pahanya yang putih menggiurkan. Dadanya walaupun tak sebesar Lia, tampak membusung menantang.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Makanya, cari istri dong Pak.. Biar ada yang nemenin" katanya sambil tersenyum manis.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Belum ada yang mau nih"</div>
<div style="text-align: justify;">
"Ahh.. Bapak bisa saja.. Pasti banyak banget cewek yang mau sama bapak.. Kalau belum married saya juga mau lho.." jawabnya menggoda.</div>
<div style="text-align: justify;">
Memang Santi ini rasanya punya perasaan tertentu padaku. Tampak dari cara bicaranya dan cara dia memandangku.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Oh.. Kalau saya sih mau lho sama kamu biarpun kamu sudah married" kataku sambil menatap wajahnya yang cantik.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Ah.. Pak Robert.. Bisa aja.." jawabnya sambil tersipu malu.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Bener lho mau aku buktiin?" godaku</div>
<div style="text-align: justify;">
"Janganlah Pak.. Nanti kalau ketahuan suamiku bisa gawat" jawabnya perlahan sambil tersenyum.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Kalau nggak ketahuan gimana.. Nggak apa khan?" rayuku lagi.</div>
<div style="text-align: justify;">
Santi tampak tersipu malu. Wah.. Aku mendapat angin nih.. Memang aku sejak berkenalan dengan Santi beberapa bulan yang lalu sudah membayangkan nikmatnya menyetubuhi wanita ini. Dengan kulit putih, khas orang Bandung, rambut sedikit ikal sebahu, bibir tipis, dan masih muda lagi. Dia baru berumur 24 tahunan."Gimana nih setelah kawin.. Enak nggak? Pasti masih hot y.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Godaku lagi.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Biasa aja kok Pak.. Kadang enak.. Kadang nggak.. Tergantung moodnya" jawabnya lirih.</div>
<div style="text-align: justify;">
Dari jawabannya aku punya dugaan bahwa Pak Arief ini tidak begitu memuaskannya di atas tempat tidur. Mungkin karena usia Pak Arief yang sudah berumur dibandingkan dengan dirinya yang masih penuh gejolak hasrat seksual wanita muda. Pasti jarang sekali dia mengalami orgasme. Uh.. Kasihan sekali pikirku.</div>
<div style="text-align: justify;">
Tak lama Pak Ariefpun datang dari kejauhan.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Wah.. Pak Arief.. Punya istri cantik begini kok ditinggal sendiri" kataku menggoda.</div>
<div style="text-align: justify;">
Santi tampak senang aku puji seperti itu. Tampak dari tatapan matanya yang haus akan kehangatan laki-laki tulen seperti aku ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Iya Pak.. Habis dari belakang nih" jawabnya. Tatapan matanya tampak curiga melihat aku sedang mengobrol dengan istrinya yang jelita itu. Mungkin dia sudah dengar kabar akan ke-playboyanku di kantor.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Ok saya tinggal dulu ya Pak Arief.. Santi" kataku lagi sambil ngeloyor pergi menuju tempat hidangan.Aq punmenyantapnya nikmat. Maklum perutku sudah keroncongan, terlalu banyak basa-basi dengan para tamu undangan tadi. Kulihat si Jason masih ngobrol dengan Lia dan tunangannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Ketika aku mencari Santi dengan pandanganku, dia juga sedang mencuri pandang padaku sambil tersenyum. Pak Arief tampak sedang mengobrol dengan tamu yang lain. Memang payah juga bapak yang satu ini, tidak bisa membahagiakan istrinya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Santi kemudian berjalan mengambil hidangan, dan akupun pura-pura menambah hidanganku.</div>
<div style="text-align: justify;">
"San.. Kita terusin ngobrolnya di luar yuk" ajakku berbisik padanya</div>
<div style="text-align: justify;">
"Nanti saya dicari suami saya gimana Pak.."</div>
<div style="text-align: justify;">
"Bilang aja kamu sakit perut.. Perlu ke toilet. Aku tunggu di luar"Kataku sambil menahan nafsu melihat lehernya yang putih jenjang, dan lengannya yang berbulu halus</div>
<div style="text-align: justify;">
Tak lama Santipun keluar ruangan resepsi menyusulku. Kamipun pergi ke lantai di atas, dan menuju toilet. Aku berencana untuk bermesraan dengan dia di sana. Kebetulan aku tahu suasananya pasti sepi. Sebelum sampai di toilet, ada sebuah ruangan kOsong,, sebuah meeting room, yang terbuka. Wah kebetulan nih, pikirku. Kutarik Santi ke dalam dan kututup pintunya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Tanpa basa-basi lagi, aku cium bibirnya yang indah itu. Santipun membalas bergairah. Tangankupun bergerak merambahi buah dadanya, sedangkan tanganku yang satu mencari kaitan retsleting di belakang tubuhnya. Kulepas gaunnya sebagian sehingga tampak buah dadanya yang ranum hanya tertutup BH mungil berwarna krem. Kuciumi leher Santi yang jenjang itu, dan kusibakkan cup BHnya kebawah sehingga buah dadanya mencuat keluar. Langsung kujilati dengan rakus buah dada itu, aku hisap dan aku permainkan putingnya yang sudah mengeras dengan lidahku.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Oh.. Pak Robertt.." desah Santi sambil menggeliat.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Enak San.."</div>
<div style="text-align: justify;">
"Enak Pak.. Terus Pak.." desahnya lirih.</div>
<div style="text-align: justify;">
Tangankupun meraba pahanya yang mulus, dan sampai pada celana dalamnya. Tampak Santi sudah begitu bergairah sehingga celananya sudah lembab oleh cairan kewanitaannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Santipun kemudian tak sabar dan membuka kancing kemeja batikku. Dicium dan dijilatinya putingku.. Lalu terus ke bawah ke perutku. Kemudian dia berlutut dan dibukanya retsleting celanaku, dan tangannya yang lentik berbulu halus itu merogoh ke dalam mengeluarkan kemaluanku dari celana dalamnya. Memang kami sengaja tidak mau telanjang bulat karena kondisi yang tidak memungkinkan.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Ohh.. Besar sekali Pak Robert.. Santi suka.." katanya sambil mengagumi kemaluanku dari dekat.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Memang punya suamimu seberapa?" tanyaku tersenyum menggoda.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Mungkin cuma separuhnya Pak Robert.. Oh.. Santi suka.." katanya tak melanjutkan lagi jawabannya karena mulutnya yang mungil itu sudah mengulum kemaluanku.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Enak Pak?" tanyanya sambil melirik nakal kepadaku. Tangannya sibuk meremas-remas buah zakarku sementara lidahnya menjilati batang kemaluanku.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Enak sayang.. Ayo isap lagi" jawabku menahan rasa nikmat yang menjalar hebat. sementara kedua tangannya meremas-remas pantatku. Sangat sexy sekali melihat pemandangan itu. Seorang wanita cantik yang sudah bersuami, bertubuh padat, sedang berlutut didepanku dengan pipi yang menggelembung menghisap kemaluanku. Terlebih ketika kemaluanku keluar dari mulutnya, tanpa menggunakan tangannya dan hanya menggerakkan kepalanya mengikuti gerak kemaluanku, Santi mengulumnya kembali.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Hm.. tongkol bapak enak banget.. Santi suka tongkol yang besar begini" desahnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Tiba-tiba terdengar bunyi handphone. Santipun menghentikan isapannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Iya Mas.. Ada apa?" jawabnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Lho Mas udah pikun ya.. Khan Santi tadi usah bilang.. Santi mau ke toilet.. Sakit perut.. Gimana sih" Santi berbicara kepada suaminya yang tak sabar menunggu. Sementara tangan Santi yang satu tetap meraba dan mengocok kemaluan atasan suaminya ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Iya Mas.. Mungkin salah makan nih.. Sebentar lagi Mas.. Sabar ya.."</div>
<div style="text-align: justify;">
Kemudian tampak suaminya berbicara agak panjang di telpon, sehingga waktu tersebut digunakan Santi untuk kembali mengulum kemaluanku sementara tangannya masih memegang handphonenya.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Iya Mas.. Santi juga cinta sama Mas.." katanya sambil menutup telponnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Suamiku sudah nunggu. Tapi biarin aja deh dia nunggu agak lama, soalnya Santi pengin puas dulu". Sambil tersenyum nakal Santi kembali menjilati kemaluanku.</div>
<div style="text-align: justify;">
Aku sudah ingin menikmati kehangatan tubuh wanita istri bawahanku ini. Kutarik tangannya agar berdiri, dan akupun tiduran di atas meja meeting di ruangan itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
Tanpa perlu dikomando lagi Santi menaiki tubuhku dan menyibak gaun dan celana dalamnya sehingga vaginanya tepat berada di atas kemaluanku yang sudah menjulang menahan gairah.</div>
<div style="text-align: justify;">
Santi kemudian menurunkan tubuhnya sehingga kemaluankupun menerobos liang vaginanya yang masih sempit itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Oh.. My god.." jeritnya tertahan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kupegang pinggangnya dan kemudian aku naik-turunkan sehingga kemaluanku maju mundur menjelajahi liang nikmat istri cantik Pak Arief ini. Kemudian tanganku bergerak meremas buah dadanya yang bergoyang saat Santi bergerak naik turun di atas tubuhku. Sesekali kutarik badannya sehingga buah dadanya bergerak ke depan wajahku untuk kemudian aku hisap dengan gemas.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Ohh Pak Robertt.. Bapak memang jantan.." desahnya</div>
<div style="text-align: justify;">
"Ayo Pak.. Puaskan Santi Pak.." Santi berkata sambil menggoyang-goyangkan badannya maju mundur di atas kemaluanku.Setelah itu dia kembali menggerakkan badannya naik turun mengejar kepuasan bercinta yang tak didapatkan dari suaminya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah beberapa menit aku turunkan tubuhnya dan aku suruh dia menungging sambil berpegangan pada tepian meja. Aku sibakkan gaunnya, dan tampak pantatnya yang putih menggairahkan hanya tertutup oleh celana dalam yang sudah tersibak kesamping. Kuarahkan kemaluanku ke vaginanya, dan langsung kugenjot dia, sambil tanganku meremas-remas rambutnya yang ikal itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Kamu suka San?" kataku sambil menarik rambutnya ke belakang.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Suka Pak.. Robert.. Suka..""Suamimu memang nggak bisa ya"</div>
<div style="text-align: justify;">
"Dia lemah Pak.. Oh.. God.. Enak Pak.. Ohh"</div>
<div style="text-align: justify;">
"Ayo bilang.. Kamu lebih suka ngent*tin suamimu atau aku" tanyaku sambil mencium wajahnya yang mendongak ke belakang karena rambutnya aku tarik.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Santi lebih suka dient*tin Pak Robert.. Pak Robert jantan.. Suamiku lemah.. Ohh.. God.." jawabnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Kamu suka tongkol besar ya?" tanyaku lagi</div>
<div style="text-align: justify;">
"Iya Pak.. Oh.. Terus Pak.. Punya suamiku kecil Pak.. Oh yeah.. Pak Robert besar.. Ohh yeah oh.. God. Suamiku jelek.. Pak Robert ganteng. Oh god. Enakhh.." Santi mulai meracau kenikmatan.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Oh.. Pak.. Santi hampir sampai Pak.. Ayo Pak puaskan Santi Pak.." jeritnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Tentu sayang.. Aku bukan suamimu yang lemah itu.." jawabku sambil terus mengenjot dia dari belakang. Tangankupun sibuk meremas-remas buah dadanya yang bergoyang menggemaskan.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Ahh.. Santi sampai Pak.." Santi melenguh ketika gelombang orgasme menerpanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Akupun hampir sampai. Kemaluanku sudah berdenyut- denyut ingin mengeluarkan laharnya. Kutarik tubuh Santi hingga dia kembali berlutut di depanku. Kukocok-kocok kemaluanku dan tak lama tersemburlah spermaku ke wajahnya yang cantik. Kuoles- oleskan sisa-sisa cairan dari kemaluanku ke seluruh wajahnya. Kemudian Santipun mengulum dan menjilati kemaluanku hingga bersih.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Terimakasih Pak Robert.. Santi puas sekali" katanya saat dia membersihkan wajahnya dengan tisu.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Sama-sama Santi. Saya hanya berniat membantu kok" jawabku sambil bergegas membetulkan pakaianku kembali.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Ngomong-ngomong, kamu pintar sekali blowjob ya? Sering latihan?" tanyaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Santi sering lihat di VCD aja Pak. Kalau sama suami sih jarang Santi mau begitu. Habis nggak nafsu sih lihatnya"</div>
<div style="text-align: justify;">
Wah.. Kasihan juga Pak Arief, pikirku geli. Malah aku yang dapat menikmati enaknya dioral oleh istrinya yang cantik jelita itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Kapan kita bisa melakukan lagi Pak" kata Santi mengharap ketika kami keluar ruangan meeting itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Gimana kalau minggu depan aku suruh suamimu ke luar kota jadi kita bisa bebas bersama?""Hihihi.. Ide bagus tuh Pak.. Janji ya" Santi tampak gembira mendengarnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kamipun kembali ke ruangan resepsi. Santi aku suruh turun terlebih dahulu, baru aku menyusul beberapa menit kemudian. Sesampai di ruang resepsi tampak Jason sedang mencari aku.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Hey man.. Where have you been? I've been looking for you"</div>
<div style="text-align: justify;">
"Sorry man.., I had to go to the restroom. I had stomachache" jawabku.</div>
<div style="text-align: justify;">
Tak lama Santi datang bersama Pak Arief suaminya.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Pak Robert, kami mau pamit dahulu.. Ini Santi nggak enak badan.. Sakit perut katanya"</div>
<div style="text-align: justify;">
"Oh ya Pak Arief, silakan saja. Istri bapak cantik harus benar- benar dirawat lho.."</div>
<div style="text-align: justify;">
Santi tampak tersenyum mendengar perkataanku itu, sementara wajah Pak Arief menunjukkan rasa curiga. He.. He.. Kasihan, pikirku. Mungkin dia akan syok berat bila tahu aku baru saja menyetubuhi istrinya yang cantik itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
Tak lama aku dan Jason pun pulang. Sebelum pulang aku berpapasan dengan Lia, sekretarisku. Aku suruh dia untuk mendaftarkan Pak Arief Untk training ke singapura. Memang baru-baru ini aku mendapat tawaran training ke Singapore dari salah satu perusahaan. Lebih baik Pak Arief saja yang pergi, pikirku. Toh memang dia yang mengerjakan pekerjaan itu di kantor, sedangkan aku hanya akan menolong istrinya yang cantik mengarungi lautan birahi selama dia pergi nanti.</div>
<div style="text-align: justify;">
Tak sabar aku menanti minggu depan datang. Nanti akan aku ceritakan lagi pengalamanku bersama Santi bila saatnya tiba. Dengan tidak adanya batas waktu karena terburu-buru, tentu aku akan lebih bisa menikmati dirinya.</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1918422191489806551.post-11311699986703050242012-08-06T02:58:00.001-07:002012-08-06T02:58:21.567-07:00Cerita sex Orgasme Yang Tertunda<br />
<div style="text-align: justify;">
"Masak apa Yen?" kataku sedikit mengejutkan adik iparku, yang saat itu sedang berdiri sambil memotong-motong tempe kesukaanku di meja dapur.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Ngagetin aja sih, hampir aja kena tangan nih," katanya sambil menunjuk ibu jarinya dengan pisau yang dipegangnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Tapi nggak sampe keiris kan?" tanyaku menggoda.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Mbak Ratri mana Mas, kok nggak sama-sama pulangnya?" tanyanya tanpa menolehku.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Dia lembur, nanti aku jemput lepas magrib," jawabku.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Kamu nggak ke kampus?" aku balik bertanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Tadi sebentar, tapi nggak jadi kuliah. Jadinya pulang cepat."</div>
<div style="text-align: justify;">
"Aauww," teriak Yeyen tiba-tiba sambil memegangi salah satu jarinya. Aku langsung menghampirinya, dan kulihat memang ada darah menetes dari jari telunjuk kirinya.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Sini aku bersihin," kataku sambil membungkusnya dengan serbet yang aku raih begitu saja dari atas meja makan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Yeyen nampak meringis saat aku menetesinya dengan Betadine, walau lukanya hanya luka irisan kecil saja sebenarnya. Beberapa saat aku menetesi jarinya itu sambil kubersihkan sisa-sisa darahnya. Yeyen nampak terlihat canggung saat tanganku terus membelai-belai jarinya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Udah ah Mas," katanya berusaha menarik jarinya dari genggamanku. Aku pura-pura tak mendengar, dam masih terus mengusapi jarinya dengan tanganku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku kemudian membimbing dia untuk duduk di kursi meja makan, sambil tanganku tak melepaskan tangannya. Sedangkan aku berdiri persis di sampingnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Udah nggak apa-apa kok Mas, Makasih ya," katanya sambil menarik tangannya dari genggamanku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kali ini ia berhasil melepaskannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Makanya jangan ngelamun dong. Kamu lagi inget Ma si Novan ya?" godaku sambil menepuk-nepuk lembut pundaknya.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Yee, nggak ada hubungannya, tau," jawabnya cepat sambil mencubit punggung lenganku yang masih berada dipundaknya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kami memang akrab, karena umurku dengan dia hanya terpaut 4 tahun saja. Aku saat ini 27 tahun, istriku yang juga kakak dia 25 tahun, sedangkan adik iparku ini 23 tahun.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Mas boleh tanya nggak. Kalo cowok udah deket Ma temen cewek barunya, lupa nggak sih Ma pacarnya sendiri?" tanyanya tiba-tiba sambil menengadahkan mukanya ke arahku yang masih berdiri sejak tadi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sambil tanganku tetap meminjat-mijat pelan pundaknya, aku hanya menjawab, "Tergantung."</div>
<div style="text-align: justify;">
"Tergantung apa Mas?" desaknya seperti penasaran.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Tergantung, kalo si cowok ngerasa temen barunya itu lebih cantik dari pacarnya, ya bisa aja dia lupa Ma pacarnya," jawabku sekenanya sambil terkekeh.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Kalo Mas sendiri gimana? Umpamanya gini, Mas punya temen cewek baru, trus tu cewek ternyata lebih cantik dari pacar Mas. Mas bisa lupa nggak Ma cewek Mas?" tanya dia.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Hehe," aku hanya ketawa kecil aja mendengar pertanyaan itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Yee, malah ketawa sih," katanya sedikit cemberut.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Ya bisa aja dong. Buktinya sekarang aku deket Ma kamu, aku lupa deh kalo aku udah punya istri," jawabku lagi sambil tertawa.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Hah, awas lho ya. Ntar Yeyen bilangan lho Ma Mbak Ratri," katanya sambil menahan tawa.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Gih bilangin aja, emang kamu lebih cantik dari Mbak kamu kok," kataku terbahak, sambil tanganku mengelus-ngelus kepalanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Huu, Mas nih ditanya serius malah becanda."</div>
<div style="text-align: justify;">
"Lho, aku emang serius kok Yen," kataku sedikit berpura-pura serius. Kini belaian tanganku di rambutnya, sudah berubah sedikit menjadi semacam remasan-remasan gemas.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dia tiba-tiba berdiri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Yeyen mo lanjutin masak lagi nih Mas. Makasih ya dah diobatin," katanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku hanya membiarkan saja dia pergi ke arah dapur kembali. Lama aku pandangi dia dari belakang, sungguh cantik dan sintal banget body dia. Begitu pikirku saat itu. Aku mendekati dia, kali ini berpura-pura ingin membantu dia.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Sini biar aku bantu," kataku sambil meraih beberapa lembar tempe dari tangannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Yeyen seolah tak mau dibantu, ia berusaha tak melepaskan tempe dari tangannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Udah ah, nggak usah Mas," katanya sambil menarik tempe yang sudah aku pegang sebagian.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Saat itu, tanpa kami sadari ternyata cukup lama tangan kami saling menggenggam. Yeyen nampak ragu untuk menarik tangannya dari genggamanku. Aku melihat mata dia, dan tanpa sengaja pandangan kami saling bertabrakan. Lama kami saling berpandangan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Perlahan mukaku kudekatkan ke muka dia. Dia seperti kaget dengan tingkahku kali ini, tetapi tak berusaha sedikit pun menghindar. Kuraih kepala dia, dan kutarik sedikit agar lebih mendekat ke mukaku. Hanya hitungan detik saja, kini bibiku sudah menyentuh bibirnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Maafin aku Yen," bisiku sambil terus berusaha mengulum bibir adik iparku ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Yeyen tak menjawab, tak juga memberi respon atas ciumanku itu. Kucoba terus melumati bibir tipisnya, tetapi ia belum memberikan respon juga. Tanganku masih tetap memegang bagian belakang kepala dia, sambil kutekankan agar mukanya semakin rapat saja dengan mukaku. Sementara tangaku yang satu, kini mulai kulingkarkan ke pinggulnya dan kupeluk dia.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Sshh," Yeyen seperti mulai terbuai dengan jilatan demi jilatan lidahku yang terus menyentuh dan menciumi bibirnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Seperti tanpa ia sadari, kini tangan Yeyen pun sudah melingkar di pinggulku. Dan lumatanku pun sudah mulai direspon olehnya, walau masih ragu-ragu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Sshh," dia mendesah lagi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mendengar itu, bibirku semakin ganas saja menjilati bibir Yeyen. Perlahan tapi pasti, kini dia pun mulai mengimbangi ciumanku itu. Sementara tangaku dengan liar meremas-remas rambutnya, dan yang satunya mulai meremas-remas pantat sintal adik iparku itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Aahh, mass," kembali dia mendesah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mendengar desahan Yeyen, aku seperti semakin gila saja melumati dan sesekali menarik dan sesekali mengisap-isap lidahnya. Yeyen semakin terlihat mulai terangsang oleh ciumanku. Ia sesekali terlihat menggelinjang sambil sesekali juga terdengar mendesah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Mas, udah ya Mas," katanya sambil berusaha menarik wajahnya sedikit menjauh dari wajahku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku menghentikan ciumanku. Kuraih kedua tangannya dan kubimbing untuk melingkarkannya di leherku. Yeyen tak menolak, dengan sangat ragu-ragu sekali ia melingkarkannya di leherku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Yeyen takut Mas," bisiknya tak jauh dari ditelingaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Takut kenapa, Yen?" kataku setengah berbisik.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Yeyen nggak mau nyakitin hati Mbak Ratri Mas," katanya lebih pelan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku pandangi mata dia, ada keseriusan ketika ia mengatakan kalimat terakhir itu. Tapi, sepertinya aku tak lagi memperdulikan apa yang dia takutkan itu. Kuraih dagunya, dan kudekatkan lagi bibirku ke bibirnya. Yeyen dengan masih menatapku tajam, tak berusaha berontak ketika bibir kami mulai bersentuhan kembali. Kucium kembali dia, dan dia pun perlahan-lahan mulai membalas ciumanku itu. Tanganku mulai meremas-remas kembali rambutnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bahkan, kini semakin turun dan terus turun hingga berhenti persis di bagian pantatnya. Pantanya hanya terbalut celana pendek tipis saja saat aku mulai meremas-remasnya dengan nakal.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Aahh, Mas," desahnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mendengar desahannya, tanganku semakin liar saja memainkan pantat adik iparku itu. Sementara tangaku yang satunya, masih berusaha mencari-cari payudaranya dari balik kaos oblongnya. Ah, akhirnya kudapati juga buah dadanya yang mulai mengeras itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan posisi kami berdiri seperti itu, batang penisku yang sudah menegang dari tadi ini, dengan mudah kugesek-gesekan persis di mulut vaginanya. Kendati masih sama-sama terhalangi oleh celana kami masing-masing, tetapi Yeyen sepertinya dapat merasakan sekali tegangnya batang kemaluanku itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Aaooww Mas," ia hanya berujar seperti itu ketika semakin kuliarkan gerakan penisku persis di bagian vaginanya. Tanganku kini sudah memegang bagian belakang celana pendeknya, dan perlahan-lahan mulai kuberanikan diri untuk mencoba merosotkannya. Yeyen sepertinya tak protes ketika celana yang ia kenakan semakin kulorotkan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Otakku semakin ngeres saja ketika seluruh celananya sudah merosot semuanya di lantai. Ia berusaha menaikan salah satu kakinya untuk melepaskan lingkar celananya yang masih menempel di pergelangan kakinya. Sementara itu, kami masih terus berpagutan seperti tak mau melepaskan bibir kami masing-masing.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan posisi Yeyen sudah tak bercelana lagi, gerakan-gerakan tanganku di bagian pantatnya semakin kuliarkan saja. Ia sesekali menggelinjang saat tanganku meremas-remasnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Untuk mempercepat rangsangannya, aku raih salah satu tanganya untuk memegang batang zakarku kendati masih terhalang oleh celana jeansku. Perlahan tangannya terus kubimbing untuk membukakan kancing dan kemudian menurunkan resleting celanaku. Aku sedikit membantu untuk mempermudah gerakan tangannya. Beberapa saat kemudian, tangannya mulai merosotkan celanaku. Dan oleh tanganku sendiri, kupercepat melepaskan celana yang kupakai, sekaligus celana dalamnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kini, masih dalam posisi berdiri, kami sudah tak lagi memakai celana. Hanya kemejaku yang menutupi bagian atas badanku, dan bagian atas tubuh Yeyen pun masih tertutupi oleh kaosnya. Kami memang tak membuka itu. Tanganku kembali membimbing tangan Yeyen agar memegangi batang zakarku yang sudah menegang itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kini, dengan leluasa Yeyen mulai memainkan batang zakarku dan mulai mengocok-ngocoknya perlahan. Ada semacam tegangan tingi yang kurasakan saat ia mengocok dan sesekali meremas-remas biji pelerku itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Oohh," tanpa sadar aku mengerang karena nikmatnya diremas-remas seperti itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Mas, udah Mas. Yeyen takut Mas," katanya sambil sedikit merenggangkan genggamannya di batang kemaluanku yang sudah sangat menegang itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Aahh," tapi tiba-tiba dia mengerang sejadinya saat salah satu jariku menyentuh klitorisnya. Lubang vagina Yeyen sudah sangat basah saat itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku seperti sudah kerasukan setan, dengan liar kukeluar-masukan salah satu jariku di lubang vaginanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Aaooww, mass, een, naakk.." katanya mulai meracau. Mendengar itu, birahiku semakin tak terkendali saja.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Perlahan kuraih batang kemaluanku dari genggamannya, dan kuarahkan sedikit demi sedikit ke lubang kemaluan Yeyen yang sudah sangat basah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Aaoww, aaouuww," erangnya panjang saat kepala penisku kusentuh-sentukan persis di klitorisnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Please, jangan dimasukin Mas," pinta Yeyen, saat aku mencoba mendorong batang zakarku ke vaginanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Nggak Papa Yen, sebentaar aja," pintaku sedikit berbisik ditelinganya.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Yeyen takut Mas," katanya berbisik sambil tak sedikit pun ia berusaha menjauhkan vaginanya dari kepala tongkolku yang sudah berada persis di mulut guanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tangan kiri Yeyen mulai meremas-remas pantatku, Sementara tangan kanannya seperti tak mau lepas dari batang kemaluanku itu. Untuk sekedar membuatnya sedikit tenang, aku sengaja tak langsung memasukan batang kemaluanku. Aku hanya meminta ia memegangi saja.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Pegang aja Yen," kataku pelan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Yeyen yang saat itu sebenarnya sudah terlihat bernafsu sekali, hanya mengangguk pelan sambil menatapku tajam. Remasan demi remasan jemari yeyen di batang zakarku, dan sesekali di buah zakarnya, membuatku kelojotan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Aku udah gak tahan banget Yen," bisikku pelan.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Yeyen takut banget Mas," katanya sambil mengocok-ngocok lembut kemaluanku itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Aahh," aku hanya menjawabnya dengan erangan karena nikmatnya dikocok-kocok oleh tangan lembut adik iparku itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kembali kami saling berciuman, sementara tangan kami sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Saat bersamaan dengan ciuman kami yang semakin memanas, aku mencoba kembali untuk mengarahkan kepala tongkolku ke lubang vaginanya. Saat ini, Yeyen tak berontak lagi. Kutekan pantat dia agar semakin maju, dan saat bersamaan juga, tangan Yeyen yang sedang meremas-remas pantatku perlahan-lahan mulai mendorongnya maju pantatku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Kita sambil duduk, sayang," ajaku sambil membimbing dia ke kursi meja makan tadi. Aku mengambil posisi duduk sambil merapatkan kedua pahaku. Sementara Yeyen kududukan di atas kedua pahaku dengan posisi pahanya mengangkang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sambil kutarik agar dia benar-benar duduk di pahaku, tanganku kembali mengarahkan batang kemaluanku yang posisinya tegak berdiri itu agar pas dengan lubang vagina Yeyen. Ia sepertinya mengerti dengan maksudku, dengan lembut ia memegang batang kemaluanku sambil berupaya mengepaskan posisi lubang vaginanya dengan batang kemaluanku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dan bless, perlahan-lahan batang kemaluanku menusuk lubang vagina Yeyen.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Aahh, aaooww, mass," Yeyen mengerang sambil kelojotan badannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kutekan pinggulnya agar dia benar-benar menekan pantatnya. Dengan demikian, batang tongkolku pun akan melesak semuanya masuk ke lubang vaginanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Yeenn," kataku.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Aooww, ter, russ mass.., aahh.." pantatnya terus memutar seperti inul sedang ngebor.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Ohh, nik, nikmat banget mass.." katanya lagi sambil bibirnya melumati mukaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hampir seluruh bagian mukanku saat itu ia jilati. Untuk mengimbangi dia, aku pun menjilati dan mengisap-isap puting susunya. Darahku semakin mendidih rasanya saat pantatnya terus memutar-mutar mengimbangi gerakan naik-turun pantatku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Mass, Yee, Yeeyeen mau," katanya terputus.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku semakin kencang menaik-turunkan gerakan pantatku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Aaooww mass, please mass" erangnya semakin tak karuan.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Yee, Yeyeen mauu, kee, kkeeluaarr mass," ia semakin meracau.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Namun tiba-tiba, "Krriingg.."</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Aaooww, Mas ada yang datang Mas.." bisik Yeyen sambil tanpa hentinya mengoyang-goyangkan pantatnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Yenn," suara seseorang memanggil dari luar.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Cepetan buka Yenn, aku kebelet nih," suara itu lagi, yang tak lain adalah suara Ratri kakaknya sekaligus istriku.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Hah, Mbak Ratri Mas," katanya terperanjat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Yeyen seperti tersambar petir, ia langsung pucat dan berdiri melompat meraih celana dalam dan celana pendeknya yang tercecer di lantai dapur.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sementara aku tak lagi bisa berkata apa-apa, selain secepatnya meraih celana dan memakainya. Sementara itu suara bel dan teriakan istriku terus memanggil.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Yeenn, tolong dong cepet buka pintunya. Mbak pengen ke air nih," teriak istriku dari luar sana.</div>
<div style="text-align: justify;">
Yeyen yang terlihat panik sekali, buru-buru memakai kembali celananya, sambil berteriak, "Sebentarr, sebentar Mbak.."</div>
<div style="text-align: justify;">
"Mas buruan dipake celananya," Yeyen masih sempet menolehku dan mengingatkanku untuk secepatnya memakai celana.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ia terus berlari ke arah pintu depan, setelah dipastikan semuanya beres, ia membuka pintu. Aku buru-buru berlari ke arah ruang televisi dan langsung merebahkan badan di karpet agar terlihat seolah-olah sedang ketiduran.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Gila," pikirku.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Huu, lama banget sih buka pintunya? Orang dah kebelet kayak gini," gerutu istriku kepada Yeyen sambil terus menyelong ke kamar mandi.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Iya sori, aku ketiduran Mbak," kata Yeyen begitu istriku sudah keluar dari kamar mandi.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Haa, leganyaa," katanya sambil meraih gelas dan meminum air yang disodorkan oleh adiknya.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Mas Jeje mana Yen?"</div>
<div style="text-align: justify;">
"Tuh ketiduran dari tadi pulang ngantor di situ," kata Yeyen sambil menunjuk aku yang sedang berpura-pura tidur di karpet depan televisi.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Ya ampun, Mas kok belum ganti baju sih?" kata istriku sambil mengoyang-goyangkan tubuhku dengan maksud membangunkan.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Pindah ke kamar gih Mas," katanya lagi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku berpura-pura ngucek-ngucek mata, agar kelihatan baru bangun beneran. Aku tak langsung masuk kamar, tapi menyolong ke dapur mengambil air minum.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Lho katanya pulang ntar abis magrib, kok baru jam setengah lima udah pulang? Kamu pulang pake apa?" tanyaku berbasa-basi pada istriku.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Nggak jadi rapatnya Mas. Pake taksi barusan," jawab dia.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Lho, kamu lagi masak toh Yen? Kok belum kelar gini dah ditinggal tidur sih?" kata istriku kepada Yeyen setelah melihat irisan-irisan tempe berserakan di meja dapur.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Mana berantakan, lagi," katanya lagi.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Iya tadi emang lagi mo masak. Tapi nggak tahan ngantuk. Jadi kutinggal tidur aja deh," Yeyen berusaha menjawab sewajarnya sambil senyum-senyum.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sore itu, tanpa mengganti pakaiannya dulu, akhirnya istrikulah yang melanjutkan masak. Yeyen membantu seperlunya. Sementara itu, aku hanya cengar-cengir sendiri saja sambil duduk di kursi yang baru saja kupakai berdua dengan Yeyen bersetubuh, walau belum sempat mencapai puncaknya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Waduh, kasihan Yeyen. Dia hampir aja sampai klimaksnya padahal barusan, eh keburu datang nih mbaknya," kataku sambil nyengir melihat mereka berdua yang lagi masak.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1918422191489806551.post-38363527249127576782012-08-06T02:56:00.003-07:002012-08-06T02:56:59.600-07:00Cerita sex Kisah Winda<br />
<div style="text-align: justify;">
Winda seorang ibu muda, 26 tahun yang telah bersuami dan mempunyai seorang anak berumur 1 tahun di tempatkan di Lubuk Sikaping, Kabupaten Pasaman-Sumatera Barat. Kabupaten ini terkenal dengan magisnya yang kuat, terletak di pesisir selatan Sumatera Barat. Demi karirnya di sebuah Bank swasta pemerintah, ia terpaksa bolak balik Padang - Lubuk Sikaping tiap akhir minggu mengunjungi sang suami yang menjadi dosen pada sebuah Universitas di kota Padang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Awal Winda mengenal Johan sejak Winda kost di rumah milik kakak perempuannya. Winda tidak begitu kenal dekat, Winda hanya menganggukkan kepala saja saat bertemu dengannya. Diapun begitu juga pada Winda. Jadi mereka belum pernah berkomunikasi langsung. Yah, sebagai adik pemilik rumah tempat kostnya, Winda harus bisa menempatkan diri seakrab mungkin. Apalagi sifatnya yang suka menyapa dan memberi senyum pada orang yang Winda kenal. Winda tahu diri sebab Winda adalah pendatang di daerah yang cukup jauh dari kota tempat Winda bermukim.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Begitu juga dengan latar belakang Johan Winda tidak begitu tahu. Mulai dari statusnya, usianya juga pekerjaannya. Perkenalan mereka terjadi di saat Winda akan pulang ke Padang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Saat itu hari jumat sore sekitar jam 17.30. Winda tengah menunggu bis yang akan membawanya ke Padang, maklum di depan rumah kost nya itu adalah jalan raya Lintas Sumatera, jadi bis umum yang dari Medan sering melewatinya. Tak seperti biasanya meskipun jam telah menunjukan pukul 17.50, bis tak kunjung juga lewat. Winda jadi gelisah karena biasanya bis ke Padang amatlah banyak. Jika tidak mendapat yang langsung ke Padang, Winda transit dulu di Bukittinggi, dan naik travel dari Bukittinggi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kegelisahannya saat menunggu itu di lihat oleh ibu pemilik kost Winda. Ia lalu memanggil Winda dan mengatakan bahwa adiknya Johan juga mau ke Padang untuk membawa muatan yang akan di bongkar di Padang. Dengan sedikit basa basi Winda berusaha menolak tawarannya itu, namun mengingat Winda harus pulang dan bertemu suami dan anaknya, maka tawaran itu Winda terima. Yah, lalu Winda naik truknya itu menuju Padang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Selama perjalanan Winda berusaha untuk bersikap sopan dan akrab dengan lelaki adik pemilik kostnya itu yang akhirnya Winda ketahui bernama Johan. Usianya saat itu sekitar 45 tahun. Lalu mereka terlibat obrolan yang mulai akrab, saling bercerita mulai dari pekerjaan Winda juga pekerjaan Johan sebagai seorang sopir truk antar daerah. Iapun bercerita tentang pengalamannya mengunjungi berbagai daerah di pulau Sumatera dan Jawa. Winda mendengarkannya dengan baik. Dia bercerita tentang suka duka sebagai sopir, juga tentang stigma orang-orang tentang sifat sopir yang sering beristri di setiap daerah. Windapun memberikan tanggapan seadanya, dapat dimaklumi karena Winda yang di besarkan dalam keluarga pegawai negeri tidak begitu tahu kehidupan sopir.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Windapun bercerita juga tentang pekerjaannya di bidang perbankan dan suka dukanya. Iapun sempat memuji Winda yang mau di tempatkan di luar daerah, dan rela meninggalkan keluarga di kota Padang. Ya Winda tentunya memberikan alasan yang bisa diterima dan masuk akal.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Winda juga memujinya tentang ketekunannya berkerja mencari sesuap nasi dan tidak mau menggantungkan hidup kepada keluarga kakaknya yang juga termasuk berada. Iapun berkata bahwa truk yang ia sopiri itu milik kakaknya itu, setelah ia dan suaminya pensiun dari guru. Sedangkan anak-anak kakaknya itu sudah bekeluarga semua, juga bekerja di beberapa kota di Sumatera juga Jakarta.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Selama perjalanan itu mereka semakin akrab. Winda sempat bertanya tentang keluarga Johan. Ia tampak sedih, menurutnya sang istri minta cerai dengan membawa serta 2 orang anaknya .Istrinya meminta cerai karena ada hasutan dari keluarganya bahwa seorang sopir suka menelantarkan keluarga. dan Johan memberi tahu dirinya sebab musabab ia bercerai dengan lengkap. Padahal bagi Winda saat itu, hal itu tidaklah begitu penting, namun sebagai lawan bicara yang baik selama di perjalanan lebih baik mendengarkan saja. Hingga akhirnya Winda sampai di dekat rumahnya di Padang.</div>
<div style="text-align: justify;">
Winda di jemput suaminya di perempatan jalan by pass itu, Winda sempat mengenalkan Johan pada suami dan suaminya, dan mengucapkan terima kasih atas bantuannya. Tak lupa Winda menawarkan singgah untuk makan kerumahnya, namun Johan dengan sopan menolaknya dengan alasan barang muatan truknya harus di bongkar secepatnya. Dan mereka pun berpisah di perempatan by pass itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Semenjak Winda mengenal Johan, Winda akhirnya sering menumpang truknya ke Padang. Winda jadi tidak kuatir lagi jika tidak ada bis umum yang akan ke membawanya ke Padang. Sejauh itu, keakraban Winda dan Johan, mereka masih dalam batas - batas yang di tentukan norma masyarakat Minang. Ya kadang dalam perjalanan jika perut lapar, mereka singgah untuk makan dan Winda selalu berusaha untuk membayar, sebab sebagai seorang wanita selalu ada perasaan tidak enak, jika semuanya menjadi tanggungannya. Winda tidak mau terlalu banyak berhutang budi pada orang. Itulah prinsip yang dianutnya dari kecil. Masa selama ke Padang udah gratis ,makan gratis pula??</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kejadian pulang ke Padang seolah telah biasa bagi Winda bersama Johan. Kadang dia tidak ke Padang, hanya ke Bukittinggi, Winda juga ikut menumpang, lalu dari Bukittinggi Winda naik travel atau bis. Winda pun akhirnya telah menganggap Johan seperti kakaknya sendiri. Itu karena ia sering memberinya petuah tentang hidup, misalnya harus banyak sabar jika jadi istri, juga sikapku yang baik dimata ibu kost kakaknya itu. Terkadang Winda sering membawakan oleh-oleh untukt ibu kostnya jika pulang, terkadang Winda menyisihkan buat Johan, ya meski harganya tidak seberapa namun ia amat senang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Selama 2 bulan itu Winda selalu bersama Johan jika ke Padang. Mulailah Johan bersikap aneh. Kini dia jadi sering bicara jorok dan tabu. Juga ia mulai berani bertanya tentang gimana Winda berhubungan dengan suami, berapa lama suaminya bisa bertahan dan berapa kali Winda berhubungan selama seminggu.Pertanyaan-pertanyaannya ini tentu saja membuatnya merasa risih dan tidak enak hati. Winda kadang berusaha untuk pura-tidur tidur jika ia mulai berbicara tentang hal-hal yang tidak pantas itu. Meskipun ia mulai aneh dan bicara tentang hal-hal yang cabul itu. Winda bersyukur hingga saat ini Johan tidak macam macam kepadanya. Winda menyadari mungkin Johan sedang stress akibat hidupnya yang sendiri itu, namun Winda tidak menanggapinya, dan seperti angin lalu saja.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hingga sampailah saat Winda pulang dengannya untuk kesekian kali, ia berusaha memegang jemari tangannya. Winda tentu saja kaget dan cemas, sekaligus takut. Winda langsung menarik tangannya dari genggaman Johan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Da jaan da, Winda alah balaki dan punyo anak ketek, apo uda ndak ibo membuek Winda kecewa (bang jangan bang,,,,Winda punya suami dan anak yang masih kecil,,apa abang tega membuat Winda kecewa)?” ucap Winda. Winda juga mengancam akan mengadukan perlakuannya itu kepada kakaknya. Johanpun lantas melepaskan tangannya yang akan kembali meraih jemarinya. Winda juga berkatag padanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
“Cukuik sampai disiko sajo da, Winda indak ka manumpang oto uda lai ( Winda tidak akan menumpang truk abang lagi)”. Hingga Winda sampai di Padang Winda hanya berucap terima kasih lalu diam. Winda masih kesal.Diapun sepertinya agak takut. Namun Winda tidak tahu apa yang membuatnya jadi seperti tadi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hampir selama sebulan ini Winda tidak melihat Johan di rumah kakaknya, namun truknya masih nongkrong di halaman samping rumah induk itu. Selama itu Winda pulang naik bis yang kadang transit di Bukittinggi. Winda tidak tahu kemana ia pergi, namun Winda menanyakan pada ibu kosnya, dan Winda di beri tahu bahwa Johan sedang mengunjungi mantan istrinya untuk menjenguk anaknya. Windapun larut dengan rutinitasnya seperti biasa.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Namun hatinya yang tadinya kesal, dongkol dan marah kepada Johan tanpa sadari Winda perasaannya mulai berubah. Tiba - tiba saja Winda malah sangat ingin bertemu dan ingin numpang pulang dengan truknya. Ya, Winda seakan rindu berat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hari jumat sore itu dengan masih mengenakan pakaian kerja dan penutup kepala, Windapun mau saja diajak pulang bareng dengan Johan yang mengantarkan muatan truknya ke Padang. Mereka berangkat jam setengah lima. Lalu dalam perjalanan lelaki berbadan tegap tersebut kembali bicara itu, tentangg hubungan laki-laki dan perempuan serta sifat perempuan yang memiliki libido tersembunyi. Juga kekuatannya berhubungan badan dengan lawan jenis. Winda malah mendengar dengan seksama dan sesekali memberi komentar. Mungkin saja karena lama tidak tersalur atau laki - laki itu punya kemampuan lebih dalam hubungan badan, juga mungkin bantuan obat pemanbah perkasaant pria, komentar Winda. Sepertinya wanita muda tersebut tidak peduli lagi akan omongan joroknya Johan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hingga senja. Sekitar jam 7 lewat mereka turun mampir di rumah makan di pinggiran jalan di Bukittinggi untuk beristirahat sejenak sambil mengisi perut. Anehnya saat itu Winda membiarkan saja saat tangannya di gandeng oleh Johan. Mereka makan dengan lahapnya. Dan setelah makan mereka berkemas dan berangkat untuk melanjutkan perjalanan menuju Padang</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mobil mulai jalan meninggalkan rumah makan. Pas melalui daerah Bukit Ambacang daerah yang dulunya tempat pacuan kuda itu mungkin karena perut udah kenyang, dan dinginnya udara malam yang berembus dari celah kaca mobil, Winda jadi mengantuk. Winda menyandarkan kepalanya ke kaca jendela mobil, tetapi karena jalan yang tidak rata, kepala Winda sering terantuk. Lalu Johan menawarkan, supaya Winda tidak terantuk kaca agar Winda mendekat kearahnya, dan bersandar di bahunya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
”Win...daripado adiek ndak bisa lalok, labiah elok cubo sanda an kapalo di bahu uda (Winda daripada ga bisa tidur , lebih baik rebahkan kepalamu di bahu abang)” kata Johan.</div>
<div style="text-align: justify;">
”Ndak usahlah da, kan uda sadang manyopir, beko malah mambuek uda ndak bisa manyopir elok – elok, apolagi iko kan lah malam (nggak usahlah bang,,kan abang sedang nyetir, nanti malah bikin abang tidak bisa nyetir dengan baik.apalagi ini malam bang)” kata Winda menolak dengan halus dan tidak mau mendekat padahal saat itu Winda telah ngantuk berat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan sebelah tangannya Johan meraih tangan wanita muda itu dan menariknya agar mendekat, dan makin mendekat hingga duduk mereka menjadi menempel bersisian dan hanya di batasi handel persneling mobil. Winda akhirnya menurut dan merebahkan kepalanya di bahunya lelaki tersebut. Winda terlelap sesaat. Padahal hati kecil Winda saat itu berbisik bahwa itu salah besar, dan Winda mengetahui itu amat sangat tidak boleh. Namun Winda juga merasakan dorongan yang jauh lebih besar untuk membiarkan itu terjadi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Saat terpejam dan dalam keadaan setengah tertidur itu tanpa Winda menyadari, tiba - tiba sebuah kecupan menerpa pipi dan bibirnyanya. Wanita muda itu kaget dan langsung bereaksi. Langsung ia menolakkan muka Johan dengan tangannya. Johan pun menghentikan kecupannya meskipun tangan kirinya masih merangkul bahu Winda agar tetap rapat menempel pada dirinya. Winda berusaha melepaskan tangan Johan pada bahu kirinya dan mengingatkan agar ia konsentrasi ke jalan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
”Da sadarlah da, iko kan di jalan raya bisa cilako beko, caliak tu mobil lain kancang – kancang (Bang sadar bang ini jalan raya bisa kecelakaan, mobil lain pada ngebut tuh)” kata Winda mengingatkan. Johan pun menurut dan kembali berkosentrasi mengemudikan truknya..</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tak lama kemudian saat truknya berjalan perlahan karena macet di daerah Padangpanjang, saat Winda yang masih merebahkan kepalanya pada bahu Johan, terkejut karena tiba – tiba saja karena bibir berkumis Johan menghampiri bibir tipisnya dan mengecupnya sekilas. Winda langsung terbangun dan duduk kembali menjauh dari bahunya. Perasaannya sangat dongkol tidak bisa berkata – kata apalagi berbuat kasar</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
” Eh da Johan ko ndak mangarati juo, Winda mintak jaan di ulangi, badoso da, apo kato urang beko kalau mancaliak tadi (Eh bang Johan ini tidak juga ngerti, Winda mohon jgn di ulang lagi ini, dosa bang apa nanti kata org jika lihat kita saat itu tadi)?”. Namun, Johan sang sopir dia tetap santai-santai saja, seakan – akan Winda mengizinkan Johan berlaku demikian</div>
<div style="text-align: justify;">
” Abihnyo Winda mambuek uda galigaman (habis Winda bikin abang gemas)” jawabnya sambil meminta maaf.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kembali wanita muda tersebut diam membisu selama perjalanan, tidak menggubris apapun yang Johan katakanKembali tangan kiri Johan meraih bahu Winda untuk mrengkuhnya agar kembali rebah pada bahunya. Selama perjalanan itu Johan tidak lagi menciumi Winda, hanya meremas remas jari lentiknya dan mengecupi kepalanya yang masih mengenakan penutup kepala. Rasa hangat dan nyaman menghampiri perasaan Winda saat itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hingga...</div>
<div style="text-align: justify;">
Saat truk mereka memasuki wilayah jalan by pass yang gelap itu dekat simpang bandara yang baru sekarang ini, lelaki itu melambatkan laju truknya dan kembali menciumi dan melumat bibir wanita muda itu. Hanya saja herannya Winda malah membiarkannya saja. Jujur diakuinya ada desir – desir gairahnya yang mulai bangkit. Lalu Johan menghentikan truknya di tengah jalan dan kembali... menciumi, melumat bibir sebelah bawah milik Winda kembali dengan lebih bergairah. Tangan kanannya mulai naik meraba menemukan bukit padat yang membusung terbungkus di dada wanita muda tersebut . Meremasnya perlahan. Winda diam, matanya terpejam dan menikmati betapa gairahnya yang telah terbit kembali meluap. Dalam keasyikan mereka tersebut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tiba – tiba...</div>
<div style="text-align: justify;">
Ada cahaya dari lampu mobil dari arah berlawanan menyorot kepada mereka. Dan langsung Johan menghentikan aksinya, lalu kembali pada posisinya menjalankan mobil tersebut hingga rumah wanita muda tersebut. Sesampainya di rumah, Winda masih saja terbayang akan perlakuan Johan pada dirinya. Untunglah saat itu suaminya sedang berada di Jakarta dan takkan mengetahui perubahan sikapnya tersebut. Hingga pada waktu tidur pada malam itu Winda bermimpi melakukan hal yang sama hingga ia disetubuhi oleh Johan. Dalam mimpinya ia merasa amat puas, puas yang berbeda sekali saat ia melakukan dengan suaminya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kembali kini Winda ke Pasaman, dan bekerja seperti biasanya. Telah 3 minggu ini ia tak bertemu Johan. Kata kakaknya Johan sedang ada muatan ke Pematang Siantar. Winda sangat berharap untuk bertemu. Dirinya dilanda rindu yang sangat merajam perasaannya. Winda seolah – olah menjadi seorang remaja putri yang amat rindu pada kekasih saat itu. Membuat pikirannya hanya tertuju pada Johan seorang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Beberapa minggu kemudian mereka bertemu dan kembali berangkat bersama saat Winda hendak pulang ke Padang. Saat di perjalanan Johan minta Winda untuk melepas kacamata Winda. Winda heran kenapa dia meminta Winda melepaskan kacamata?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
”Uda taragak mancaliak mato diek Win indak mamakai kacomato (Abang ingin melihat mata Dik Win tidak mengenakan kaca mata) .” kata Johan. Windapun menurut lantas melepas dan menyimpannya dalam kotak dan kemudian memasukan dalam tas miliknya. Sepanjang perjalanan itu Winda tidak mengenakan kacamata. Kembali tangan kiri Johan merengkuh bahu Winda, menariknya agar duduk berdekatan. Winda yang tidak ngantuk bergeser mendekati dan karena merasa tidak enak dengan hawa kaki lelaki itu dari bawah dashbord dekat stirnya itu kemudian menegakkan kepalanya dan tidak rebah dibahu Johan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dan kembali dalam perjalanan menuju Padangpanjang Johan meminta Winda melepas penutup kepalanya</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
” Win uda taragak mancaliak rambuik Winda, salamo iko uda alun pernah mancaliaknyo, sabanta sajonyo, kan hanyo diateh oto iko, ndak ado do nan ka maliek (Win..abang ingin melihat rambut Winda...selama ini abang belum pernah lihat.sebentar aja Win, kan hanya di atas truk ini, tidak ada yang akan lihat)” katanya. dengan alasannya ia sudah sangat lama ingin melihat rambutku.</div>
<div style="text-align: justify;">
”Jaan daa, Winda alah barumahtanggo.. punyo anak.. Winda taragak manjadi ibu jo istri nan elok.., sabab uda beko bisa barubah pangana.., Winda kuatie da (jangan lah bang,Winda sudah berkeluarga,juga punya anak, jadi Winda ingin, jadi ibu dan istri yang baik, sebab jika Win buka kerudung, nanti,abang bisa berubah pikiran, Winda kuatir bang)”. Winda merasa keberatan, sebab merasa amat telanjang jika kerudungnya lepas.</div>
<div style="text-align: justify;">
”Alaa, Diek Winda jaan takuik ka uda, uda kan indak jaek, apolagi uda sayang bana ka Winda, walaupun alah punyo laki jo anak (Ala..Dik Winda jangan takut ama abang, abang kan bukan orang jahat, apalagi abang amat sayang pada Winda,meski abang tau Winda sudah punya suami dan anak)” kata Namun Johan menyakinkan. Winda bahwa ini hanya sebentar. Lalu Windapun meluluskan permintaannya. Penutup kepalanya dilepas dan di taruh, di pangkuannya sendiri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tangan kiri Johan naik dan membelai rambut Winda, dari atas lalu turun ke tengkuknya yang di tumbuhi rambut halus.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
”Uda suko mancaliak bulu roma di kuduak diek Win (abang suka melihat rambut halus di tengkuk dik Win) ” ujar Johan.</div>
<div style="text-align: justify;">
”Harum bana (sangat wangi)” lanjut lelaki tersebut seraya menarik leher wanita muda itu mendekat kearah wajahnya. Dan mencium tengkuk berbulu halus itu. Winda merasa geli dan merinding, sebab gairahnya mulai terpicu. Lalu ia merebahkan kepala Winda di bahunya di sepanjang jalan yang macet, pada penurunan Lembah Anai tersebut. Sesekali ia meraba pipi wanita muda tersebut</div>
<div style="text-align: justify;">
”Pipi diek Win aluih jo barasiah (Pipi dik Win halus dan bersih)” tambah Johan. Winda diam saja.</div>
<div style="text-align: justify;">
”Biasalah laki – laki, suka menyanjung. Seperti biasa dilakukan suamiku sebelum menciumi aku” batin Winda.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Winda pun lalu berusaha memicingkan matanya. Namun saat laju mobilnya terhenti karena macet Johan mencoba menciumi pipi kirinya terus turun hingga menemukan bibir tipis yang tersaput merah dan mengecupnya sesaat. Winda berusaha mengatupkan bibirnya namun tangan kanan Johan berusaha masuk kedalam kaos panjang lengan putih bergaris pakaian atasnya itu melalui bawah kaos. Tangan lelaki itu menyentuh pembungkus dadanya yang membusung. Winda memejamkan matanya</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
”Uhhh...’desah wanita muda itu perlahan. Sehingga Winda tidak dapat berbuat apa apa selain hanya menikmati dan larut karena tangan kanannya saat itu masih memegang penutup kapalanya di pangkuan. Beberapa saat kemudian Johan menarik tangannya dan kembali melajukan truknya menuju arah Sicincin saat macet telah berakhir.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Saat di jalan Sicincin itu mobil saat itu berjalan perlahan karena macet, meski tangan kirinya di stir Johan dengan tangan kanannya merengkuh wajah Winda, dan tiba – tiba saja bibir wanita muda tersebut di lumatnya. Winda langsung saja terpana dan kaget, mukanya memerah. Namun Winda tidak bisa marah karena rasa nikmat yang mulai timbul .. Akhirnya Johan melepaskan bibir merah milik Winda. Namun tangan kiri Johan kini meremas jari lentiknya. Sehabis jari wanita muda itu di remasnya, tangannya mulai merayap masuk ke dalam melalui belahan atas kaos kaos panjang lengan yang bergaris putih yang saat itu ia kenakan berpadu dengan celana panjang. Winda sadar dan menahan laju tangan tersebut dengan tangan kirinya. Saat itu baru bagian perutnya yang tersentuh oleh tangan Johan. Terasa hangat dan kasar. Tangan Johan lalu keluar dan dia kembali asyik dengan stir.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Saat memasuki jalan by pass…</div>
<div style="text-align: justify;">
Jalanan gelap sekali hanya beberapa tempat saja yang di terangi lampu jalan, Johan menepi dan menghentikan truknya di pinggir jalan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
”Ko baranti da (kenapa berhenti bang)?” tanya Winda bingung.</div>
<div style="text-align: justify;">
Johan diam saja tak menjawab, dan kembali merengkuh bahu wanita muda tersebut. Menariknya mendekat kearahnya. Dan diatas mitsubishi colt berwarna kuning tersebut bibir Winda kembali dikecupnya. Tidak saja di kecupnya, kuluman dan lumatan juga dilakukan Johan pada bibir lembut wanita cantik tersebut. Mengelitiki setiap ujung bibir tipis tersebut dengan tekun. Sedikit demi sedikit gairah dalam tubuh wanita muda tersebut bangkit. Winda membalas setiap lumatan bibir Johan, membuka mulutnya memberikan keleluasaan pada lidah Johan untuk menikmati kebasahan di dalamnya. Lidah mereka saling berpilin, membelit di dalam. Tangan kanan Johan merayap masuk kedalam kaos panjangnya melalui bagian bawahnya, bergerak naik keatas menemukan bukit membusung padat di sebelah kanan lalun meremas dan memijit bukit padat milik Winda tersebut dari luar bahan pembungkusnya. Wanita muda tersebut seolah tak mampu menolaknya. Winda berusaha melepaskan tangan Johan, namun keinginannya di kalahkan oleh hasratnya yang telah terpicu. Dirasakannya begitu hangat dan cekatan tangan lelaki itu mengirimkan berjuta-juta sengatan birahi disana. Tubuh indahnya mulai menggeliat – geliat dalam dekapan Johan di dera nikmat pada sekujur pori - porinya. Selang sekitar 25 menit kemudian Johan menghentikan perbuatannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
”Indak usahlah disiko, daerah iko agak angek, acok tajadi parampehan (Jangan disini, daerahnya rawan sering terjadi perampasan)” ujarnya kuatir kemudian.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Winda diam, membenahi pakaiannya mulai dari kaos dan penutup kepalanya, juga membenahi napasnya yang sempat memburu disertai gairahnya yang sempat meninggi. Lagi pula persimpangan arah ke rumahnya telah dekat. Mobil Mitsubishi kuning itu pun kembali bergerak. Winda terdiam selama perjalanan menuju persimpangan rumahnya. Ada penyesalan dalam dirinya saat itu bisa terlibat sejauh itu, namun seakan terhapuskan rasa yang timbul akibat perlakuan lelaki tersebut pada dirinya. Begitu sesampainya Winda di rumahnya sekitar pukul setengah sepuluh malam itu Winda langsung mandi. Ternyata suaminya masih berada di kampus.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Malam itu Winda sempat bersetubuh dengan suaminya Winda heran malam itu ia kurang bergairah seolah hanya terpaksa menjalankan kewajiban saja.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
”Alah lamo awak indak bahubuangan diak (sudah lama kita tidak berhubungan dik)” kata suaminya. Winda merasa berhutang pada suaminya karena memang dalam minggu ini mereka belum pernah berhubungan badan. Dengan enggan Windapun menuruti keinginan suaminya. Di ranjang mereka malam itu ditengah kesibukan suaminya mengayuh biduk asmara mereka, tiba-tiba datang sekelebat bayangan berupa sosok Johan .Langsung gairah dan nafsunya mereda. Winda langsung kehilangan gairah di tengah pergumulan mereka, namun demi menjalankan tugasnya sebagai istri, maka Winda berpura-pura menikmati hubungan itu hingga selesai.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aktifitas Winda kembali seperti biasa hingga ia kembali ke Pasaman, daerah tempat bekerjanya. Dan bekerja seperti biasanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hari itu hari Selasa. Saat ia pulang ke kost-anya. Didapatinya rumah dalam keadaan kosong. Rupanya sang ibu kost beserta suaminya berangkat ke Palembang mengunjungi salah seorang anaknya di sana. Dan praktis hanya Winda yang berada di rumah itu. Johan dan juga tak kelihatan. Besoknya pada hari rabu Johan muncul namun tidak dengan truknya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
”Oto sadang di pelo-an di bengke (truk sedang diperbaiki di bengkel) ” ujarnya Johan menerangkan pada Winda saat menanyakan truknya. Malam itu Johan mengajak Winda.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
”Win ..alah makan Win (Win udah makan Win)?”tanya Johan.</div>
<div style="text-align: justify;">
”Alun lai da (Belum bang)” sahut Winda.</div>
<div style="text-align: justify;">
”Kalua awak makan lah, ado tampek nan rancak untuk makan daerahnyo dingin jo tanang (Ayo kita makan keluar, ada tempat makan yang bagus, daerahnya dingin dan sepi) terang Johan mengajak wanita muda tersebut.</div>
<div style="text-align: justify;">
”Ndak baa do da (Boleh bang)” sahut Winda.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Tapi jan lamo - lamo yo da (Tapi ga lama kan bang)?” sambung Winda kembali.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Lalu Windapun masuk ke kamarnya dan berganti pakaian. Mengenakan kaos panjang lengan berwarna merah muda dan jaket serta bawahan celana panjang berbahan katun hitam kemudian berangkat bersamanya. Kebetulan ada mobil kakaknya yang ditinggal. Sebuah toyota starlet berwarna merah. Mereka berangkat sekitar jam 7 malam itu. Tempat yang mereka tuju terletak agak jauh arah ke Medan tetapi masih di wilayah Lubuk Sikaping sekitar 1 jam perjalanan dari ibukota kabupaten tempat tinggalnya. Saat itu Johan mengenakan kaos oblongnya dan jeans biru</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mereka makan di sebuah warung makan yang terbuat dari anyaman bambu menyerupai saung yang dinding setinggi tertutup setinggi bahu orang dewasa. Mereka makan ikan bakar dan duduk secara lesehan. Winda berada pada sisi kanannya Johan. Memang tempatnya amat romantis, apalagi saung itu lampunya redup dan bunyi jangkrik, meningkahi suasana makan mereka. Mereka makan, berbincang, bercanda dan sesekali saling menyuapi. Setelah makan mereka duduk bersantai.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mereka mulai saling berciuman, saling berpelukan erat. Winda terlena oleh suasana. Winda rebah di pangkuan pada paha kirinya Johan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Winda memegang lengan Johan. Wajah mereka saling tatap dalam senyuman. Perlahan Johan membelai wajah wanita muda tersebut. Merabai kehalusan kulitnya. Wajahnya menunduk turun mendekati wajah Winda. Winda merasakan jantungnya berdegup kencang Johan mengecup kepala Winda yang masih tertutup, turun kekeningnya terus ke pipi yang licin dan bergerak naik menjumpai sepasang bibir lembut yang memerah. Di kecupnya perlahan. Winda memejamkan matanya saat bibir berkumis lelaki itu mulai melumat bibir tipisnya. Awalnya Winda hanya diam namun akhirnya Winda mulai menerima dan bereaksi dan ikut arus lumatannya. Ada hawa kuat yang menggiringnya untuk mengikuti alunan gairah yang diberikan Johan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Lidah mereka telah saling belit dalam kebasahan mulut Winda. Sedangkan tangan kiri Johan telah mulai merayap. Awalnya mengelus leher bagian dalam terus turun masuknya lewat lobang krah ke arah dada dan masuk kebalik bra dan meremasputing bukit padatnya yang membulat dengan perlahan. Rabaan tangan kanan Johan merayap di sepanjang batang paha Winda mengelusnya bergantian paha kiri dan kanan tak terlewatkan meski kedua kaki Winda tetap rapat. Menurun pada bagian dalamnya dan mengelusnya dengan lembut. Lecutan gairah segera meletup dalam diri Winda. Napasnya mulai memburu, tersengal -sengal.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kurang lebih 1 jam kemudian baru mereka pulang ke rumah. Saat di mobil kejadian itu terjadi lagi pada perjalanan pulang sekitar 5 menit. Mobil starlet merah itu sengaja di hentikan Johan. Didalam mobil itu masih di kursi depan Johan kembali meraba dengan tangan kirinya. wajah dan terus ke dada Winda yang saat itu masih terbungkus kaos panjangnya. Johan pun melumat bibir tipisnya. Winda hanya bisa diam meski lidah Johan dengan leluasa telah mengait – ngait lidahnya dalam mulutnya... agak lama.... sebelah tangan Johan lalu berusaha masuk kedalam celana panjang katun yang Winda kenakan, tangan kiri itu menyelinap masuk dan mulai menyentuh bagian kewanitaannya diluar pakaian dalamnya Winda seperti tersengat... geli. namun Winda menariknya kembali tangan tersebut beraksi beberapa saat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
”Jaan lah da... ,Winda alah punyo laki jo anak (jangan bang Winda udah mempunyai suami dan anak)” ujar Winda lirih.</div>
<div style="text-align: justify;">
”Winda malu...”tambah Winda mencoba menahan keinginan Johan saat itu disela –sela napsunya yang telah bangkit hampir membakar dirinya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Johanpun menurut dan kembali menghidupkan mesin mobil berangkat menuju rumah. Dan begitu sampai mereka langsung masuk rumah. Winda masuk kerumah pavilunnya dan terus masuk ke dalam kamar. Sedangkan Johan pergi lagi, ada urusan katanya. Padahal saat itu Winda sudah sangat terangsang, batinnya menuntut pelepasan dan kalaupun dia datang menemuinya kembali untuk menuntaskan apa yang mereka telah mulai... Winda pun takkan kuasa menolak rasanya. Tetapi tampaknya Johan memang tengah berusaha memancingnya. Paginya Windapun kembali menjalankan aktifitasnya di kantor seperti biasanya</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Malamnya, malam Jumat itu mereka kembali makan malam bersama diluar namun tidak di tempat kemaren malam itu. Denag arah yang sama ke arah Medan, tapi berbelok kekanan. Suasana tempatnya seperti umumnya restoran, ada beberapa orang singgah untuk makan. Tempatnya juga tidak begitu ramai. Winda maklum Johan mengajaknya ke luar dari kota itu agar mereka tidak di pergoki oleh temannya ataupun teman sekantornya Winda. mereka hanya makan saja, kemesraan mereka tidak seperti kemaren malam. Malam ini mereka hanya saling berpegangan tangan saja. Dan setelah itu mereka langsung pulang</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Malam Jumat itu Winda telah jatuh dalam pelukan dan takluk pada keperkasaan Johan di atas ranjang. Ya.., semalaman mereka berhubungan hingga pagi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pagi hari Johan bangun terlebih dahulu, meninggalkan Winda masih terlelap di ranjang yang telah acak-acakan tersebut. Saat Winda bangun ada sedikit rasa sesal di hatinya, selangkangannya terasa sedikit nyilu. Masih tertera dalam benaknya bagaimana perlakuan Johan pada setiap sudut tubuhnya, terutama saat – saat penetrasi yang dramatis. Pagi Jumat itu Winda mandi sebersih – bersihnya, berusaha agar jejak - jejak di tubuhnya hilang. Ya…, Winda kuatir jika jejak – jejak itu akan terlihat. Jejaknya mungkin bisa hilang, tapi nikmatnya tidak akan pernah hilang, juga sprei tempat tidurnya direndamnya juga..</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Winda masuk kantor pagi Jumat itu seperti biasanya. Dari kantor Winda menelepon ke Padang memberi tahu suaminya bahwa ia tidak bisa pulang, ada urusan kantor yang harus di bereskan, demikian alasannya. Winda berbohong, berusaha untuk mendapatkan tengat waktu yang cukup untuk menghilangkan jejak memerah di tubuhnya dan mencari penyelamatan diri dari perselingkuhan yang tidak dihendakinya itu</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Di kantor seperti biasa, Winda menyelesaikan dengan baik seluruh pekerjaannya hingga sekitar jam setengah 5 sore Jumat itu. Segera ia pulang. Sesampai di rumah wanita berkulit putih itu langsung menuju kamar mandi, mencuci pakaian dan sprei yang telah ia rendam pagi itu. Dan setelahnya langsung mandi. Winda saat itu mengenakan kaos bertangan panjang, dan celana panjang santai berwarna hijau muda berikut penutup kepala seperti biasa, Terlihat segar dan cantik ia sore itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kembali di dalam rumah paviliunnya itu Winda berkutat di dapur memasak untuk dirinya sendiri. Lalu membereskan kamarnya, merapikan semua yang dianggapnya tidak pada tempatnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Senja itu sekitar pukul 6 sore. Itu Johan datang. Tanpa bicara sepatahpun langsung ia menuju rumah induk dan terdengar mandi. Mengenakan kemeja panjang, sesaat kemudian Johan mendatangi wanita muda yang tengah duduk di ruang tamu pavilion kamarnya itu. Sambil berdiri di pintu ia bertanya pada Winda</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Winda , indak pulang ka Padang (Winda, pulang ke Padang ‘gak)”?.</div>
<div style="text-align: justify;">
“Ma bisa Winda pulang... (mana bisa Winda pulang)..“, sambil berdiri di pintu paviliun Winda sewot menjawab.</div>
<div style="text-align: justify;">
“Winda alun siap ka Padang, takuik pado kasalahan malam kapatang (Winda belum siap ke Padang masih takut pada kesalahan yang terjadi malam kemaren)” tambah wanita bertubuh sintal itu...</div>
<div style="text-align: justify;">
“Di badan ko panuah jajak pa-buek-an uda.. (di tubuh ini penuh jejak perbuatan abang)”</div>
<div style="text-align: justify;">
“Apolai jikok uda Winda mintak jatah, bisa kiamat beko (apalagi jika suami Winda minta, jatah bisa kiamat)” ujar wanita muda tersebut menerangkan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Johan hanya tersenyum dan duduk di sebelah kanan Winda. Lalu ia berkata.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Uda ka pai ka Medan malam ‘ko (Abang mau pergi ke Medan malam itu)”.</div>
<div style="text-align: justify;">
“ Untuk 3 hari se nyo (untuk 3 hari)” tambahnya. Kemudian dia meraih jemari wanita muda tersebut.</div>
<div style="text-align: justify;">
“ Uda sayang bana ka Winda (abang sangat menyayangi Winda)” Winda diam saja, merasa percuma untuk menolak karena sudah tidak ada lagi yang perlu ia pertahankan, sebab hubungan yang tercipta diantara mereka sudah tak ada batas lagi sejak malam Jumat yang bergelora kemaren.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Johan berjalan menghampiri Winda yang duduk dengan tangan masih berada di pangkuannya, memandang mata memandang kedepan, menerawangnya. Mengajaknya agar duduk di sebelah kirinya. Lebih dekat pada sofa di ruangan itu. Kedua tangan Johan berada berada pada bahu kiri Winda, perlahan lelaki itu mendekatkan wajahnya, dan mulai mengecup. Bibir berkumisnya berlabuh pada kening wanita bertubuh sintal itu… Winda diam membiarkan saja, bibir berkumis tersebut meluncur turun di sepanjang pipi halusnya sambil tak henti mengecup pipi sebelah kiri tersebut, dari dahinya menuju dagu yang lancip, naik keatas menemukan kedua bibir lembut wanita muda dan langsung melumat</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Beberapa saat Winda membiarkan dan menerima saja perlakuan Johan pada bibirnya itu. Lelaki gagah itu kini menjulurkan lidahnya, menyelusuri permukaan lembut bibir Winda mili demi mili, mendesak kedua bibir tersebut agar memberikan jalan, meyelusuri setiap permukaan gusi dengan lembut dan perlahan. Kedua bibir wanita muda tersebut membuka dengan perlahan, iapun terus mengulum rongga mulutnya beberapa saat hingga Winda tergerak membalasnya…, mulai menghisap.. dan kedua tangannya dengan nakal menjamah dada Winda yang saat itu masih berpakaian lengkap. Winda menengadahkan kepalanya menyambut dengan sukacita. Tubuhnya mulai bersandar ke bahu lelaki tersebut. Winda mengikuti saja... tindakannya tubuhnya mengeliat-geliat dalam geli yang memabukkan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Lalu diapun melepaskan pagutan pada bibirnya. Johan berdiri melangkah ke arah pintu, menutupnya dan kembali kearah wanita muda tersebut. Ditariknya tangan kanan Winda untuk masuk kamarnya. Dalam cahaya lampu yang terang Winda tak sedikitpun berusaha menolak. Merebahkan Winda di ranjang biru muda dalam kamarnya, terlentang…, lalu melepaskan busana Winda termasuk pakaian dalamnya yang berwarna putih, juga pakaian yang dikenakannya termasuk pakaian dalam biru tuanya yang membungkus pertemuan pahanya. dengan cepat tergesa – gesa sekali.., melemparkan semuanya di lantai. Winda hanya memandang dengan nafas yang mulai tak teratur. Ada ketakutan dan keinginan kuat yang bercampur Winda tau Johan ingin melakukannya lagi seperti juga keinginannya juga. Masih terpatri kuat dalam benaknya kejadian malam sebelumnya yang sangat melenakannya.... Winda terlentang pasrah, tubuh Johan mulai menindih, dan kedua kaki wanita muda itu di bukanya. Winda yang tengah memeluk bahu lelaki itu, tak sadari saat ia telah memasukkan kejantanannya pada kewanitaan Winda. Hanya rasa nyilu terbit dari pertemuan pahanya, tubuhnya terlonjak kekiri dan kekanan. Lelaki itu bergerak perlahan, menghunjamkan pinggulnya pada pertemuan kedua paha Winda yang kedua kakinya terbuka lebar.., dengan tempo yang teratur. Pinggul wanita muda itu menyentak keatas, menyambutnya, menjemput hunjaman batang kokoh tersebut… hingga akhirnya Johan menghunjam dengan kuat, mendesakkan kejantanannya se dalam-dalamnya, menggeram…, dan mencapai klimaks. Melepaskan semuanya didalam tubuh wanita muda itu. Lalu tubuhnya jatuh masih diatas tubuh wanita berkulit putih tersebut... Padahal Winda belum apa - apa. Setelah ia sampai klimaks iapun berdiri mengenakan pakaiannya kembali, menjauh darinya masih dalam kamar tersebut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“ Uda ka pai ka Medan, jadi tadi itu adolah raso nan ‘ndak uda sampaikan ka Winda (Abang akan ke Medan jadi tadi itu adalah rasa yang ingin abang sampaikan pada Winda)”, ucap Johan.</div>
<div style="text-align: justify;">
“ Uda minta maaf, uda tau Winda alun apo – apo, lain wakatu uda ‘ndak mamuehkan diek Winda (abang minta maaf, abang tau Winda belum apa- apa, lain kali abang akan memuaskan dik Win)”, tambah lelaki berkulit gelap tersebut. Winda merasa aneh, Johan malah minta maaf karena persetubuhan itu hanya memuaskan satu pihak saja. Johan minta izin berangkat malam itu kira - kira jam 9 malam. Malam itu Winda tinggal sendiri di kamarnya, ada rasa kecewa karena Winda merasa hanya jadi sarana pelampiasan nafsu Johan saja.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dan Sabtu itu Winda tetap di rumah saja, karena Johan ke Medan selama 3 hari. Merapikan rumah, dan membereskan pakaian untuk bekerjanya Senin nanti. Jam 10 pagi suaminya telpon. bahwa dia dan anaknya akan ke Bukittinggi hari Sabtu itu sekalian singgah di tempatnya. Suaminya datang sekitar jam 3 sore dengan mobil mereka di tempatnya bersama anaknya berikut mertua Winda. Seharian itu Winda asyik dengan anak dan suaminya... jalan - jalan di daerah itu. Tak sedikitpun ada kesempatan atau waktu bagi wanita muda tersebut dan suaminya untuk dapat sedikit bermesraan dan berhubungan layaknya suami istri. Minggu sore sekitar jam jam 5 sore suaminya pulang ke Padang. Windapun kembali larut dengan rutinitasnya..</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Saat itu Winda baru pulang dari kantor sekitar jam 5 sore. Masih sendirian dia karena kakaknya Johan masih belum pulang Winda pun mandi membersihkan badannya, karena capai seharian kerja. Selasa malam itu Johan pulang. Dia pun langsung ke rumah dan mandi. Saat itu Winda mengenakan kimono tidur berikut penutup kepala seperti biasa dan celana panjang bermotif bunga. Mengenakan pakai celana pendek dan hanya kaos kutang Johan lalu menemui Winda di kamarnya dan minta Winda menemaninya makan, di dalam rumah kakaknya sebab saat itu ia membawa oleh - oleh makanan yang ia beli di jalan. Winda yang merasakan lapar akhirnya mau menemaninya makan senja itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“ Win, uda bali nasi jo gulai kambiang di tampek langganan, lamak mah, kawani uda makan yo (Win, abang, beli nasi dengan gulai kambing di tempat langganan, ini enak Win, kawani abang makan ya)?”,kata Johan. Winda menurut saja dan menyajikan makanan itu untuk mereka makan malam itu. Setelah makan Winda merasakan makanan amat kentara ‘panas’nya ‘maklum gulai kambing’ pikirnya tubuhnya memanas peluhnya keluar .hingga keningnya basah, Johan juga begitu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah makan saat itu mereka duduk berhadapan, masih di dalam rumah itu. Winda menceritakan tentang kedatangan suaminya hari Sabtu itu kepada Johan. Johan hanya tersenyum simpul dan tidak sedikitpun merasa iri atau cemburu mendengar penuturan wanita muda berkulit putih itu. Kemudian ia berdiri dan meraih tangan kanan Winda dan menariknya kearah kamarnya. Winda agak keberatan, berusaha melepaskan tangannya karena tak terbiasa…</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“ Ado apo kok Winda di bao ka siko da (ada apa kok Winda di bawa kesini)?, tanya Winda jengah.</div>
<div style="text-align: justify;">
“ Ado sasuatu untuak Winda (ada sesuatu buat Winda)” jawabnya...</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Winda dengan sedikit menahan diri melangkah ke kamar yang terletak di sebelah kiri terpisah dari rumah induk berlantai kayu itu dengan bergandengan tangan. Winda dimintanya duduk di tepian kasur spring bed dalam kamar itu, kakinya menjuntai. Winda duduk saja mengikuti permintaannya karena Johan memohon dengan amat sangat, tak terbersit sedikitpun akan hal- hal yang dapat terjadi pada benak wanita cantik tersebut, menurut saja. Springbednya 1 lapis saja sudah lusuh dan jarang dicuci sepertinya. Juga bau rokok dan minuman terbersit pada hidung wanita bertubuh sintal itu. Winda memaklumi kamarnya yang agak jorok dan di sana sini banyak puntung rokok dan botol - botol minuman..</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kemudian Johan memgeluarkan sesuatu dari dalam laci meja di kamarnya berbentuk kotak berwarna hitam. Rupanya ia baru saja membeli sebuah kalung berwarna seperti emas putih. Winda merasa tersanjung atas sikapnya itu dan merasa terpuji..</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Iko hadiah (ini hadiah)” katanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
“ Uda mintak Winda mamakainyo kini juo (Abang minta Winda mau memakainya sekarang juga)” pintanya. Winda berusaha menolak</div>
<div style="text-align: justify;">
“Indak usahlah da…malu...” katanya dengan tersipu-sipu. dan merasa tidak ingin memakainya namun Johan yang saat itu berdiri di depannya terus memaksa. Akhirnya dengan terpaksa, Winda membiarkan lelaki itu bergerak kebelakang untuk melepaskan kalung itu yang tengah dipakainya. Winda menurut membiarkan, malah membantunya. Johan melepas penutup kepala Winda yang kemudian di letakkannya dia atas ranjang, serta melepas kalung yang selama itu membelit di lehernya. kemudian memberikan kalung yang selama ini Winda kenakan ketangan Winda, dan memasangkannya kalung berwarna putih itu pada leher mulusnya dari arah belakang, dan mulai saat itu Winda memakai kalung pemberian Johan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah kalung putih tersebut terpakai, Johan mulai menciumi dan mengelus tengkuk sebelah kanannya. Tangan satunya merangkul pinggang Winda dari belakang. Winda merinding, kepalanya menunduk karena geli, Winda berusaha menolakkan kepala Johan dengan tangan kanannya namun Johan terus saja menciumi tengkuknya, Winda kegelian… dan Johan tak juga berhenti, sedangkan tangan kirinya sudah tidak berada di bahunya lagi, bergerak melalui ketiak ke depan, pada bukit padat yang membusung di dada Winda.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Uhhh…..”Winda mengeluh merasakan gairahnya kembali terbit, lalu jemari kedua tangannya, memilin bukit padat yang membusung di dada Winda yang saat itu masih terbalut kimono dan pakaian dalamnya. Winda lalu berusaha melepas tangan Johan yang berada di dadanya, namun tidak bisa karena tenaganya lelaki tersebut kuat tak tergoyahkan…! Hingga kancing kimono itu akhirnya dilepaskan Johan. Winda diam saja hingga pakaian tersebut jatuh ke lantai. Membaringkan tubuh sintal yang terbuka pada bagian depannya hingga pinggang itu di atas ranjang. Hanya dua buah cup berwarna hijau muda polos, berukuran 34b yang masih menutupi bukit padat yang membusung indah di dada pemiliknya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Perlahan Johan menciumi belahan dada yamg memutih mulus itu, mata Winda memicing menikmati rasa geli yang timbul.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ahh……..”rintih wanita muda tersebut tak henti-hentinya. Hingga akhirnya penutup dada Winda lepas dan membebaskan bukit padat di dada wanita muda itu bersentuhan dengan udara bebas. Johan membalikkan tubuh Winda menyamping, hingga mereka berhadapan. Tangannya meraih kebelakang, pengait penutup dada Winda dilepaskan berikut kimononya. Tak sedikitpun wanita muda tersebut berusaha melarang atau menolak, karena dirinyapun telah tak punya lagi yang harus dipertahankan. Saat itu pakaian atasnya sudah lepas, tubuh mulus memutih tersebut telanjang hingga pinggang. Pikirannya kosong… Hanya tinggal celana panjang yang masih pada tempatnya. Kembali Johan membalikkan tubuh mulus itu menelentang, mulai berusaha menarik celana tersebut. Winda membiarkan saja menatap sendu pada wajah lelaki gagah tersebut. malah membantu mempermudah dengan mengangkat pinggul hingga pakaian dalam yang berukuran medium dan berwarna putih polos yang merupakan lembaran kain terakhirnyapun hingga meluncur turun pada kedua tungkai mulusnya dan lepas dilantai. Winda telanjang dan terkulai pasrah didera nafsunya yang mulai bergelora.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Johanpun berdiri, melepas semua kain yang melekat di tubuhnya, dalam tatapan pasrah Winda yang terlentang… telanjang. Lalu rebah di samping kiri nya. Winda pun mulai menginginkannya, mungkin karena pengaruh makanan tadi membuat tubuhnya seakan amat panas bergairah. Johan bergerak ia terus membelai dari dada hingga pusat kewanitaannya. Jari tangan kanannya masuk ke dalam lepitan kewanitaan yang basah…,!!! dibantu oleh kedua kaki Winda yang membuka memberikan jalan... Winda hanya bisa menatap mata Johan.., menggeliat bak cacing kepanasan dan merintih…</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ohh………”. Lalu Johan berdiri dalam tatapan Winda pada punggungnya dia dan mengambil sebuah botol berwarna hitam yang terletak di atas lemarinya. dan kembali duduk di samping kiri wanita muda yang telah telanjang tersebut. Menuangkan isinya yang berwarna merah, keatas perutnya hingga dada dan lehernya amat wangi. Lalu ia menjilat cairan itu yang sudah tumpah di atas kulit perut dan noktah pusarnya hingga leher, ada rasa geli dingin dan gairah yang Winda rasakan dalam sinar lampu kamar yang saat itu terang benderang. Ia menjilatnya hingga tandas, lalu kepala Johan turun, meluncur kearah kewanitaannya, tubuhnya kembali berada di lantai, dengan kedua tangan tak henti-hentinya menggeluti bukit padat pada dada wanita bertubuh sintal tersebut.. Spontan kedua kaki Winda membuka, dirinya terangsang hebat…..</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Saat dirinya yang diam menikmati, Johanpun membuka kewanitaan Winda dengan jemari tangan kanannya, lalu menjilatnya dengan lidahnya yang terasa kasar. Wanita bertubuh mulus itu hanya bisa menggeliat dan merintih-rintih. Winda memiringkan tubuh karena nikmat dan geli yang dirasakan bersamaan. menarik kepala lelaki itu. Dengan intens lidah Johan.... terus bermain di liang kewanitaan wanita bertubuh sintal tersebut, memggelitiki bagian lembut yang memerah muda dan telah badah itu. Tampaknya ia amat ingin menyempurnakan dan menuntaskan gairah yang makin membulak-bulak yang melanda tubuh sintal itu.., beberapa saat kemudian Winda... orgasme...!!! Tubuhnya mengejang.., pinggulnya menelikung keatas sambil merintih dengan keras. Saat itu Winda hanya bisa memicingkan mata… kejang,.. dan merintih.. , semua cairan kewanitaan miliknya dihisap Johan...!!!</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Johan bangkit .lalu ia memandang wanita sintal yang terbaring bersimbah keringat. Tangannya yang berbulu kekar membuka kedua kaki Winda yang mulai merapat kembali, lalu meraih tangan kanan Winda dengan tangan kanannya, tiba-tiba saja Winda merasakan.. menyentuh dan memegang.. sebuah tonggak yang kuat. Dirinya kaget, rupanya Johan menarik tangan wanita muda itu agar memegang batang kejantanannya yang kokoh. Winda takjub karena ukurannya yang luarbiasa.. Karena agak takut dilepaskannya kembali. Namun Johan dengan cepat menarik tangan wanita berkulit putih itu agar kembali memegangnya. Winda menggenggamnya sambil memandang ke wajah lelaki yang terbaring di sampingnya dengan rasa kuatir takut akan menyakitinya.., beberapa saat kemudian Winda melepaskannya kembali…</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Lalu Johan merangkak di atas tubuhnya yang telah lemas dan telentang. Kedua kaki wanita muda di di bukanya dan ia berjongkok memposisikan kejantanannya dengan tangan kanannya tepat pada lepitan basahnya. Menggesek-gesekkannya seperti kebiasaannya, Windapun turut bergerak, menggeser pinggulnya agar ujung membola batang kokoh itu tepat pada lepitan kewanitaannya. Winda memicingkan mata yang ada hanya perasaan geli dan ingin cepat - cepat di masuki saja… Lalu batang kaku itu masuk pelan pelan dengan lancar, awalnya geli, basah dan sebentuk benda hidup masuk.., sudah tidak sakit lagi…!!!</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Uhh….”rintih Winda. Tubuh Winda terlonjak saat langsung mentok..! Kedua kakinya tetap terbuka. Kembali seluruh tubuh wanita itu di eksplorasi Johan dengan tangannya hingga Winda merasa sangat amat bergairah. Sedang kedua tangan wanita muda bertubuh sintal itu di bukanya dan jari merekapun saling mengenggam .di samping bahu telanjang wanita muda itu. Lidahnya menggigit dan menjilati bukit padat berikut puncaknya di dada wanita berkulit putih tersebut perlahan. Bergantian sebelah kiri dan kanan . Lalu... lelaki itu bergerak menarik pinggulnya perlahan, sehingga lepitan kewanitan Winda seperti tertarik keluar dan sebaliknya saat batang kokoh tersebut menusuk ke dalam. Kepala wanita muda terlempar ke kiri dan ke kanan saking nikmatnya rasa yang menderanya. Pinggul padatnya bergerak menyambut dengan memutar di bawah karena terangsang hebat aliran strum birahi dan sesekali menyentak keatas ke bawah pada setiap hujamannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ahh……..”klimaks kembali menghampiri wanita muda tersebut. Ada rasa seperti tersengat listrik..., tubuhnya melengkung keatas dan kedua kakinya menjepit pinggangnya di belakang. Seluruh tubuhnya mengeletar dengan pinggul yang bergerak liar. Winda ingin ia berlama lama dan tak cepat klimaks. Kewanitaannya ber denyut-denyut seolah menjepit merapat dengan kuat. Membuat Johan amat bernafsu sekali dan bergerak makin cepat. Saat itu yang membuat Winda merasa takjup saat Johan memompa itu amatlah kuat, iramanya perlahan dengan batang kejantanannya yang kokoh tak henti menghunjam dan hingga beberapa kali dan kira - kira 15 menit kemudian itu Johan semakin cepat dan menumpahkan spermanya sambil menggeram Ada rasa hangat tumpah dalam kewanitaannya.., di rahimnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Johanpun mendiamkan kejantanannya di dalam beberapa saat Lalu menggelosoh kesamping.. Kepuasan terpancar pada wajah wanita muda tersebut. Semburat memerah terbit pada wajahnya. Berpelukan mereka terbaring dia tas ranjang yang telah basah dan acak-acakan tersebut. Winda terpejam dan merasa hangat pada kewanitaannya. Winda puas…</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kemudian Johan berdiri dan melangkah masuk kekamar mandi. Winda hanya memandang, terlentang dan telanjang dengan kaki masih terbuka, yang ada dalam pikiran saat itu hanya rasa lepas, puas dan tubuh capai, kehabisan tenaga dan daya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Rupanya ia baru saja mandi, saat Winda melihatnya keluar dari kamar mandi dengan berlilitkan handuk pada pinggangnya. Johanpun lantas meminta Winda untuk membersihkan diri di kamar mandi itu. Windapun menurut dan beranjak ke kamar mandi, telanjang…</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam kamar mandi itu Winda mengguyur tubuhnya dengan air dingin, segar sekali rasanya. Sewaktu menyabuni tak sedikitpun terbayangkan perlakuan Johan sebelumnya pada bagian - bagian tubuh mulusnya, yang penting tubuhnya bersih dan tidak ada keringat ataupun sisa bau tubuh Johan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Lalu Winda melongok ke luar kamar mandi Winda meminta handuk untuk menutupi tubuh telanjangnya yang telah segar. Johan mendekat memberikan handuk yang ia pakai, untuk menutupi dan mengeringkan tubuh wanita muda yang basah setelah mandi. Winda melangkah keluar dari kamar mandi dengan menakai handuk yang berwarna biru muda, agak kotor dan bau, mungkin jarang di cuci, namun Winda tidak mempunyai pilihan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Di kamar Winda pun kembali mencari cari untuk mengenakan pakaian dalamnya namun tidak ada dan Winda bertanya. Akhirnya carik segitiga itu dapat di temukan Johan tergeletak di sudut ranjang-nya. Winda tidak sadar bahwa benda kecil itu tadinya terlempar oleh perbuatan mereka berdua. Johan berdiri mendekati di depan Winda. Winda berusaha merebut kain segitiga penutup pertemuan pahanya dari tangan Johan. Sambil bercanda Johan melemparkan benda itu ke atas ranjang. Winda bergerak cepat meraihnya, hampir dapat namun tak di duganya handuk yang melilit tubuh sintalnya terlepas dari tubuhnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Aw… ah.. ah.. uda (aw… ah.. ah.. abang)”, Winda menjerit manja. Winda kembali telanjang, berusaha menutup pertemuan pahanya dengan tangannya. Johan yang telah mengenakan celana dalam itu kembali memeluknya. Winda langsung terjerembab jatuh ke atas ranjang itu diikuti tubuh lelaki dan langsung ditindih oleh tubuh besarnya yang masih lembab sehabis mandi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Johan berusaha menciumi bibir wanita menggairahkan tersebut. Winda yang gelagapan tak menduganya menerima perlakuannya itu sehingga mereka saling kulum. Saat itu Winda pun tidak mau kalah, membalas setiap hisapan lidah Johan Sementara kedua tangan berada di samping kepala Winda, sedangkan naluriah tangan Winda mendekap bahunya. Di bawah, Winda hanya bisa membalas perlakuan bibir dan lidah Johan, meskipun kedua kakinya telah membuka, menempatkan tubuh Johan diantaranya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tangan kirinya lalu meraih bukit padat membulat di dada Winda dan meremasnya, bibir berkumis lelaki itupun ikut andil dengan memberi gigitan kecil pada bukit padat yang membusung pada bagian kanan sehingga Winda mulai bernafsu lagi dan mengikuti tindakan Lelaki itu serta dan membalasnya.. Tangan kiri Johan lalu menyelusuri perut turun kearah bawah pusar menemukan gundukan hangat kewanitaan Winda, dan jarinya masuk kedalam..!! Winda semakin tidak karuan, Winda sudah mulai basah, gejolak tubuhnya sudah menegang, mendesah…</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sementara tangannya masih meremas kedua bukit membusung di dada Winda yang puncaknya semakin menjulang, tubuh Johan turun, membuat rasa basahnya semakin menjadi - jadi saat kepala Johan ikut turun, menjilat seluruh isi kewanitaannya. Winda tentu saja menjepit kepalanya karena rasa geli.., gairah.., dan rasa yang seakan meledak di dalam tubuhnya sementara kedua tangannya berada pada kepala lelaki tersebut, menarik dan menjambak rambutnya..!! Winda mendengus,</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Mnnnh ah mm ugh… mm”, Winda mulai merasakan ada aliran basah mengalir dari dalam kewanitaannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kemudian Johan bangkit dan berdiri, memposisikan tubuhnya sejajar diatas tubuh indah wanita muda tersebut. Tubuhmya telah telanjang juga . Rupanya saat melakukan rangsangan pada Winda, Johan juga melucuti pakaian dalamnya sendiri. Dengan kedua tangannya diraihnya kedua kaki wanita muda itu dan membukanya, sementara Winda hanya bisa memegang dengan erat kain sprei... Johan mengarahkan batang kokoh kejantanannya, bersiap memasuki tubuh wanita muda yang telah terkangkang pasrah itu. Winda tak berani memandang ke bawah dan hanya menatap ke samping karena agak malu, kuatir dan jengah... Perlahan Winda merasakan sebentuk batang yang kokoh tengah memasuki tubuhnya di bawah. Wanita muda itu menggigit bibir bawahnya karena dirasakannya masih terasa seret dan nyilu. Tak dapat lagi ia hentikan karena telah mulai masuk.., rasanya panas dan kaku..! Lelaki itu bergerak memajukan pinggulnya, mendorong batang tegangnya hingga masuk semuanya..</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ou... uhh..” erang Winda saat batang tegang yang kaku itu amblas terbenam…, tubuhnya menggial… matanya memicing... dengan tangan mencengkeram sprei. Winda tau keseluruhan batang tegang Johan telah terbenam amblas dalam kewanitannya saat terasa selangkangan lelaki itu saat berbenturan dengan pertemuan kedua paha Winda. Johan diam beberapa saat. Perlahan ditariknya kembali. Terasa lepitan kewanitannya tertarik kembali. Saat Winda mulai merasakan nyaman pada kewanitaannya dengan batang tegang itu didalamnya. Winda mendesah keras,</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ouhh……” Baru beberapa senti kira-kira seperempat bagian yang keluar Johan mendorong pinggulnya lagi, sangat perlahan..! hingga mentok, rasanya hangat, masih ada sedikit rasa tebal dan nyilu…!!</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Johan menarik kembali lagi beberapa saat hingga berulang- ulang, Gerakan Johan semakin cepat,</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Uu…auuu… ugh.. ugh…” Winda mendesah dengan cepat. Meski tanpa ada gerakan berarti dari tubuh wanita muda bertubuh indah itu karena sudah merasa capai dan otot pinggulnya serasa kaku, ia sangat menikmati persetubuhan ini. Winda menjadi agak malu karena saat Johan bergerak memacu pinggulnya itu terdengar ada kecipak bunyi - bunyian pada pertemuan kedua selangkangan mereka yang telah basah oleh keringat. Hingga sekarang Winda masih merasa malu pada dirinya sendiri apabila mengingat itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Beberapa saat kemudian Winda mengerang keras dengan serak, matanya terpejam dan meledak…, tubuhnya menegang kejang.., melentingkan punggungnya keatas bak ulat tertusuk duri, menjepit ketat pinggul Johan dengan kedua kakinya yang saling berkait di belakang Bagian dalam kewanitannya kembali berkedut-kedut. Jiwanya serasa ringan, terbang melayang… lalu terkulai.. capai..</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Oh… ahhhhhh… addduhh… ‘duhh”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Johan masih terus bergerak, menghujamkan batang tegangnya pada kelembutan basah kewanitaan Winda tak berhenti… malah semakin cepat..!!! Winda sudah sangat lemah saat itu, hanya terlentang, terkangkang pasrah. Kedua tangannya tergolek tidak berdaya memegang apapun. Hanya suara kecipak pertemuan kelamin mereka saja dan nafas Johan yang memburu riuh terdengar dalam ruangan itu. Tidak lama kemudian Johan dengan cepat menyusul. Seraya menggeram ia menyentakan pinggulnya ke bawah dengan kuat membuat pinggul wanita muda itu terbenam dalam kelembutan ranjang, menyemburkan cairan kental yang hangat miliknya di dalam kewanitaan Winda. Dan iapun rebah lagi diatas tubuh wanita bertubuh sintal itu beberapa saat, lalu menggelosoh ke samping Winda..</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jam 2 malam itu juga Winda meminta di antar kembali ke kamarnya namun Johan memaksanya tidur di situ.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Da… Winda.. ka kamar malam iko yo (bang Winda..kekamar malam ini ya..),</div>
<div style="text-align: justify;">
“Beko Uni uda pulang baa pulo? Bisa gawat da (nanti kakak abang pulang gimana? bisa gawat bang..)”.kata Winda tetap ngotot. Winda takut jika tiba-tiba kakaknya pulang sedangkan Winda berada di dalam kamar adiknya.</div>
<div style="text-align: justify;">
“ Kan Winda masiah latiah, disiko sajo lah. Uni pulangnyo indak mungkin malam ‘ko (kan Winda masih letih, disini sajalah, kakakku pulangnya ‘gak mungkin malam ini koq)”, sahut Johan.</div>
<div style="text-align: justify;">
“Winda indak namuah lalok disiko, kalau di caliak urang lain tantang awak apo pulo katonyo beko (Winda tidak mau tidur disini, nanti jika dilihat orang lain tentang kita bagaimana)?”, kata Winda menerangkan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan berat hati dan malas-malasan Winda melangkah diantar Johan ke kamarnya, meski tidak terlalu jauh. Dan untungnya jalan menuju kamarnya lampunya tidak ada sehingga tidak akan ada orang yang tau. Saat sampai di pintu paviliunnyanya. Winda masuk tetapi dengan nakal tangan Johan masih sempat meraih dada membusung Winda yang langsung menepisnya. Saking lelahnya Winda tidak teliti sehingga penutup segitiga pakaian dalamnya masih tertinggal di kamar Johan. Winda berbisik pada Johan,</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Da, sarawa Winda lupo..., (bang pakaian dalam Winda lupa di pakai)”dengan tersenyum Johan berkata,</div>
<div style="text-align: justify;">
“Bisuak lah uda anta-an, maleh bulak baliak (besok abang antarkan, malas bolak balik). Begitu tau Winda tidak mengenakan pakaian dalamnya, tangan Johan lansung meraih ke bawah, berusaha meraba kewanitaannya yang tertutup pakaian tidur.</div>
<div style="text-align: justify;">
“ Malu ‘da, iko kan dilua (malu ini kan diluar bang..)”, kata Winda</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Winda kemudian mencuci muka dan berbaring. Langsung ia tertidur karena kelelahan yang amat sangat akibat persetubuhan tadi. Dan esok nya kembali bekerja seperti biasa. Winda juga sudah lupa pakaian dalamnya yang tertinggal di kamar Johan. Setelah dia mengatakan akan menyimpannya di tempat yang aman. Winda tidak kuatir lagi…</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1918422191489806551.post-54549346380919153852012-08-06T02:53:00.001-07:002012-08-06T02:53:30.545-07:00Cerita sex Bercinta dengan Kakak Ipar Cewekku<br />
<div style="text-align: justify;">
Cerita ini mungkin terdengar standar, tapi buat ku sangat luarbiasa dan pengalaman yang menyenangkan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Lebih dari setahun lalu aku punya pacar sebut saja namanya ita, lama pacaran dengannya aku dikenalkan dengan keluarganya, termasuk dengan - sebut saja - lina, yang kala itu masih berstatus pacar kakaknya ita, - Anggara. Awalnya sih biasa saja.. Keakraban kami dimulai ketika aku berani menelepon lina dengan alasan untuk mencari kado untuk ita, tentunya tanpa sepengetahuan ita dan anggara. Dari awalnya cuma sekedar pertanyaan standar seperlunya, berkembang ke cerita pribadi masing2, kemudian curhat ttg pasangan kami masing2 yang kaka beradik, bahkan tidak lama, dibelakang pasangan kami masing- masing, kami semakin akrab dan semakin intens berhubungan. Terkadang tanpa sepengetahuan anggara & ita kami menyempatkan bertemu di sela - sela waktu kerja dan pulang kerja, kebetulan kala itu tempat kerja kami tak jauh, lina bekerja sbg SPG di mall, aku pengawas lapangan atas proyek kontruksi. Perlu diketahui lina ini dgn kakaknya ita - anggara - tinggal satu atap (kumpul kebo), bisa ditebak mereka pernah berhubungan sex. Obrolan kami pun seringkali sampai ke tentang hubungan sex dengan pasangan masing2, mulai dari cara kissing sampe ke hal2 yang bisa bikin kami bergairah.....</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sampai suatu ketika, kami berdua kebetulan sedang bertengkar hebat dengan pasangan kami masing2. Seperti biasa kami saling curhat, sama denganku masalah ita dgn anggara belum selesai karena anggara keburu tugas luarkota. Sedangkan masalhku dengan ita .. eemmm .. ita justru coba menghindar dariku dengan pergi ke tempat kos lina, Karena bermaksud menyelesaikan masalah, aku menyusul ke tempat lina tanpa sepengetahuan ita namun dgn terlebih dahulu memberitahu lina.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Namun terlambat, sesampainya di kosan lina, ita telah pulang. Aku smpt mempertanyakan knp lina tdk memberitahuku kl ita sudah pulang, lina hanya menjawab tidak sempat, tapi sudahlah aku pikir tidak terlalu penting. Awalnya aku berniat menyusul ita, tapi lina menyarankan agar besok saja biar semua nya tenang, lagipula hari sudah sore. Akhirnya aku dan lina ngbrol, saling curhat permasalahan kami masing2, sebagai seorang lelaki tentu aku lbh tenang mengahdapi masalahku, berbeda dgn lina dia sempat menangis terisak-isak, entah kenapa aku tanpa pikir panjang segera merangkulnya dan memberikan pundakku padanya, dia merebahkan tubuhnya padaku, kupeluk erat2 tubuhnya, tak ada perlawanan sama sekali darinya. kurasakan toketnya menempel erat didada, kurasa dia tidak memakai Bra, kontol mulai menegang merasakan itu, dan kupikir lina pun merasakannya karena ia melepas pelukanku. AKu tak birakan dia lepas begit saja, birahiku mulai naik dengannya, kuusap airmatanya, kupandang dalam matanya, kukecup bibirnya, dia sempat terkaget, namun mungkin karena kita berdua sedang terluap emosi, maka emosi atas pasangan masing2 pun berubah menjadi napsu birahi , sesaat kemudian kulumat lagi bibirnya dengan penuh gairah, lina membalasnya, lebih agresif dari yang kuduga, birahi sudah menyelimuti aku dan lina, dengan ganasnya kita berciuman, aku merasakan sensasi yang berbeda dengannya, dia julur2kan lidahnya melumat bibrku, kami benar2 tak kuasa lagi menahan birahi, desahan kami semakin tinggi, kusedot lidahnya dengan penuh napsu, lina mengeranggg.. dibalasnya sedotanku.. kulanjutkan jilatan ke seluruh wajahnya. ""Uhhhh ahh.." kujilati lehernya , kusedot lehernya dan diapun mengerang " UGHH ... " lina blng " jangan dibikin cupang donk sayangg nanti ketauan.." , kuteruskan petualangan lidah menjilati membasahi sekujur leher, kubuka kaos tidurnya, ternyata benar dugaanku dia hanya memakai kaos saja tanpa Bra, terpampang dua gunung megah cukup mungil dengan puting yang mengeras, sebuah tanda birahi lina tlah amat naik....</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
UUgghhhh tak sabar, tanpa pikir panjangg kuemut putingnya, kujilati putingnya, gunungnya kujilat , kuhisap, kutarik, lina makin mengerang " AKHHHHhhhh... ughhh.. akkhhhh.. ENakkkk bangetttt sayyanggg" gelinjangan lina luarrbiasaaa membuatku hrs menahannya sekuat tenaga agar dia tidak bergerak-gerak terus..</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sebelah Toketnya kuremas dengan kelima jariku, dengan kuat, bertenaga... sebelah lagi kujilati kugiiigiitt kutarik habis2n, membuat lina trs menggelinjang, mengeranggg... Cukup lama aku memainkan toketnya bergantian kanan dan kiri, bahkan terkadang kulahap putingnya secara cepat bersamaan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Petualangan lidahku berlanjut kebagian bwah, kubuga dengan cepat celana tidur pendeknya sekaligus dgn celana dalam merah jambunya..kurebahakan kedua kakinya .. UGGHHH bulu lembutnya membuat ku makin bergairah .. aku sdh tak perduli lagi walau pasangan kita kaka beradik.. kujilat memeknya.. klitorisnya.. kusedot.. kutarik.. sambil tanganku meremas toketnya.. dia makin mengerang keras..</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kemudian disela - sela itu lina meminta ku berganti posisi.. dia ingin menikmati tubuhku.. katanya.. dgn cepat kubuka bajuku.. sebari lina membuka celana panjangku sekaligus CD ku.. tanpa babibu Lina langsung sedot kontolku.. dimankan nyaaa.. turun naikk..dikocok2.. dia jilait2 kontoll... ohh aku benar2 tak tahan waktu itu..diakulum bji kontolku.. dijilat nyaa...</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
tiba2... lina naik memasukkannn kontolku pada memeknyaa.. mudah sekali kontol ini masuk kedalam memeknya, aku tak aneh karena toh slma ini lina selalu cerita pernah berhubungan seks dengan cowonya.. dalam posisi berkuda dia bergoyang .. sambil meminta ku untuk meremasss toketnyaa.. dam memainkan putingnya yang imut... kami berganti2 posisi, doggi, kuda2... tubuh lina emg kecil tapi kekuatan dia luarbiasaa... UGHh AKkkk augghhh... Setelah entah brp lama kami bergaya berubah2.. lina blng tak tahan mau orgasmee... "bareng yukk sayanggg" dia blng gtu.. mndpt intruksi itu aki semakin mengencangkan gencotannn dalam posisi missionary.. aku trs menusukan kontolku ke memeknya yg sudah amat licinnn..." sekarang..!!"" Crrotottt!!!!! UGHHHH aaakkkkkkhhhhhhhhhhhhh1!!1 lina berteriak amat kencangg.. KIta orgasme bersamaan.. ..</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
KAmi berdua terkulaiii...</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
LUarrbiasa.. sekali.. kita berdua sampai kehabisan kata..</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
setelah kejadian itu kami sempat kikuk ketika kami bertemu dgn pasangan kami masing2...</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
sempat kami ulangii ngeseks di kosan lina, tidak lama sebelum lina hendak menikah dgn kakak ceweku.. kami sempat berjanji akan berhenti ketika dia sudah menikah dan mempunyai anak yang mgkn jg tertanam benihku dsitu..</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
tapi janji tinggal janji .. setelah lina melahirkan kami sempat ngeseks lagi... kali ini dirumah keluarga cewku..</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1918422191489806551.post-43939640528443891682012-08-06T02:52:00.001-07:002012-08-06T02:52:25.178-07:00Cerita sex Perselingkuhanku Dengan Adik Ipar<br />
<div style="text-align: justify;">
Aku sudah menikah, berusia sekitar 30th dengan tinggi 175 dan berat 67kg. Namaku Robby. Aku memiliki adik ipar yang masih kuliah di salah satu universitas swasta top di jakarta. Namanya Novyanti. Ini adalah kisah perselingkuhanku dgn Novy. Novy tingginya 160cm dgn berat 50kg, berambut panjang dgn warna kulit putih. Payudaranya 34B, tidak besar, tetapi sekel. Dan selangkangannya berdaging dengan bau vagina yang sangat aku sukai. Cerita ini adalah pengalaman pribadi, tetapi nama, situasi dan tempat sudah diubah untuk melindungi para pelakunya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Suatu saat, aku sedang sendirian di Jakarta karena istriku sedang keluar kota. Aku mengajak Novy berlibur ke sebuah resort di dekat Anyer. Tempat yang indah. Seolah kita sedang berbulan madu. Setelah check-in aku mengajak Novy masuk ke kamar yang indah dan menghadap ke arah pantai. Koper aku letakkan dan kupeluk Novy dengan mesra. Novy menatapku dengan tersenyum. Dan kucium bibir tipis Novy. Novy membalas dengan lembut dan setelah beberapa saat, ciumannya menjadi ganas. Seolah ingin menelan bibirku. Kumainkan lidahku masuk ke dalam mulut Novy dan napasnya mulai memburu. Kemudian kucium lehernya mulai dari bawah telinga turun ke pundak. Novy merasa geli dan mendorong wajahku menjauh.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kemudian kupeluk dia erat2 dan kurasakan payudara Novy menempel di dadaku. Novy menempelkan payudarany dan selangkangannya padaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pelan2 kuangkat kaos yang dipakainya dan kusisipkan tanganku ke pinggang dan pundak Novy. Kuelus2 punggungnya dan Novy bergumam keenakan. Tanganku terus bergerak naik ke atas ke arah pengait BHnya. Kaitan BH kulepas dan Novy merasakan payudaranya terasa longgar. Putting payudaranya mulai membesar merasakan terbebasnya BH dari tubuhnya. Dalam keadaan masih berbaju lengkap hanya saja kaitan BH terlepas, tanganku mulai bergerilya ke arah payudara Novy. Kucecup lagi bibirnya dan tanganku mulai menyenggol payudara dan sesekali melintas di atas putingnya. Setiap kali melintas, Novy mengeluarkan suara kaget dan lenguhan tanda sudah terangsang. Novy merasakan vaginanya mulai lembab dan basah dan mulai diserap oleh celana dalamnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kuangkat kedua lengan Novy dan menarik seluruh kaos dan BHnya melewati kepala dan melemparkan pakaian tersebut ke atas ranjang besar di tengah ruangan. Novy memandang wajahku dengan mata nanar tanda nafsu mulai menguasai dirinya. Mulutku langsung mencari puting susunya yang sdh membesar. Areola Novy sdh melebar melebihi normal. Pertama kukecup lembut di seputar putingnya memberikan sensasi menggoda. Novy mendesah ‘iiihh.. gak boleh. Sudah ah!’ tetapi ia tdk menghindar, bahkan terkesan menyodorkan putingnya ke mulutku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan lembut dan lincah, kujilat puncak puting payudara Novy sebelah kanan dan Novy mendesah ‘aaa…hhh’. Kemudian beralih ke puting kirinya sambil tangan kiriku mengelus payudara kanan Novy. Tubuhnya yang sudah setengah telanjang, menggelinjang2. Kubuka kaosku dan sekarang sama2 bertelanjang dada. Kuangkat kedua lengan Novy dan kuletakkan di pundakku sementara aku memeluk dan mengusap2 punggungnya. Kedua dada kami bersentuhan dan memberikan loncatan2 listrik. Areola Novy semakin membengkak dan seolah menelan putingnya. Yang keluar dari mulutnya hanyalah desahan tidak beraturan. Ia merasakan celana dalamnya bagaikan tercelup air karena derasnya cairan vagina Novy mengalir keluar. Novy merasakan cairan vaginanya mengalir dari lubang kenikmatannya dan berjalan sepanjang bibir mulut vagina. Spot di celana dalamnya mulai muncul dan membesar. Novy menutup mata dan membiarkanku merangsangnya habis2an.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kancing celana pendek putih Novy mulai kubuka pelan-pelan. Ketika aku terlalu lama membukanya, Novy dengan tidak sabar membuka seluruh kancing celananya. Terlihatlah celana dalam katun warna merahnya. Tanganku masuk dan mengusap2 pantat dan pelan2 menurunkan celana putihnya ke bawah dan kubiarkan jatuh ke lantai. Celana dalam Novy terlihat basah dari bagian bawah hingga depan pertanda cairan cintanya sdh meluap bagaikan keran bocor. Celana dalamnya lengket dengan gundukan bibir kemaluan Novy dan menampilkan lekukan bibir mayoranya. Novy merasa lubang kenikmatannya menjadi lebih rileks dan membengkak.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kubuka seluruh celanaku dan aku berdiri telanjang di depan Novy. Ia melihat penisku yang berdiri tegak dengan penuh nafsu. Aku ambil tangan Novy dan menuntunnya ke penisku. Ia mulai memegang dan memainkan penisku dengan lembut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kemudian, aku mulai mencium dan sesekali menjilat perut Novy dan pelan2 mulai jongkok hingga mulutku berada pada ketinggian gundukan cinta Novy. Bau kewanitaan Novy serasa memenuhi ruangan hotel. Bau yang sungguh merangsang dan membuat kamar seperti penuh dengan listrik nafsu seks. Di tengah gundukan selangkangan Novy, aku mulai mencium lembut mengelilingi gundukan tersebut. Novy merem melek dan kedua tangannya memegang kepalaku. Jari2nya masuk ke rambutku dan sesekali menariknya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Gundukan selangkangannya semakin basah oleh lendir kenikmatan dan jilatanku. Novy mulai mengangkat satu kakinya agar selangkangannya menjadi lebih terbuka. Ia mulai merasa gamang dan ingin duduk. Tetapi aku memaksanya tetap berdiri dan mulai menurunkan celana dalamnya. Terlihatlah gundukan putih dengan rambut kemaluan yang halus tetapi menutupi bagian bawah bibir mayora hingga sedikit di ujung gundukan cintanya. Aroma vagina yang terangsang sudah sedemikian kuat dan aku harus menahan diri utk tdk langsung meniduri Novy. Aku ingin memberikan yang terbaik yang belum pernah Novy alami sebelumnya. Kemudian aku tuntun Novy ke arah ranjang dan menelungkupkannya dalam keadaan telanjang bulat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku mengambil madu asli yang sudah aku persiapkan seblumnya dan kuoleskan ke punggung hingga pantatnya. Dengan lidahku, aku mulai menjilat madu tersebut dan membuat Novy melenguh keenakan. Jilatan2 dan kecupan2 lembut sepanjang tubuh Novy membuatnya sangat terangsang dan mulai bernapas ngos2an. Kakinya mulai digerakkan dan paha dibuka dengan harapan aku akan mulai menyetubuhinya. Sesekali aku sentuh lubang kenikmatannya dan dia berteriak kaget bercampur penuh harap. Tapi aku masih menahan diri dan membuat Novy makin blingsatan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kemudian kusuruh dia balik badan dan kulihat gundukan selangkangannya. Gundukannya sungguh besar dan terlihat memerah berkilat tanda basah kuyup. Aku mulai menjilat seluruh tubuh Novy. Pahanya mulai dibuka lebar2 dan diangkat ke atas menunjukkan lubang kelaminnya yang kemerahan dipenuhi cairan kenikmatan. Aku bergeser di atas tubuhnya dengan sengaja menempelkan penisku yang berdiri tegak. Aku cium bibir Novy sambil sesekali penisku menyentuh selangkangannya. Novy memegang pinggulku dan berusaha menekan pantatku agar penisku bisa masuk ke memiawnya. Tapi, meski kukulum mulut dan dadaku kugesekkan ke payudaranya, penisku tetap tidak kumasukan. Sesekali kepala penisku yang sdh memerah tua dan berkilat kutempelkan ke bibir memiawnya. Novy memohon dengan sangat, ‘beib, masukkan donk.. Aku sdh ga tahan nih.. iiihhh.. ayo masukin..diitung sampai tiga kalau ga mau masuk, ga usah lho..’ sambil mendesah2. Kubiarkan kepala penisku bergeser membuka bibir memiawnya hingga masuk bagian kepalanya saja dan Novy berteriak kecil. Tapi kemudian kutahan lagi. Kepala penisku sdh dipenuhi cairan lendir Novy.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kemudian aku turun ke selangkangannya dan mulai menjilat klitoris dan membuka bibir memiaw Novy dng lidah. Setiap sapuan lidahku membuat Novy kelojotan dan akhirnya aku memasukkan lidahku ke permukaan lubang vagina Novy. Kusedot, jilat, cium dengan ganas, dan seluruh tubuh Novy mulai menegang dan akhirnya berteriak keras sekali mencapai orgasme. ‘Beib! Beib! Aduh enak pisan!! Sayang.. Aku sayang ma kamu.. Enak beib... AAAHAHHAHHHH’ dan keluarlah cairan kenikmatannya membasahi ranjang dan mulutku. Novy terus menekan kepalaku ke selangkangannya sambil menahan napas, memburu, ‘AAAA...HH!’ Setelah beberapa detik, tubuh Novy mulai rileks kembali.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku tidak berhenti tetapi justru meneruskan jilatan2 ku sepanjang bibir mayoranya. Klitorisnya sdh kemerahan dan bengkak dan sangat2 sensitif. Aku mulai menjilat dan menyedot klitorisnya dengan hati2 agar Novy tdk merasa kesakitan. Dalam waktu beberapa saat, Novy mulai ON lagi. Napasnya mulai memburu dan kakinya digerak2an keluar. Pantatnya diangkat agar lidahku bisa makin memainkannya. Aku berhenti sejenak dan melihat puting susu Novy membesar dan mengeras berwarna merah muda.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sekarang kedua paha Novy aku angkat dan pelan2 penisku mulai kutempelkan ke selangkangan Novy. Kepala penisku mulai membelah bibir memiawnya dan mengarah langsung ke lubang kenikmatannya. Novy mendesah pasrah ketika penisku mulai memasuki lubang vaginanya. Betapa nikmatnya memasuki lubang yang basah kuyup oleh lendir cintanya. Aku memasukkan dengan mudah sampai setengah penis dan Novy mulai mendengus. Dengan cepat aku memasukkan penisku masuk ke dalam vagina Novy and ia menjerit kecil. AAH! Akhirnya kita bersatu menjadi satu tubuh. memiaw Novy makin becek dan keliatan cairan yang berwarna agak putih. Terdengar bunyi srep srep srep dan cek cek cek.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Novy menutup mata dan merasakan rangsangan dan kenikmatan yg luar biasa. Baru kali ini, ia memberikan tubuh dan hatinya seutuhnya dalam permainan cinta ini. Sambil memompa vaginanya dengan kekuatan penuh, aku mencumbu bibir tipisnya. Tetapi lama2 ia tidak bisa bercumbu dan menghindar dari ciumanku karena yg keluar hanyalah AH AH AH... Novy menutup matanya dan berkonsentrasi pada sensasi vaginanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku mengangkat kedua kakinya ke atas pundakku dan membuatnya merasakan seluruh penisku di dalam vaginanya. Aku semakin dalam masuk dan Novy makin kehilangan kontrol. Ia mendadak berteriak2, ‘SAYANG! AAAA AHHHH!’ dan kali ini mengalami orgasme yang lebih hebat dari sebelumnya. Seluruh vaginanya mengejang dan memeras penisku di dalamnya. Kepalanya terangkat dan matanya melihat mataku dengan penuh nafsu membara... Sungguh pemandangan yang indah. Novy yang cantik dan polos dengan tubuh agak semoknya, tetapi sangat berbau seks, berada di bawah tubuhku dan penisku sedang menikmati setiap relung liang sanggamanya. Akhirnya aku biarkan penisku mengeras sekeras kayu dan bisa kurasakan membesar 120% dan akhirnya aku merasakan seluruh tubuhku menegang degn buah zakarku menjadi bergetar dan tanpa bisa kutahan kusemprotkan spermaku ke dalam rahim Novy dengan deras. Novy merasakn siraman spermaku dan mengalami kenikmatan lagi. Novy meracau, ‘beib.. aku pengin punya anak dari kamu.. Beib terus... AAAHHH!’ Dan setelah orgasmeku yng luar biasa di dalam rahim Novy, kita berdua istirahat dan keadaan penisku di dalam vaginanya. Pelan2 dari liangnya keluar cairan spermaku dan lendir cinta Novy membasahi ranjang hotel. Kukecup pelan puting Novy dan aku rebah di atas tubuhnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah penisku mengecil dan keluar dgn sendirinya dari vagina Novy, aku menarik Novy ke kamar mandi. Permainan belum berakhir. ‘Sekarang kita mandi sama yuk.’ Kemudian kita berdua berdiri telanjang di bawah shower. Setelah distel air hangat yang mengucur keluar, aku mulai membasahi seluruh badan telanjang Novy. Dengan sabun di tangan, aku mulai menyabuni tubuh indahnya. Dari atas, turun ke payudaranya dan aku mulai mengusap2 kembali payudara dan putingnya. Novy memprotes,’Iihhh.. sudah deh...’ ‘Kenapa? Gak mau? Bener nih sdh cukup? Nanti kita stop lho...’ ‘hmmm.. iya’.. tetapi aku tetap meremas dan mengelus2 puncak payudaranya. Novy berusaha menghindar dan aku meneruskan menyabuninya ke bawah. Di bagian selangkangan, cairan lendirnya masih mengalir membasahi permukaan vaginanya. Aku mulai menyabuni dan bermain di klitorisnya. ‘Aaahhh.. sdh deh...’ sambil merem melek. Ketika mulutnya terbuka, langsung aku kecup dia. Melihat Novy begitu bernafsu, aku mulai terangsang lagi dan penisku mulai mengeras kembali. Kali ini, aku menyuruh Novy berbalik dan di bawah pancuran shower satu tanganku mengusap dadanya dan satu lagi memegangi dan memelintir klitorsnya. Novy mengejang dan aku suruh dia agak merunduk. Kubuka pantatnya dan terlihat lubang anus dan vaginanya. Aku memasukkan jariku ke vaginanya yg masih licin. Seluruh jariku kumasukkan. Satu jari, dua jari dan kutemukan G-spotnya dan mulai memijatnya. Novy mendongak sambil mengerang2. Kedua tanganya menempel ke kaca shower box. Kumasukkan penisku ke dalam vagina Novy dari belakang dan Novy menjerit gembira. Mulailah kupompa dari belakang sambil kedua tangan tetap memegang puting dan klitorisnya. Novy berteriak2 ‘aaaaahhhhhh.... ahaaaaaaahhhhhh..... aaaahhhh...’ seluruh tubuh mengejang dan sekali lagi Novy berteriak’Beib.. aku sayang ka....aaaaahhh!!!’ dan Novy menggerinjal2 tubuhnya dan bergetar seperti orang ayan. Penisku masih tegak berdiri dan aku beristirahat sejenak. Kemudian aku mulai memompanya dan setelah Novy hampir mencapai orgasme, aku cabut penisku dan duduk di ats closet. Aku menarik Novy dan mendudukkannya di atas penisku. Novy tdk sabar dan menuntun penisku diarahkan ke lubang memiawnya. Novy menduduki penisku sambil menghadap diriku dan mulailah dia berganti memompa diriku. Lama2 aku tdk bisa menahan lagi dan aku bersuara ‘Sayang, aku sdh hampir keluar.. aku semprot lagi ya...’ Novy mendengus ‘hhhhhhh...’ Akhirnya penisku menyemprot ke dalam vagina Novy bersamaan dengan dia menjerit kencang ‘AAAAAAHHHHH!!!’ dan cairan spermaku masuk ke relung2 rahim Novy . Kemudian Novy tetap duduk di pangkuanku dan memelukku sambil mencium bibirku... ‘Aku suka banget... Semoga bisa tiap ari kayak gini..’ Penisku keluar dr vaginanya dan cairan kenikmatan yg sdh bercampur sperma mulai mengalir keluar membasahi pahanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah beberapa saat istirahat, kita meneruskan mandi dan berbaring tidur di ranjang berpelukan selama setengah jam dalam keadaan bugil.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sore itu, kami jalan2 sepanjang pantai depan hotel. Ketika malam tiba, kami makan candle light dinner di restoran hotel tsb. Stl makan, sambil bergandengan tangan kami menyusuri pantai mendengar deburan ombak. Pantai tdk banyak orang lalu lalang. Semakin jauh kami melangkah dan tdk seorangpun yg tampak. Di belakang cahaya terlihat samar2. Kami berpelukan dgn Novy menyandarkan dirinya padaku. Kemudian pada bagian yg agak menjorok ke dalam dgn satu sisi ada batu, kami duduk. Aku memeluk Novy dan mulai mencium bibirnya lagi. ‘Sudah ah..’ sambil tersenyum Novy menghindar. Tetapi ketika tanganku mulai menyentuh payudaranya, Novy membiarkan saja. Kemudian tanganku mengusap2 paha Novy dan menuju ke selangkangan. ‘Nanti ketauhan orang loh..’ ‘Gak pa2. Sepi kok. Lebih seru kan.. di udara terbuka. Kamu belum pernah kan?’</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku mulai mengarahkan ke selangkangan Novy. Kemudian aku membuka paha Novy dan mulai mencium dan menjilat2 pahanya hingga ke selangkangan. Kemudian aku mulai mendorong Novy berbaring dan mencumbunya. ‘Jangan di sini..’ ‘sstt.. jangan ribut. Nanti ketahuan.’ Tanganku mulai memainkan susu Novy dari luar kaosnya. Kuangkat kaosnya dan terlihat behanya. Beha yang menutupi payudara kenyalnya kuangkat dan langsung kujilat puting susunya. Novy mendesah. Tanganku kemudian ke leher Novy dan melepaskan ikatan beha bikininya. Seketka itu juga, Novy merasa bebas. Payudaranya tdk ada yg menopang. Dengan sekali tarik aku melepas behanya dan melepaskan kaosnya. Novy berusaha menutupi kedua susunya dgn kedua tangan. Langsung aku lepaskan kancing celana hot pants nya dan menarik ke arah kaki. Novy berusaha mempertahankan, tp itu berarti ia melepaskan pegangan payudaranya. Mulutku segera menyosor kedua puting bergantian dan Novy langsung melenguh. ‘Nanti ketahuan lho.. di kamar aja’ Tapi ketegangan ini menyebabkan Novy sangat terangsang. Celana dalam bikininya terasa basah oleh lendir yang mulai muncul lagi. Dgn cepat hot pants dan celana dalamnya aku tarik hingga lepas dari pahanya. Novy bugil telentang di atas hamparan pasir sambil menatap wajahku dgn nanar. Aku segera membuka celanaku semua hingga bugil dan membuka paha Novy lebar2. terlihat di cahaya bulan yg temaram liang vagina Novy berkilat oleh cairan. Penisku yang sdh tdk sabar dan berdiri tegak mulai mendekat ke lobang Novy. Aku langsung mencium bibir Novy dan kepala penisku mulai membelah bibir vaginanya. Begitu ketemu lubang kenikmatannya, aku langsung memasukkan dgn cepat dan Novy berteriak etapi tertahan oleh mulutku yg french kiss dia. Kembali aku dan Novy menjadi satu tubuh. Kita menikmati persetubuhan ini dan merasakan jantung kita menjadi satu. Penisku bersarang di liang sanggama Novy dan gua kenikmatannya bagaikan banjir bandang dgn mengharapkan persatuan dalam cinta dan seksual. Novy mulai ngos2an dan aku memompa vaginanya makin lama makin cepat. Kemudian seluruh tubuh Novy menegang dan napasnya tdk beraturan. Kadng berhenti kadang napas cepat lagi. Novy merasakan puncak kenikmatan tinggal sebentar lagi, ia menutup mata dan mencengkeram tubuhku dan mencakarku. Kedua kakinya menjepit paha dan kakiku dan berusaha menekan makin masuk seolah ingin menelan seluruh diriku masuk ke dalam rahimnya. Dan mendadak, Novy berteriak2 karena orgasme yang panjang bagaikan gelombang menghantam Novy mulai dari vaginanya, naik ke rahimnya, perut, payudara, tangan dan kaki dan Novy menancapkan kukunya ke punggungku dan akhirnya mendesis seolah kesakitan dan melotot...’hhhhhhhhhh.....’ otot2 vaginanya terasa mengeras dan menaham penisku di dalamnya dgn cairan yg luar biasa banyak. Setelah beberapa saat, Novy tenang kembali dan melepaskan jepitan vagina dan pahanya. Penisku masih tegak berdiri dgn bangga di dalam saluran sanggama Novy. Kulepaskan penisku dgn cepat, dan Novy merasa geli ,’aaahh’</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku langsung gantian berbaring dan menarik Novy ke arahku. Aku suruh Novy berbalik arah membelakangi diriku dan kududukan dia di atas penisku. Penisku segera masuk dgn mudah dan Novy berjongkok dgn memunggungiku. Aku menarik Novy mendekat, satu tanganku memainkan payudaranya, satu lagi memainkan klitorisnya. Novy menahan tubuhnya dgn kedua tangannya. Kemudian kita mulai lagi irama seksual cinta kita. Kali ini Novy yg memegang kendali naik turunnya memiawnya ke penisku. Tetapi kedua tanganku tetap memainkan klitoris dan dan puting susunya. Novy dgn cepat mencapai orgasme lagi. ‘aaaaaaaaahahhahhhhhh..... say ...say ... say.... hhhhhh.... iiihihhhh sdh ah!!’ cairannya merembes keluar membasahi seluruh selangkanganku. Tetapi aku bilang, ‘bentar lagi, sayang aku sdh hampir keluar...’ dan kedua tubuh kita bagaikan irama keluar masuk penis dalam memiawnya. Tdk lama kemudian, Novy merasakan orgasme akan dtg lagi dan aku juga merasa penisku mengeras 150% pertanda beberapa detik lagi aku akan orgasme. ‘bentar lagi, beb.. AAAAHHH!’ dan dari penisku muncratlah sperma yg banyak dan Novy berteriak krn orgasme pd saat yg bersamaan... Aku masih memompa dgn penis yg sdh menunaikan tugasnya dan Novy berusaha mengambil sisa2 kekerasan penisku di dalam mekinya. Akhirnya kita selesai dan segera beres2 utk kembali ke hotel. Novy tdk memakai bh dan celana dalamnya. Ia memakai kaos dan hot pants nya. Dan cairan kenikmatannya menetes membasahi pahanya. Dari kaos terlihat tonjolan puting Novy yg menantang. Ketika di hotel, beberapa org memperhatikan kita dan Novy sengaja berjalan dgn seksi. Begitu masuk kamar, Novy langsung bugil dan melepaskan semua bajuku. Kita berdua bugil dan Novy langsung menjilat penisku memasukkan ke mulutnya sehingga berdiri lagi. Aku sdh capai ttp tetap bisa berdiri lagi. Novy berkata, ‘ini barang kesukaanku. Aku mau tiap ari kayak gini. Aku milikmu beib. Kapanpun kamu mau ml, aku pasti mau...’</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Itulah kisah pengalaman kita di Anyer selama liburan 3 hari di mana setiap harinya Novy mengalami orgasme hampir 10x dan kecanduan penisku. Di usianya yang baru 21 tahun, Novy dan aku berusaha mencari waktu utk bersanggama sesering mungkin.</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1918422191489806551.post-71425911276985237932012-08-06T02:51:00.001-07:002012-08-06T02:51:24.173-07:00Cerita sex Partner Bisnis Suamiku Partnerku Di Ranjang<br />
<div style="text-align: justify;">
Aku lihat keluargaku dan keluarga Kokoku sangat bahagia dengan lahirnya cucu pertama mereka, apalagi karena bayi pertamaku ini adalah laki-laki yang punya arti penting dalam tradisi chinese. Walaupun aku masih merasa letih akibat dari proses melahirkan yang panjang, aku bersyukur bisa tetap melahirkan dengan proses alami. Tetapi bagaimanapun kebahagiaanku terasa belum lengkap karena ayah biologis dari anakku tidak bisa mendampingi aku saat aku mempertaruhkan nyawa melahirkannya ke dunia.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ya memang betul, anak yang baru saja kulahirkan bukanlah berasal dari benih koko atau suamiku sendiri tapi dari benih mas Yanto, seorang pria pribumi yang merupakan partner bisnis Koko dan sudah berkeluarga.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku sempat khawatir apakah anakku nantinya akan lebih mirip bapak biologisnya dibadingkan dengan ibunya, karena kalau hal ini terjadi maka perselingkuhanku akan langsung ketahuan. Tapi ketakutanku ternyata tidak beralasan karena mata anakku tetap sipit dan berkulit putih walaupun beberapa bagian wajahnya lebih mirip mas Yanto dari pada Koko. Aku berharap akan bertemu mas Yanto nanti di jam besuk untuk memperlihatkan kepadanya bahwa anak biologisnya itu sehat-sehat saja.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam kegembiraannya Koko dan mertua perempuanku mengatakan bahwa mereka berharap aku melahirkan 2 sampai 3 anak lagi agar rumah tidak sepi katanya. Aku hanya tersenyum kecut karena aku tidak begitu yakin apakah mas Yanto masih mau menghamiliku lagi ? Bahkan aku juga tidak tahu apakah aku masih punya kesempatan untuk bercinta dengan mas Yanto lagi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Namaku Syeni, umurku saat itu 29 tahun, aku keturunan Chinese yang masih totok dan aku sekarang jadi ibu rumah tangga yang sehari-hari bertugas merawat kedua mertuaku karena suamiku yang umurnya jauh lebih tua dariku masih serumah dengan orang tuanya. Aku baru menikah satu tahunan dengan Koko dari perjodohan antar keluarga. Sebenarnya bukan aku tidak mampu mencari pacar sendiri untuk jadi suamiku tetapi kebanyakan pacarku tidak sesuai dengan selera orang tuaku yang cukup kolot sehingga akhirnya aku “terlambat kawin”.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Menurut orang-orang wajahku sangat khas oriental dengan kulit yang putih bersih, rambutku hitam lurus panjang sampai melewati bahu. Walaupun badanku tidak bisa dibilang langsing, tapi juga tidak bisa dibilang gemuk karena tidak ada lipatan-lipatan lemak pada tubuhku. Keistimewaanku adalah ukuran dadaku yang ekstra besar tapi padat demikian juga dengan pinggulku dan bulatan pantatku yang agak besar. Bila koko sudah memintaku berpakaian yang seksi, maka sangat sulit melarang laki-laki untuk tidak melihatku dengan pikiran jorok mereka.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sebelum menikah, pergaulanku cukup bebas dalam artian aku selalu tidur dengan pacar-pacarku sejak masih di SMA. Tidak kurang dari lima orang cowok pernah meniduri aku, masing-masing antara satu sampai dua tahunan lama berhubungannya. Tentu saja tidak banyak yang tahu reputasiku kecuali bekas cowok-cowokku itu sendiri karena orang lain tahunya aku adalah gadis yang baik dan aktivis gereja. Malahan dari lima orang cowok yang pernah meniduri aku, tiga diantaranya justru aku yang merenggut keperjakaan mereka.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Menikah dengan Kokoku sekarang seolah-olah hukuman bagi pergaulan bebasku sebelumnya, ruang gerakku menjadi sangat terbatas karena hampir tidak bisa keluar rumah kecuali untuk belanja atau ke gereja. Belanja keperluan keluarga sudah terlalu melelahkan bagi mertuaku, sehingga aku bisa pergi sendiri karena koko juga tidak mau mengantar. Kalau ke gereja apalagi, Kokoku dan keluarganya sangat paranoid dengan gereja terutama pendeta-pendetanya tapi untungnya mereka tidak melarangku untuk ikut aktivitas gereja terutama yang tidak harus keluar sumbangan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah setahun menikah, aku belum memperlihatkan tanda-tanda akan hamil padahal kedua mertuaku terus-terusan bertanya karena menganggap kesempatan untuk anaknya sudah semakin sempit. Aku menjadi cukup stress memikirkannya karena kalau diperiksa ke dokter semuanya baik-baik saja. Apakah ini karena dulu aku pernah menggugurkan kandunganku sampai lima kali ? Tentu saja aku tidak pernah bisa menceritakan hal ini ke dokter kandunganku. Malah aku bersyukur dokterku tidak bisa menemukan bekas-bekas aborsi yang pernah aku lakukan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dari setiap hubungan dengan kelima orang pacarku, masing-masing pernah membuatku hamil. Nafsu berahiku yang sangat besar sering membuatku lupa tempat dan waktu untuk minta segera disetubuhi kepada pacar-pacarku. Akibatnya ada beberapa persetubuhan yang memaksa pacarku melepaskan spermanya di dalam tanpa memakai pengaman. Tentu saja hanya aku sendiri yang tahu berapa kali aku pernah melakukan aborsi, bahkan sebagian besar cowokku tidak tahu bahwa mereka telah membuatku hamil karena aku keburu memutuskan hubungan dengan mereka. Hanya pada kehamilan pertama saja yang diketahui cowokku karena saat itu juga aku sendiri panik dan terjebak dalam kebingungan yang berlarut-larut sampai usia kandunganku hampir tiga bulan sebelum akhirnya bisa digugurkan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Aku kenal dengan mas Yanto karena diperkenalkan oleh Kokoku sebelum kami menikah. Mas Yanto merupakan partner bisnis Kokoku sejak lama, mereka mendirikan perusahaan sama-sama yang terus berjalan sampai sekarang. Sejak pertama kali bertemu aku punya perasaan aneh tentang mas Yanto, bukan perasaan buruk malah sebaliknya yaitu aku tertarik kepada mas Yanto sebagai wanita terhadap pria. Kenapa aku bilang aneh karena aku biasanya tidak pernah tertarik kepada pria beristri dan aku juga sebenarnya tidak pernah tertarik pada pria pribumi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Umur mas Yanto lebih tua dari koko, sangat ramah dan penuh perhatian, selalu mendengar lawan bicaranya tanpa pernah meremehkannya walaupun ternyata dia lebih benar. Hal ini sangat berbeda dengan kokoku yang tidak pernah menanggapiku kalau pendapatku sudah dianggapnya salah. Secara fisik walaupun sudah umur 40an, mas Yanto juga terlihat seksi dengan bulu-bulu tangannya yang lebat. Sedangkan kumis dan jenggotnya yang lebat tapi beruban menunjukkan kematangannya dengan asam garam kehidupan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tekanan mertua dan suami ditambah rahasia masa lalu yang tidak bisa aku ceritakan pada siapapun membuat aku sering sakit-sakitan sampai akhirnya aku bisa berkomunikasi dengan mas Yanto.</div>
<div style="text-align: justify;">
Awalnya sederhana saja, aku memang sengaja mencari dan meng-add akun mas Yanto di FBku. Rasa ketertarikanku pada mas Yanto membuatku nekat ingin lebih mengenal dia dan berusaha bisa berkomunikasi. Ternyata mas Yanto sama sekali tidak keberatan berkomunikasi denganku dengan catatan jangan sampai diketahui oleh kokoku karena dia tahu persis adat buruknya. Oleh karena itu kami hanya menggunakan identitas asli saat menggunakan akun fesbuk tetapi untuk chatting masing-masing sudah punya nama samaran lain</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Awalnya aku hanya berkomunikasi untuk berbasa basi saja atau bertanya-tanya seputar pekerjaan kokoku supaya aku bisa lebih mengerti dia. Kokoku benar-benar terlalu malas untuk menerangkan pekerjaannya sendiri kepadaku karena aku Cuma lulusan SMA dibandingkan dia yang lulusan S1 perguruan tinggi ternama dan S2 dari luar negeri. Tapi lama kelamaan aku mulai berani curhat ke mas Yanto, tentu saja awalnya hanya untuk hal-hal sepele tapi lama kelamaan karena jawaban-jawaban dari mas Yanto begitu menyejukkan aku mulai memasuki daerah pribadi. Seperti keluhanku saat bersetubuh dengan koko sampai kepada kehidupan seksku di masa lalu. Sebenarnya sih aku “terjebak” oleh kecerdikan mas Yanto yang mulai melihat bahwa pengalaman seksku lebih baik dari pada kokoku. Tapi karena dia tidak pernah menghakimi sama sekali perbuatanku, maka aku malah merasa benar-benar telah menemukan teman curhatku. Tentu saja aku belum berterus terang bahwa aku pernah melakukan aborsi, bahkan sampai lima kali, karena aku belum berani menebak reaksinya terhadap hal yang satu ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Chatting di internet memang memungkinkan orang untuk melewati batas-batas yang hampir tidak mungkin dilakukan di dunia nyata oleh orang-orang yang sebenarnya saling asing sama sekali. Awalnya aku yang mencoba memancingnya untuk “menaikkan status” menjadi berpacaran di dunia maya karena toh sekarang kami sudah menggunakan nama samaran masing-masing. Ternyata mas Yanto bersedia saja selama kami menambah beberapa kode “pengaman” untuk mencegah akun masing-masing diterobos orang lain.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jadilah kami mulai berpacaran di dunia maya, seperti pacaranku sebelumnya aku merasa bebas untuk “berhubungan seks” dengan pacarku termasuk yang di dunia maya kali ini. Apabila aku belum orgasme setelah disetubuhi koko, aku minta mas Yanto untuk memuaskanku sampai orgasme melalui persetubuhan ala chatting. Apabila mas Yanto bilang “aku remas remas payudaramu”, maka aku meremas-remas payudaraku dengan membayangkan mas Yanto yang melakukannya. Biasanya hanya sampai mengelus-elus vaginaku saja oleh chattingannya mas Yanto, aku sudah bisa orgasme.</div>
<div style="text-align: justify;">
Aku benar-benar mulai tergila-gila dengan mas Yanto dan benar-benar mulai menganggap bahwa aku ini adalah pacar gelapnya dia. Untuk semakin memudahkan komunikasi kami, mas Yanto lalu mengajarkanku untuk memanfaatkan webcam dari netbookku sehingga sekarang kami bisa saling melihat satu dengan lainnya. Tanpa malu-malu aku sering tampil di depan webcam mulai dari berpakaian seksi, berpakaian minim, bertelanjang bulat sampai beronani. Tentu saja hal itu hanya bisa aku lakukan saat koko sedang tidak ada di rumah, sedangkan mertuaku tidak mungkin bisa memergokiku karena kamarku ada di lantai 2.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bercumbu di dunia maya lama kelamaan mulai tidak cukup buatku, aku mulai menginginkan bercinta sungguhan dengan mas Yanto. Saat aku sampaikan keinginanku ini, ternyata mas Yanto pun punya keinginan yang sama. Walaupun begitu ternyata sangat sulit menemukan waktu yang pas untuk bertemu karena mas Yanto ingin persetubuhan yang pertama harus penuh kesan bukan persetubuhan singkat di mobil misalnya. Hal ini membuatku hampir menjadi putus asa karena waktu yang tersedia bagiku amat terbatas yaitu saat aku ke pasar atau ke gereja.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tapi akhirnya kesempatan itu datang juga, karena suatu hal Koko tidak bisa pergi ke Singapura untuk membeli obat buat mertuaku sehingga dia memintaku yang pergi ke sana. Kesempatan ini tidak aku sia-siakan, aku sekalian membujuk Koko untuk membiarkan aku berobat menyuburkan kandunganku di Singapura, terserah itu dilakukan di rumah sakit atau ke shinshe yang ada di sana. Dasar kalau sudah hoki, ternyata mertuaku sangat mendukung bahkan ikut mencarikan informasi mengenai klinik yang bisa aku datangi. Akhirnya aku dapat ijin untuk pergi ke Singapura selama lima hari karena memang perawatannya sendiri memerlukan proses pengambilan sampel sebelum dan saat memasuki masa suburku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku mengatur jadwal kepergianku bersama-sama dengan mas Yanto, tentu saja tanpa sepengetahuan Koko. Kami akan menginap di hotel yang sama tetapi berbeda kamar, mas Yanto sendiri menyiapkan dua kamar untuk berjaga-jaga dari semua kemungkinan. Penerbangan kami tadinya akan dibuat berbeda, tetapi mas Yanto khawatir kalau ada sesuatu menimpaku karena aku tidak pernah benar-benar pergi sendiri ke luar negeri sehingga akhirnya kami menggunakan penerbangan yang sama.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pada hari H sesampainya di bandara aku segera bergegas ke business lounge seperti yang diminta mas Yanto karena dia sudah menunggu di sana. Setelah cipika cipiki kami mencoba mengobrol, ternyata semua jadi kikuk lagi tidak selancar waktu ngobrol chatting di internet tapi akhirnya mas Yanto berhasil mencairkan suasana dengan gurauan-gurauannya. Walaupun kami berusaha bersikap sewajar mungkin tapi tidak bisa dipungkiri tetap terlihat ada suasana kemesraan di antara kami. Sebagian orang di sana sering melirik kami dengan pandangan heran karena melihat pasangan pribumi sawo matang berbaju kasual dengan Chinese putih yang sangat sipit yang berbaju seksi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Akhirnya waktu untuk boarding tiba, sebelum kami berjalan ke boarding lounge mas Yanto tiba-tiba berbisik padaku untuk melepas celana dalamku di toilet business lounge sebelum naik pesawat. Mukaku sampai merah merona karena jengah mendengarnya dan sempat protes karena aku sudah memakai rok mini yang tinggal 1/3 paha kalau sedang duduk tapi mas Yanto keukeuh pada permintaannya. Walaupun aku tidak mengerti tujuannya tetapi aku turuti juga kemauan mas Yanto yang menungguku melepas celana dalamku di luar pintu toilet dengan senyuman nakal.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Entah bagaimana caranya mas Yanto bisa mengatur kami duduk berdampingan di pesawat padahal waktu check-in kami terpisah dan kami duduk di baris yang memang hanya ada dua kursi saja. Aku kembali terheran-heran saat mas Yanto mengambil selimut yang tersedia di bagasi cabin dan memakainya untuk menutupi pahaku yang hanya tertutup rok mini. Pikirku mungkin mas Yanto tidak terbiasa berjalan dengan wanita yang berpakaian seksi karena istri dan anak perempuan mas Yanto sehari-harinya pakai jilbab. Hal itu berbeda dengan Kokoku yang selalu menginginkan aku berpakaian seseksi mungkin, apalagi karena payudaraku sangat besar dan bulat membuat dia selalu membelikan aku baju-baju yang membuat kelebihan ukuran dadaku semakin terlihat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Di dalam pesawat aku mulai berani bergelendotan manja dengan mas Yanto yang membalasnya dengan kecupan-kecupan kecil di pipi dan bibirku. Jantungku mulai berdebar kencang membayangkan apa yang akan kami lakukan selama beberapa malam ke depan tanpa gangguan siapapun. Setelah pesawat take-off tangan mas Yanto mulai masuk kebalik selimut yang menutup pahaku. Sekarang aku jadi mengerti tujuan mas Yanto menyuruhku membuka celana dalam dan kemudian menutupinya dengan selimut. Tanpa kusadari kulit wajahku kembali merah merona dan nafasku mulai memburu, padahal tangan mas Yanto baru memijat-mijat pahaku saja.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Hhhhhhhh ….” Aku mendesah pelan sekali saat tangan mas Yanto mulai mengusap-usah pangkal pahaku. Secara naluriah aku membuka pahaku selebar yang memungkinkan di kursi pesawat dan merubah posisi dudukku agak sedikit melorot pada sandaran kursi supaya seluruh bagian vaginaku lebih mudah dijangkau.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ahhhh …mmmassshhhhh….” Aku mendesah tertahan sambil memeluk tangan mas Yanto ketika kelentitku mulai diusap-usap jari tangannya dan mebuat cairan vaginaku mulai membasahi lubang senggamaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Masukin massh… ohhh…masukiiiinnnn …aja…massshhhh…” Erangku karena sudah tidak tahan lagi kalau jari-jari mas Yanto hanya menggesek di luar lubang senggamaku saja.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
CLEEPPP ….. kurasakan salah satu jari mas Yanto sudah masuk ke dalam liang senggamaku</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Srrtt..srrttt ….srrrtt … dengan cepat jari itu keluar masuk liang senggamaku di balik selimut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“A…a…a….a…” aku berusaha bertahan sekuat tenaga supaya tidak mengeluarkan jeritan kenikmatanku hingga akhirnya tanpa sadar aku menggigit-gigit lengan mas Yanto yang dari tadi sudah aku peluk.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ooohhh Tuhaann ….oohh Tuhann … nikmat sekali…ohhhh …” Gumamku saat kurasakan orgasmeku hampir tiba.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Oucccchhhhhhhh…..masss….ahhhhhh….” Tanpa sadar aku menggeliat di kursi saat orgasmeku datang dan membuat selimutnya melorot walapun mas Yanto masih sempat menariknya kembali.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Aduuuh enak sekali mas … terima kasih ya …” Kataku sambil membantu mas Yanto membersihkan jari-jari tangannya yang belepotan oleh cairan vaginaku sampai ke punggung dan telapak tangannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku juga sempat mencubit mas Yanto karena cemburu ketika seorang pramugari mencoba bermain mata dengannya sambil memasukkan jarinya kedalam bibirnya walaupun mas Yanto hanya menanggapinya dengan senyum ramah biasa. Mungkin pramugari itu bisa menduga apa yang dilakukan mas Yanto kepadaku dari balik selimut yang menutupiku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Fantasiku mulai melayang ke mana-mana, bayangkan saja dalam waktu kurang dari 5 menit dan hanya dengan jari tangannya saja mas Yanto bisa membuatku orgasme. Padahal selama ini setiap cowok yang sudah meniduri aku jarang sekali yang bisa membuatku orgasme. Aku jadi makin tidak sabar ingin segera berhubungan badan dengan mas Yanto, kata beberapa temanku penis orang pribumi rasanya lain dan gaya mereka bercinta juga berbeda. Dari pengalamanku berhubungan badan dengan Koko maupun kelima pacarku yang semuanya Chinese, semua rasanya sama saja kalau sudah di dalam liang senggamaku walaupun ukuran penisnya beda-beda.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Beberapa menit kemudian pesawat sudah mendarat di Changi Airport dan kembali saat kami jalan berdua menuju imigrasi orang-orang sering memandang kami dengan pandangan ganjil atau senyum nakal. Waktu aku tanya ke mas Yanto apakah dia melihat seperti yang aku lihat atau itu hanya perasaanku saja karena pertama kalinya kami bepergian bersama. Mas Yanto menjawab bahwa dia juga melihat apa yang aku lihat, menurutnya selain perbedaan ras penampilan kami memang jauh berbeda. Mas Yanto berpenampilan dewasa dan kalem, sedangkan aku terlihat seksi dan nakal karena mungkin sudah dibiasakan oleh Kokoku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Saran dari mas Yanto adalah aku merubah sedikit penampilanku agar kami tidak jadi terlalu mencolok. Walaupun tidak dikatakannya langsung, aku juga mengerti bahwa dia tidak ingin aku dianggap sebagai wanita bayaran yang mendampingi pengusaha atau pejabat pribumi yang sedang berlibur.</div>
<div style="text-align: justify;">
Tanpa terasa kami sudah sampai di hotel Grand Hyatt di Scotts Road yang biasa di pakai Koko kalau dia ke Singapore. Kamar-kamar kami selain berbeda juga berada di tower yang terpisah dengan lift sendiri-sendiri. Mas Yanto sudah memperhitungkan semuanya dengan cukup teliti karena dia tahu betul sifat Kokoku. Mas Yanto juga sudah membeli SIM Card lokal untuk kami pakai berkomunikasi satu sama lain selama di Singapore.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Begitu sampai ke kamar aku mulai gelisah karena sangat kangen dengan mas Yanto, apalagi dengan kejadian di pesawat tadi. Tapi mas Yanto pesan bahwa aku jangan mengontak dia tapi harus menunggu dia yang mengontak aku karena dia belum mempersiapkan HPku untuk diisi nomor lokal tadi.</div>
<div style="text-align: justify;">
Ting…toooooong … tiba-tiba bel kamarku berbunyi</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ternyata mas Yanto yang ada di luar pintu. Aku segera membukakan pintu untuknya dan menyambutnya dengan gembira karena benar-benar tidak menyangka mas Yanto akan ke kamarku secepat ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
Hhhhhhmmmmmpppphhhh …. Aku langsung mencium bibirnya dengan penuh rasa rindu sampai lupa menutup pintu kamarku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Kok lama sekali datangnya .... ?” Kataku manja setelah kami selesai berciuman, padahal aku sendiri baru saja meletakkan koper dan bersih-bersih sedikit tapi belum sempat ganti baju.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Saya tadi harus cari tahu dulu siapa pemilik benda ini …” jawab mas Yanto sambil memperlihatkan celana dalam hitam transparan yaitu celana dalam yang aku copot di Cengkareng. Rupanya mas Yanto berhasil mencomotnya dari tasku tanpa aku ketahui.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Aduuuuh kok jadi ada di sana sih ?” Mukaku langsung berubah merah karena malu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Waktu aku berhasil merebutnya malahan mas Yanto kembali memelukku dengan satu tangannya sedangkan tangan yang lain langsung merogoh masuk kedalam rok miniku yang tentu saja masih belum memakai celana dalam lagi. Aku segera melepas rok miniku itu sehingga sekarang bagian bawahku sudah telanjang. Mas Yanto langsung meresponnya dengan melepaskan celana yang dipakainya dan kemudian celana dalamnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Iiiiiihhhhhhhh …. !!!” Spontan aku berteriak kaget waktu melihat penis mas Yanto yang sudah mengacung ke arahku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Penis mas Yanto ukurannya biasa-biasa saja, tapi yang sangat berbeda adalah warnanya yang hitam kemerahan dan bentuknya yang pipih bukan bulat. Di sekeliling penisnya terlihat banyak urat-urat pembuluh darah yang menggelembung sehingga penis itu seperti batang pohon yang dililit oleh akar-akar bahar disekelilingnya. Aku merasakan liang senggama di vaginaku berkontraksi dan mulai lembab karena bentuk penis Yanto yang sebenarnya agak menyeramkan bagiku tetapi mulai membangkitkan gairah berahiku dengan seketika.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Kenapa sayang ?” Tanya mas Yanto keheranan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Aku belum pernah lihat penisnya pri … eh … seperti ini” Jawabku kagok</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Maksudnya belum pernah liat penis orang pribumi ya ?” Canda mas Yanto</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Mau cicipin sekarang ?”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Mauuuuu ….” Kataku manja sambil mencium mas Yanto, sedangkan tangan kananku memegang penisnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Vaginaku semakin lembab oleh cairan dan mulai terasa berdenyut-denyut karena aku terangsang sendiri saat menggenggam penis mas Yanto. Ketika menggenggam penisnya yang pipih, aku seperti sedang memegang ikan lele yang besar yang berontak ingin lepas.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Masukkin langsung aja masss …. Aku udah ga tahan pengen diijut” kataku memakai istilah dalam bahasa sunda jalanan untuk bersetubuh.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tanpa menunggu lagi mas Yanto langsung mendorong tubuhku ke dinding kamar hotel, kemudian dengan menekuk kedua lututnya penisnya mulai diarahkan vaginaku untuk mencari lubang senggamanya. Kepala penis mas Yanto aku pegang dengan jari-jariku untuk membantunya mencapai liang senggamaku. Terus terang aku belum pernah bersetubuh sambil berdiri dengan cowok-cowokku sebelumnya, apalagi dengan Kokoku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Aaaaahhhhhh ……” Aku mendesah saat kepala penisnya masuk kedalam liang senggamaku, mas Yanto tidak langsung memasukkan seluruh batangnya tapi memutar-mutar dulu kepala penisnya seolah-olah ingin mengenali situasinya dulu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
BLESSSSSSSS ……</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pelan-pelan batang penis mas Yanto masuk ke dalam liangku sampai masuk seluruhnya dengan mulus karena vaginaku benar-benar sudah siap menerima tamu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Adddddaaaawwwwwwww …..auhhhhhh…aaaahhhhhh ….” Aku mengerang kenikmatan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sambil tangannya menyangga kedua pantatku, mas Yanto meluruskan kembali kakinya yang tadi ditekuk sehingga otomatis aku terangkat ke atas seperti melayang dan terasa nikmat sekali. Kemudian aku diminta untuk melingkarkan kaki di pinggulnya sedangkan tanganku memeluk lehernya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mas Yanto mulai memompa penisnya keluar masuk vaginaku dengan gerakan pelan sambil sedikit menekan sehingga aku merasa sedang dipaku di dinding dengan penis sebagai pasaknya. Cairan vaginaku mengalir dengan derasnya sampai keluar dan membasahi bulu kemaluan kami berdua.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ahhh ….ahhhh …hehhhh…hehhhh…ahhhh…ahhh” aku terus mengeluarkan desah nikmat mengikuti irama gerakan penisnya dengan mata sipitku yang terpejam.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pakaian bagian atasku yang masih lengkap dengan BH karena belum kulepas mulai kusut dan basah oleh keringat, pakaian mas Yanto juga sudah mulai acak-acakan. Posisi bersetubuh kami memang hanya melekatkan tubuh pada bagian pinggul kebawah sehingga tidak terlalu mengganggu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Aduuuhhhh massshh … enak sekali ….ahhhh ….enak terusshhh…shhhh…” Aku mulai meracau bersamaan denga semakin memuncaknya rasa nikmatku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Aaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhhh ………masssssssss…….akuuuu…dappppaaaaaaaattt” aku menjerit saat orgasmeku meledak dengan tiba-tiba.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kaki dan tanganku langsung menjepit tubuh mas Yanto dengan kencang, mukaku terasa memerah dan mata sipitku tiba-tiba melotot saat mencapai puncak kenikmatanku dari penis orang pribumi pertamaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah klimaks orgasmenya berlalu, aku langsung merasa lemas sehingga kakiku tidak kuat lagi menjepit pinggangnya dan terjuntai lemas. Mas Yanto menghentikan pompaannya, kemudian memelukku dan menyandar kepalaku di bahunya lalu aku dibopongnya ke ranjang dengan penisnya masih ada di dalam vaginaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Uuuuuuuuhhhhhhhhhhh …..” aku melenguh nikmat saat penis mas Yanto terlepas dari vaginaku setelah membaringkanku di tempat tidur.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan telaten mas Yanto melepas baju dan BH yang tersisa, kemudian dia melepaskan juga bajunya sendiri sehingga sekarang kami berdua sudah telanjang bulat. Aku lihat penis mas Yanto masih tegak melengkung ke atas dan berkilat-kilat terkena cahaya dari layar TV. Rupanya mas Yanto masih belum ejakulasi, padahal biasanya cowok-cowokku ejakulasi duluan sebelum aku orgasme atau paling tidak bersamaan datangnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kakiku direntangkannya lebar-lebar dengan satu tangannya sedangkan tangannya yang lain mengocok-ngocok penisnya sambil diarakan ke liang senggamaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
BLESSSSS ….. dengan sekali genjotan pada pinggulnya seluruh batang penisnya langsung masuk ke dalam vaginaku sampai kepangkalnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Auuuuuhhhhhhhhhhhhh…..Masshh …pelan-pelan” jeritku karena merasa sedikit ngilu pada vaginaku akibat persetubuhan kami yang sambil berdiri tadi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan lembut mas Yanto mulai menggerakkan penisnya maju mundur di dalam liang senggamaku yang belum terlalu basah setelah tadi rehat untuk mengulum penis itu tadi. Walaupun begitu bukan berarti kenikmatannya berkurang, apalagi mas Yanto memang sangat telaten mencari-cari area di dalam rongga liang senggamaku yang lebih sensitif apabila disentuh dengan penisnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Aduh mas enak sekali di situ ….ohhhh ….ohhhh….oohhhhhhh” Reaksi spontanku terhadap titik sensitif yang disentuh penisnya juga menjadi sangat membantu mas Yanto untuk mengerti kebutuhanku.</div>
<div style="text-align: justify;">
Tanpa harus menunggu lama vaginaku mulai basah lagi …</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
CROK…. CROK …. CROK …. CROK ….CROK ….mulai terdengar bunyi nyaring dari cairan vaginaku yang terpompa keluar oleh gerakan penis mas Yanto.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ohhhhhh….enak sekali…ahhhh….ahh…..ahh….” Aku terus mendesah nikmat</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mas Yanto menaikkan kakiku ke bahunya dan merubah posisi badannya menjadi setengah berjongkok sehingga pinggulku otomatis agak terangkat juga. Dalam posisi ini tanpa ampun mas Yanto memompakan penisnya dengan sangat cepat membuatku tubuhku bergoyang-goyang sesuai irama pompaannya. Penisnya terasa melesak sangat dalam ke arah rahimku membuatku ingin meraung raung kenikmatan kalau tidak malu sama mas Yanto, akhirnya aku meremas-remas dan menggigit-gigit bantal yang ada di kepalaku sebagai pengalihannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Arrrrkkkhhhhh ….arrrkkkkkhhhh ….arrrkkkkhh …” Akhirnya aku hanya mengeluarkan erangan tertahan dengan badan yang melenting-lenting di ranjang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
CROK…CROK …CROK….CROK …CROK … Bunyi becek dari vaginaku semakin keras terdengar</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“AAAAHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHH……” Aku melolong kenikmatan saat aku kembali mendapat orgasme. Mataku yang sipit membelalak sejenak sebelum berputar sampai hanya kelihatan putih matanya saja.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pompaan penis mas Yanto makin lama makin pelan mengikuti redanya puncak orgasmeku, kakiku juga diturunkan dari bahunya lalu tubuhnya direbahkan sambil menindih tubuhku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Kamu bisa menikmatinya sayang ?” Bisik mas Yanto sambil mencium bibirku dan mengecup-ngecup pipi serta leherku “Aku belum keluar lhooo…”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Enak sekali mas, benar-benar merupakan pengalaman yang sama sekali baru” Jawabku sambil membalas ciuman dan kecupannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Mas mau minta Syeni ngapain supaya mas bisa keluar ?” Aku menawarkan bantuan agar mas Yanto bisa ejakulasi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mas Yanto minta kami merubah posisi dengan aku ada di atasnya tanpa melepaskan penis dari vaginaku terlebih dahulu. Akhirnya sambil berciuman kami berguling di ranjang sampai posisi kami berbalik di sisi lainnya. Aku lihat bed cover tempat kami bersetubuh sebelumnya sudah basah oleh cairan vaginaku sehingga meninggalkan noda yang cukup lebar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ahhhh ….” Aku mendesah pelan saat payudaraku dicium dan diremas oleh mas Yanto.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan lahap putting payudaraku di hisap-hisapnya, sedangkan payudaraku yang lainnya di remas-remas dengan tangannya. Payudaraku sangat besar, sehingga telapak tangan mas Yanto yang sudah lebarpun hanya bisa meremas tidak sampai setengah bagiannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sambil menikmati permainan mas Yanto pada payudaraku dalam kondisi setengah tengkurap aku mulai bergerak memaju mundurkan pinggulku untuk menggesekan penis Yanto dalam lubang seggamaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ohhhhh….shhhhh…” Aku kembali mendesah menikmati hasil dari pergerakanku sendiri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Makin lama aku aku bergerak makin cepat dan diimbangi oleh mas Yanto dengan gerakan pinggulnya yang menekan penisnya makin kedalam saat gerakan mundurku membuatku menjerit-jerit nikmat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“AAAAHHHH ….AHHHHH…..AHHHHHH ….AAmmmpppphhhhhh” Jeritanku kadang disumpal mas Yanto dengan ciumannya, mungkin dia khawatir jeritanku “mengganggu” tamu-tamu lain.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku kemudian diminta untuk mengambil posisi dengan badan yang lebih tegak seperti sedang menaiki kuda sehingga gerakanku sekarang adalah naik turun. Mas Yanto tetap mengimbangiku dengan menaikkan pinggulnya untuk menyambut setiap gerakan turunku yang membuat seolah penisnya menancap dalam-dalam tembus sampai jantungku. Belum lagi aktivitas tangannya yang meremas payudaraku, mempermainkan putingnya atau mempermainkan kelentiku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Mass…enak mashhh…. Kontolnya enak sekali….mashhh kontolnyaaaahhh”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku meracau dengan pilihan kata-kata yang sudah tidak terkontrol lagi. Maklum sebagai orang yang berasal dari keluarga cina totok, aku hanya bergaul dengan buruh pribumi level bawah di toko atau perusahaan kami yang pilihan bahasanya sering kali kasar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ohhhh….ohhhhh…ohhhhh….ohhhh…..”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Gelombang orgasme terasa mulai muncul lagi sehingga aku mulai mempercepat gerakanku. Butir-butir keringat mulai muncul di sekujur tubuhku membuat tubuhku menjadi kuning berkilatan. Rambutku yang asalnya panjang terurai sampai ke punggung mulai acak-acakan menutupi sebagian mukaku sampai ke dadaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Mass….aaakkkuuu udaaah mau dappaaatthhhh …..”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Teriakku dengan tubuh mulai bergetar karena diterjang gelombang orgasme yang begitu nikmat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Syeniii….saya juga akan keluarrrr ….” Sambut mas Yanto sambil menahan pinggulku dibawah dan dia sendiri melentingkan tubuhnya untuk membuat penisnya tertancap dalam-dalam.</div>
<div style="text-align: justify;">
“Ouuhhhhh …keluarkan semua pejunya masshhh ….untukkuu…..” Keluarnya air mani di dalam tubuhku seperti bonus bagi kenikmatan sebelumnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
SROOOOTTT….SROOOTTT ….SROOOTTTT ….SROOOTTT….SROOOOTTT …srrrt …srrttt…srttt</div>
<div style="text-align: justify;">
Lima semprotan air mani yang kuat aku rasakan membanjiri rahimku diikuti beberapa semprotan kecil sesudahnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Untuk sejenak aku seperti tidak sadarkan diri, tidak ada yang bisa aku ingat selain kenikmatan puncak yang sedang aku rasakan sekarang. Orgasme yang dibarengi dengan semprotan air mani mas Yanto merupakan orgasme pamungkas yang sempurna bagiku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah berahiku mulai reda badanku ambruk di atas tubuh mas Yanto yang segera memelukku dengan mesranya. Rambutku yang acak-acakan dirapikannya dan kemudian menciumi aku dengan hangat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Syeni, kamu sangat luar biasa …. Saya benar-benar dipuaskan oleh kamu” Bisik mas Yanto kepadaku dengan suara yang mesra.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Mas Yanto juga hebat sekali…aku sangat menikmati ijutannya bikin ketagihan” Jawabku malu-malu dengan nafas masih belum teratur.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Apalagi semprotan pejunya juga sangat enak, nikmat sekali ….” Lanjutku sambil tersenyum manis.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Kamu mau aku cariin pil anti hamil untuk berjaga-jaga ?” Mas Yanto berbalik tanya seperti teringat sesuatu setelah aku bicara soal semprotan air maninya di dalam tubuhku tadi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ga usah mas, malah lebih baik kalau aku bisa punya anak dari mas …” Kataku manja hingga jadi malu sendiri dan membenamkan mukaku di dadanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mas Yanto kemudian mengangkat mukaku dan memandangku dengan lembut tapi terlihat serius “Syeni kamu pikirkan baik-baik dulu, jangan sampai omongan kamu itu hanya bawaan emosi karena kita habis bercinta”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Tapi saya tidak keberatan kalau Syeni memang ingin dibuahi dengan benihku “ Lanjut mas Yanto</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku hanya mengangguk sebagai jawabannya karena tekadku sudah bulat, bahkan sebelum pergi ke sini aku memang sudah bertekad untuk punya anak dari mas Yanto saja dari pada dibilang tidak subur oleh keluarga kokoku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Aaaahhhhhhhhhhhhhh ….” Aku kembali mendesah saat mas Yanto melepas penisnya yang mulai lunak kembali.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dia kemudian mengambil handuk kecil dari kamar mandi yang sudah di beri air hangat, dengan lembut dibasuhnya vaginaku dengan handuk hangat tadi sampai bersih baru dia membersihkan penisnya sendiri. Setelah membuka bed cover yang basah oleh keringat kami dan cairan vaginaku, kami berbaring kembali di ranjang dengan tetap bertelanjang bulat. Saat itu kami pergunakan untuk “lebih mengenal” perabotan masing-masing yang sebelumnya dipergunakan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bulu vaginaku yang hitam tipis dan berbentuk pohon palm merupakan favorit mas Yanto selain kelentitku yang panjang. Mas Yanto juga bisa menebak bahwa aku udah pernah hamil lebih dari dua bulan sebelum digugurkan hanya dari bentuk putingku yang memang sudah membesar dan berwarna lebih gelap saat aku masih perawan. Aku hanya bisa mengiyakan dan minta maaf karena tidak berterus terang sebelumnya sambil jantungku jadi berdebar takut perasaan mas Yanto jadi berubah terhadapku. Mas Yanto ternyata tidak marah, hanya dia berpesan kalau memang ingin serius tentang dihamili olehnya, maka dia tidak ingin aku menggugurkan kandungannya lagi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Saat aku bertanya mengenai kenapa penisnya berbeda dengan penis-penis yang pernah aku kenal apakah ada hubungan dengan ras. Dia bilang perbedaan utama adalah karena sebagai muslim penisnya sudah disunat sejak kecil sehingga pertumbuhannya berbeda dengan penis-penis yang tidak disunat atau disunat setelah dewasa. Penis cowok-cowokku memang ujungnya tertutup kulit saat sedang tidak berereksi sedangkan kepala penis mas Yanto langsung terbuka dengan lekukan miring dilehernya sehingga menjadi batas yang jelas dengan batang penisnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku coba kulum penis mas Yanto sampai berereksi lagi sehingga sekarang aku bisa melihat dari dekat benda yang tadi membuatku meraung-raung kenikmatan. Tanpa sadar aku terhanyut untuk menghisap dan menjilati kepala penis mas Yanto sampai mas Yanto akan mendapat ejakulasi lagi. Dia minta aku untuk menelan seluruh air maninya dan tentu saja aku mau melakukannya dengan senang hati walaupun sebelumnya aku tidak pernah mau kalau disuruh melakukannya oleh cowokku yang pertama dan juga Kokoku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mas Yanto bukan hanya sekedar berbeda rasa penisnya, tapi juga berbeda dalam gaya bercintanya yang selalu mengutamakan kepuasanku terlebih dahulu. Dia juga membuat aku tetap punya harga diri walaupun hanya sebagai pacar gelapnya atau wanita simpanannya. Padahal selama ini aku selalu diperlakukan tak lebihnya sebagai obyek pemuas syahwat bagi cowok-cowok yang meniduriku. Pada saat aku memang membutuhkan hal itu tidak terlalu terasa, tapi sangat menyakitkan pada saat mereka membutuhkanku karena umumnya mereka tidak mau tahu apakah aku sudah siap dipenetrasi atau tidak.</div>
<div style="text-align: justify;">
Selama di Singapore kami bercinta sebanyak 3 sampai 4 kali dalam sehari, saat bercinta di pagi hari kami sepakat untuk mengeluarkan air maninya di luar supaya saat diperiksa di klinik tidak masuk ke dalam medical recordku. Tapi untungnya metoda terapi mereka tidak melarang aku bercinta selama menjalankan pengobatan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Beberapa teknik bercinta kilat juga kami coba praktekkan walaupun sebenarnya tidak perlu kalau melhat situasi selama kami di sana, tapi mas Yanto yakin bahwa setelah kembali ke Bandung kesempatan untuk bercinta memang akan sangat terbatas. Bercinta di mobil atau di motel-motel short time akan menjadi sering kami lakukan dan mas Yanto ingin memastikan bahwa aku bisa mencapai orgasme sedikitnya satu kali.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sesaat setelah mendarat di bandara Cengkareng, mas Yanto kembali mengajakku bercinta di hotel Bandara sebanyak dua kali untuk memastikan pembuahanku dengan benihnya karena saat itu aku memasuki fase masa suburku sebelum akhirnya kami pulang dengan menumpang travel yang berbeda. Begitu aku sampai rumah Koko langsung menyetubuhiku tanpa memperdulikan apakah aku sedang kelelahan atau tidak. Tiga malam selanjutnya seperti siksaan bagiku karena Koko terus menerus ingin menyetubuhiku, katanya untuk memanfaatkan masa efektif terapi yang aku jalani.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Akhirnya memang aku hamil dan naluriku meyakini bahwa benih jabang bayiku adalah mas Yanto bukan suamiku. Aku dan mas Yanto masih sering bertemu untuk bercinta sampai kandunganku berusia 8 bulan, pengelola motel sering memandang kami dengan heran melihat ada wanita hamil besar masih sewa short time di motelnya dia. Walaupun begitu keluarga suamiku menjadi sangat gembira dan tidak ada kecurigaan sama sekali bahwa benih cucunya berasal dari orang lain … mitra bisnis suamiku sendiri.</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1918422191489806551.post-16458933970012072802012-08-06T02:49:00.003-07:002012-08-06T02:49:52.094-07:00Cerita sex Aku Seranjang Dengan Mantan Pacar Ibuku<br />
<div style="text-align: justify;">
Tanpa sengaja malam itu aku mendengar pertengkaran Mamaku dan Papa tiriku tentang aborsi yang dilakukan Mama sebelum menikah dengannya. Rupanya Papa menemukan adanya hasil USG kandungan mama yang entah kenapa masih Mama simpan saja sehingga akhirnya ketahuan oleh Papa. Kalau mendengar tahun kejadiannya yang dibaca oleh Papa dari hasil USG itu adalah sekitar tahun 2000. Hal itu berarti terjadi pada waktu Mama baru setahunan mejadi janda dan aku masih duduk di kelas 6 SD, tentu saja belum mengenal Papa tiriku yang sekarang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Walaupun Mama akhirnya bisa meyakinkan Papa bawah peristiwanya itu terjadi jauh sebelum mereka berkenalan, tetapi aku menjadi penasaran siapa laki-laki yang telah menghamili Mamaku dan mengapa Mama menyimpan hasil USGnya sampai sekarang. Kenapa Mama sama sekali tidak menceritakan mengenai laki-laki ini padaku, padahal biasanya Mama selalu cerita mengenai teman-teman lelakinya padaku karena bagi Mama siapapun nanti menjadi suaminya harus bisa menjadi Papa tiri yang aku sukai. Walaupun Mama tidak menceritakan sejauh apa hubungannya dengan tiap teman lelakinya, tetapi aku yakin bukan mereka yang menghamili Mamaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Apakah Mamaku pernah jadi selingkuhan laki-laki lain yang sudah berkeluarga ?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pertanyaan itulah yang kemudian muncul di kepalaku karena hanya itulah yang bisa menjelaskan kenapa Mama tidak bisa menceritakan kepadaku tentang laki-laki tersebut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Namaku Karin, umurku saat itu adalah 23 tahun dan sedang menyelesaikan pendidikanku di fakultas kedokteran universitas negeri ternama di Jakarta. Sampai SMA aku menyelesaikannya di Bandung dan baru pindah ke Jakarta setelah Mamaku menikah lagi dengan seorang dokter asal Jakarta yang sekarang menjadi Papa tiriku. Mamaku sendiri seorang dokter spesialis mata asal Bandung sedangkan Ayah kandungku juga seorang dokter Ahli Penyakit Dalam dari Bandung juga.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mamaku bukan tipe orang yang punya pergaulan bebas, dia hanya punya sedikit teman dekat yang umumnya berasal dari lingkungan sekolahnya sejak SD sampai di bangku kuliah. Tetapi memang teman-teman dekatnya yang paling banyak dan paling sering bergaul dengan Mama adalah teman-teman SMAnya. Sepengetahuanku semua teman SMA Mama itu sudah berkeluarga karena sering kali dalam beberapa acara aku dibawa Mama untuk bertemu keluarga mereka. Dari sini aku mulai mengecilkan pilihanku pada tahun di mana kejadian yang dipermasalahkan oleh Papa tiriku itu, terutama dengan siapa saja Mamaku suka pergi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Akhirnya kecurigaanku mengerucut hanya pada satu orang saja, yaitu Oom Yanto, seorang teman Mama yang memang sudah akrab bukan hanya dengan Mama tapi juga dengan keluarga besar Mamaku sejak mereka sama-sama di bangku SMA. Oom Yanto menikahi teman SMAnya yang juga merupakan teman dekat Mama, bahkan anak-anak merekapun cukup aku kenal. Salah satu alasanku mencurigai Oom Yanto karena aku ingat bahwa Oom Yanto lah yang paling sering menjemput dan mengantar Mama kalau ada kegiatan dengan teman-temannya Mama. Bahkan kadang-kadang Mama pamit keluar kota untuk urusan dinas beberapa hari tapi yang menjemput dan mengantar pulangnya adalah Oom Yanto.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Oom Yanto memang sosok laki-laki idaman hampir semua wanita dewasa karena selain sukses sebagai pengusaha, juga mempunyai kepribadian yang sangat menarik dan tentu saja wajahnya yang lumayan dengan badan yang tinggi besar. Tangan dan kaki Oom Yanto dipenuhi bulu dan muka yang ditumbuhi kumis dan jenggot hingga terlihat seksi bagi sebagian wanita. Dia merupakan pria yang ramah, mudah tertawa dan selalu bisa membawa suasana menjadi lebih cair serta menyenangkan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku makin penasaran ingin memastikan apakah memang Mamaku dihamili oleh Oom Yanto ini atau laki-laki lain. Hal ini menjadi sangat penting bagiku karena akan mempengaruhi persepsi tentang Mamaku selama ini. Tapi bagaimana caranya ? Pikiran ini lama-lama menjadi obsesi yang sangat mengganggu konsentrasiku sehingga beberapa kuliahku nilainya menjadi tidak memuaskan. Aku tidak berani bertanya langsung kepada Mamaku karena kalau dia berbohong dengan jawabannya maka akan merusak hubungan kami selamanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Akhirnya aku memutuskan untuk menghubungi Oom Yanto lewat akun fesbuknya dulu sebagai komunikasi awalku. Tidak terlalu sulit mencarinya karena akun Oom Yanto memang tercantum dalam akun anak-anaknya yang sudah menjadi teman fesbukku. Dengan hati-hati aku mulai menyusun langkah-langkah untuk melakukan penyelidikanku, aku tidak mau salah langkah karena akan merusak suatu hubungan silahturahmi yang sudah sangat lama terjalin antara dua keluarga besar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pertama kali aku coba meng-add Oom Yanto sebagai teman, kalau ini berhasil maka akan memudahkan langkah selanjutnya. Tetapi kalau tidak berhasil maka aku harus mencari jalan yang lebih sulit. Rupanya Oom Yanto mengenaliku sehingga dia langsung meng-approve requestku. Sebagai pembukaan aku mulai mengiriminya message berbasa-basi yang ternyata juga mendapat tanggapan positif walaupun kadang-kadang jawabannya agak lama karena kesibukkannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah komunikasi mulai terbuka aku mulai maju ke langkah kedua yaitu mencoba mencari tahu bagaimana hubungan pertemanan Oom Yanto dan Mamaku pada saat 10 tahunan yang lalu dan sekarang. Dari jawaban-jawaban Oom Yanto dugaanku ternyata benar bahwa dulu mereka punya hubungan “istimewa” walaupun tidak begitu jelas seberapa istimewanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Sebagai langkah ketiga, aku berusaha untuk ketemu langsung dengan Oom Yanto dengan menyampaikan bahwa aku banyak pertanyaan mengenai masa lalu Mamaku yang aku anggap Oom Yanto cukup banyak tahu. Aku katakan bahwa hal itu penting karena sekarang sedang ada masalah antara Mamaku dan Papa tiriku tentang masa lalu Mama. Tentu saja aku tegaskan bahwa aku hanya bisa membicarakannya saat berhadapan langsung dengan Oom Yanto.</div>
<div style="text-align: justify;">
Aku cukup kaget saat Oom Yanto tanpa keraguan sedikitpun bersedia menemui aku, bahkan saat kami mulai berkomunikasi di telepon untuk mengatur waktunya, nada suara Oom Yanto sama ramahnya dengan nada suara yang dulu sudah aku kenal. Oom Yanto juga menanyakan apakah pertemuan kami akan dilakukan di-public area atau di-private area. Pertanyaan ini sempat membuatku pusing karena kalau di private area aku masih kagok berduaan dengan Oom Yanto, tapi kalau benar ternyata Oom Yanto yang menghamili Mamaku maka sangat tidak bijak membicarakannya di public area.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Akhirnya aku memutuskan untuk bertemu di private area saja karena bagaimanapun akan menjadi lebih mudah bagiku untuk mengikuti perkembangan selanjutnya. Tempat yang akan dipakai untuk pertemuan kami adalah sebuah hotel berbintang di bilangan Mega Kuningan yang biasa Oom Yanto pakai menginap kalau sedang ada di Jakarta. Sedang waktunya aku memilih saat sedang jaga di rumah sakit, tetapi sebelumnya jadwalnya aku tukar dengan temanku sehingga orang tuaku tidak akan curiga kalau aku pulang larut malam karena kalau sedang berjaga kadang-kadang aku tidur di rumah sakit.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Oom ini Karin, sekarang sudah sampai di loby hotel” Kataku saat menelon ke telepon genggamnya saat aku sudah sampai ke Hotelnya. Waktu saat itu menunjukkan pukul 14:05, sesuai dengan waktu yang telah kami sepakati karena aku adah kuliah pagi di RSCM.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Okay … saya akan jemput kamu ke bawah karena untuk bisa naik lift ke kamar Oom harus memakai kunci kamarnya” Jawab Oom Yanto di teleponnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan berdebar-debar aku berdiri di depan lift, memandangi pergerakan setiap lift dan orang yang keluar darinya. Tak lama kemudian Oom Yanto keluar, pempilannya sekarang sudah agak gemuk dengan rambut yang lebih tipis tetapi daya tarik lainnya masih sama. Terlihat dia sedikit celingak celinguk mencariku, karena memang kami hampir tidak pernah bertemu lagi selama 8 tahun. Aku segera menghampiri dan menyapanya terlebih dahulu yang disambutnya dengan hangat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah dia mencium pipi kiri dan kananku dia langsung mengajakku naik ke kamarku. Tiba-tiba aku dilanda perasaan aneh yaitu perasaan yang hampir sama seperti saat aku diajak oleh pacarku ke rumahnya yang sedang kosong untuk petting. Aku memang bilang ke pacarku bahwa aku hanya mau bercumbu dan petting di tempat-tempat yang bersuasana nyaman seperti rumah atau kamar hotel.</div>
<div style="text-align: justify;">
Saat itu kami melakukan petting dengan bertelanjang bulat seperti yang aku janjikan kepadanya kalau dia bisa punya kesempatannya. Pacarku sempat memaksa ingin melakukan penetrasi, tapi aku menolaknya bukan karena aku tidak mau tapi aku mengingatkannya bahwa janjiku untuk kali ini adalah bersedia melakukan petting sambil bertelanjang bulat dan tidak lebih dari itu. Kalau dia ingin bersetubuh denganku maka harus cari waktu lagi dengan syarat yang aku tentukan kemudian. Aku selalu diajarkan Mama untuk selalu bisa mengendalikan laki-laki atau mereka akan mengendalikan kita. Tetapi ternyata ceritanya jadi lain kalau berhadapan dengan Oom Yanto.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Oom Yanto menyewa kamar suite, sehingga kami bisa mengobrol sambil duduk sofa dan kursi yang ada bukan di duduk ranjang seperti yang aku khawatirkan sebelumnya. Hal ini tentunya melegakan aku tapi tanpa aku sadari membuatku menjadi lebih lengah karena hal itu sebenarnya tidak menghilangkan kenyataan bahwa aku tetap berada di dalam kamar tidurnya Oom Yanto. Entah kenapa kami berdua sama-sama duduk di sofa walapun sebenarnya masih ada satu kursi lagi. Di sana juga sudah tersedia minuman dan makanan ringan untuk menemani obrolan kami.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Awalnya aku bercerita dengan lancar mengenai pertengkaran Mamaku dan Papa tiriku dan bagaimana aku menjadi terganggu karenanya. Oom Yanto juga mendengarkan ceritaku dengan seksama tanpa perubahan ekspresi sedikitpun. Tetapi kelancaran ceritaku tiba-tiba menjadi tersendat saat aku harus mengajukan pertanyaan inti dari tujuanku bertemu dia. Wajahku berubah menjadi sedikit kemerahan karena menahan campuran perasaan malu dan penasaran.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Begini Oom … Karin ingin Tanya kepada Oom” Aku coba membukanya dengan kalimat netral.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Sok atuh apa yang akan kamu tanyakan “ Jawab Oom Yanto.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ta…tapi Oom jangan marah Ya ?” Kataku mulai gugup.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Marah kenapa dan ke siapa ?” Balas Oom Yanto.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Marah ke Karin atau malah marah ke Mama, Karin sware bahwa Mama ga tau kedatangan Karin ke sini” Lanjutku sambil mengangkat dua jariku seperti janji pramuka.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Oom janji tidak akan marah tanpa alasan yang benar-benar jelas” Jawabnya dengan ekspresi keheranan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Begini Oom …eeee…apakah …eh …begini…apakah O..Om yang menghamili Mama ?” Akhirnya pertanyaan itu terlepas juga.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Oom Yanto merenung sebentar kemudian matanya melihat kembali padaku dengan tetap tidak ada perubahan emosi yang drastis pada wajahnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Apakah jawaban Oom sangat penting buat Karin ?” Dia malah sekarang balik bertanya</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Be..betul Oom, Karin sangat terganggu oleh pikiran itu sejak saat itu” jawabku sambil menunduk</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Baiklah kalau memang Karin ingin tahu…. Oom mengakui bahwa memang sayalah yang menghamili Mamanya Karin tahun 2000 itu” Jawab Oom Yanto dengan suara lembut tapi tegas.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Oom juga yang membantu Mama untuk melakukan aborsi karena Mamanya Karin saat itu belum merasa siap hamil tanpa ada suami, walaupun saat itu Oom juga tidak akan menentang kalau Mama kamu ingin mempertahankannya” Lanjutnya dengan ketenangan yang masih tetap sama.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jawaban itu memang sudah aku duga dan sesuai dengan harapanku, tapi tetap saja perasaanku seperti dicampur aduk antara marah, sedih dan gembira. Marah karena ternyata Mama berselingkuh dengan teman yang merupakan suami dari temannya sendiri. Sedih karena ternyata Mama harus melakukan aborsi yang tentunya merupakan pilihan yang sangat berat baginya saat itu. Gembira karena selingkuhan Mama merupakan laki-laki yang aku anggap pantas menerima cinta Mama yang saat itu memang sedang sangat labil akibat perceraian dan juga ditinggal oleh Papanya Mama atau Kakekku. Tidak terbayang olehku nasib Mama kalau terjatuh ke tangan laki-laki yang lebih tidak bertanggung jawab.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Akhirnya aku hanya bisa menangis tersedu-sedu setelah medengar pengakuan langsung dari Oom Yanto yang keluar begitu saja tanpa harus aku paksa sama sekali. Oom Yanto kemudian memelukku sambil beberapa kali memberikan kecupan lembut pada kepalaku yang membuatku merasa lebih tenang sehingga akhirnya aku balas memeluknya untuk bisa menangis di dadanya yang bidang. Dengan lembut kepalaku di belai-belainya sambil membisikkan kata-kata menghibur di telingaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Entah berapa lama aku menangis di pelukan Oom Yanto, tapi sesudahnya badanku benar-benar menjadi lemas tidak bertenaga sehingga hampir jatuh terkulai di sofa. Oom Yanto lalu berinisiatif membopongku ke ranjangnya tanpa bisa aku tolak dan membaringkanku di atasnya sambil melepas sneakers-ku . Kancing atas bajuku juga dia longgarkan untuk memudahkan aku bernafas karena hidungku mulai tersumbat ingus akibat menangis terlalu lama. Oom Yanto sendiri kemudian berbaring di sisiku untuk membelai kepalaku sambil sekali-sekali mengecup pipi, hidung dan keningku.</div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah aku lebih tenang, Oom Yanto bertanya apakah aku juga ingin tahu alasan dan detail kejadian dari awal sampai akhir perselingkuhan Mamaku dengan dia. Aku jawab bahwa aku sangat ingin tahu dan berharap Oom Yanto tidak menghilangkan detailnya supaya aku bisa mengerti alasan Mamaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Oom Yanto mulai bercerita bahwa hubungan mereka terjalin lagi setelah acara reuni SMA. Hubungan yang dimaksud adalah curhat-curhatan karena waktu masih sama-sama di SMA sampai kuliah Oom Yanto dan Mamaku adalah teman yang sangat dekat walaupun tidak sampai pacaran. Pada saat terjalin hubungan lagi setelah reuni sama sekali tidak terpikir untuk adanya hubungan yang lebih jauh dari itu. Oom Yanto bahkan turut mensupport Mama dalam setiap kencannya dengan pria-pria yang dijodohkan dengannya, malah dia pernah juga turut menjodohkan temannya sendiri dengan Mama.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Entah bagaimana pada suatu kesempatan akhirnya Oom Yanto dan Mama melakukan hubungan badan tanpa direncanakan terlebih dahulu. Walaupun tidak ada komitmen, hanya didasari oleh hubungan persahabatan yang sudah lama terjalin maka mereka menjadi tanpa beban untuk terus berhubungan badan setiap kali saling memerlukannya sampai akhirnya Mama hamil. Aku juga melihat dalam kehamilan ini Mama punya andil karena memang dia yang meminta Oom Yanto untuk tidak menggunakan pengaman dengan alasan setelah melahirkanku tanpa alat pengaman pun dia tidak pernah hamil lagi oleh Papa kandungku sebelum kemudian bercerai. Tapi saat itu Oom Yanto belum menceritakan bahwa Mamaku juga pernah berselingkuh dengan dosen pembimbingnya yang dimulai saat dia masih menikahi Papa kandungku. Cerita ini aku dapat setelah hubunganku dengan Oom Yanto berlanjut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku kemudian meminta Oom Yanto untuk menceritakan detail dari beberapa kejadian yang dianggap penting dalam berhubungan dengan Mama karena berharap dari detail itu apakah Mamaku adalah Mama yang aku kenal selama ini. Cerita pertama tentunya adalah tentang bagaimana peristiwa persetubuhan pertama yang berlangsung di rumah peristirahatan keluarga Mama di Lembang bisa terjadi tanpa direncanakan. Seperti yang aku duga dari sifatnya Mamaku, walaupun Oom Yanto yang pertama kali mencium bibir Mama, tapi Mamalah yang pertama kali mengambil inisiatif meminta berhubungan badan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Cerita Oom Yanto yang sangat detail mengenai tahapan persetubuhan yang mereka lakukan pertama kalinya itu membuatku sampai merasa sedang mendengarkan cerita roman dewasa yang sangat realistis. Aku juga tidak menyangka mereka bisa tenang tetap bersetubuh walaupun sempat kepergok oleh Mamang penjaga rumah yang datang karena kaget oleh lolongan nikmat orgasme Mamaku. Oom Yanto juga bisa membuat Mama orgasme berkali-kali dengan melakukan beberapa variasi posisi serta rangsangan-rangsangan tambahan seperti memasukkan jari ke dubur Mama saat melakukan doggy style.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nafasku mulai memburu karena membayangkan hubungan badan yang dilakukan Mamaku dengan saat petting yang aku lakukan dengan pacarku. Aku mulai merasakan kedua putting susuku mengeras dan celana dalamku jadi lembab dan kulit mukaku mulai merona merah menahan berahiku sendiri. Dengan gelisah aku coba gesek-gesekan kedua pahaku satu sama lain untuk mengurangi kegelisahanku itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Melihat perubahan padaku Oom Yanto lalu mengecup bibirku yang tanpa aku sadari jadi setengah terbuka sambil memegang pipiku. Setelah yakin tidak ada penolakan dariku, tanpa ragu-ragu Oom Yanto memangut bibirku dengan hangat yang aku balas tidak kalah mesranya sehingga akhirnya kami mulai berciuman. Oom Yanto ternyata sangat pandai mencium, ciumannya bukan saja enak dinikmati tapi juga memancing berahiku untuk ingin bercumbu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sambil berciuman tangan Oom Yanto sudah masuk kedalam rokku untuk mengelus paha dan pangkal pahaku tanpa perlawananku sama sekali bahkan aku mulai menikmatinya. Tidak berapa lama kemudian aku malah membantunya melepas rok dan celana dalamku dan memperbaiki posisi berbaringku agar bisa merenggangkan kedua pahaku supaya Oom Yanto lebih mudah menyentuh vaginaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ahhhhhh ….ahh…ahhhh…” Aku mendesah-desah saat tangan Oom Yanto dengan lincah bermain-main di dalam bibir vaginaku dan mempermainkan kelentitku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Addduuuuhhh …oucchhhhh ….” Aku menjerit kesakitan saat jarinya masuk masuk ke dalam pangkal lubang senggamaku yang memang belum pernah dimasuki benda asing.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pada hari pertama mereka berhubungan badan, Mamaku mengalami lima kali orgasme dalam dua kali persetubuhan dari siang sampai sore, melakukan anal seks sebagai selingan dan melakukan oral seks di mobil sepanjang perjalanan pulang dengan menelan sperma Oom Yanto yang keluar tepat dipintu garasi rumahku. Aku jadi ingat kembali kejadian waktu itu saat menyambut kedatangan Mama yang setelah turun dari mobil Oom Yanto mulutnya terasa sedikit berbau amis saat menciumku yang mungkin berasal dari sperma yang ditelannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Petualangan seks Mama yang sangat hebat dalam satu hari membuatku terhanyut dalam gairah berahi mudaku yang memang sudah mulai mengenal kenikmatan seks. Sehingga dengan mudah Oom Yanto melucuti bajuku satu persatu hanya dengan memberikan rangsangan pada bagian tubuh yang tepat. Akhirnya menjelang bagian akhir cerita hubungan badan mereka di hari pertama, aku dan Oom Yanto sudah dalam keadaan telanjang bulat dengan tubuh Oom Yanto menindihku menciumi bibir, kuping dan leherku sambil menggesek-gesekkan penisnya pada vaginaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Aduh Oom… Karin sudah mulai ga tahan ….” Maksudku adalah ingin mendapat lebih dari sekarang, tapi aku masih malu memintanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Oom Yanto malah memelorotkan badannya untuk menciumi, menghisap dan meremas-remas payudaraku yang membuat nafasku sesak seperti ada sesuatu yang akan meledak dari dalam. Setelah puas menciumi payudaraku, bibir Oom Yanto berpindah ke vaginaku. Kedua kakiku dinaikkannya ke bahunya sehingga pahaku seperti menjepit kepalanya. Dengan lahap dia menjilati vaginaku dengan lidahnya yang kasar, tidak ada satu bagian pun dari vaginaku yang luput dari sapuan lidahnya. Lalu dia mainkan kelentitku dengan lidahnya sebelum kemudian dihisap dan digigit-gigitnya yang membuat badanku jadi melenting-lenting nikmat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“AAARRRRRRKKKKKHHHHHHHHH…..” Akhirnya aku mendapat orgasmeku yang pertama oleh seorang laki-laki karena ternyata aku tidak mendapat kenikmatan yang sama saat petting dengan pacarku.</div>
<div style="text-align: justify;">
Lidah Oom Yanto bukannya berhenti setelah tahu aku mendapat orgasme, tapi malah dilanjutkan dengan menjilati cairan yang keluar dari liang vaginaku. Lidahnya juga mulai melakukan “penetrasi” yang membuatku benar-benar tidak bisa lagi berpikiran sehat selain ingin dipuaskan kebutuhan berahiku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Oomm … setubuhi Karin seperti Mama…please … Karin udah ga tahan …” Racauku, rupanya daya tahan dan kontrolku saat itu sudah bobol sehingga aku melakukan persis seperti yang Mama lakukan; mengajak bersetubuh.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Tapi kamu masih perawan Karin… Oom ga berani” Jawabnya dari arah selangkanganku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Oom ambil aja keperawanan Karin semau Oom…sekarang Karin hanya ingin bersetubuh” Balasku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Oom Yanto kemudian bangun sambil mengangkangkan kakiku lebar-lebar dan langsung mengambil posisi tempur dengan memasukkan penisnya ke dalam liang vaginaku yang sudah membengkak kemerahan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Aduuhhhh …enak ooommm….enak sekali ooommm …” Aku merasakan campuran rasa sakit dan nikmat yang amat sangat saat kepala penisnya mulai memasuki liang vaginaku dengan berputar-putar perlahan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
BLESSSSSSSSSSSSSSSSS ………..</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Oom Yanto akhirnya memasukkan seluruh penisnya ke dalam liang vaginaku dalam sekali genjotan keras.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Addduuuuduuuuuhhhh …. Sakiiitttt….ouchhhh….sakittttt…..Ohhhhhhhh…pelan-pelan Oooommm”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mau tak mau aku mengaduh kesakitan saat selaput daraku ditembus oleh penisnya. Akhirnya keperawananku hilang oleh orang yang sama dengan yang menghamili Mamaku, tanpa ada rasa sesal karenaaku memang menginginkannya begitu saja.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ohhhh…ohhhh..ohhhh…sshhhh…shhhh…ohhhh..oohhhhhh” Aku terus mendesah dan mendesis saat liang vaginaku dipompa oleh penisnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Teruskan ooommm…uuhhhh….uhhhh…aaahhhhh…uhhhh…nikmat sekaliiii”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Crok…crok… crok …. crok … crok ….Bunyi becek dari cairan vaginaku terdengar sangat seksi memacu gairahku semakin meningkat intensitasnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Adduuuuuuuuuuuuh Oooooommmmmmmmm …..enak sekali rasanya”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
CROK…CROK…CROK….CROK…CROK….</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bunyi itu terdengar semakin kencang dan gelombang kenikmatanku mulai datang bergulung-gulung .</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“AAAARRRRKKKKKKKHHHHHHHHHHHHHHHHHH ……………..”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku meraung nikmat saat puncak gelobang nikmat itu menghantam tubuhku. Mataku terbelalak memandang pada orang yang mendatangkan kenikmatan ini sebelum akhirnya kembali terpejam untuk menikmati sisa-sisa alunannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Oom Yanto secara perlahan mengurangi frekuensi genjotan penisnya disesuaikan dengan irama nafasku yang semakin teratur lagi. Kami lalu berciuman dengan mesra sambil berpelukan dan melontarkan kata-kata pujian atas nikmatnya persetubuhan babak kesatu ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ooomm..tadi oom sudah keluar belum ?” Tanyaku sambil memegang pipinya dengan penuh rasa sayang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Belum sayang, Oom belum keluar tadi” Jawab Oom Yanto dengan tersenyum sambil mencium tanganku yang mengelus pipinya itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Nanti Oom lepaskan di luar saja ya, kan Karin masih belum pakai proteksi dan Oom juga ga bawa kondom karena ga menyangka akan bersetubuh dengan Karin” Lanjutnya</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Keluarin di dalam saja Oom, Karin ingin merasakan yang Mama rasakan sehingga mau berkorban sampai hamil” Bantahku</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Tapi …” Oom Yanto terlihat ragu-ragu</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ga apa-apa Oom, nanti Karin akan minum Morning After pill…banyak kok di bagian kebidanan” Kataku menenangkannya sambil mengelus-ngelus kepalanya yang sudah botak.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Oom Yanto kemudian membangunkanku sampai terduduk berhadapan dipangkuannya dengan penis yang masih tertancap di liang vaginaku. Dia kemudian memintaku melihat ke arah selangkanganku untuk melihat cipratan darah perawanku yang masih menempel pada paha dan perutku. Dengan spontan aku meraih blackberryku yang tergeletak di lemari pinggir ranjang untuk mengambil gambarnya beberapa kali dari beberapa sudut yang memungkinkan sebagai kenang-kenangan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah membiarkan aku puas memotreti vaginaku sendiri dengan sumpalan batang penis di dalamnya, Oom Yanto kemudian mulai menciumi payudaraku yang cukup besar, meremas-remasnya dan menghisap-hisap putingku yang kecil kecoklatan. Aku langsung diserang rasa geli yang amat sangat sehingga mulai melenting-lenting nikmat. Lentingan badanku juga mengakibatkan penis Oom Yanto jadi bergerak-gerak lagi dalam liang vaginaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Oom Yanto kemudian membaringkan tubuhnya sendiri dan membiarkanku duduk tegak di atas selangkangannya dengan posisi seperti orang menunggang kuda. Aku dimintanya mulai bergerak naik turun yang aku turuti juga walaupun agak canggung melakukannya karena merasa Oom Yanto sekarang bisa menonton tubuhku yang telanjang secara utuh. Tapi rasa nikmat yang kemudian aku rasakan membuatku melupakan itu semua, apalagi dengan posisi ini aku bisa menentukan sendiri bagian mana dalam liang vaginaku yang ingin “kebagian” penis lebih banyak karena lebih mendatangkan rasa nikmat buatku. Oom Yanto juga membantu dengan mengangkat pinggulnya setiap kali aku bergerak turun kebawah, membuat sodokan penisnya terasa lebih mantap.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Heehhhh….hehhhh….hehhh….hehhh….hehhh…” Aku mendesah tertahan karena harus juga aktif bergerak naik turun menjemput sendiri kenikmatanku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Keringatku bercucuran walaupun sebenarnya suhu ruangan cukup dingin karena AC dipasang secara penuh. Demikian juga dengan cairan vaginaku yang mulai mengalir deras di dalam liang sampai merembes keluar mengalir turun melalui kedua pahaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
HEHHHHH ….HEEHHHHHH….HEEHHHHHHHH…HEHHHH….HEEHHHHHHHH …Nafasku semakin memburu dan gerakanku semakin tidak teratur karena merasakan orgasmeku akan segera datang</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tapi aku lihat Oom Yanto pun ekspresinya mulai berbeda karena terlihat seperti menahan sesuatu dan tangannya yang memegang pinggangku mulai bergerak-gerak dengan gelisah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Oommmmmmm…Karin udah mau dapet lagi !” Kataku setengah berteriak</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Saya juga udah mau keluarrrr” Sambut Oom Yanto</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“AAAAAAAARRRGGGGGGGGHHHHHHHHH……..” Kami berdua hampir berasamaan mengeluarkan suara raung kenikmatannya saat berorgasme dan berejakulasi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
SRRRRTTTT…SRRRTTTTT….SRRRRTTT…SRRRTTTTT …SRRRTTTT …srttt…srrrtt ….srrrttt</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku merasakan ada lima semprotan hangat yang tumpah dalam rahimku diikuti dengan belasan semprotan kecil.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tanpa menunggu selesai aku segera menundukkan badanku untuk menciumi Oom Yanto yang dibalas dengan pelukan hangat. Kami terus berciuman dengan saling melumat bibir dan memainkan lidah masing-masing. Di dalam liang vaginaku kadang-kadang penis Oom Yanto terasa berkedut-kedut saat kami berciuman yang membuatku merasa geli, tanpa sadar aku kemudian membalasnya dengan melakukan kontraksi pada otot vaginaku sehingga seperti meremas penis Oom Yanto.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Oom Yanto mengajakku berguling pelan-pelan sehingga sekarang kembali aku ditindihnya</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Bagaimana sayang ….kamu merasa nikmat ?” Bisiknya ditelingaku</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Enak sekali Oom…sungguh” Jawabku sambil kembali menciumnya dengan mesra</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Aaahhhhhh ….” Aku melenguh saat Oom Yanto menarik penisnya sampai terlepas</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kemudian dia pergi ke kamar mandi dan kembali lagi membawa handuk yang sudah dibasahi dengan air hangat. Dengan lembut selangkanganku di bersihkan olehnya, terutama cairan vaginaku dan noda darah perawanku setelah itu baru dia membersihkan penisnya sendiri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kami terus mengobrol tentang masa lalu termasuk kabar mengenai keluarganya Oom Yanto dan anak paling besarnya yang merupakan teman bermainku dulu. Tidak lupa juga kutanyakan mengenai kabar teman-teman Mama lain yang aku ketahui sering bermain bareng. Terus terang aku merasa aneh dengan diriku sendiri karena merasa tanpa beban membicarakan hal itu seolah-olah itu hanya bagian dari obrolan basa basi. Aku juga sudah tidak merasa malu lagi bertelanjang bulat di depan Oom Yanto sambil tanganku memainkan penisnya yang sudah kuncup.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Karin bisa temenin Oom malam ini ?” Tanya Oom Yanto dengan pandangan penuh harap sambil mengusap-usap tubuh telanjangku yang langsung membuat bulu-bulu tubuhku jadi berdiri karenanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Memang kalau Karin nginep mau diapain lagi ?” Aku balik bertanya dengan manja sambil menaikkan kakiku untuk memeluk tubuhnya , tapi yang terpenting vaginaku jadi bergesekan dengan pahanya yang penuh bulu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Oom bisa ajarin semua gaya dan posisi bersetubuh yang pernah Oom lakukan dengan Mamanya Karin, bagaimana ?” Jawabnya dengan senyum penuh arti yang membuat jantungku seperti berhenti berdenyut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Kalau begitu boleh deh … tapi Oom janji sedikitnya Karin dapat lima gaya bersetubuh yang baru sampai besok pagi” Kataku dengan mimik pura-pura mengancam.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Sekarang aku mau telepon Mama dulu ya…Oom jangan bersuara” Lanjutku sambil mengambil teleponku sambil membelakangi Oom Yanto.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Halooo Ma ?” Akhirnya aku tersambung dengan Mama</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Karin malam ini tidak pulang sehabis giliran jaga, karena nambah shift sampai pagi menggantikan teman….hhhhh” Pembicaraan dengan Mama menjadi sedikit terganggu karena Oom Yanto malah memelukku dari belakang sambil meremas payudaraku dan mengelus-elus vaginaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ya Ma ….hhhhh …..Baik Ma …..ohhhhh …..Jangan dulu Ma ….uhhhhhh ….aduuuhhhhhh” Aku makin tidak bisa konsentrasi saat Oom Yanto mulai mempermainkan kelentitku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ga ada apa-apa kok Ma …ahhhhh….a..aku hanya teleponnn…ohhh…. Sambil jalan” Jawabku sekenanya saat Mama bertanya kenapa aku seperti terengah-engah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Udahhh….duluuu ya Ma…a.a.aku udah mau sampai ….luv yu Ma….” Akhirnya aku bisa mengakhiri telepon yang penuh gangguan berahi</div>
<div style="text-align: justify;">
Aku segera membalik badanku sambil melotot kesal , tapi begitu melihatnya tersenyum nakal kekesalanku segera hilang apalagi bibirku dipangutnya untuk berciuman lagi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Oom nakal sekal….mmpppphhhhhhhhhh” Bibirku langsung dibungkam dengan ciumannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kami kemudian berpelukan sambil terus berciuman, gesekan demi gesekan dari tubuh kami akhirnya membangkitkan kembali api berahi yang tadi sudah padam. Oom Yanto langsung memasukkan penisnya yang sudah mengeras ke dalam liang vaginaku saat badan kami masih berpelukan dengan rapatnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
BLESSSSSSSSSSSSS ….</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Penisnya masuk dengan mulus dengan satu dorongan kecil saja</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Uhhhhhhh……Oommm ….” Aku mengerang perlahan menikmatinya sambil mempererat pelukanku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Posisiku yang saat itu ada di bawah diminta merapatkan kedua kaki dalam posisi lurus, sedangkan Oom Yanto kakinya mengangkangi aku sambil melilit atau mengait kakiku dari luar. Pada posisi ini gerakan penisnya menjadi hanya bisa naik turun karena terjepit oleh vagina sehingga setiap pergerakan sangat terasa kenikmatannya. Sebaliknya, letak vagina yang seharusnya menghadap ke bawah sekarang menjadi tertarik ke arah atas sehingga setiap Oom Yanto menarik penisnya ke atas, aku merasa seluruh bibir vaginaku turut tercerabut ke luar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Aduuhh Ooom … enak sekali rasanya…ohhh….hhhh.hhh.hhhh” aku mulai mendesah-desah kembali.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Oom Yanto memompakan penisnya makin lama makin cepat, sedangkan tubuhku yang dalam posisi “terjepit” hanya bisa pasrah menerima gempurannya yang makin lama terasa makin nikmat saja.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Oooohhh … ohhhh….ohhhh….OOOOOOOOHHHHHHHHHHHHHHHHH….” akhirnya aku kembali mendapat orgasme hanya dalam hitungan beberapa menit saja.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Enak ya sayang ? Vagina kamu jadi kerasa kenceng lagi ….” Bisik oom Yanto</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Iya Oom, enaaaaaak sekali …penis Oom juga sangat terasa gesekannya di dalamnya Karin” jawabku sambil menciumi keringatnya Oom Yanto yang mengeluarkan bau sangat khas.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Sekarang kita coba anal seks ya sayang ? Mumpung cairan vagina kamu masih keluar untuk dipakai sebagai pelumasnya” Kata Oom Yanto</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku sedikit tertegun dan agak ragu-ragu, tapi aku tahu Mamaku juga melakukannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Kalau Karin ragu-ragu, ga apa-apa kok ga jadi juga … atau kalau kamu coba terus ga suka, bilang saja sama Oom untuk berhenti” Sarannya ketika melihatku ragu-ragu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Karin mau coba aja dulu … tolong Oom tunjukin caranya” Kuputuskan untuk mencoba aja dulu.</div>
<div style="text-align: justify;">
Aku lalu disuruhnya membalikkan badan dalam posisi menungging atau merangkak, akhirnya aku memilih posisi merangkak.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ahhhhh …auhhhhh ….ahhhh” Aku kembali mendesah saat Oom Yanto memasukkan penisnya ke dalam vaginaku sambil diputar-putarkan untuk mendapatkan cairan vaginaku sebanyak mungkin menepel di kepala penisnya sebelum diarahkannya ke lubang anusku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“OOOOOOMMMMM ….SAKIIIITTTTT….ADUUUUUUDUUUUUH SAKIIIIIIT” Aku nyaris menjerit histeris saat anusku ditembus oleh penisnya dalam sekali dorongan. Saking sakitnya aku sampai mengeluarkan air mata dan mulai menangis terisak-isak.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Karin mau berhenti saja sayang ?” Kata Oom Yanto saat melihatku menangis kesakitan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Te…teruskan aja dulu Oom…tapi pelan-pelan aja dulu ya …” Jawabku sambil menahan tangisku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan menggigit bibir aku berusaha menahan sakit sementara Oom Yanto mulai menggerakkan penisnya keluar masuk rectum melalui lubang anusku. Oom Yanto terus menerus mengambil cairan vaginaku untuk melumasi lubang anusku yang mulai terbiasa dengan masukknya penis ke dalamnya. Lama-kelamaan rasa sakitku mulai berganti menjadi rasa nikmat yang bisa dibilang aneh, karena berbeda dengan kenikmatan yang aku peroleh melalui lubang vagina.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Oooohhhhhhh….Ohhhhhhh….Ohhhhhhh….Ohhhhhhh” Aku mendesah sambil memejamkan mataku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ahhhhhhhhhh….” Desahku ketika secara tiba-tiba Oom Yanto mencabut penisnya dari anusku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
BLESSSSSSSSSS ….</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan hampir tapa jeda waktu penis tersebut langsung masuk kedalam lobang vaginaku yang sudah menunggu di sana.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“UUUUUUUUHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHH….” Aku melenguh dengan keras saat penis itu meluncur dengan cepat untuk menancap kedalam tubuhku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tanpa menyiakan-nyiakan waktu, Oom Yanto langsung memompa penisnya kedalam liang vaginaku dengan kecepatan tinggi. Mungkin dia sudah bosan bergerak pelan-pelan saat menyodomiku tadi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
PLEK …PLEK …PLEK …PLEK ….PLEK …langsung terdengar bunyi beradunya pantatku dengan pangkal paha Oom Yanto yang sedang memompaku dari belakang. Payudaraku yang menggantung ikut tergoncang-goncang dengan kerasnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Auuuuhhhhhhhh….ooohhhhhhh….ohhhhhhh….enak sekali Oommm…terus Oommmm…Ohhhhh” Aku kembali meracau nikmat dan sudah melupakan pengalaman disodomi tadi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kenikmatannya mulai datang bergelombang, tapi Oom Yanto malah semakin meningkatkan kecepatan pompaannya .</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ohhhh ….Ohhhhh…Ohhhh …..Ohhhhh….Ohhhh” Aku terus melenguh</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
PROKS …PROKS…PROKS…PROKS… bunyi benturannya sekarang bertambah dengan bunyi-bunyian becek akibat air vaginaku yang kembali keluar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Aahhhhh ….ahhhhhh …ahhhhhh….ahhhh…uhhhh” Lenguhanku makin lama makin kencang</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Badanku bergetar sangat hebat, tanganku hampir tidak mampu lagi menahan tubuhku dalam posisi merangkak sehingga kadang-kadang aku harus dalam posisi bersujud saat merasa lemas lalu kembali ke posisi merangkak bila sudah merasa lebih kuat lagi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“AARRRRRRGHHHHHHHHH …OOOMMMMMM….KARIN UDAAAAH….SAMPE” Teriakku sambil menampung rasa nikmat yang datang</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Saya juga mau keluarrrrr …..” Kudengar Oom Yanto juga akan berejakulasi</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“OOOOOOOOOOOHHHHHHHHHHH …..”Aku melolong nikmat saat kurasakan ada semprotan-semprotan hangat di dalam tubuhku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ahhh …Ahhh …Ahhh….Ahhh …hhh…hhh…hhh” Kali ini Oom Yanto medesah tertahan setiap kali semprotan spermanya keluar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kepalaku sudah “nyungsep” di kasur karena kelelahan sebelum Oom Yanto melepaskan penisnya dari vaginaku lalu rubuh berbaring di sampingku. Aku berusaha merayap ke atas tubuhnya lalu kami berpelukan dan berciuman sambil saling membisikkan kata-kata sayang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hanya dalam tempo tidak lebih dari tiga jam, aku kehilangan keperawananku sampai dua kali, yaitu robeknya selaput daraku dan penetrasi lubang anusku oleh laki-laki sebenarnya lebih pantas menjadi ayahku. Tapi entah mengapa aku hanya merasa seperti sedang bertukar sepatu saja dengan Mamaku. Oom Yanto adalah “bekas” partner seks Mamaku yang sekarang aku “pakai” sebagai partner yang akan mengajarkan seks padaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pada malam harinya kami melakukan makan malam yang cukup romantis di sebuah restoran papan atas. Sebelum pergi kami sempat bersetubuh lagi sambil berendam air hangat dan busa sabun di bathtub kamar mandi yang dilanjutkan dengan oral seks di shower saat membersihkan badan. Oom Yanto dengan posisi berdiri sedangkan aku dengan posisi berlutut didepan penisnya. Aku dimintanya menelan seluruh air mani yang keluar yang tanpa ragu-ragu aku penuhi begitu saja.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah kembali ke Hotel kami mencoba berbagai variasi dan gaya persetubuhan yang sering dilakukan Mama dan Oom Yanto sebelum akhirnya kami tertidur karena kelelahan dengan bertelanjang bulat.</div>
<div style="text-align: justify;">
Pada esok paginya aku sudah disetubuhi Oom Yanto lagi dari arah belakang saat aku masih terlelap tidur. Sedangkan sebelum chek-out, kami kembali melakukan persetubuhan kilat dengan masih menggunakan baju lengkap dengan meja kerja di kamar suite sebagai alasnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Semua style yang kami lakukan adalah sama dengan yang pernah dilakukan Mamaku dengan Oom Yanto. Sebenarnya saat aku berpisah dengan Oom Yanto, aku bertekad untuk melupakannya dan mulai menjalani kehidupanku sendiri. Tapi dalam kenyataannya aku susah sekali melupakannya, apalagi setelah aku dapati pacarku tidak dapat memberikan kepuasan di ranjang kepadaku seperti yang diberikan Oom Yanto dalam semalam.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Akhirnya dengan alasan ingin napak tilas petualangan Mama, aku mengajak Oom Yanto bersetubuh langsung di tempat-tempat di mana mereka berdua pernah melakukannya dulu, termasuk rumah peristirahatan keluarga Mama di Lembang dan rumah nenekku di Bandung. Biasanya kami membuat janji untuk ketemu paling tidak sebulan sekali untuk bersetubuh.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Penjaga rumah peristirahatan keluarga Mama hanya geleng-geleng saja saat melihat aku membawa laki-laki ke sana untuk diajak berhubungan badan. Untungnya Mamang penjaga rumah sudah tidak ingat lagi kepada Oom Yanto sebagai laki-laki yang sama yang meniduri Mama dulu di sana.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dari aktivitas ini aku jadi mulai ingat kapan saja Mama dulu pamit kepadaku untuk “dinas” beberapa hari, padahal sebenarnya dibawa oleh Oom Yanto dalam perjalanan dinasnya ke beberapa kota di dalam negeri. Selain main di hotel berbintang, ternyata mereka juga suka bermain di hotel-hotel kecil di sepanjang jalan menuju Lembang sampai ke Ciater kalau sudah kepepet ingin bersetubuh.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Walaupun aku selalu meminum Morning After Pill setiap habis bersetubuh tapi akhirnya aku sempat mengalami telat haid juga dengan hasil test pack positif yang memaksaku meluruhkan janin benih Oom Yanto yang ternyata sudah sempat berusia 6 minggu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
AKu juga akhirnya memutuskan hubunganku dengan pacarku yang sama-sama kuliah kedokteran karena dia selalu bertanya kenapa anusku bentuknya mulai seperti corong yang lama-lama makin dalam yang dia lihat saat menyetubuhiku dengan doggy style. Dengan pengetahuan medisnya bentuk anus seperti itu hanya bisa di dapat apabila sering melakukan anal sex, padahal aku dan pacarku tidak pernah melakukan anal sex, aku hanya melakukannya dengan Oom Yanto saja.</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1918422191489806551.post-34189638636929196262012-08-06T02:48:00.000-07:002012-08-06T02:48:01.377-07:00Cerita sex Sahabatku Menghamili Aku<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Yantoo … aku hamil !!!” Teriakku di telepon kepada sahabatku Yanto yang sedang ada di rumah mertuanya di Jakarta.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Ditanganku saat itu ada hasil pemeriksaan USG yang menunjukkan gambar janin berumur 10 minggu yang sehat. Keputusanku untuk di USG sebenarnya bukan untuk melihat janin ini tetapi untuk memeriksa perutku karena beberapa minggu ini aku merasa sering mual-mual dan tidak sembuh-sembuh dengan obat-obatan biasa. Aku tidak menyangka hubungan badanku dengan Yanto akan membuatku hamil dengan cepat, padahal hubungan badan pertamaku dengan Yanto baru menginjak bulan ke-3.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Namaku Lani, seorang dokter di Bandung yang sedang mengambil spesialisasi mata saat cerita ini terjadi. Umurku saat itu sekitar 36 tahun dan berstatus janda cerai dengan satu anak perempuan ABG. Mantan suamiku juga dokter ahli penyakit dalam yang belakangan aku ketahui punya kelainan sex, yaitu bisex (suka perempuan dan laki-laki). Sehingga karena tidak tahan akhirnya aku minta cerai setelah ayahku meninggal.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Perceraian dan kehilangan ayah membuat aku menjadi gamang, apalagi bagiku ayahku adalah segala-galanya. Kegamanganku itu rupanya terbaca dan dimanfaatkan oleh dokter NL, seorang dokter senior yang sangat dihormati di kotaku yang juga sekaligus menjadi dosen pembimbing program spesialisku. Dengan pendekatan kebapakannya dia akhirnya bisa membawaku ke ranjangnya tanpa banyak kesulitan. Affair kami awalnya berlangsung cukup panas karena kami punya banyak kesempatan bersama untuk melakukannya di manapun kami ingin, seperti di tempat praktek, di rumah sakit, di rumah dokter NL (saat ada istrinya) bahkan di dalam pesawat kecil (dokter NL ini adalah juga seorang pilot).</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Karena alasanku berhubungan dengannya adalah untuk mengisi kekosongan sosok seorang ayah, maka aku pada awalnya tidak begitu peduli dengan kualitas hubungan seks yang aku dapat yaitu jarangnya aku mendapat orgasme. Hubungan kami inipun tidak pernah membuatku sampai hamil walaupun kami sering melakukannya pada periode suburku tanpa pengaman. Karena perbedaan umur yang cukup jauh, pelan-pelan aku mulai ada rasa bosan setiap kali berhubungan badan dengan pembimbingku ini. Apalagi kedekatanku dengan dokter NL ini membuatku mulai dijauhi oleh teman-teman kuliahku yang secara tidak langsung mulai menghambat program spesialisasiku.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Akhirnya pada suatu acara reuni kecil-kecilan SMAku, aku bertemu lagi dengan sahabat-sahabat lamaku, termasuk Yanto. Aku dan Yanto sebenarnya sewaktu di SMA bersahabat sangat dekat sehingga beberapa teman menganggap kami pacaran. Tapi setelah lulus SMA, Yanto memilih untuk berpacaran dengan sahabatku yang lain yang kemudian menjadi istrinya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Kalau sebelumnya aku lebih sering berhubungan dengan istrinya Yanto, bahkan kedua anak kami juga bersahabat. Tapi setelah acara reuni itu, aku juga menjadi sering bekomunikasi kembali dengan Yanto, baik lewat telepon maupun SMS. Akhirnya Yanto menjadi teman curhatku, termasuk masalah affairku dengan dokter NL dan entah kenapa aku menceritakannya dengan detail sampai ke setiap kejadian. Yanto adalah pendengar yang baik dan dia sama sekali tidak pernah langsung menghakimi apa yang telah kulakukan, terutama karena tahu persis latar belakangku. Komunikasiku dengan Yanto sebagian besar sepengetahuan istrinya, walaupun detailnya hanya menjadi rahasia kami berdua.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Kalau aku sudah suntuk teleponan, kadang-kadang dia mengajakku jalan-jalan untuk ngobrol langsung sehingga pelan-pelan aku mulai bisa melupakan afairku dengan dokter NL dan mencoba membina hubungan yang baru dengan beberapa laki-laki yang dikenalkan oleh teman-temanku. Sayangnya aku sering kurang merasa sreg dengan mereka, terutama karena mereka tidak bisa mengerti mengenai jam kerja seorang dokter yang sedang mengambil kualiah spesialisnya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Lagi-lagi kalau ada masalah dengan teman-teman priaku ini aku curhat kepada Yanto yang sebagai anak seorang dokter Yanto memang juga bisa memahami kesulitanku dalam mengatur waktu dengan mereka.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Hingga pada suatu siang aku mengajak Yanto untuk menemaniku ke rumah peristirahatan keluargaku di Lembang yang akan dipakai sebagai tempat reuni akbar SMAku. Aku ingin minta saran Yanto tentang bagaimana pengaturan acaranya nanti disesuaikan dengan fasilitas yang tersedia di sana. Seperti biasa sepanjang jalan kita banyak ngobrol dan bercanda, tapi entah kenapa obrolan dan canda kita berdua kali ini sering menyinggung seputar pengalaman dan fantasi dalam hubungan seks masing-masing. Sekali-sekali kita juga bercanda mengenai “perabot” kita masing-masing dan apa saja yang suka dilakukan dengan “perabot” itu saat bersetubuh.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Entah kenapa dari obrolan yang sebenarnya lebih banyak bercandanya ini membuat aku mulai sedikit terangsang, putingku kadang-kadang mengeras dan vaginaku mulai terasa sedikit berlendir. Waktu aku lirik celananya Yanto juga terlihat lebih menonjol yang mungkin karena penisnya juga berereksi. Dalam pikiranku mulai terbayangkan kembali beberapa hubungan badan di masa lalu yang paling berkesan kenikmatannya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Tanpa terasa akhirnya kami sampai di rumah peristirahatan keluargaku, perhatianku jadi teralihkan untuk memberi pesan-pesan kepada mamang penjaga rumah dan tukang kebun yang ada di sana untuk mempersiapkan rumah tersebut sebelum akhirnya membawa Yanto berkeliling rumah. Seperti waktu SMA dulu, obrolan kami kadang-kadang diselingi dengan saling bergandengan tangan, saling peluk dan rangkul atau sekedar mengelus-elus kepala dan pipi.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Setelah selesai berkeliling kami kembali ke ruang tengah yang mempunyai perapian yang biasa dipakai menghangatkan ruangan dari udara malam Lembang yang cukup dingin. Di sana Yanto kembali memeluk pinggangku dengan kedua tangannya dari depan sehingga kami dalam posisi berhadapan. Pelukannya itu aku balas dengan memeluk leher dan bahunya sehingga kami terlihat seperti pasangan yang sedang berdansa.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Mmmmpppphhhh ……” Yanto tiba-tiba memangut bibirku lalu mengulumnya dengan hangat dan lembut.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Walaupun saat itu aku benar-benar kaget, tapi entah kenapa aku merasa senang karena dicium oleh orang yang aku anggap sangat dekat denganku. Dengan jantungku berdebar aku kemudian memberanikan diri untuk membalas ciumannya sehingga kami berciuman cukup lama dengan diselingi permainan lidah ringan.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Ahhh…….” Tanpa sadar aku mendesah saat ciuman perdana kami itu akhirnya berakhir.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Sesaat setelah bibir kami lepas, aku masih memejamkan mata dengan muka sedikit menengadah dan bibir yang setengah terbuka untuk menikmati sisa-sisa ciuman tadi yang masih begitu terasa olehku. Aku baru tersadar setelah Yanto menaruh telunjuknya dibibirku yang sedang terbuka dan memandangku dengan lembut sambil tersenyum. Kemudian dia menarik kepalaku ke dadanya sehingga sekarang kami saling berpelukan dengan eratnya. Jantungku semakin berdebar dan nafasku mulai tidak teratur, ciuman tadi telah membangkitkan “kebutuhanku” akan kehangatan belaian laki-laki.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Tanpa menunggu lama, aku mengambil inisiatif untuk melanjutkan ciuman kami dengan memangut bibir Yanto lebih dulu setelah melakukan beberapa kecupan kecil pada lehernya. Kali ini aku menginginkan ciuman yang lebih “panas” sehingga tanpa sadar aku memangut bibirnya lebih agresif. Yanto langsung membalasnya dengan lebih ganas dan agresif, lidahnya langsung menjelahi mulutku, membelit lidahku dan bibirnya melumat bibirku. Ciuman yang bertubi-tubi dan berbalasan membuat tubuh kami berdua akhirnya kehilangan keseimbangan hingga jatuh terduduk di atas sofa.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Tangan Yanto mulai bergerilya meremas-remas buah dadaku, mula-mulai masih dari luar baju kaosku tapi tak lama kemudian tangannya sudah masuk ke dalam kaosku. Kedua cup-BHku sudah dibuatnya terangkat ke atas sehingga kedua buah dadaku dengan mudah dijangkaunya langsung. Jari-jarinya juga dengan sangat lihai dalam mempermainkan putting buah dadaku. Bibir Yanto juga mulai menciumi leher dan kedua kupingku sehingga menimbulkan rasa geli yang amat sangat.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Terus terang dengan aksi Yanto itu aku menjadi sangat terangsang dan membankitkan keinginanku untuk bersetubuh. Maklum sejak putus dengan dosen pembimbingku praktis aku tidak pernah lagi tidur dengan laki-laki lain. Aku saat itu sudah sangat berharap Yanto segera memintaku untuk bersetubuh dengannya atau meningkatkan agresifitasnya ke arah persetubuhan.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Aku rasakan vaginaku sudah sangat basah dan aku mulai sulit berpikir jernih lagi karena dikendalikan oleh berahi yang semakin memuncak. Sebaliknya Yanto kelihatan masih merasa cukup dengan mencium meremas buah dadaku saja yang membuat aku semakin tersiksa karena semakin terbakar oleh nafsu berahiku sendiri.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“To, kamu mau ga ML sama aku sekarang ?” Kata-kata itu meluncur begitu saja dengan ringan dari mulutku di mana dalam kondisi biasa sangat tidak mungkin aku berani memulainya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Hanya dengan melihat Yanto menjawabnya dengan anggukan sambil tersenyum, aku langsung meloncat dari sofa dan berdiri di hadapan Yanto sambil melepas kaos atas dan BHku dengan terburu-buru. Melihat itu, Yanto membantuku dengan melepas kancing dan risleting celana jeansku sehingga memudahkanku untuk mempelorotkannya sendiri ke bawah. Yanto sekali lagi membantuku dengan menarik celana dalamku sampai terlepas hingga membuat tubuhku benar-benar telanjang bulat tanpa ada lagi yang menutupi.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Tanpa malu-malu, aku kemudian menubruk Yanto di sofa untuk kemudian duduk dipangkuannya dengan posisi kedua kakiku mengangkangi kakinya. Kami lalu berciuman lagi dengan ganasnya sambil kedua tangan Yanto mulai meraba-raba dan meremas-remas tubuh telanjangku sebelah bawah..</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Akkhhhhhh ….” Aku menjerit pendek saat Yanto memasukkan jari tangannya ke dalam liang senggama dari vaginaku yang sudah mengangkang di pangkuannya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Tanpa menunggu lama mulut Yanto juga langsung menyambar putting payudaraku membuat badanku melenting-lenting kenikmatan yang sudah lama tidak kunikmati. Yanto semakin agresif dengan memasukkan dua jarinya untuk mengocok-ngocok liang senggamaku yang membuat gerakan badanku semakin liar.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Gerakanku yang sudah makin tidak terkendali rupanya membuat Yanto kewalahan, lalu dengan perlahan dia mendorongku untuk rebah di karpet tebal yang terhampar di bawah sofa. Kemudian dengan tenang Yanto mulai membuka bajunya satu persatu sambil mengamati tubuh telanjangku dihadapannya yang menggelepar gelisah oleh berahiku yang sudah sangat memuncak. Melihat Yanto memandangiku seperti itu, apalagi dengan masih berpakaian lengkap, tiba-tiba aku menjadi sangat malu sehingga aku raih bantal terdekat untuk menutupi muka dan dadaku sedangkan pahaku aku rapatkan supaya kemaluanku tidak terlihat Yanto lagi.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Sesaat kemudian aku merasakan Yanto membuka pahaku lebar-lebar dan tanpa menunggu lama-lama kurasakan penisnya mulai melakukan penetrasi.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">BLESSSSSS ……kurasakan penis Yanto meluncur dengan mulus memasuki liang senggamaku yang sudah becek sampai hampir menyentuh leher rahimku.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Uhhhhhhmmmm ….” Aku mengeluarkan suara lenguhan dari balik bantal menikmati penetrasi pertama dari penis sahabatku yang sudah aku kenal lebih dari 20 tahun.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Katanya tadi mau ngajak ML ….” Kata Yanto sambil mengambil bantal yang kupakai menutupi mukaku sambil tersenyum menggoda.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Sok atuh dimulai saja ….” Jawabku sekenanya dengan muka memerah karena masih malu</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">CROK … CROK … CROK …CROK …. CROK … ayunan penis Yanto langsung menimbulkan bunyi-bunyian dari cairan vaginaku.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Yanto mengait kedua kakiku dengan tanganya sehingga mengangkang dengansangat lebar untuk membuatnya lebih leluasa menggerakkan pinggulnya dalam melakukan penetrasi selanjutnya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Yantooo…..ohhhh…ahhhhh….. nikmat sekali …yantooo….” Aku mulai meracau kenikmatan.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Kedua kakiku kemudian dipindah ke atas bahu Yanto sehingga pinggulku lebih terangkat, sedangkan Yanto sendiri badannya sekarang menjadi setengah berlutut. Posisi ini membuat sodokan penis Yanto lebih banyak mengenai bagian atas dinding liang senggamaku yang ternyata mendatangkan kenikmatan luar biasa yang belum pernah aku dapat dari laki-laki yang pernah meniduriku sebelumnya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Adduuhhh …. enak sekali … ooohhh…. … kontolnya ….tooo…..kontolmu enak sekaliii …” aku mulai meracau dengan pilihan bahasa yang sudah tidak terkontrol lagi.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Aku lihat posisi Yanto kemudian berubah lagi dari berlutut menjadi berjongkok sehingga dia bisa mengayun penisnya lebih panjang dan lebih bertenaga. Badanku mulai terguncang-guncang dengan cukup keras oleh ayunan pinggul Yanto. Ayunan penisnya yang panjang dan dalam seolah-olah menembus sampai ke dalam rahimku secara terus menerus sampai akhirnya aku mulai mencapai orgasmeku.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Yanntooooooo ….. aaaak …kkk…kuu…udd…da…aahh…mmaau… dddaaapaaat …” kata-kataku jadi terputus-putus karena guncangan badanku.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Yanto merespon dengan mengurangi kecepatan ayunan penisnya sambil menurunkan kakiku dari bahunya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Aaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhhhhhhh …….” Akhirnya gelombang orgasmeku datang bergulung-gulung, bola mataku terangkat sesaat ke arah atas sehingga tinggal putih matanya saja dan kedua tanganku meremas-remas buah dadaku sendiri.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Yanto memberikan kecupan-kecupan kecil saat nafasku masih terengah-engah sambil tetap memaju mundurkan dengan pelan penisnya yang masih keras menunggu aku siap kembali karena dia sendiri belum sampai ejakulasi. Setelah nafasku mulai teratur, aku peluk Yanto lalu kami berciuman dengan penuh gairah dan kepuasan untuk babak ke satu ini.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Lani, aku boleh minta masuk dari belakang ?” Bisiknya ditelingaku</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Tentu saja sayang, kamu boleh minta apa saja dari aku …” Aku menjawab sambil tersenyum manis padanya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Yanto dengan hati-hati bangun dari atas tubuhku sampai berlutut, kemudian dengan pelan-pelan dia cabut penisnya dari vaginaku.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Uhhhhhhhh ….” Aku medesah karena merasa geli bercampur nikmat saat penisnya dicabut.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Aku lihat penis Yanto masih mengacung keras dan sedikit melengkung ke atas, batang penisnya yang penuh dililit urat-urat terlihat sangat basah oleh cairan vaginaku. Karpet yang tepat di bawah selangkanganku juga sangat basah oleh cairanku yang langsung mengalir ke karpet tanpa terhalang bulu-bulu kemaluanku. Vaginaku memang hanya berbulu sedikit seperti anak-anak gadis yang baru mau puber, itupun hanya ada di bagian atas dekat perutku, sehingga aku tidak perlu repot-repot lagi mencukurnya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Ayo Lan, balikkan tubuh kamu” Pinta Yanto padaku</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Setelah berhasil mengankat tubuhku sediri, aku lalu membalikkan badan untuk mengambil posisi menungging sebagai persiapan melakukan persetubuhan doggy style sesuai permintaannya tadi. Aku rasakan Yanto medekat karena penisnya sudah terasa menempel di belahan pantatku dekat liang anus. Posisi kedua kakiku dia betulkan sedikit untuk mempermudahnya melakukan penetrasi.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">BLESSSSS ………………... untuk kali kedua penisnya masuk ke dalam liang senggamaku dengan mulus</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“OOOOOHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHH …………” Aku melenguh dengan kerasnya mengikuti masuknya penis tersebut.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Kurasakan penis Yanto mulai bergerak maju mundur, bukan hanya karena gerakan pinggulnya saja tapi juga karena dengan tangannya Yanto juga menarik dan mendorong pinggulku sesuai dengan arah gerakan penisnya dia sehingga aku seperti “ditabrak-tabrak” oleh penisnya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Aaaarkkkhhh….aaaarrrrrkkkkkhhhh ….aaarrrkkkhhh “ Aku terus-terusan mengerang kenikmatan</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">PLEK … PLEK … PLEK … PLEK … terdengar suara pantatku yang beradu dengan pahanya Yanto.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“AUUUUUHHHHHHH…..AHHHHHHHHH …..OOOUUUUUUUHHHHH” Aku mulai melolong-lolong dengan kerasnya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">TREK … tiba-tiba kudengar suara pintu yang dibuka.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Neng Lani … ada apa Neng ?”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Aku mendengar suara penjaga rumahku bertanya dengan suara gugup. Rupanya dia dikagetkan saat mendengar lolonganku tadi yang membawanya datang kemari, tapi akhirnya menjadi lebih kaget lagi setelah melihat majikannya sedang disetubuhi oleh tamunya. Lagi pula siapa yang menyangka kami akan nekat bersetubuh siang hari bolong di ruang keluarga yang terbuka dan masih ada penghuni rumah lainnya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Ga ada apa-apa kok Pak, saya sedang mijetin Neng Lani nih …”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Kudengar Yanto menjawab dengan tenang tanpa ada nada kaget atau gugup seolah-olah tidak terjadi apa-apa, bahkan tanpa menghentikan pompaan penisnya. Hanya kecepatannya saja dikurangi sehingga tidak terdengar lagi bunyi-bunyian heboh yang berasal dari beradunya kemaluan-kemaluan kami</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Ahhhh …aaaahhh …auhhhhh …”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Aku tetap tidak mampu menahan erangan nikmatku walaupun aku sangat kaget kepergok sedang bersetubuh oleh Mamang penjaga rumah yang sudah megenalku sejak kecil</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Aa..aduh punten Neng Lani … punten Agan … Mamang tidak tahu Agan-agan sedang sibuk begini, Mamang tadi takut ada apa-apa denger suara Neng Lani seperti menjerit” Lanjutnya dengan muka pucat setelah sadar apa yang dilihatnya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Ya sudah pak, Neng Lani juga ga apa-apa kok” Kudengar jawaban Yanto</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Yaaa Mmmaammang … sayaa gaaaa apa-apa ko..ok….dududddduuuhhhh….ahhhhh ….shhhhh “ Aku coba bantu menjawab tanpa melihat ke arahnya tapi malah jadi bercampur desahan karena aku benar-benar sedang dalam kendali kenikmatan dari gerakan penis Yanto.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Nuhun upami kitu mah, mangga atuh Neng … mangga Agan … mangga lajengkeun deui, Mamang mah mau ke belakang lagi” kata Mamang sebelum kemudian berlalu menghilang di balik pintu.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">PLEK … PLEK … PLEK …PLEK …PLEK …Yanto kembali menggenjot penisnya dengan kecepatan penuh</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Addduuuuhh….duhhh…terussss….terrruussss …..arrrrkkkkhhhh “ Aku kembali menjerit-jerit dan bahkan mungkin lebih keras lagi dari sebelumnya</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">CROK … CROK …CROK … CROK….CROK …cairan vaginaku mulai membanjir lagi, sebagian ada mengalir turun lewat kedua pahaku sebagian lagi ada yang naik melalui belahan pantatku karena terpompa oleh penis Yanto. Kepergok oleh penjaga rumah sedang bersetubuh memang menegangkan, tapi sekaligus membuat aku semakin terangsang setelah melihat sendiri Yanto bisa mengatasinya dengan tenang.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Geliiiiii …. Aduuuhh…geli sekaliiiii….uuuhhhhhh ….oohhhhhh….Yantoo….geliii …“ Teriakku saat jari-jari Yanto mulai mempermainkan liang duburku yang telah basah oleh cairan dari vaginaku.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Sakkkiiiiit ….addudduuuh …. Sakitt….aarrrkkkhhhhh ….” Jeritku ketika Yanto malah memasukkan jari tangannya ke dalam liang duburku setelah dilumasi cairan vaginaku terlebih dahulu. Saking sakitnya aku sampai mencoba mengulurkan tangan kananku ke arah duburku untuk menepis tangannya tapi tidak berhasil.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Tapi seperti waktu pertama kali vaginaku diperawani oleh mantan suamiku dulu, rasa sakit itu lama-lama hilang dan berganti menjadi rasa nikmat yang sangat berbeda. Walaupun tidak senikmat penis Yanto yang ada di liang senggamaku, tapi tambahan gerakan jarinya di liang duburku mulai membuatku semakin bergairah.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Tiba-tiba kurasakan gerakan Yanto menjadi tidak teratur lagi, penisnya seperti berdenyut-denyut di dalam liang senggamaku sedangkan nafasnya seperti ditahan-tahan. Mungkin Yanto akan ejakulasi ? Memikirkan hal itu, aku menjadi tambah bergairah menuju orgasmeku yang kedua.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Lan… Lani…sepertinya aku sudah akan keluarrrr …. “ Kata Yanto dengan sedikit tertahan</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“T…ttung…ggguu sebentar lagi To …. Lani juga sss … sudah …hhhaampir dapppatt lagi” Aku berharap bisa orgasme barengan pada saat Yanto ejakulasi, saat itu tangan kananku sudah kupakai menggesek-gesek klitorisku sendiri.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Ahhhhh …” aku menjerit tertahan saat Yanto mencabut tangannya dari liang duburku</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Yanto sekarang memakai kedua tangannya itu untuk menahan pinggulku sambil menekan-nekankan penisnya yang berdenyut makin kencang.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“LANIIIIII …ga bisa aku tahan lagi …. aaaarrkkkkhhhhhhhhhhhhhhhh” Yanto mengerang tertahan saat ejakulasi</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">SSSSSRRRRTTT….SSSSRRRTTTT….SSSSRRRRT…cccrrtt…cccrrr…cccrrtt… aku merasakan ada tiga kali semburan kuat dalam liang senggamaku diikuti belasan semburan kecil. Semburan air mani yang hangat akhirnya membuat aku juga segera mendapatkan orgasmeku yang kedua.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Yantooo…. Nikmat sekali ….aaaakkkkhhhhh ……duuuuhhh …. benar benar kamu nikmat” aku mulai meracau dengan suara pelan karena sudah sangat lemas.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Walaupun penis Yanto masih terasa keras setelah ejakulasi, badanku sudah terlalu lemas untuk bisa menahan tubuhku sendiri dalam posisi menungging. Aku pasrah saja ketika Yanto membalikkan badanku tanpa melepaskan penisnya dari tubuhku. Walaupun kami bersetubuh cukup lama, tapi tidak banyak keringat yang keluar dikarenakan udara Lembang yang cukup sejuk, tapi aku lihat tubuh Yanto tetap agak berkilat oleh keringatnya sendiri.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Kami kemudian berciuman dan berpelukan lagi dengan mesra, tidak pernah terlintas dalam pikiranku sampai pagi tadi sebelum berangkat ke sini bahwa aku akan bersetubuh dengan sahabat dekatku sendiri. Tapi aku hampir tidak ada rasa menyesal telah melakukannya, padahal waktu aku pertama kali disetubuhi dosen pembimbingku ada rasa menyesal yang cukup dalam.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Lani, kamu bisa menikmatinya sayang ?” Yanto berbisik di telingaku</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Enak sekali To, baru kali ini aku merasakan nikmat yang luar biasa ” Jawabku dengan lembut “ Terima kasih ya To”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Yanto membalasnya dengan kembali memangut bibirku dengan lembut di sisi lain aku merasakan Yanto mulai menggerakkan penisnya maju mundur lagi walaupun masih dengan perlahan. Saat itu aku sudah sangat kelelahan dengan persetubuhan dua babak tadi sehingga tidak siap untuk melanjutkan ke babak berikutnya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“To, aku udah kecapean sekarang … kalau kamu masih mau lagi, kita lanjutkan setelah aku istirahat sebentar. Boleh kan ya sayang ?” Aku coba menolak Yanto melanjutkan niatnya dengan sehalus mungkin.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Yanto rupanya bisa mengerti dan menghentikan gerakan penisnya, sebagai gantinya aku melakukan kontraksi pada otot-otot vaginaku untuk “meremas-remas” penis Yanto yang masih keras saja sampai sekarang walaupun sudah berejakulasi. Dia kelihatannya sangat menikmatinya sampai akhirnya berejakulasi lagi walaupun semprotannya jauh lebih lemah dan lebih sedikit dari yang pertama.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Uuuuuuuuhhhhhh ….” Aku kembali melenguh saat Yanto menarik penisnya yang mulai melunak.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Kami kemudian melanjutkan obrolan kami tanpa mengenakan pakaian dulu, tapi aku tetap menutup badanku dengan selimut yang disediakan dekat perapian karena walau bagaimanapun aku masih ada sedikit perasaan risi bertelanjang bulat di depan sahabat laki-lakiku. Yanto ternyata sangat kaget waktu mengetahui aku tidak memakai kontrasepsi dan sangat menyesal sudah mengeluarkan spermanya di dalam tubuhku. Aku coba tenangkan dirinya bahwa akulah yang menginginkan dia berejakulasi di dalam tubuhku, lagi pula selama ini baik mantan suamiku maupun dosen pembimbingku selalu mengeluarkannya di dalam dan aku hanya bisa hamil di tahun pertama pernikahan kami.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Aku juga ceritakan bahwa baru dengan Yanto aku bisa dua kali mengalami orgasme dalam sekali bersetubuh sampai aku merasa kepayahan, padahal sebelumnya hanya kadang-kadang saja bisa sampai orgasme. Yanto bilang bahwa dia selalu berusaha mendahulukan pasangan-pasangannya mendapat orgasme duluan, minimal sekali, sebelum dia berejakulasi. Waktu aku balik tanya memangnya sudah pernah meniduri berapa wanita, dia hanya nyengir saja. Sekejap ada perasaan cemburu mengetahui bahwa aku bukan perempuan satu-satunya selain istrinya yang dia tiduri, tapi aku berusaha redam perasaan itu karena tujuan hubungan kami bukan seperti itu.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Yanto kemudian memintaku untuk bersedia melakukan variasi hubungan anal dengannya, aku sempat kaget dan menolak permintaannya. Apalagi bila mengingat sakitnya liang duburku waktu dia memasukkan jari tangannya, apalagi kalau penisnya yang besar dan keras itu ? Tapi waktu aku melihat pandangan memohonnya, hatiku menjadi luluh dan bilang ke dia bahwa aku tidak mau sering-sering melakukannya karena takut bentuk anusku berubah drastis.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Kami kemudian sempat tertawa-tawa waktu membahas tentang peristiwa tertangkap basah oleh Mamang penjaga rumah sedang bersetubuh secara langsung akibat lolongan dan jeritan erotisku. Aku i memang dikenal oleh orang lain sebagai orang yang kalem sehingga kalau sampai menjeri-jerit tentu saja akan mengagetkan mereka. Aku yakinkan Yanto bahwa akan bisa mengatasi Mamang penjaga rumah supaya tidak menceritakan kejadian ini kepada keluargaku atau orang lain. Aku cuma menyesal Mamang itu sudah melihat tubuh telanjangku dalam posisi dan ekspresi yang sangat merangsang pikiran laki-laki.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Setelah hampir dua jam beristirahat, aku berkata kepada Yanto bahwa aku belum melihat bentuk persisnya penis dia saat ereksi karena ketika tadi sedang ereksi hampir selalu berada dalam vaginaku. Yanto balas menjawab bahwa dia juga tidak sempat memperhatikan dengan teliti bentuk vaginaku, oleh karena itu dia mengajak aku untuk langsung melakukan foreplay saja dengan posisi 69. Dengansedikit tersipu aku sempat balik bertanya tentang apa yang dimaksud posisi 69 karena soal teknik seks aku sangat awam.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Akhirnya kami mulai melakukan posisi 69 itu dengan aku berada di atas karena benar-benar ingin melihat biangnya rasa nikmatku tadi. Ternyata memang diameter penisnya Yanto sangat besar saat ereksi walaupun biasa saja panjangnya. Tetapi yang istimewa adalah tonjolan urat-urat pembuluh darah yang mengelilinginya sepeti ulir sekrup yang membuat gesekan pada dinding vaginaku lebih terasa nikmat.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Tak lama kemudian kami mulai bergumul lagi dengan berahi yang lebih panas karena melakukannya dengan kesadaran penuh bukan lagi karena reaksi spontan seperti sebelumnya. Aku mengambil posisi di atas dia sehingga bisa mengendalikan bagian mana saja dari liang senggamaku yang ingin di sentuh penisnya. Sedangkan Yanto sendiri selain meremas buah dadaku dan menghisap putingnya, juga mempermainkan kelentitku dengan jari-jarinya. Akhirnya aku mencapai orgasme pertama yang sangat nikmat sekaligus lelahkan untuk babak ke dua ini.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Yanto kemudian menagih janjiku untuk berhubungan secara anal sesaat setelah orgasme pertamaku, sehingga aku kembali dalam posisi menungging. Sekarang penis Yanto langsung masuk ke liang duburku setelah dibasahi dulu dengan cairan vaginaku yang menetes. Aku benar-benar merasa kesakitan yang luar biasa saat penisnya masuk ke dalam lubang duburku yang ototnya masih kaku. Bahkan aku sempat menjerit jerit kesakitan sebelum akhirnya mulai merasakan nikmatnya hubungan anal bahkan bisa sampai mendapat orgasme walaupun tidak hebat penetrasi di vagina.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Setelah orgasme keduaku pada anal, Yanto kembali menyetubuhiku secara konvensional sampai aku mencapai orgasme ketiga padahal Yanto belum juga mendapat ejakulasinya . Saat itu aku benar-benar sudah kepayahan menerima serbuanny sehingga akhirnya aku terpaksa memohon untuk berhenti karena vaginaku sudah seperti hampir mati rasa. Dengan penuh pengertian Yanto menghentikan aktivitasnya walaupun terlihat ada rasa kecewa di matanya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Karena hari sudah menjelang malam, setelah beristirahat sebentar sambil berciuman, kami bersiap-siap untuk kembali ke Bandung. Sebelum pulang aku berwanti-wanti kepada Mamang penjaga rumah supaya tidak perlu bercerita tentang apa yang dilihatnya karena kami melakukannya sebagai orang dewasa yang saling membutuhkan dan saling suka satu sama lainnya. Si Mamang bilang dia mengerti sebagai janda tentunya aku butuh laki-laki yang menemani saat kesepian.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Dalam perjalanan pulang aku menawarkan ke Yanto untuk melakukan seks oral di mobil sambil berjalan sampai dia bisa ejakulasi. Aku menawarkan itu karena merasa bersalah telah menyia-nyiakan sahabatku yang telah memberikan kenikmatan yang bertubi-tubi ditambah beberapa petualangan seks yang sangat baru buatku termasuk juga petualangan kepergok Mamang yang mendebarkan. Yanto tentu saja menyambutnya dengan antusias dan dia memintaku untuk melepas BHku supaya sambil di oral dia bisa membalas dengan permainan tangannya pada buah dadaku.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Dengan nekat aku lalu mencopot BHku saat mobil berjalan yang artinya aku harus melepas kaosku dahulu sebelum melepaskan BHnya itu. Sebuah mobil sempat memberi lampu jauh saat aku bertelanjang dada, aku tidak tahu apakah pengemudinya sempat melihat kondisiku saat itu.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Dengan sabar aku mulai melakukan seks oral sedangkan Yanto mengemudikam mobil Audi A4 Triptroniknya hanya dengan satu tangan saja karena tangan kirinya dipakai untuk memainkan buah dadaku. Aku sempat bergurau bahwa penisnya dia sangat “yummie” sehingga tidak membosankan untuk dikulum dimulut atau digesek-gesek di vagina.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Sekarang aku mengerti kenapa Yanto mau bersusah-susah memainkan buah dadaku sambil mengemudi karena ternyata rangsangannya pada buah dadaku itu membuatku banyak melakukan gerakan spontan pada mulutku saat mengulum penisnya yang membuatnya merasa lebih nikmat. Walaupun aku sudah berusaha maksimal, tapi Yanto belum saja berejakulasi padahal sudah dekat rumahku. Tepat ketika mobilnya sudah berhenti di depan pintu pagar rumahku, Yanto tiba tiba menekan kepalaku dengan kedua tangannya sampai batang penisnya amblas menyodok masuk ke kerongkonganku dan ….</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">CRUT…CRUT…CRUT …CRUT … penisnya memuntahkan air mani yang sangat banyak yang terpaksa aku telan langsung ke perutku</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">“Aaaaahhhh ….” Kudengar suara Yanto mengerang nikmat</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Aku coba berontak karena hampir tidak bisa bernafas, tapi Yanto hanya melonggarkan sedikit tekanan tangannya</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Crut …crut …crut …crut … masih ada beberapa semprotan lagi yang keluar dari penisnya berceceran di dalam rongga mulutku, malah ada beberapa yang menempel di bibir, pipi dan hidungku.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Ketika aku bangun dari pangkuan Yanto, aku lihat si Bibi sedang membuka pintu pagar dan anakku menunggu di pintu garasi. Dengan terburu-buru aku menyambar tisu yang disodorkan oleh Yanto yang sedang tersenyum nakal. Aku hanya sempat menghapus mukaku sekenanya karena takut anakku datang mendekat dan melihat penisnya Yanto yang tetap mengacung setelah ejakulasi. Saat aku turun dari mobil malah aku lupa membawa BHku yang ada di jok belakang.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Waktu aku mencium anakku, dia sempat berkomentar kenapa mamanya lengket-lengket dan mulutnya rada ada bau amis.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Yanto memang memberiku banyak petualangan seks yang tidak pernah aku bayangkan sampai umurku yang bisa dibilang matang ini walaupun frekuensi pertemuan kami tidak terlalu sering. Aku hanya berhubungan badan dengan dia saat aku benar-benar membutuhkannya atau karena Yanto memang memintanya. Aku ingin tetap hubungan kami hanya sebagai sahabat karena hubungan persahabatanku dengan Yanto jauh lebih berharga dari pada kebutuhanku mencari pasangan hidup.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Setiap kali berhubungan badan aku selalu memaksanya untuk ejakulasi di dalam, aku tidak mau ejakulasinya di luar ataupun memakai kondom walaupun dia sangat khawatir karena merasa spermanya sangat subur. Akhirnya kekhawatiran Yanto terbukti karena kemudian aku hamil, bahkan sampai mencapai usia 10 minggu janin yang aku kandung. Asalnya aku tidak percaya sampai diperiksa oleh temanku sesama dokter dengan menggunakan alat USG. Karena hubunganku dengan Yanto belum mencapai 3 bulan, berarti janin itu berasal dari hubungan seks kami yang awal-awal.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Dengan umur kandungan yang sudah besar, akhirnya aku minta tolong temanku untuk merekomendasikan dokter koleganya di luar kota untuk membantu menggugurkannya. Aku tidak mau di kuret di kotaku karena dapat menimbulkan kehebohan besar.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Dengan pengalaman ini akhirnya aku berinisiatif pasang IUD sehingga Yanto tetap bisa leluasa berejakulasi di dalam tubuhku seperti keinginanku.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #515151; font-family: Tahoma;"><span style="font-size: 12px;">Petualanganku denga Yanto akhirnya terhenti setelah dua tahun ketika ada dokter yang melamarku dan memboyongku ke luar kota. Bukannya aku tidak ingin setia pada suamiku yang baru, tapi sebenarnya aku sering merindukan belaian keintiman khas Yanto mengingat dasar hubungan seks kami yang istimewa. Walaupun dia selalu menjawab komunikasi dariku, tapi dia tidak pernah lagi memintaku untuk melayaninya seperti yang dulu dia lakukan kalau dia sedang membutuhkan seks. Padahal tinggal dia minta, aku pasti pergi ke kotanya dengan cara apapun hanya untuk melayani kebutuhannya. Tapi kalau kebetulan aku tahu dia sedang ada di kotaku, Yanto tidak pernah menolak kunjunganku ke hotelnya untuk melepas rindu akan siraman air maninya.</span></span></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1918422191489806551.post-22231936189106766332012-08-06T02:46:00.004-07:002012-08-06T02:46:45.047-07:00Cerita sex Staff di Luar dan di Dalam Ranjang<br />
<div style="text-align: justify;">
“Ohhhhhh…ohhhh….ohhhh…enak sekali paaa…ohhh…ohhh…” Erangku karena merasa nikmat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Saat itu aku dalam posisi berdiri membungkuk sambil berpegangan pada meja kerja pak Yanto di ruangannya. Pakaian atasku masih lengkap terpakai, sedangkan celana panjang dan celana dalamku sudah melorot sampai ke mata kaki. Pak Yanto sendiri sedang menyetubuhiku dari arah belakang dengan hanya mengeluarkan penisnya melalui resleting celananya saja.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
CREK…CREK…CREK …CREK…CREK … terdengar bunyi suara becek dari kemaluanku yang sudah sangat basah</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Uuuuhhh…uhhh….Ake sudah mau dapet paaaa…ohhhhhh” Aku mulai merintih nikmat saat orgasmeku terasa akan datang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pak Yanto mempercepat gerakan pinggulnya supaya beliau juga bisa mendapat ejakulasi bersamaan dengan orgasmeku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“A…A…HHHH…HH..” Aku mendengan beliau berteriak tertahan dengan tubuh bergetar, penisnya ditancapkannya dalam-dalam pada liang senggamaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ake…ss..saya…keluar …” bisiknya tertahan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“AHHHHMMMMMMMMM... MMMMMMMMMM... MMMMMMMMMPPPHHHHHHHHHH…” Aku sendiri sedang sibuk menahan jeritan nikmatku sampai mukaku berubah menjadi merah padam.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
SROOOTT …SROT … SROT …srot …srot … semprotan air mani pak Yanto yang hangat terasa memancar ke dalam rahimku yang saat itu sudah berisi janin berumur tiga bulan yang juga berasal dari benih beliau.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah menenangkan diri sampai nafas kami tidak memburu lagi, pak Yanto kemudian mengambil tissue untuk membersihkan kemaluanku dan kemaluannya untuk kemudian membantuku memakai celanaku lagi. Tanpa berciuman dulu karena akan membuat lipstikku berantakan, aku melangkah ke luar dari ruangan beliau karena di luar sana sudah menunggu manajer penjualan yang akan menghadap beliau.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku memang sering diminta melayani Quickly Sex di ruang kerja beliau terutama di pagi hari, kami hanya membutuhkan 5 - 15 menit saja untuk mencapai orgasme dan ejakulasi. Salah satu hal yang mengurangi kenyamananku adalah aku harus menahan suara erangan nikmatku agar tidak kedengaran sampai keluar ruang kerja beliau. Aku bukanlah satu-satunya karyawan wanita yang beliau tiduri, tapi hanya aku yang beliau minta untuk melayani Quickly Sex di kantor.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Namaku Ake, umurku saat kejadian ini adalah 34 tahun, statusku sudah menikah dengan satu orang anak. Aku bekerja di sebuah perusahaan IT dan Telekomunikasi di Bandung sebagai staf purchasing merangkap sekretaris untuk pak Yanto. Sebelumnya aku adalah staf administrasi biasa, tapi atas permintaan pak Yanto aku kemudian dipromosikan menjadi staf purchasing sekaligus melakukan fungsi-fungsi kesekretariatan terbatas.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pak Yanto merupakan direktur pengelola perusahaan yang juga merupakan pemilik perusahaan. Beliau merupakan orang yang sangat simpatik, penyabar dan telaten dalam mengajari anak buahnya agar bisa membantunya. Pada waktu pertama kali aku ditempatkan di bawah beliau untuk menggantikan sekretarisnya yang mengundurkan diri karena menikah, aku merasa sangat takut sehingga sering sekali berbuat salah. Tetapi beliau tetap mempercayaiku malah pada tahun awal tahun ini beliau mempromosikan aku sehingga gajiku naik hampir dua kali lipat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Walaupun aku sekarang sudah lebih kenal dengan pak Yanto, tapi tetap saja aku sering merasa tidak terlalu nyaman kalau harus menghadap beliau. Salah satu yang membuatku kurang nyaman adalah tatapan mata beliau yang sangat tajam dan kadang-kadang aku merasa seperti sedang ditelanjangi. Ada satu perubahan yang aku alami sejak mendapat promosi yaitu aku berusaha tampil lebih menarik setiap hari untuk pak Yanto, aku tak tahu apa alasan pastinya dari keputusanku ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pada suatu hari pak Yanto menugaskanku untuk mengikuti seminar dan workshop yang diadakan di sebuah hotel di daerah Jatinangor, tentu saja materinya sangat sesuai dengan pekerjaan dan bidang usaha perusahaan kami. Selain seminar dan workshop yang aku ikuti, di hotel yang sama ternyata ada acara lainnya diselenggarakan oleh salah satu pelanggan terbesar kami. Pak Yanto memutuskan untuk ikut acara ini untuk sekalian bertemu dengan para pengambil keputusan dari perusahaan pelanggan kami tersebut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Oleh karena lokasi penyelenggaraan yang sama, otomatis kami mejadi sering bertemu terutama pada saat makan siang atau coffee break. Tentu saja sebagai staf biasa aku hanya berani menyapa beliau saja, tidak lebih dari itu. Tapi ternyata pak Yanto malah yang mulai mengajakku mengobrol, awalnya obrolan biasa seputar pekerjaan di kantor dan materi seminar, tapi akhirnya topiknya meluas ke hal-hal yang lebih bersifat pribadi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hari ini seminar dan workshop memasuki hari terakhir tetapi materinya sudah tidak ada yang baru sama sekali karena acaranya berupa presentasi dari perusahaan-perusahaan yang menjadi sponsor penyelenggaraan seminar ini. Pada saat coffee break pagi pak Yanto mengajakku untuk jalan-jalan saja meninggalkan acara seminar lebih awal karena beliaupun sudah tidak ada acara lagi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Tapi suami Ake nanti sore akan jemput pa, rencananya kami akan sama-sama dari sini menengok saudara di Sumedang” Kataku yang kebingungan dengan ajakannya antara tidak berani menolak dengan takut dicurigai suamiku yang lumayan cemburuan kalau nanti tidak jadi ikut ke Sumedang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Habis jalan-jalan saya bisa anterin Ake balik lagi ke sini, jadi tetap bisa ikut ke Sumedang dengan suami kamu” Beliau coba menjelaskan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Memangnya kita mau ke mana pa ?” Aku kembali bertanya</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Saya ingin ngajak Ake ke Cipanas Garut untuk berendam di sana, sambil refresing sebentar biar besok segar lagi waktu mulai ngantor”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Hmmmm…asyik juga, tapi Ake ga bawa baju renang” Aku jadi tertarik dengan tawaran beliau.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Saya juga tidak bawa celana renang kok … kita berendam air panasnya tidak di kolam renang, tapi di kolam rendam yang kita sewa sendiri sehingga kita bisa bebas berendam pake baju dalam atau telanjang sekalian” Katanya sambil tertawa</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Boleh juga tuh … Ake mau deh ikut, tapi bapa nanti bener-bener balikin Ake ke sini lagi ya ?” Aku akhirnya setuju dengan ajakan beliau dan tidak terlalu memikirkan pakai apa nanti berendamnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku mau mengikuti ajakan beliau karena kesempatan ini jarang sekali bisa didapat oleh staff biasa seperti aku, sebagai boss dan pemilik perusahaan beliau lebih banyak berinteraksi dengan level manajer atau sedikitnya supervisor. Hanya saja posisiku sebagai staff purchasing sehari-hari sering ditempatkan juga sebagai sekretarisnya untuk beberapa urusan administrasi. Aku berharap dengan banyak kesempatan berbicara dengan bossku ini, aku bisa lebih mengenal keinginan beliau yang mudah-mudahan bisa memperlancar pekerjaan dan karirku di perusahaan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Walaupun begitu aku juga punya sedikit rasa khawatir, apakah bossku ini punya agenda lain dengan mengajakku jalan-jalan ke tempat wisata dengan hanya berdua saja. Kemungkinannya bisa saja memang karena hanya ingin bersenang-senang dengan mengajak aku, tapi bukan tidak mungkin juga aku akan diajak menemaninya tidur. Kemungkinan kedua lebih mungkin terjadi karena pak Yanto mengajakku untuk menyewa kamar kolam sendiri yang katanya berendam sambil telanjangpun bisa. Apakah itu bukan berarti beliau secara halus mengajak aku “ngamar” ?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sekejap ada perasaan bangga seandainya beliau memang ingin mengajakku “ngamar” berarti aku yang staf biasa ini cukup menarik bagi beliau apalagi aku sudah tidak muda lagi dan bukan gadis perawan. Kalaupun benar aku akan diajaknya berhubungan badan saat di Garut nanti, apa yang harus kulakukan ? Kalau aku menolaknya pasti akan membuat beliau marah besar, sedangkan kalau menurutinya ajakannya apakah aku sanggup memenuhinya harapannya ? Apakah beliau juga akan tetap marah karena tidak puas dengan pelayananku walaupun sudah aku turuti keinginannya untuk bersetubuh ? Apakah setelah melihat bentuk tubuhku dalam keadaan telanjang bulat, apakah beliau masih “berselera” terhadapku ?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Begitu banyak pertanyaan yang tidak bisa aku jawab sehingga akhirnya kuputuskan akan pasrah saja kalau ternyata pak Yanto mengajakku berhubungan badan karena sekarang sudah terlanjur pergi bersamanya. Anehnya saat itu aku sama sekali tidak mempertimbangkan statusku sebagai seorang istri atau bossku yang juga sudah berkeluarga. Aku hanya masih menyimpan harapan semoga pak Yanto tidak mengajakku bersetubuh dan benar- benar hanya ingin ditemani berjalan-jalan dan berendam di air panas.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Akhirnya kami sampai di Garut, kami tidak langsung pergi ke areal pemandian air panas, tetapi mampir dulu ke sebuah rumah makan untuk makan siang walaupun saat itu masih kepagian. Di sana kami memilih tempat makan lesehan di atas kolam yang lumayan romantis untuk orang yang datangnya berpasangan. Sebagai bawahannya akupun melayani beliau untuk lebih nyaman menyantap pesanan kami.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Banyak hal yang kami obrolkan, terutama keingin tahuan beliau mengenai keluargaku dan juga pengalamanku sebelum bekerja di tempat yang sekarang. Aku tidak banyak berani bertanya banyak kalau mengenai latar belakang beliau kecuali beliau memang sedang menceritakannnya. Obrolan ini terus berlanjut walaupun makanan telah habis, sehingga aku mulai merasa lebih akrab dengan beliau. Setelah sholat dhuhur besama, kami kembali melanjutkan perjalanan menuju areal pemandian air panas di Cipanas Garut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hatiku berdebar dengan kencang ketika pak Yanto membelokkan mobilnya memasuki halaman salah satu motel di sana yang mempunyai halaman cukup luas. Dari jendela mobil beliau kemudian melakukan booking kamar pada beberapa room boy yang sepertinya memang menunggu tamu di gerbang pintu motel. Aku mulai merasa gelisah karena dari pendengaranku, beliau hanya memesan satu kamar saja yang artinya apakah aku akan satu kamar dengan dia berendamnya ?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Room boy yang diajak bicara oleh pak Yanto masuk ke dalam front office untuk mengambil kunci kamar yang dipesan, kemudian memberikan isyarat agar kami mengikutinya. Pak Yanto memesan kamar yang paling besar di sana, jadi aku mulai berharap mungkin di dalamnya ada lebih dari satu kamar rendam yang terpisah. Setelah memarkirkan mobilnya di car port depan kamar, pak Yanto mengajakku turun dan masuk ke dalam kamar sambil membereskan pembayaran kamarnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ya ampun …. Kamar itu memang besar dan luas tetapi tetap saja hanya mempunyai satu kamar rendam dan juga ada tempat tidurnya. Aku mulai gemetar karena kekhawatiranku mulai mendekati kenyataan yaitu aku hanya berdua dengan pak Yanto di sebuah kamar motel yang jauh dari rumah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Mau langsung berendam atau istirahat dulu ?” Tiba-tiba bossku bertanya</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“I…i..istirahat aja dulu, Ake mau istirahat dulu” Jawabku agak tersendat, aku pikir dengan meminta istirahat dulu aku bisa menunda untuk berendam air panas. Siapa tahu kalau pak Yanto mau berendam duluan sehingga kalaupun aku dipaksa berendam bisa setelah pak Yanto selesai. Lagi pula kamar ini mempunyai dua ranjang besar, sehingga aku bisa menghindar untuk tidak satu tempat tidur dengan beliau.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Kalau begitu kita istirahat barengan aja dulu, baru nanti berendam bareng juga” Kata pak Yanto sambil mulai melepas sepatu lalu membuka bajunya satu persatu sampai bertelanjang bulat di depanku begitu saja.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Lho … kamu juga buka baju dong, biar nanti tinggal langsung berendam dan baju kita tidak kusut”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ake ti..ti..dak berani pak …” Jawabku sambil tertunduk dengan badan yang sudah menggigil.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku sekarang benar-benar yakin bahwa pak Yanto memang berniat meniduriku di sini, bukan hanya sekedar ingin mengajak berendam di air panas saja.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Kalau begitu saya bantuin ya …” Kata bossku sambil mendekat dan mulai membuka kancing kemeja atasku satu persatu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ja..ja..ngan pa…” aku merintih pelan karena mulai merasa tidak berdaya</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Jangan kenapa ?” Tanya bossku lagi, walaupun dengan suara biasa tapi terasa sangat mengintimidasi</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ma…maksudnya …e..ehh … Biar Ake aja yang buka sendiri …” Akhirnya aku merasa harus menyerah dan pasrah pada situasi di mana pak Yanto kelihatannya sudah tidak ingin dibantah lagi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan tangan gemetar aku membuka bajuku satu persatu sampai akhirnya tinggal memakai BH dan celana dalam lalu berdiri mematung dengan kepala tertunduk di depan pak Yanto yang dari tadi melihatku membuka baju. Kemaluanku walaupun masih tertutup celana dalam kucoba ditutup dengan tangan kananku, sedangkan tangan kiriku aku silangkan untuk menutupi dadaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Buka juga dong BH dan celana dalamnya”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ake malu sama bapa …”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Malu kenapa ? Hanya ada kita berdua kok di dalam sini dan saya kan udah telanjang juga”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Akhirnya aku menuruti juga kemauan beliau dengan melepaskan “pertahanan terakhirku” yang membuat kami sama-sama telanjang bulat sekarang. Walaupun sepanjang jalan tadi aku sudah mempersiapkan diri untuk terjadinya peristiwa ini, tapi tetap saja aku sangat ketakutan saat mengalaminya langsung. Tanpa terasa air mata mulai menggenang di mataku, tapi aku tidak berani sama sekali bersuara takut akan membuat suasana makin runyam. Tanganku aku silangkan di depan tubuh dengan kedua telapak tangan menutup kemaluanku sedangkan lengan bagian atasku dipakai menutupi dadaku setidaknya putting susuku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pak Yanto sekarang berdiri tepat di depanku dengan tubuh tinggi besarnya hampir menempel padaku. Penisnya yang hitam kemerahan sudah berdiri tegak dan menempel diperutku. Kedua tangannya kemudian meraih tanganku dan melingkarkannya ke belakang tubuhnya sehingga aku jadi memeluk beliau di bagian pinggang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Daguku lalu diangkatnya dengan tanggannya sampai wajah kami berdekatan lalu beliau mencium bibirku dengan lembut sambil diberi sedikit hisapan-hisapan dan kecupan. Aku belum bisa bereaksi sama sekali saat itu selain mencoba memejamkan mata dengan air mata yang terus berlinang. Dengan sabar pak Yanto menciumku berkali kali sampai akhirnya tanpa terasa aku mulai membuka bibirku yang tipis dan langsung dimanfaatkan oleh beliau untuk memasukkan lidahnya ke dalam rongga mulutku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Mmmmpphhhhh ….hhheehhhh….mmmmppphhhh …” Aku mulai berdesah sebagai reaksi atas ciuman pak Yanto yang semakin gencar dengan permainan lidahnya dan mulai mencairkan keteganganku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tangan kirinya digunakan untuk memeluk tubuhku sedangkan tangan kanannya memegang tengkukku. Tanpa kusadari tanganku yang melingkari pinggangnya mulai kugunakan untuk memeluk pak Yanto sehingga tubuh kami sekarang saling merapat, kulit bertemu kulit. Kurasakan kemaluanku bergesekan dengan pahanya yang berbulu sedangkan penis pak Yanto bergesekan dengan perut dan payudaraku. Gesekan demi gesekan mulai membangkitkan gairahku sekaligus juga keberanianku untuk mulai menyambut aksi beliau.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kemaluanku terasa mulai lembab …………….</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pak Yanto kelihatannya juga merasakan kemaluanku yang mulai lembab dari gesekan dengan pahanya sehingga beliau mulai lebih intensif menggerak-gerakan pahanya pada kemaluanku. Aku meresponnya dengan merenggangkan pahaku sehingga seluruh kemaluanku sekarang bisa bergesekan dengan paha pak Yanto.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Aahhhhhhhhhh …..geli paaa…” Desahku saat pak Yanto mengalihkan ciumannya ke telinga dan leher kiriku</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ohhhhh….oohhhh …. Ohhhh ….ohhh….paaaa….ohhhh…” suara desahanku makin tidak terkendali saat pak Yanto mulai meremas-remas payudara kecilku dengan tangan kanannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tiba-tiba pak Yanto berlutut di depanku dan bibirnya langsung memangut putting susuku untuk dihisap-hisapnya, sedangkan tangan kanannya sekarang mengelus-elus kemaluanku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Bapaaaa…oohhhhhh…..paaa….Ake akan diapain ….ohhhhh…..” aku terus mendesah hampir tidak berhenti.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ouchhhhhh…..hhhhh….shhhh…shhhh.shhhhhh” Hanya desisan yang bisa kukeluarkan saat pak Yanto memasukkan jarinya ke dalam liang senggamaku lalu mengocoknya dengan cepat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pelan-pelan kemaluanku mulai becek dikarenakan menerima rangsangan-rasangan yang pak Yanto berikan padaku. Rasa takutku sudah hilang sama sekali demikian juga kekhawatiran akan mengecewakan beliau karena ternyata aku terus “digarapnya” walaupun sampai saat ini aku masih bersikap pasif.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah lubang senggamaku semakin becek dan merekah, pak Yanto lalu berdiri lagi dan dengan perlahan-lahan menekuk kakinya sehingga sekarang penisnya ada di depan vaginaku. Aku mengerti maksudnya yang akan menyetubuhiku dalam posisi berdiri, tapi aku belum pernah melakukannya selama aku menikah dengan suamiku. Jadi aku mencoba membantu beliau dengan merenggangkan kakiku sambil memajukan kemaluanku agar liang senggamanya lebih mengarah kedepan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ternyata upayaku yang hanya berdasakan naluri itu cukup berhasil, kurasakan kepala penis beliau sudah ada di depan liang senggamaku sambil berputar-putar mencari posisi yang tepat untuk masuk.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
BLESSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSS ….</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Penis pak Yanto akhirnya masuk dengan mulus kedalam liang senggamaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“UUUUUUUHHHHHHHHHHHHHHHHHHH………..” Tanpa bisa ditahan lagi aku mengeluarkan suara lenguhan keras saking nikmatnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah seluruh batang penisnya masuk, pak Yanto memelukku dengan kedua telapak tangannya pada buah pantatku. Kemudian dengan perlahan-lahan dia meluruskan kakinya sehingga secara otomatis aku terangkat ke atas oleh dorongan penisnya pada kemaluanku seperti sate dengan tusuknya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ohhhhhhhh….Ake takut jatuh paa ….” Sambil melenguh nikmat aku juga merasa takut akan jatuh karena hanya tubuhku diangkat hanya oleh kekuatan otot penisnya saja.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Belitkan kedua kaki kamu ke pinggang saya sebagai pengait supaya tidak mudah jatuh” Perintahnya</div>
<div style="text-align: justify;">
Aku segera mengaitkan kakiku melingkari pinggangnya dan tanganku memeluk lehernya, sedangkan kepalaku aku sandarkan pada bahu beliau. Setelah beliau yakin aku menempel dengan benar pada tubuhnya, dia lalu mulai menggerak-gerakkan pantatnya maju mundur.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ohhhhh….ohhhhh….ohhhhh…ohhhh….bapppaaa.. aaahhhh…ohhhh….ohhhh….ohhh…paaa…enaaak”</div>
<div style="text-align: justify;">
Pak Yanto menyetubuhiku yang digendong dalam pangkuannya sambil berjalan keliling ruangan. Bersetubuh seperti ini benar-benar tidak pernah terpikir olehku dan tidak pernah terbayangkan akan aku alami karena suamiku hanya melakukan hal-hal yang biasa saja. Walaupun pergerakan penis pak Yanto sangat terbatas, tapi posisi penisnya yang tegak dan tertekan oleh berat tubuhku sendiri membuat terasa sangat nikmat seolah-olah menembus sampai jantungku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ohhhh…ohhhhh….ohhh….ohhhh….ohhh..” aku terus mendesah mengikuti gerakan bossku</div>
<div style="text-align: justify;">
Tak berapa lama kemudian pak Yanto menyandarkanku ke dinding kamar dan mulai menggenjot penisnya dengan lebih cepat karena beban dari berat tubuhku sudah tertahan sebagian oleh dinding kamar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Addduddduuuuhhhhh…ohhhhh….ohhhhh… ..ohhhh…ouchhhh…..aahhhh….ohhhh…” desahanku semakin menjadi-jadi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“AAAAAAAAAAAA.. RRRRRRRHHHHHHHHHHHHHH……………….” Akhirnya aku mengerang nikmat dengan keras saat orgasmeku datang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pak Yanto menurunkan intensitas genjotan penisnya untuk memberikan kesempatan padaku menikmati orgasmeku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Adduuuuuhhhh…. Enak sekali paaaa” Bisikku di telinga beliau</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Kita sekarang main di ranjang ya sayang … Saya belum keluar…bantu saya ya sayang” Balas pak Yanto dengan lembut.</div>
<div style="text-align: justify;">
Aku hanya bisa mengangguk pelan karena seluruh tenagaku seolah-olah telah tersedot habis oleh orgasme tadi. Pak Yanto kemudian menurunkanku sampai kakiku bisa menapak ke lantai sebelum kemudian melepaskan penisnya dari kemaluanku. Penisnya kelihatan sekali masih keras dan tegak walaupun sekarang warnanya lebih kemerahan dibandingkan sebelumnya. Kemudian aku dibopongnya ke ranjang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Uhhhhhhh….” Aku kembali mendesah saat beliau melepaskan penisnya dari kemaluanku.</div>
<div style="text-align: justify;">
Di tempat tidur aku hanya bisa tergolek lemas, tapi aku masih ingat permohonan beliau yang ingin dibantu untuk bisa berejakulasi olehku. Oleh karena itu kucoba mengangkangkan kakiku agar menjadi isyarat bahwa aku masih siap menyambut lagi beliau supaya mencapai ejakulasi. Aku gosok-gosokkan tanganku pada kemaluanku supaya tetap merekah dan basah. Pak Yanto lalu naik ke ranjang sambil mengocok-ngocok penisnya sampai ke dekat kemaluanku dan langsung memasukkannya lagi ke dalam liang senggamaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
BLESSSSSSSSSSSSSSSSSSSSS …………….</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“AAAAAAAAAAAAAAAA.. HHHHHHHHHHHHHHHHHHHHH……” Penis pak Yanto benar-benar bisa mendatangkan kenikmatan bagiku walaupun aku lihat tidak terlalu besar atau panjang ukurannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Euuhhhhh….euhhhhh…euhhhh….euhhhh…euhhhh…” aku terus melenguh saat pak Yanto mulai memompakan penisnya dari atas tubuhku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ooooohhhh…ohhhhh….bapppaaa…. teruss…paaa…auhhhhh… aaaahhh” aku meracau</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pak Yanto memompa semakin kencang dan kemaluanku semakin basah bahkan mulai banjir mengalir keluar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
CROK…CROK ….CROK ….CROK ….CROK …. Kudengar suara penis pak Yanto yang menembus kemaluanku yang sudah sangat basah</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ohhhhh…ohhhh….paaaaa….Ake mauuu dapet lagiiii….ooohhhh”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku beranikan untuk melingkarkan kakiku pada pantanya beliau untuk membantu tekanan saat memompa penisnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“AAAAAAARRRRRRRRRRRRRR... KKKKKKKKKKKKKKKHHHHHHHHHHHH …..” Aku kembali mengerang saat orgasme keduaku datang</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku coba menekan kakiku yang melilit pantat beliau supaya bisa menikmati orgasmeku tapi rupanya beliau juga sedang menunggu ejakulasinya yang sudah dekat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Akeeee….saya akan semprotkan di dalam….AHHH…AHHH…AHHH…ahhh….ahhhh….ahhh” Teriak beliau sedikit tertahan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
SRRROOOOOT …..SROOOOOT ….SROOOOTTTT….srrrt ….srrrt….srrrt … kurasakan semprotan air mani bossku yang sedang menaburkan benihnya di rahimku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ahhhhhhhhhhhhh…..” Pak Yanto mendesah lega setelah semua air maninya keluar</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kami lalu berciuman dan berpelukan dengan mesra seperti sepasang kekasih bukannya boss besar dengan karyawan level bawahnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Kamu bisa menikmatinya sayang ?” Tanya pak Yanto dengan lembut membuka percakapan dengan tetap menindihku dan tanpa menarik penisnya dari kemaluanku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Bisa pa, enak sekali malah… asalnya Ake takut sekali…tapi kalau tau bakal enak kayak ini Ake udah mau dari dulu-dulunya” Cerocosku panjang lebar</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Emangnya kamu ga apa-apa saya setubuhi ?” Pak Yanto keheranan dengan jawabanku</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Bagi orang seperti Ake, bapa udah milih Ake untuk disetubuhi saja rasanya udah gimana gitu ….” Jelasku</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Sebenernya waktu bapa ngajak Ake ke Garut buat sewa kamar rendam, Ake udah merasa pasti ujung-ujungnya bakal diajak bersetubuh” Sambungku sambil tanganku membersihkan noda lipstikku yang menempel di pipi dan sekitar bibir beliau “Ake ngerti lah kalau orang yang udah gede mandi bareng bakal ngapain …”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Jadi waktu Ake iyain, itu artinya sudah termasuk kesediaan Ake disetubuhin bapa” Kataku agak manja “Kalau Ake masih perawan mungkin bisa lain ceritanya atau mungkin juga tetep sama”.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Malah yang Ake paling takutkan bukan disetubuhinya, tapi takut tidak bisa memuaskan bapa atau membuat bapa marah” Sambungku “Ake tidak tahu, orang-orang gede seperti bapa itu maunya apa kalau lagi bersetubuh”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Kalau orang-orang kecil seperti suaminya Ake mah gampang sekali nebak maunya” AKu masih nyerocos “Ake tinggal ngangkang dia langsung tembak, selesai …mmmmpppphhhhhh”</div>
<div style="text-align: justify;">
Pak Yanto hanya tersenyum lalu mencium bibirku untuk menghentikan omonganku yang menggelontor hampir tidak berhenti. Kami kembali berciuman mesra dengan memainkan lidah masing-masing dari cara menciumnya aku bisa belajar ciuman yang dalam dan membangkitkan gairah. Selama ini aku hanya berciuman dengan suamiku hanya mengadukan bibir saja dan paling banter seperti bertukar ludah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“mmmmmmpppphhhhhhh….ahhhh… mpppppphhhhhhh……ohhhhhh…..mpppphhhh” Saat berciuman aku tidak bisa menahan desahanku karena penis pak Yanto walaupun sudah tidak sekeras sebelumnya kurasakan berkedut-kedut di dalam liang senggamaku sehingga menimbulkan rasa geli yang nikmat. Aku kemudian membalasnya dengan menggerakkan otot kemaluanku untuk meremas-remas penisnya dengan gemas sambil tanganku menekan-nekan pantatnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ahhhhhh….” Desahku saat pak Yanto mencabut penisnya dari kemaluanku dan berbaring di sampingku. Aku mencoba memberanikan diri merebahkan kepalaku di dadanya berharap beliau bersedia memelukku, ternyata beliau menyambutku dengan mesra, bukan hanya membalas pelukanku tetapi juga membelai-belai tubuh dan rambutku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bossku itu juga minta aku merapikan bulu kemaluanku karena beliau lebih senang bulu yang rapi tipis dan minta waktu nanti kami bersetubuh lagi sudah berubah. Walaupun suamiku sebenarnya lebih suka kemaluanku berbulu lebat, tapi aku memilih akan menuruti kemauan pak Yanto saja dan aku akan cari alasan untuk suamiku. Apalagi dari kata-katanya itu artinya beliau mau mengajakku bersetubuh lagi di lain waktu yang membuat hatiku semakin berbunga-bunga.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah cukup beristirahat, kami lalu mandi berendam bareng di bak air panas yang tersedia di kamar mandi hotel. Kami berendam sambil berpelukan, pak Yanto memelukku dari belakang sehingga tangannya bisa memeluk sambil memainkan kemaluanku, meremas-remas payudaraku dan memainkan putting susunya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Geli paaa….ohhhhh…hhhhhh ….shhhhhhhhh” Aku mulai mendesah dan mendesis saat pak Yanto menciumi leher dan kupingku sedangkan jarinya mulai dikeluarmasukkan ke dalam liang senggamaku yang terendam air.</div>
<div style="text-align: justify;">
Tanpa sadar badanku mulai menggeliat-geliat karena rangsangan yang dilakukan beliau. Aku juga merasakan penis bossku itu mulai mengeras di belakang punggungku sehingga membuatku semakin terangsang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ohhhhhh….bapaaa…Ake pengen disetubuhi lagi…shhhhhhh” Aku memberanikan diri meminta beliau menuntaskan berahiku yang sudah sampai keubun-ubun.</div>
<div style="text-align: justify;">
Beliau lalu mencabut jarinya dari liang senggamaku dan mengangkat pantatku sedikit sehingga penisnya bisa diarahkan pada kemaluanku dari arah belakang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
BLESSSSSSSSS ………..</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“OOOOOOOOOHHHHHHHHHHHHHHHHHH……………….. nikmat sekali paaa” Erangku menyambut masuknya penis beliau ke dalam tubuhku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Euhhhhh….euhhhhh…euhhhh… euhhhhhh…euhhhh” Aku coba berinisiatif menggerak-gerakkan tubuhku naik turun di dalam air sambil berpegangan pada pinggir bak.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Gerakan naik turunku menimbulkan gelombang pada air bak yang makin lama semakin bergolak tak teratur seperti juga gairah kenikmatanku yang terus semakin bergelombang naik.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Heeeehhhhhh ….Heehhhhh ….Heeehhhhh ….Heeehhhhh…” aku mencoba menaikkan tempo gerakanku tapi tetap saja hambatan air membuat gerakanku seperti gerakan slow motion di filem-filem.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pak Yanto mengimbangi gerakanku dengan menaik turunkan pinggulnya sedangkan tangan kanannya semakin gencar meremas-remas payudaraku dari arah belakang dan tangan kirinya memainkan kelentitku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Oooohhhh ….ohhhh….ohhhhh….ohhhh….ohhhh…..ohhhhh” Gerakanku semakin liar dengan rangsangan dari beliau</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“AAAKEEEE DAPEETTTTT LAGI …..OHHHHHHHHHHHHHH” Aku menjerit saat mendapat orgasme pertama di dalam air.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku berhenti menggerakkan tubuhku untuk menikmati gelombang orgasmeku yang luar biasa bagiku dengan nafas agak tersenggal-senggal. Pak Yanto masih menggerak-gerakkan pinggulnya sehingga penisnya tetap naik turun di dalam liang senggamaku, tangannya di silangkan di dadaku sambil meremas kedua payudaraku dengan lembut. Bibirnya yang hangat kurasakan menciumi tengkuk dan punggungku berulang ulang melengkapi kenikmatan yang kurasakan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pak Yanto memintaku memutarkan badan supaya posisi kami menjadi saling berhadapan dengan penisnya masih ada dalam kemaluanku. Kami berciuman sambil aku memeluknya, sedangkan tangan beliau memegang kedua buah pantatku sambil tetap menaik turunkan pinggulnya. Pelan-pelan gairahku timbul kembali dan mulai mengimbangi gerakan pinggulnya dengan menggerakkan pinggulku sendiri naik dan turun.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ahhhh ….Mmmmmppphhhhhhh…… oohhhhhhh…..mmppppphhhh…” Kami meneruskan bersetubuh sambil terus berciuman.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Makin lama ciuman kami makin panas, bibir kami saling melumat dan permainan lidah yang semakin liar. Gerakan penis pak Yanto semakin kasar, penisnya dengan keras menyodok-nyodok ke dalam liang senggamaku sedangkan pantatku ditekannya kebawah oleh tangan beliau.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ohhhhhh ….ohhhhh….ohhhhhh….paaaa…. ohhhhh….baapaaaa….aduuuhhhhh…” Aku hanya bisa mengerang nikmat tanpa berbuat apa-apa karena pak Yanto mengambil alih kendali.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Akeeee…. Saya mau keluarrrrrr” pak Yanto mengerang</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku rasakan tubuh pak Yanto bergetar keras sedangkan penisnya berdenyut-denyut dengan tidak kalah kerasnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
SROOOOOOTTT …SROOOTTT…….SROOOTTTT …semprotan demi semprotan air mani bossku kembali membanjiri rahimku</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“A..a..aahhhh..a..a..aahhhh…” pak Yanto mengerang tertahan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Walaupun aku tidak mendapat orgasme lagi yang berbarengan dengan ejakulasinya pak Yanto, aku tetap merasa puas karena sudah mendapat orgasmeku tadi. Aku lalu menciumi dan membelai-belai wajah bossku yang terlihat cukup kelelahan setelah bersetubuh denganku di air panas. Otot-otot liang senggamaku kembali aku kontraksikan untuk memijat-mijat penis pak Yanto yang juga sedang kelelahan di dalam tubuhku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bossku itu kelihatannya sangat suka dengan apa yang aku lakukan, beliau lalu membalas ciumanku dan memelukku dengan mesranya. Beliau kemudian menciumi seluruh wajahku, leherku dan payudaraku serta menghisap-hisap putingnya sambil mengucapkan kepuasannya bersetubuh denganku. Sebagai wanita tentu saja aku merasa bangga bisa memuaskan beliau yang merupakan bossku sehari-hari walaupun sebenarnya aku juga sangat puas karena mendapat kenikmatan yang lebih tinggi dari yang aku biasa dapat kalau berhubungan badan dengan suamiku sendiri.</div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan posisiku tetap “menunggangi” beliau kami mengobrolkan berbagai hal, mulai dari pekerjaan sampai yang berkaitan kehidupan pribadi masing-masing, tentu saja sambil diselingi berciuman mesra. Pak Yanto sempat bertanya apakah aku pake pengaman, waktu aku balas dengan pertanyaan kenapa baru bertanya sekarang padahal beliau sudah dua kali menebar benihnya ? Beliau menjawab sambil tertawa bahwa karena aku sudah punya suami maka dia tidak terlalu khawatir kalau aku jadi hamil karenanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku memang sekarang memakai IUD sebagai pengaman karena belum merencanakan punya anak lagi. Kemudian iseng-iseng beliau aku tanya, kalau aku lepas IUDnya apakah dia mau menghamili aku ? Jawabannya cukup mengagetkan tapi sangat menyenangkanku karena beliau bersedia “menyumbang” benihnya tetapi tidak mau menikahiku. Tetapi beliau bersedia berkomitmen untuk membantu biaya “anak biologisnya” itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah selesai berendam, kami lalu membersihkan badan dan berpakaian lagi untuk bersiap-siap pulang karena suamiku sudah akan menjemputku di tempat seminar tadi. Di tengah perjalanan pak Yanto memintaku melakukan oral seks, karena aku belum pernah melakukannya beliau lalu membimbingku mengenai cara melakukannya. Sesampainya di tempat parkiran tempat seminar, pak Yanto belum juga berejakulasi yang memaksaku untuk lebih agresif mengemut penisnya. Akhirnya beliau bisa ejakulasi dan memintaku meminum seluruh air maninya sampai habis.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ternyata suamiku juga sudah ada ditempat parkiran menjemputku sehingga membuatku agak panik dan dengan terburu-buru aku segera merapikan baju dan rambutku serta memakai lipstik lagi yang telah hilang menempel di penis pak Yanto. Setelah semuanya rapih kembali aku keluar dari mobil pak Yanto dan ambil jalam memutar dari parkiran yang tidak terlihat suamiku untuk masuk ke tempat seminar. Aku kemudian menghampiri suamiku seolah-olah baru selesai seminar dan mengajaknya berkenalan dengan pak Yanto … bossku di kantor dan di ranjang.</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1918422191489806551.post-64295885738608463012012-08-06T02:46:00.000-07:002012-08-06T02:46:02.587-07:00Cerita sex Training Management Di Atas Ranjang<br />
<div style="text-align: justify;">
“Adduuuhhh....Sakit Kang …pelan-pelan masukkinnya …” Aku pura-pura merintih kesakitan saat suamiku melakukan penetrasi pertama kalinya di malam pengantin kami.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Akkkhhhhh ….Sakit sekali Kang ….aduuhhhhh …” Kembali aku pura-pura menjerit kesakitan ketika penis suamiku sudah setengah jalan sambil tanganku mencakar punggungnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Akhirnya aku bisa merasa lega setelah aku merasakan adanya rembesan cairan yang keluar dari liang senggamaku. Supaya kesannya liang senggamaku masih sempit seperti anggapan laki-laki kebanyakan tentang perawan, aku menahan kontraksikan otot-otot vaginaku selama mungkin. Aku tidak mau memakai jamu-jamuan untuk bikit “rapet” vagina karena akan membuatku kesakitan beneran saat penetrasi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Untunglah semuanya akhirnya berjalan lancar, suamiku bisa menunaikan tugas pertamanya dengan baik walaupun aku tidak bisa mendapat orgasme yang karena mungkin aku terlalu berkonsentasi pada akting perawanku. Tapi yang paling penting dia tidak curiga aku sudah tidak perawan lagi karena selain aku berpura-pura belum pernah bersetubuh tapi juga ada “bukti nyata” berupa darah perawan yang berceceran di seprei.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku memang sudah tidak perawan lagi waktu menikah, keperawananku sudah diambil bossku dari kantor tempat aku bekerja saat kami berdinas di luar kota kurang lebih setahun sebelumnya. Beliaulah yang mengatur strategi buatku supaya aku bisa melewati malam pertamaku dengan “mulus” sehingga ketidak perawananku tidak mengganggu awal rumah tangga baruku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dari beberapa opsi yang beliau ajukan supaya aku terlihat perawan lagi di malam pertama, aku mengambil opsi synthetic hymen yang lebih praktis dibandingkan operasi plastik selaput dara. Aku minta untuk dibelikan synthetic hymen sebanyak yang memungkinkan supaya aku bisa berlatih dulu sampai fasih supaya calon suamiku yang sangat pecemburu tidak curiga. Inti latihannya adalah memasang synthetic hymen dengan tepat dan tidak mencurigakan karena kesempatannya hanya satu kali saja. Kemudian belajar pura-pura merintih kesakitan saat (calon) suamiku melakukan penetrasi pertama, baik awal kepala penis masuk maupun saat “selaput dara” mulai robek. Terakhir adalah belajar mengkotraksikan otot-otot vagina untuk member kesan liang senggamaku masih sempit.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tentu saja aku meminta bantuan bossku itu untuk “memerawani” aku lagi berkali-kali dengan menggunakan synthetic hymen tersebut sampai aku benar-benar percaya diri untuk melakukannya sendiri. Bossku memasang kamera yang merekam setiap adegan latihan tersebut supaya bisa kami bahas sesudahnya. Setiap latihan “malam pertama” ini dilakukan dengan lengkap, mulai dari melakukan fore play sampai bossku ejakulasi. Aku harus melatih menjaga reaksiku seperti benar-benar baru pertama kali bersetubuh, bukan sebagai wanita yang sudah sangat berpengalaman dalam berhubungan badan. Untungnya aku dan suamiku sering melakukan petting waktu pacaran, sehingga aku tidak perlu belajar berpura-pura malu telanjang dihadapan dia.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Akhirnya aku merasa benar-benar lancar melakukannya setelah 7 kali latihan ditambah satu kali “gladi resik” yang semuanya kami lakukan dalam 2 minggu sebelum hari perkawinanku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Namaku adalah Rina, saat cerita ini terjadi umurku sudah 32 tahun, masih single dan masih perawan tapi rencananya tahun depan aku mau menikah dengan tunanganku yang sudah kupacari lebih dari enam tahun. Walaupun masih perawan, pengalamanku tentang seks sudah tidak awam lagi karena dua tahun terakhir ini aku dan tunanganku cukup aktif melakukan petting hampir pada tiap kesempatan untuk bercumbu. Kami biasa melakukannya di tempat kos tunanganku setelah aku dijemputnya dari kantor.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sebenarnya cukup risih juga melakukannya di sana karena teman-teman kosnya melihatku seperti perempuan murahan setiap kami melewati mereka. Tapi aku tidak punya pilihan tempat untuk melakukannya karena aku benar-benar seperti sudah ketagihan, sehingga sering kali aku duluan yang memintanya. Kata orang nafsu seksku sangat besar karena aku memiliki payudara yang besar dan bulat walaupun demikian tetap proporsional terhadap ukuran tubuhku yang sedang-sedang saja. Besarnya payudaraku juga didukung oleh dagingnya yang padat dan kenyal sehingga membuat dadaku seperti selalu membusung dan menantang yang membuat setiap laki-laki ingin meliriknya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Meskipun kami sudah melakukan ratusan kali petting, tapi aku tetap bisa mencegah dan menolak tunanganku melakukan penetrasi. Aku tidak punya kepercayaan penuh bahwa dia akan menikahiku kalau aku sudah menyerahkan keperawananku padanya. Selama ini dia sudah beberapa kali mengundurkan rencana perkawinan kami dengan berbagai alasan sehingga membuat hubungan kami juga sering putus nyambung. Alasannya yang paling sering digunakan adalah karena aku masih bekerja dan terikat kontrak kerja dengan perusahaanku. Dia selalu bilang bahwa dia ingin aku menjadi ibu rumah tangga saja karena dia sanggup mencari nafkah buatku walaupun sampai sekarang belum benar-benar bisa dibuktikan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku bekerja di sebuah perusahaan teknologi IT dan Telekomunikasi di Bandung sebagai staf bidang marketing untuk membantu direktur utama. Pak Yanto adalah atasan langsungku yang selain sebagai direktur utama juga sekaligus merupakan salah satu pemilik perusahaan. Beliau seorang laki-laki berbadan tinggi besar (tinggi sekitar 180an cm dan berat badannya lebih dari 100Kg), berumur 44 – 45 tahun. Berpenampilan cukup gagah dengan kumis dan janggut tebal yang sudah dihiasi uban yang justru menambah wibawanya. Satu hal yang sering jadi bahan obrolan staf-staf wanita di kantor tentang bossku ini adalah bulu tangan dan kakinya yang lebat yang membuatnya terlihat sangat seksi buat kami kaum hawa.</div>
<div style="text-align: justify;">
Sebagai stafnya pak Yanto tentu saja kami sering bertemu, baik dalam rapat-rapat marketing maupun saat aku menghadap beliau untuk menerima atau melaporkan tugas-tugasku. Salah satu kebiasaan pak Yanto yang sering membuatku risih adalah beliau tidak segan-segan memandang ke arah dadaku dengan pandangan kagum dan seolah-olah ingin melihat ke dalamnya. Beliau juga suka melihat ke arah selangkanganku saat aku memakai celana panjang ke kantor. Daging di sekitar vaginaku memang sangat tebal dan gemuk sehingga kalau memakai celana panjang yang agak ketat selangkanganku terlihat menonjol seperti halnya tonjolan penis pada celana laki-laki. Tapi untuk hal-hal di luar itu beliau sangat santun, sopan dan selalu bersikap gentle terhadap staf-stafnya, bahkan sama sekali tidak pernah menepuk atau memegang tubuh staf wanitanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Seperti halnya beberapa staf wanita lainnya, diam-diam aku sering mengagumi beliau dan mengidolakannya sebagai pria idaman yang ingin kami jadikan sebagai kriteria suami atau yang ingin suaminya seperti beliau. Kadang-kadang beberapa staf yang sudah menikah suka bergunjing membayangkan bagaimana ‘pelayanan’ pak Yanto di ranjang yang mereka anggap selain ‘hebat’ juga akan segentle sifatnya. Mereka suka membandingkan dengan suami mereka rata-rata hanya main tabrak lari saja saat berhubungan intim.</div>
<div style="text-align: justify;">
Di kantor memang beredar gossip bahwa ada 2 - 3 orang karyawan wanita mulai dari level staf biasa sampai manajer yang tidur dengan beliau secara teratur. Mereka ada yang statusnya masih single maupun yang sudah menikah saat diajak tidur oleh beliau. Menurut gossip juga, staf wanita yang dipilih akan ditidurinya adalah dengan membawanya dalam perjalanan dinas hanya berdua dengan beliau. Sebagai staf yang masih single tentu saja aku hanya jadi pendengar, tetapi aku menjadi suka mengkhayalkan perbandingan antara melakukan petting dengan tunanganku dan kalau seandainya melakukan petting dengan pak Yanto saat diajak dinas bersamanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam beberapa hari ini aku mendapat tugas mengikuti short course dan workshop di sebuah institut manajemen di Jakarta Selatan yang berlangsung seminggu penuh. Aku juga tahu bahwa pada saat yang sama pak Yanto sedang ada di Jakarta untuk beberapa urusan yang memakan waktu sekitar 2 – 3 hari. Biasanya beliau menginap di hotel bintang 5 di bilangan Mega Kuningan tentu saja tidak sama dengan hotelku menginap yang berada di bilangan Jakarta Selatan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tapi terjadi peristiwa yang tidak disangka-sangka yaitu pada akhir short course hari pertamaku bossku muncul dan mengajakku jalan-jalan dan menemaninya makan malam. Institut tempat short courseku memang merupakan sekolah beliau mengambil S2 dan beliau biasa mampir ke sini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku sih senang-senang saja, walaupun rada deg-degan juga karena aku akan jalan hanya berdua dengan pria yang aku kagumi dan untuk pertama kalinya bukan untuk urusan pekerjaan. Pak Yanto juga sedikit berbeda dari biasanya karena sekarang beliau kadang-kadang memegang tanganku pada saat yang memang diperlukan, seperti menyebrang jalan atau menerabas kerumunan orang. Tapi lama kelamaan aku menjadi merasa nyaman dengan hal tersebut sehingga sering dengan sengaja aku tidak melepaskan tangannya lagi walaupun sebenarnya sudah tidak perlu lagi. Jadilah kami berjalan-jalan sambil bergandengan tangan, kadang-kadang malah aku menggelendot agak manja seperti yang sedang pacaran.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Malamnya aku dikembalikan ke hotelku tanpa ada kejadian istimewa apapun dan tanpa ada janji dari beliau untuk bertemu lagi esok harinya. Aku sempat berpikir apakah aku bukan teman kencan yang menyenangkan buat beliau sehingga hari ini terlewat begitu saja tapi mungkin saja memang beliau hanya sedang butuh teman jalan-jalan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hari kedua atau hari Selasa beliau kembali beliau muncul menjemputku, kali ini selain makan malam beliau juga ingin ditemani menonton di bioskop. Pada ‘kencan’ di hari ke dua ini, aku sudah tidak ragu-ragu lagi untuk berinisiatif memegang tangan beliau duluan. Beliaupun ‘mulai berani’ merangkul pundakku saat berjalan atau memeluk pinggangku dari belakang dengan kedua tangannya ketika antri tiket bioskop. Walaupun hal itu membuatku jadi merinding dan panas dingin, tetapi aku sangat suka sekali diperlakukan seperti itu oleh beliau. Sebagai pamungkas di malam itu, saat beliau mengantarkanku kembali ke hotel beliau mencium pipiku serta berjanji akan menjemputku kembali esoknya. Aku pun membalasnya dengan kecupan sekilas pada bibirnya sebagai tanda aku sudah menerima beliau lebih dari sekedar teman biasa ataupun sebagai bossku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Malam itu aku pikiranku melayang ke mana-mana dan kalau gossip itu benar artinya aku sedang dipilih sebagai “salah satu wanitanya”. Perasaanku campur aduk, tetapi anehnya aku merasa sangat senang bahkan bahagia menjadi wanita pilihan beliau. Bahkan aku sudah berandai-andai bagaimana cara memulai percakapan yang akan dipakai beliau untuk mengajakku bercumbu.</div>
<div style="text-align: justify;">
Hari Rabu aku sudah siap menunggunya dengan mengenakan rok yang rapi seperti yang biasa aku pakai kalau aku mau berkencan dengan tunanganku. Pak Yanto kali ini mengajakku makan malam di tempat yang romantis di restoran yang letaknya di lantai paling atas salah satu gedung tinggi di Jakarta. Setelah dari sana, beliau mengajakku ke daerah utara Jakarta untuk menikmati pemandangan pantai di malam hari dan untuk pertama kalinya kami berciuman di dalam mobil. Pak Yanto sangat pandai dalam berciuman sehingga membuatku sangat terhanyut sampai aku sempat berharap beliau melanjutkannya dengan petting saat itu juga di mobil. Tapi beliau benar-benar hanya menciumi bibir dan memelukku saja, bahkan meraba-raba tubuhku pun tidak beliau lakukan. Kami kembali berciuman di area parker hotel tempat menginapku dan aku mengira beliau akan ikut ke kamarku, tapi kembali tebakanku meleset …</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Malam itu tidurku sangat gelisah karena gairah birahiku yang sudah dibangkitkan oleh beliau tidak bisa tersalurkan seperti biasanya. Padahal gairah yang aku alami sekarang jauh lebih besar dari gairah yang aku rasakan kalau sedang bercumbu bersama tunanganku karena merupakan akumulasi dari malam sebelumnya. Tapi aku juga agak bersyukur pak Yanto hanya menciumku karena sebenarnya aku agak takut beliau akan meminta lebih dari melakukan petting yaitu berhubungan badan dan aku tak yakin bisa menolaknya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Hari Kamis, hari pertama workshop di mana giliran kelompokku hanya ½ hari dan seperti sudah tahu jadwalku pak Yanto sudah menunggu di kantin kampus untuk mengajak makan siang di luar. Saat melihatnya aku sangat gembira karena sejak pagi tadi aku memang sangat kangen kepada beliau. Aku langsung menarik-narik beliau untuk bergegas menuju mobil supaya aku bisa segera melepas kangenku. Baru saja bibir kami saling menempel, pak Yanto melihat satpam kampus yang berpatroli ke arah mobil kami sehingga pelampiasan kangenku menjadi tertunda. Kembali aku mengalami kebuntuan penyaluran gairahku tepat pada saat seharusnya meledak.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sambil membawa mobil keluar dari parkiran, pak Yanto bilang padaku bahwa setelah makan siang, kami akan mampir dulu ke hotel tempat dia menginap sambil menunggu tibanya waktu untuk jalan-jalan menjelang sore harinya. Aku sih senang-senang saja karena setidaknya kami punya waktu dan tempat private untuk berduaan sebelum jalan-jalan lagi.</div>
<div style="text-align: justify;">
Siang itu kami makan siang di restoran yang seluruh menunya adalah olahan daging kambing dan domba. Aku memesan steak kambing yang cukup besar dan jus buah tetapi menggunakan campuran susu kambing juga. Pak Yanto sendiri memilih memesan sate kambing muda dan beberapa masakan tradisional lainnya. Karena aku sudah tidak sabar ingin melepas kangen di kamar hotelnya beliau, kami tidak berlama-lama di sana dan segera menuju Mega Kuningan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Di dalam mobil aku mulai merasa tubuhku agak panas tetapi aku tidak terlalu pedulikan. Aku lihat sambil menyetir pak Yanto menelan pil dan memberikan pil yang lain ke padaku yang langsung aku telan juga. Beliau bilang pil ini untuk mengurangi kolesterol dari masakan olahan daging kambing tadi tapi meskipun demikian pil itu justru membuat badanku semakin terasa panas. Tak lama kemudian kami sampai di hotelnya pak Yanto dan sambil bergandengan tangan kami berjalan menuju kamarnya beliau.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Begitu masuk ke dalam kamar, aku langsung memeluk pak Yanto dan menciuminya dengan gemas. Setelah memastikan pintu terkunci dengan baik, beliau lalu balas memelukku dan menciumku dengan tak kalah hangatnya. Walaupun sudah berada berduaan saja di dalam kamar, beliau tidak bertindak seperti yang aku bayangkan tentang laki-laki yang suka memanfaatkan keadaan. Aku coba melakukan beberapa isyarat yang paling memungkinkan karena aku tidak mau disebut tidak sopan oleh beliau, seperti meremas dengan halus buah pantatnya atau menggesek-gesekkan badanku dan pahaku ke penisnya. Semua usaha itu bukan hanya tidak mendatangkan hasil, malahan membuatku menjadi kelimpungan sendiri akibat gairahku yang semakin meninggi.</div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah puas berciuman, aku segera melepaskan diri dan duduk di kursi sambil meminum air putih untuk menenangkan diri. Sedangkan pak Yanto mengeluarkan notebooknya dan menatanya di meja kerja yang tersedia di kamar tersebut. Sambil menunggu, aku kemudian menyalakan TV dan memijit-mijit remote untuk berpindah saluran dari yang satu ke yang lain sambil melamun.</div>
<div style="text-align: justify;">
Entah kenapa aku merasa badanku kembali makin panas, bukan seperti panas karena demam tapi panas seperti aku habis berolah raga karena nafasku juga memburu dan jatungku berdebar dengan lebih kencang. Aku juga merasa putting susuku semakin keras dan menjadi lebih sensitif bahkan terhadap BH yang aku pakai. Demikian juga dengan vaginaku yang terasa lebih lembab seperti keluar keringat dari sana. Hal yang seperti ini biasanya kurasakan saat aku sedang dilanda gairah berahi kalau bercumbu dengan tunanganku. Aku menjadi gelisah karena campur aduk antara rasa malu sekaligus rasa frustasi karena berahiku tidak bisa tersalurkan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Perubahan yang terjadi padaku rupanya tak luput dari perhatian pak Yanto yang segera menghampiriku sambil memegang tangan dan kepalaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
“Rina, apakah kamu sakit ?” Tanyanya sambil mengusap-usap keringat yang ada di sekitar keningku.</div>
<div style="text-align: justify;">
“Ga tau Pa, tiba-tiba saja badan Rina jadi terasa panas” Jawabku dengan gelisah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Mungkin karena tadi makan steak daging kambing, karena Rina memang jarang sekali makan daging kambing sudah bertahun-tahun” Lanjutku semakin gelisah sambil membuka blazerku dan sepatuku.</div>
<div style="text-align: justify;">
“Coba kamu baringkan dulu di tempat tidur…” Katanya sambil mencoba membantuku untuk bangun dari kursi.</div>
<div style="text-align: justify;">
Aku coba bangun tetapi rasanya badanku lemah sekali hampir tidak ada tenaga sehingga akhirnya terjatuh kembali ke kursi. Pak Yanto lalu mencoba membantuku dengan cara melingkarkan tangan kiriku ke bahunya dan tangan kanannya melingkari pinggangku sambil mengangkat badanku bangun. Dengan disangga seperti itu aku berhasil bangun dari kursi, tapi kembali hampir terjatuh saat mulai melangkah. Melihatku seperti itu pak Yanto lalu menyuruhku memeluk lehernya supaya dia bisa mengangkat tubuhku untuk dibopong ke ranjang.</div>
<div style="text-align: justify;">
Pada saat dibopong aku merasakan sesuatu yang lain, badanku merasa lebih nyaman dalam pelukan pak Yanto yang sedang membopongku. Karena itulah aku tidak mau melepaskan pelukanku pada lehernya saat pak Yanto akan membaringkanku di tempat tidur. Akibatnya pak Yanto malah ikut-ikutan tertarik ke tempat tidur dan jatuh menindihku. Saat itu wajah kami menjadi sangat berdekatan sehingga aku bisa merasakan hangatnya nafasnya. Tanpa berpikir panjang lagi aku mencium bibir pak Yanto yang kemudian membalas ciumanku dengan tak kalah hangatnya dan akhirnya kami berciuman dengan mesra sambil berpelukan di atas ranjang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Saat berciuman di atas ranjang, mau tak mau tubuh pak Yanto yang menindihku bersentuhan langsung dengan tubuhku. Hal ini rupanya mulai membuat beliau menjadi tidak “jinak” lagi, tangan beliau mulai menyusuri tubuhku dan meremas atau mengelus-elus apapun yang ditemuinya walaupun masih tertutup oleh pakaian. Pinggulnya juga digerak-gerakkan supaya bisa bergesekan dengan bagian bawah tubuhku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Lama-kelamaan ciuman kami semakin brutal … Kedua kakiku aku tekuk ke atas supaya bisa menjepit pinggang beliau, akibatnya rok yang aku pakai tersibak dan tertarik ke atas perutku membuat kedua paha sampai ke celana dalamku menjadi terbuka. Tangan pak Yanto juga kini secara bergantian meremas-remas payudaraku dari luar kemejaku atau mengelus-elus pahaku sampai ke selangkangan. Dengan sengaja aku menggerak-gerakkan pinggulku agar vaginaku yang mulai lembab dibalik celana dalamku bisa bergesekan dengan penis pak Yanto yang kurasakan sudah mengeras di balik celana panjangnya sejak dari mulai menindihku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Paaa… Rina ingin bercumbu dengan Bapaaa …Rina ingin petting sampai puas dengan Bapaaa…” Tanpa malu-malu aku meminta pak Yanto mencumbuku seperti yang biasa aku katakan ketunanganku kalau aku ingin mengajaknya petting.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pak Yanto kemudian mulai melucuti bajuku terlebih dahulu tanpa perlawanan sama sekali sehingga akhirnya aku tergolek telanjang bulat di ranjang bossku sendiri. Bukannya merasa malu, malah sambil menunggu pak Yanto yang sedang membuka bajunya, aku meremas-remas payudaraku dan mengelus-elus vaginaku dengan tanganku sendiri sampai mengeluarkan suara desahan karena rangsanganku sendiri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ahhhhhh….ohhhhhh….ohhhhh….ohhhhh…” Aku mendesah sendiri dengan mata setengah terpejam dan menaik-turunkan pinggulku seirama dengan gerakan tanganku mengelus-elus vaginaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
Tak lama kemudian pak Yanto datang langsung menindihku dan menggumuliku dalam keadaan sama-sama telanjang bulat. Penisnya yang sudah tegang digesek-gesekkannya ke bibir vaginaku sedangkan bibirnya bukan hanya menciumi bibirku saja tapi juga kuping, leher dan putting susuku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ohhhhhh …bapaaaa…ohhhh …..mpppphhhhhhhh…ahhhhh…..uhhhhh….” Tanpa henti-hentinya aku mendesah, melenguh dan mengerang sambil memanggil-manggil bossku.</div>
<div style="text-align: justify;">
“Aduuhhhh ….sakit paa…uhhhhhh….ohhhhhhh…” Aku sedikit mengaduh saat kepala penis pak Yanto mulai mendesak-desak ke dalam lubang senggamaku</div>
<div style="text-align: justify;">
“Ss..saya …ma..masih …pe..perawan paaa…. t..tolong …paa…” Rintihku memohon belas kasihnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Saat itu muncul rasa takutku akan kehilangan keperawananku karena ternyata aku tidak punya nyali yang cukup untuk menolak pak Yanto melakukan penetrasi. Tapi saat ini jangankan “melawan” pak Yanto, aku sendiri masih kesulitan mengendalikan gairah berahiku sendiri untuk berpikir jernih. Apalagi pak Yanto sangat pintar dalam bercumbu sehingga dalam keadaan normalpun ada kemungkinan besar aku tidak akan kuat juga menahan “gempurannya”.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Aduuuuhhhhh….jangan dimasukin paaaa….saya belum pernah….ohhhhhh…ohhhhhh” Kucoba kembali mengingatkan beliau bahwa aku masih perawan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ketika itu sedikit kesadaranku muncul, kulihat pak Yanto sedang berlutut di selangkanganku yang sudah beliau kangkangkan lebar-lebar dengan kedua kakinya. Penisnya ditekan keluar masuk liang senggamaku denga bantuan tangan kanannya. Sekilas aku lihat di kepala penisnya sudah ada lumuran cairan merah segar walaupun belum begitu banyak, apakah itu darah perawanku ?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Adduuuduuuuuuhhhhhhhh….sakiiiiiiit paaaaaa….auhhhhhhhh…paaaaa…..” Rasa sakit itu akhirnya mengalihkan pikiranku karena kurasakan kepala penisnya pak Yanto sudah mulai memasuki liang senggamaku lebih ke dalam bukan lagi di bibirnya saja seperti sebelumnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Walaupun vaginaku sudah sangat basah, tetapi akibat rasa sakit yang kualami menjadikan otot-otot vaginaku berkontraksi sehingga liang senggamaku menjadi lebih kaku dan sempit karena tegang. Melihat hal itu pak Yanto lalu membungkukkan tubuhnya untuk memeluk dan menciumi aku dengan tetap menjaga posisi penisnya pada kedalaman yang sudah dicapainya sekarang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Rina sayang …kasih saya jalan untuk masuk sayang …” bisik pak Yanto di telingaku sambil terus menciumi aku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan telaten pak Yanto terus mencumbuku sambil mengelus-elus hampir seluruh tubuhku untuk meredakan keteganganku sekaligus mengembalikan gairah berahiku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ohhhhhh …..paaaa….Rina sayang bapaaa…..” Racauku saat aku mulai mengendurkan kontraksi otot vaginaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
BLESSSSSSSSSSSSSSSSSSSSS ……….</div>
<div style="text-align: justify;">
Pak Yanto tidak menyia-nyiakan “kesempatan” yang aku berikan dengan langsung memasukkan seluruh batang penisnya ke dalam liang senggamaku hingga sampai kepangkalnya dalam satu genjotan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“AAAAAAAAAAAAAAHHHHHHHHHHHHHHHHHHH…………” Aku mengerang dengan keras antara sakit dan rasa nikmat yang luar biasa baru bagiku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Bapa jahat …Rina sakit sekali…” Aku merengek manja</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pak Yanto sama sekali tidak menghiraukan hal itu dan beliau mulai memompa penisnya keluar masuk di liang senggamaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ohhh…ohhh…ohhh…adduuuuuhhh….ohhh…ohhh…ohhh…ohhh…” Desahku menyambut pompaan penis pak Yanto.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pak Yanto menggoyangkan pinggulnya maju mundur dan kadang-kadang berputar dengan irama yang berubah-ubah dari lambat menjadi cepat kembali ke lambat dan seterusnya. Gelombang nikmat secara bergantian melandaku sehingga kadang-kadang aku seperti kehilangan kesadaran dan tidak memikirkan hal lain selain persetubuhan itu sendiri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Bapppaaaaa…oohhhh….enaaakkk…sekaliiii…paaaa….ahhhhh… terus…paaa…Rinaaa …sukaaa.. sekali ….aaahh” Aku kembali meracau nikmat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
CROK…..CROKK….CROK….CROKKK…..CROKK…..suara penis yang memompa di vagina yang sudah becek mulai terdengar dengan keras.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Payudaraku berguncang-guncang dengan keras, tanganku mencakar-cakar punggung beliau sambil memalingkan kepalaku ke kiri dan ke kanan bergantian karena nikmat yang luar biasa.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
CROK…CROK …CROK …CROK …CROK ….CROK…CROK ….CROK</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Genjotan penis pak Yanto semakin cepat dan keras sedangkan vaginaku semakin becek. Kurasakan kasur dan sprei di bawah pantatku sudah sangat basah oleh cairan yang aku keluarkan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“OOOOOooooohhhhhhhhhhh ….R…Ri..ina…su ..sud..dah mau …sampe …paaa” Kataku saat gelombang nikmat yang melandaku semakin besar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Euhhh…euhhh….euh…OOOOOOOOOOOOOOOOOHHHHHHHHH” Badanku bergetar dengan keras saat mengalami orgasme pertamaku dari penetrasi penis seorang pria.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ennngggggghhhhhhhhh …..” Aku mengerang pelan sambil menggigit-gigit jari telunjukku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Untuk sejenak aku seperti orang yang kehilangan kesadaran, pikiranku hanya terfokus untuk merasakan kenikmatan luar biasa yang baru pertama kalinya kualami.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku mulai tersadar kembali saat merasakan ciuman dan kecupan pak Yanto pada kuping, leher dan putting susuku. Beliau tetap memompakan penisnya pada liang senggamaku dengan irama yang teratur walaupun tidak secepat sebelumnya, untuk menjaga gairah kami berdua.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Euhhh……………euh……..euhhh…….euhhh” aku mulai mengeluarkan suara lenguhan lagi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pak Yanto menaikkan frekuensi pompaannya tetapi masih dengan kecepatan yang sama.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Uuuuuhhhhhh….Uhhhhhh…Uhhhhhhh….Uhhhhhh” Lenguhanku makin keras dan panjang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
CROK…CROK …CROK …CROK …CROK ….CROK…CROK ….CROK… Vaginaku sudah becek lagi</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Bapaaaaaaaa…. Ohhh….ohhhh….ohhhh….ohhhhhh….enak sekali paaaaa….ohhhhhhh”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
CROK…CROK …CROK …CROK …CROK ….CROK…CROK ….CROK</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“AHHHHH……..AHHHHHHHHH……AHHHHHH……..Ohhhh….Ohhhhhhhh”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku hanya bisa melolong-lolong nikmat dengan semakin cepatnya pompaan penis beliau.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pak Yanto merubah posisinya menjadi berjongkok di depan selangkanganku dan menaikkan kedua kakiku ke bahunya. Pompaan penisnya sekarang menjadi sangat panjang dan dalam seolah-olah akan mengobrak-abrik rahimku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“OOOOOOOOHHHH…….euhhhh……..OHHHHHHHHHH….OHHHHHHHHHHHH….”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kembali hanya lolongan nikmat yang bisa kuperdengarkan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Aduhhh Bapaaaa…..Rina ini diapaiiinnnnn….nikmat sekaliiii …..ohhhh….ohhh….” Aku mulai meracau.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kedua tanganku tidak bisa lagi memeluk pak Yanto, sehingga akhirnya aku hanya bisa mencakar-cakar seprei atau meremas-remas bantal penyangga kepalaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“AARRRRHHHKKKKKKK …… RINA SUDAH GA TAHAAAAN …..” Aku menjerit nikmat sekali lagi saat orgasme keduaku datang</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Se…se..bentar Rin…ss..ssa..ya juga sudah mau keluaaarrrr…” Kata pak Yanto dengan sedikit terbata-bata.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kurasakan gerakan penisnya pak Yanto sudah tidak teratur lagi dan lebih sering berlama-lama di dalam setiap kali pompaan masuk. Penis beliau mulai berdenyut denyut dan kurasakan tubuhnya mulai bergetar keras.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“AHHHHHHHHH …..saya kke …ke..keluarrrrrr” Pak Yanto berteriak tertahan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
SROTTT….SROOOOOOOT….SRROOOOT…crot…crot…crot…</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kurasakan ada semprotan cairan hangat membanjiri ke dalam rahimku melengkapi kenikmatan orgasme kedua yang aku alami.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mataku berputar hingga kelihatan putihnya saja sambil mencoba menikmati sisa-sisa gelombang kenikmatan yang pelan-pelan menyusut. Ketika pandanganku sudah pulih, kulihat pak Yanto sedang menciumi payudaraku dan putting susunya. Melihatku sudah “kembali” pak Yanto lalu mencium bibirku dengan lembut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Udah enakan sayang …” bisiknya</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Enaaak sekali pa…” Kataku dengan tersenyum malu .</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kami lalu berciuman dan berpelukan sambil bergulingan di tempat tidur untuk melepaskan sisa-sisa gairah dan birahi yang masih ada.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah berahi kami mereda, pak Yanto mengambil handuk yang sudah dibasahi dengan air hangat dari kamar mandi Hotel. Dengan telaten beliau membersihkan noda-noda darah, cairan vaginaku dan juga air mani beliau yang keluar lagi dari liang senggamaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Uhhhhhhhhh…..” Aku melenguh pelan merasakan nikmatnya gesekan handuk hangat pada daerah vagina dan selangkanganku yang dilakukan dengan penuh perhatian oleh pak Yanto.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Begitu beliau selesai membersihkanku, aku ulurkan kedua tanganku ke arah beliau sebagai tanda aku ingin dipeluknya. Pak Yanto kemudian menindihku lagi lalu kami saling berciuman dan berpelukan seolah-olah tidak ingin saling melepaskan yang lainnya. Tidak tahu berapa lama kami berciuman akhirnya aku tertidur pulas karena kelelahan di dalam pelukannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pelan-pelan aku membuka mataku saat terbangun dari tidurku yang sangat lelap, kulihat langit di luar jendela kamar hotel sudah berwarna kuning menandakan sudah menjelang sore. Artinya aku tertidur hampir 3 sampai 4 jam sejak tadi siang di mana saat yang masih kuingat dengan jelas adalah ketika kurasakan badanku merasa panas lalu dibopong oleh pak Yanto ke tempat tidur.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku tersenyum sendiri saat menyadari bahwa sekarang aku dan pak Yanto sedang tidur berpelukan dalam keadaan sama-sama bertelanjang bulat. Akhirnya pak Yanto mau juga mencumbuku, bukan hanya memeluk dan menciumku saja seperti beberapa hari terakhir ini. Saat aku coba bangkit untuk ke kamar mandi, aku kaget ketika merasakan ngilu pada vaginaku, bukan hanya di bagian luar tetapi juga sampai ke dalam-dalamnya. Kadang-kadang memang vaginaku sering ngilu sehabis petting dengan tunanganku, tetapi hanya bagian luarnya saja karena kami memang tidak sampai penetasi,</div>
<div style="text-align: justify;">
Tiba-tiba perasaanku menjadi tidak enak, berapa jauh tadi aku dan pak Yanto bercumbu ?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku memang berharap bisa bercumbu dengan pak Yanto, tapi hanya sejauh melakukan petting seperti halnya aku dengan tunanganku. Aku masih takut dan merasa belum siap untuk melakukan hubungan badan dengan siapapun. Dalam kebingungan aku coba mencari pakaianku, tapi aku tidak menemukannya kecuali blazerku yang tergantung di kursi. Malah aku melihat ada handuk putih dari hotel yang bernoda merah-merah seperti darah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku coba kembali melihat ke sekelilingku, kulihat ada noda-noda merah yang sudah mengering di sprei tempat tidur serta bercak-bercak cairan lainnya yang berwarna putih dan yang berwarna kekuningan, keduanya juga sudah mengering. Tapi kalau aku pegang, sprei dan kasur di bagian itu masih terasa lembab dan baunya seperti campuran bau kemaluanku ditambah air mani laki-laki. Akhirnya aku bisa memastikan bahwa aku dan pak Yanto sudah berhubungan badan, bukan hanya melakuan petting seperti yang tadinya kuharapkan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Perlahan-lahan bagian demi bagian dari ingatanku mulai pulih, aku mulai bisa mengingat bagaimana awal proses terjadinya persetubuhan kami sampai aku bisa juga mengingat rasanya kenikmatan yang aku reguk bersama pak Yanto. Sepanjang ingatanku yang mulai pulih itu, tidak ada satupun paksaan yang dilakukan pak Yanto kepadaku, malah aku yang memancing pak Yanto melakukanya karena aku saat itu sangat menginginkannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Betulkah aku menginginkannya ?</div>
<div style="text-align: justify;">
Aku memang diam-diam menyimpan rasa kagum yang sangat besar kepada pak Yanto dan bisa dikatakan menyayanginya bukan sekedar sebagai bossku saja. Sehingga kebersamaan dengan beliau beberapa hari ini menjadi hari yang terindah bagiku karena bisa bersama-sama seperti sepasang kekasih. Bukan hanya berpengangan tangan saja, tapi dari tiga hari pertemuan kami sudah saling bertaut bibir, tapi walaupun begitu pak Yanto sama sekali tidak terlihat kesan ingin meniduriku. Selama kami berciumanpun, beliau tidak pernah meraba-raba atau meremas-remas bagian tubuhku yang lain selain memelukku saja.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mengingat semua yang sudah terjadi aku mulai menangis karena merasa sangat sedih dan takut akan menghancurkan rencana hidupku sendiri ke depan. Aku menangis tersedu-sedu sambil meringkuk dengan badan telanjang bulat di ranjang sambil membelakangi pak Yanto yang masih tertidur.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Riin, Rina … kenapa kamu sayang ?” Tiba-tiba kudengar suara pak Yanto bertanya dibelakangku, rupanya beliau terbangun karena mendengar tangisanku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku merasakan tangannya mengelus-elus rambutku dan mengusap air mata yang membasahi pipiku, perhatian beliau membuatku semakin sedih sehingga tangisanku semakin menjadi-jadi. Akhirnya pak Yanto menarik tubuh telanjangku ke arahnya untuk kemudian dipeluknya dengan penuh kasih sayang. Kepalaku dibuatnya bersandar dengan nyaman di dadanya yang bidang sedangkan tubuhku dirapatkannya ke tubuhnya sehingga aku merasa lebih hangat dan nyaman. Tanganya dengan lembut mengelus-elus rambut dan punggungku sambil sesekali mengecup ubun-ubunku. Dalam kehangatan pelukan beliau, perlahan-lahan aku mulai bisa mengendalikan kesedihanku dan mencoba untuk berpikir lebih jernih tentang kejadian yang menimpaku ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Meskipun aku merasa sangat terpukul karena ternyata aku telah berhubungan badan dengan pak Yanto di luar kendaliku, tapi aku memang ingat melakukannya secara sukarela sehingga tidak bisa aku marah kepada beliau. Satu-satunya orang yang harus aku marahi adalah diriku sendiri yang telah membiarkan diriku berada dalam situasi yang memungkinkan semua ini terjadi. Sekarang yang harus aku lakukan adalah bagaimana caranya supaya kejadian hari ini tidak merusak rencana hidupku. Satu-satunya orang yang bisa aku ajak bicara tentang hal ini tentu saja hanya pak Yanto karena aku sendiri sama sekali tidak ingin ada orang lain yang tahu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Rina… saya minta maaf kalau sudah membuat kamu sedih dengan apa yang telah kita lakukan tadi” Bisik pak Yanto di telingaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Rina juga salah Pa … Karena Rina yang memberi isyarat duluan ingin dicumbu oleh Bapa” Jawabku dengan masih terisak-isak.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Rina udah merelakan kok keperawanan Rina diambil oleh Bapa …. Yang membuat Rina sedih adalah apakah hidup Rina ke depannya masih tetap akan sama sesuai dengan yang Rina rencanakan ?” Lanjutku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Beliau kemudian bertanya apa saja yang dimaksud dengan rencanaku ke depan itu ? Aku bilang yang paling berhubungan langsung dengan kejadian hari ini adalah rencana perkawinanku dengan tunanganku tahun depan. Beliau kemudian bertanya bagaimana cara pacaran kami, dengan malu-malu aku katakan bahwa kami sudah melakukan semuanya kecuali penetrasi dengan frekuensi yang cukup sering. Tunanganku juga suka memperlihatkan video-video porno orang bersetubuh dengan berbagai posisi untuk memancing berahiku dan minatku untuk bersetubuh.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dari situ beliau mengerti kenapa aku tadi begitu agresif padahal masih perawan dan menyarankan kepadaku untuk tetap tidak mengijinkan tunanganku melakukan penetrasi sampai menikah kelak. Beliau menyarankan hal ini karena orang yang sudah pernah berhubungan badan, cenderung lebih mudah di ajak berhubungan badan lagi saat gairah berahinya sedang meningkat karena sudah punya pengalaman bagaimana menuntaskannya. Di lain pihak beberapa laki-laki malah suka jadi curiga kalau asalnya menolak dengan gigih tiba-tiba menjadi mudah memberikan. Mengenai robeknya selaput daraku, beliau menawarkan untuk membiayai operasi atau membelikan implant selaput dara buatan (synthetic hymen) buatan jepang atau china.</div>
<div style="text-align: justify;">
Menurut pendapat beliau, rencanaku akan tetap bisa berjalan dengan syarat yang sederhana saja yaitu: jangan ada yang sampai tahu kejadian ini, khususnya tunanganku dan sikapku juga jangan sampai berubah terlalu drastis karena kejadian ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Obrolan dengan beliau serasa menjadi air dingin yang menyejukkan hatiku sehingga tiba-tiba rasa sedih, takut dan gelisah yang tadi dengan hebat melandaku seperti hilang tanpa bekas. Aku sekarang bisa melanjutkan ngobrol dengan bossku sama cerianya dengan sebelumnya , hanya perbedaannya adalah sekarang kami mengobrol di atas ranjang dalam keadaan telanjang bulat dengan badan yang menempel satu sama lain. Begitu seringnya aku melakukan petting membuatku tidak canggung lagi telanjang bulat di depan bossku ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Tapi kalau Rina lagi sangat pengen untuk begituan, bagaimana doong ?” Tanyaku manja.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ya tahan dong … jangan sampai jebol” Jawab pak Yanto sambil tertawa</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Iiiihhh … Bapa mulai ketauan mau buang badan dan ga bertanggung jawab !” Balasku dengan muka merengut manja.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ya udah … ini karyawan bukannya melayani boss, tapi malah minta dilayani bossnya sampe ke ranjang” Lanjutnya “Rina mau kasih isyarat apa kalo lagi pengen ? Soalnya kita hanya bisa melakukannya di jam Kantor karena setiap sore kamu dijemput tunangannya kan ?”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Akhirnya obrolan kami dilanjutkan dengan gurauan mengenai cara-cara memberi isyarat satu sama lain kalau masing-masing sedang ingin bersetubuh. Pak Yanto juga bilang bahwa dia sangat menyukai bentuk payudaraku dan bentuk daging vagina luarku (labia mayora) yang tebal sehingga dia tidak bisa menahan diri untuk selalu melototinya setiap ada kesempatan. Sekarang beliau sangat senang karena bisa menikmati payudaraku dan vaginaku secara langsung, bukan hanya dilihat dari luar saja.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Obrolan tentang “rencana bersetubuh” ini membuat gairah kami mulai bangkit kembali sehingga obrolan kami berganti dengan berciuman sambil berpelukan. Aku harus akui bahwa teknik berciuman pak Yanto sangat mudah membangkitkan gairah wanita manapun termasuk aku. Hanya dengan berciuman beberapa menit saja, aku mulai merasakan kemaluanku mulai lembab dan putting susuku mengeras sebagai pertanda berahiku sudah datang kembali.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kali ini aku coba memegang kendali dengan menindih pak Yanto terlebih dahulu sebelum beliau menyadarinya. Ciuman demi ciuman aku lakukan kepada beliau sambil menggesek-gesekkan kemaluanku dengan kemaluannya pak Yanto yang masih belum mengeras. Tiba-tiba pak Yanto mengangkat tubuhku sehingga wajahnya menjadi lebih dekat dengan dadaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Aaaahhhhhh ….” Aku hanya sanggup mendesah saat kedua payudaraku di remas-remas dengan kedua tanganya sedangkan putting susuku bergantian dihisapnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Rina… kita enam-sembilanan yu ? Biar penis saya bisa cepat bangun …” Ajak pak Yanto kepadaku</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku hanya mengangguk dan tersenyum sambil tetap memberi isyarat tetap ingin berada di atas beliau. Tanpa menunggu tanggapan beliau aku kemudian memutar tubuhku dan menyodorkan kemaluanku sedekat mungkin dengan wajahnya. Dengan lahap aku mulai memasukkan penisnya yang masih lunak ke dalam mulutku. Layanan pertama adalah dengan menyedot-nyedot penis tersebut selama di dalam mulutku, setelah mulai mengerasa aku mulai mengocoknya dalam rongga mulutku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah mengeras, ternyata penis pak Yanto menjadi sangat lebar sehingga dalam sekejap rongga mulutku seperti dipenuhi oleh penis beliau sampai aku sempat terbatuk-batuk karenanya. Akhirnya aku harus bergantian menjilatinya dengan mengemutnya karena kalau diemut terus, aku hampir tidak bisa bernafas. Belum lagi karena “serangan” bossku di vaginaku dan serangan tambahan di seputar payudaraku yang memaksaku untuk sering menjerit-jerit nikmat karenanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Penis pak Yanto kurasakan sudah cukup keras dalam mulutku, demikian juga vaginaku sudah basah dan cukup merekah untuk mulai bersetubuh. Aku kembali memutar badanku sambil tetap memegang penis beliau dengan tangan kananku. Pelan-pelan aku turunkan selangkanganku ke arah penis dalam tanganku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
BLESSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSS …………..</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“UUUUUUUHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHH ……...” Aku melenguh keras saat merasakan senti demi senti masuknya penis pak Yanto ke dalam liang senggamaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah seluruh batang penis beliau masuk ke dalam liang senggamaku hingga ke pangkalnya, aku tidak langsung bergerak tapi mencoba menikmati penetrasi ini sambil belajar mengenali penis pak Yanto sebagai pengunjung pertama ke dalam rahimku. Lebarnya penis beliau membuatku harus mengangkangkan selangkanganku lebar-lebar agar proses masuknya tidak terjepit oleh otot vaginaku, aku juga merasakan seolah-olah liang senggamaku disumpal sampai sesak oleh segumpal daging hangat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ohhhh …hmmmmmm…..ohhhhh….ohhhh….hmmmmm” Aku menggeliat nikmat merasakan kehangatan penis pak Yanto di dalam organ paling pribadiku itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah aku anggap cukup menikmati penis beliau dalam keadaan diam, aku mulai menggerakkan selangkanganku naik dan turun dengan perlahan sehingga seluruh dinding liangku bergesekan dengan kulit batang dan kepala penisnya dari atas ke bawah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Aduuuhhhhh… ahhh……ohhhhh…ooohhhhh” Aku sangat menikmati gesekan batang penis beliau dengan dinding liang senggamaku dalam gerakan perlahan ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Penis pak Yanto dipenuhi oleh urat-urat pembuluh darah yang menonjol dan keras saat berereksi, bentuk urat ini mirip akar pohon beringin yang menjalar ke mana-mana mengelilingi seluruh batang penis seperti ulir. Gesekan batang penis berulir ini menghasilkan sensasi nikmat yang tidak bisa diperkirakan karena adanya tekanan yang berbeda-beda.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Semakin lama semakin kupercepat gerakan naik dan turunku sampai sekuat yang aku mampu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Heehhhh….heehhh….Ohhhhh….. heehhhh…ohhhhh….heehhhh…Oohhhh…ohhhh…Hehhhh…” Dengusan nafasku yang memburu karena gerakan naik turunku terdengar bersusulan dengan erangan-erangan nikmatku yang tak kalah kerasnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Payudaraku yang cukup besar menjadi bergoyang-goyang dengan kencang disebabkan oleh guncangan dari aktivitas naik-turunku. Pak Yanto kemudian membantuku dengan menahan payudaraku agar tidak terlalu bergoyang dengan ditambahnya sedikit remasan-remasan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Heehhh…hehhh…hehh…Ohhhh…ohhhh..hehhh…Ohhhh.ohhhh …ohhh…hehhh...hehhhh…” Aku menjadi semakin bersemangat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Keringatku mulai bercucuran dan pelan-pelan tenagaku mulai terkuras oleh aktivitasku sendiri tetapi rasa cape segera tergantikan dengan kenikmatan yang begitu besarnya. Secara bertahap aku mulai mengurangi kecepatan naik-turunku dan mengantikannya dengan gerakan naik yang perlahan yang dilanjutkan dengan bantingan turunnya selangkanganku yang cepat sehingga aku seperti menancapkan pasak ke jantungku sendiri. Sesampainya di bawah, pinggulku tidak segera aku naikkan lagi tetapi melakukan gerakan-gerakan berputar yang mengakibatkan kepala penis pak Yanto seolah-olah ingin melobangi rahimku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ooooohhhhhhhh……….Paaaaaa……Enak sekali……..Oohhhhhhh…Ooooooooooooohhhhh” Pilihan gerakan ini membuatku melolong-lolong dengan keras saking nikmatnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pak Yanto kembali membantuku dengan mengangkat pinggulnya saat aku menurunkan selangkanganku atau memutar pinggulnya berlawanan dengan arah putaran pinggulku yang melipat gandakan kenikmatanku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Gelombang orgasmeku akhirnya datang dengan bergulung-gulung tak tertahankan lagi membuatku sama sekali tidak mampu bergerak.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“OOOOOOOOOHHHHHHHHHHHHHHHH…..RINAAAA….UDAAAHH DAPET…OOOOHHHHHH” Aku hanya bisa melolong lagi dalam kenikmatan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kedua kakiku mulai menjadi gemetar dengan kerasnya sehingga tidak mampu lagi menahan berat tubuhku sendiri yang sedang berjongkok mengankangi selangkangan pak Yanto. Akhirnya badanku rubuh menindih beliau yang langsung menghujaniku dengan ciuman-ciuman mesranya dan pelukan yang hangat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Aduuuhh bapaa… enak sekali….tapi capenya itu minta ampun..” Kataku manja</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Makanya jangan sering-sering main di atas sayang…” Balas pak Yanto sambil menyeka keringat yang bercucuran di keningku.</div>
<div style="text-align: justify;">
Beliau lalu bilang bahwa dia belum dapet orgasmenya atau ejakulasi, tapi dia akan menunggu sampai aku sudah pulih staminanya. Sambil menunggu “babak kedua”, pak Yanto lalu bangkit dari posisi berbaringnya menjadi posisi duduk sedangkan aku tetap berada dipangkuannya tanpa memisahkan penis dari vaginaku. Dengan demikian sekarang posisi kami menjadi saling berhadapan satu dengan lainnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam posisi yang baru kami kembali berciuman dan berpelukan, bukan hanya bibirku saja yang di sasar tapi juga kuping, leher dan putting susuku. Aku terpaksa menggeliat-geliat nikmat dalam pangkuannya karena merasa geli dengan “aneka serangan” yang dilakukan oleh beliau.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ouchhhhh… shhhh….geli bapaaa…ohhhh…mmppphhhhhh…ohhhhh….ahhhhhh…shhhhh” Aku benar-benar sangat menikmati cumbuan beliau saat itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ciuman, belaian, remasan dan pelukan yang kami lakukan akhirnya mulai menaikkan kembali gairah dan staminaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ohhhh…Rina sudah ga tahan paaa….setubuhi lagi Rina ….paa…ohhhh……” Aku merintih-rintih meminta segera disetubuhi lagi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pak Yanto kemudian mengajakku untuk mencoba doggy style, aku dimintanya untuk berbalik dan menungging ke arahnya. Dengan dibantu pak Yanto aku mencoba bangkit dari pangkuannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ahhhhhh…..” Desahku saat penis beliau terserabut dari liang senggamaku dan aku lihat penisnya masih berdiri dengan kerasnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku segera berbalik dan merangkak membelakangi pak Yanto yang sekarang dalam posisi berlutut sambil mengocok-ngocok penisnya. Beliau kemudian meraih pinggulku agar lebih dekat dengan badannya dan mengarahkan penisnya langsung ke dalam liang senggamaku yang sudah merekah ranum.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
BLESSSSSSSSSSSSSSS……………</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“UHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHH……Bapaaaaa…..” Aku mengerang nikmat</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kurasakan penis pak Yanto mulai bergerak maju mundur di dalam liang senggamaku, beliau tidak hanya menggerakkan pinggulnya untuk memompakan penisnya tetapi juga menarik dan mendorong badanku yang melalui pinggulku yang dipegangnya. Akibatnya badanku ikut bergerak maju-mundur juga dan payudaraku menjadi berayun-ayun seperti buah pepaya yang akan jatuh dari pohonnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Enaaaak paaaa…. Aduhhhhhh…..enak…..ohhhhhhhh”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
PLEK…PLEK….PLEKKK…PLEK… kudengar bunyi pantatku yang beradu dengan kulit paha dan selangkangan pak Yanto.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ohhhhh…Ohhhhhh…ohhhhh….ohhhhh…..paaaa….bapaaaa…ohhhh…”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kedua pangkal pahaku mulai basah oleh cairan yang keluar dari vaginaku dan pelan-pelan mulai mengalir ke bawah. Tangan dan kakiku mulai tidak kuat menyangga tubuhku dari tekanan pompaan penisnya, sehingga akhirnya aku terjerembab ke depan menjadi setengah tengkurap. Pak Yanto sepertinya tidak peduli, beliau hanya menarik sedikit pantatku agar posisinya sedikit nungging ke atas dan terus memompakan penisnya tanpa henti.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Bapaaa ….ampunnn….ohhhh…ohhhh…ohhhh….” Aku merintih nikmat dan mulai kewalahan dengan gencarnya pompaan penis pak Yanto.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Euhhh…. Euhhh… Euhhh… Euhhh… Euhhh… Euhhh…”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pompaan penis pak Yanto mulai tidak teratur, sedangkan penisnya mulai terasa berdenyut,mungkin sebentar lagi beliau akan ejakulasi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“BAPAAAAAA…. OHHHHH….. PAAAAAA… ARKKKHHHHHHHH…RINAA..D..DAPET DULUAAAAN….HHHHH” Denyutan penis pak Yanto justru membuat aku mendapatkan orgasmeku duluan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Rina …s..ss..sa…saya juga …akan .. keluarr….AHHHHHH….” Beliau juga berejakulasi pada saat bersamaan dengan orgasmeku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
SRROOOOT ….SROOOOOT ….. SROOOOT…srot…srrrt…srtt</div>
<div style="text-align: justify;">
Serentetan semburan air mani kurasakan membasahi rahimku, meresap ke dalam tubuhku meninggalkan kenikmatan tak terhingga. Saat aku sedang melayang-layang, pak Yanto mencabut penisnya dan membalik tubuhku sampai terlentang lalu memasukkan kembali penisnya ke dalam liang senggamaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Belakangan aku tahu bahwa pak Yanto sangat menyukai romantic chit-chat after coitus, yaitu obrolan romantis sehabis bersetubuh dengan kondisi penis yang belum dicabut. Aku juga akhirnya bisa ikut menikmatinya dan hal inilah yang selalu membuatku kangen kepada beliau untuk mengajaknya bersetubuh lagi walaupun aku sudah menikah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kami kemudian berpelukan dan berciuman dengan berlumur keringat masing-masing. Pak Yanto menanyakan jadwal menstruasiku dan seberapa teratur jaraknya. Aku bilang bahwa minggu depan paling telat hari kamis adalah jadwal menstruasiku yang biasanya berjarak 28 – 30 hari dari yang satu ke berikutnya. Beliau terlihat lega mendengar jawabanku, sehingga aku dengan keheranan bertanya balik kenapa beliau seperti itu. Sambil tersenyum beliau menjelaskan bahwa dia tidak perlu memberikan aku pil anti hamil karena aku sedang tidak subur walaupun berkali-kali disirami benihnya di rahimku.</div>
<div style="text-align: justify;">
Beliau juga mengajak aku untuk menginap dengannya sampai akhir hari minggu atau tiga malam lagi padahal tugasku hanya tinggal satu malam saja. Tentu saja aku dengan antusias menerimanya, walaupun aku harus memikirkan alasan yang aku pakai kepada tunanganku yang tentunya harus puasa petting denganku seminggu penuh.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Malam itu juga aku diminta check-out dari dan pindah ke hotel beliau, beliau juga mengajakku belanja baju-baju baru karena akan ada 3 hari 2 malam tambahan. Beliau juga memilihkan aku lingerie yang bisa menonjolkan payudaraku dan gundukan daging vaginaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Saat mengantarku untuk chek-out dan mengambil barang-barangku yang ada di hotel, beliau mengajakku bersetubuh lagi di kamar hotelku. Tapi aku dengan halus menolaknya karena vaginaku benar-benar masih ngilu oleh dua kali persetubuhan siang dan sore tadi. Aku menawarkan oral seks sebagai gantinya dan beliau menyetujuinya dengan syarat aku harus menelan seluruh air mani beliau.</div>
<div style="text-align: justify;">
Malam-malam berikutnya merupakan hari yang penuh kenikmatan dan keringat, setiap persetubuhan dengan beliau merupakan petualangan baru untukku. Pak Yanto benar-benar sangat pandai menaklukan wanita tepat di hatinya, terlepas dari kenyataan bahwa beliau menyelingkuhi istrinya. Walaupun beliau tidak pernah mau membicarakan tentang komitmen hubungan yang lebih serius, tapi aku dan mungkin juga wanita-wanita pak Yanto lainnya tidak berani menuntut lebih karena justru takut kehilangan beliau.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hubunganku dengan pak Yanto terus berlanjut waktu kembali ke kantor dan aku diberi tahu bahwa aku bukan satu-satunya karyawan yang beliau tiduri. “Jatahku” kebanyakan adalah di jam kantor bergiliran dengan sekretaris beliau, sedangkan sex after office hour merupakan “jatah” Manajer dan General Manajer yang juga atasanku. Walaupun diperlakukan demikian, entah kenapa kami bisa menerimanya , mungkin karena kami tetap bisa meneruskan sisi kehidupan kami yang lainnya dengan lebih tenang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah menikah, aku berniat meminta jatah untuk di hamili beliau seperti yang juga diminta oleh teman-teman wanitanya yang lain yang sudah punya suami. Aku mengetahui hal ini karena tanpa sengaja pernah melihat album pribadi beliau di laptopnya yang berisi folder yang diberi nama karyawan-karyawan wanitanya termasuk aku dan beberapa wanita lain yang tidak aku kenal. Folder itu berisi foto-foto momen pribadi pak Yanto masing-masing orang tapi khusus pada folder karyawan wanita yang sudah menikah juga berisi foto-foto anaknya yang diperoleh setelah jadi karyawan di kantorku.</div>
<div style="text-align: justify;">
Tapi rupanya aku tak perlu menunggu lama-lama, benih yang beliau sebar di rahimku pada waktu “latihan malam pertama” ada yang berhasil membuahi telurku. Hal ini mungkin terjadi karena hari-hari kami melakukan latihan justru pada saat periode suburku, sedangkan suamiku menyetubuhiku justru pada masa tidak suburku. Bahkan aku sudah tidak sempat mengalami menstruasi lagi setelah menikah dan dinyatakan hamil satu bulan setelah hari pernikahan kami dengan benih dari bossku sendiri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
TAMAT</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1918422191489806551.post-2448907708989272882012-08-06T02:43:00.003-07:002012-08-06T02:43:49.123-07:00Cerita sex Vivi, Istri Cantik yang Kecewa dengan Suami<br />
<div style="text-align: justify;">
Perkenalkan nama saya Nendi umur 29 tahun, saya bekerja di sebuah hotel berbintang tiga di kota “B”. Seperti kebanyakan orang bekerja yang kadang membuat kita jenuh, untuk mengatasinya aku sering mengunjungi situs sumbercerita.com ini, sampai akhirnya saya terobsesi untuk menulis cerita ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Cerita ini berawal dari pulang kemalaman dengan seorang sekretaris teman sekantor di bagian lain, namanya Vivi berperawakan sintal dengan kulit putih dan tinggi badan yang sedang-sedang saja sekitar 165 cm. Sebetulnya Vivi bukanlah tipe orang yang ramah walaupun dia seorang sekretaris, mungkin karena om-nyalah dia ada di posisi tersebut. Oh ya, Vivi juga sudah menikah kira-kira satu setengah tahun yang lalu, dan saya pernah beberapa kali ketemu dengan suaminya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pagi itu pada saat jam masuk kantor aku berpapasan dengannya di pintu masuk, seperti biasa kita saling tersenyum dan mengucapkan selamat pagi. Ah lucu juga kita yang sudah kenal beberapa tahun masih melakukan kebiasaan seperti itu, padahal untuk hitungan waktu selama tiga tahun kita harus lebih akrab dari itu, tapi mau bagaimana lagi karena Vivi orangnya memang seperti itu jadi akupun terbawa-bawa, aku sendiri bertanya-tanya apakah sifatnya yang seperti itu hanya untuk menjaga jarak dengan orang-orang di lingkungan kerja atau memang dia punya pembawaan seperti itu sejak lahir.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mungkin saat itu aku sedang ketiban mujur, tepat di pintu masuk entah apa penyebabnya tiba-tiba saja Vivi seperti akan terjatuh dan refleks aku meraih tubuhnya dengan maksud untuk menahan supaya dia tidak benar-benar terjatuh, tapi tanpa sengaja tanganku menyentuh sesuatu di bagian dadanya. Setelah dapat berdiri dengan sempurna Vivi memandang ke arahku sambil tersenyum, ya ampun menurutku itu merupakan sesuatu yang istimewa mengingat sifatnya yang kuketahui selama ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Terima kasih Pak nendi, hampir saja aku terjatuh.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Oh, nggak apa-apa, maaf barusan tidak sengaja.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Tidak apa-apa.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Seperti itulah dialog yang terjadi pagi itu. Walaupun nggak mau mikirin terus kejadian tersebut tapi aku tetap merasa kurang enak karena telah menyentuh sesuatu pada tubuhnya walaupun nggak sengaja, waktu kutengok ke arah meja kerjanya melalui kaca pintu ruanganku dia juga kelihatannya kepikiran dengan kejadian tersebut, untung waktu masuk kerja masih empat puluh lima menit lagi jadi belum ada orang, seandainya pada saat itu sudah banyak orang mungkin dia selain merasa kaget juga akan merasa malu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku kembali melakukan rutinitas keseharian menggeluti angka-angka yang yang nggak ada ujungnya. Sudah kebiasaanku setiap tiga puluh menit memandang gambar panorama yang kutempel dikaca pintu ruanganku untuk menghindari kelelahan pada mata, tapi ternyata ada sesuatu yang lain di seberang pintu ruanganku pada hari itu, aku melihat Vivi sedang memandang ke arah yang sama sehingga pandangan kami bertemu. Lagi, dia tersenyum kearahku, aku malah jadi bertanya-tanya ada apa gerangan dengan cewek itu, aku yang geer atau memang dia jadi lain hari ini, ah mungkin hanya pikiranku saja yang ngelantur.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jam istirahat makan seperti biasa semua orang ngumpul di EDR untuk makan siang, dan suatu kebetulan lagi waktu nyari tempat duduk ternyata kursi yang kosong ada di sebelah Vivi, akhirnya aku duduk disana dan menyantap makanan yang sudah kuambil. Setelah selesai makan, kebiasaan kami ngobrol ngalor-ngidul sambil menunggu waktu istirahat habis, karena aku duduk disebelah dia jadi aku ngobrol sama dia, padahal sebelumnya aku males ngobrol sama dia.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Gimana kabar suaminya vi?” aku memulai percakapan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Baik pak.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Trus gimana kerjaannya? masih di tempat yang dulu?”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Sekarang sedang meneruskan studi di amerika, baru berangkat satu bulan yang lalu.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Oh begitu, baru tahu aku.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ingin lebih pintar katanya pak.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ya baguslah kalau begitu, kan nantinya juga untuk mesa depan berdua.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Iya pak.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah jam istirahat habis semua kembali ke ruangan masing-masing untuk meneruskan kerjaan yang tadi terhenti. Akupun kembali hanyut dengan kerjaanku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pukul setengah tujuh aku bermaksud beres-beres karena penat juga kerja terus, tanpa sengaja aku nengok ke arah pintu ruanganku ternyata Vivi masih ada di mejanya. Setelah semua beres akupun keluar dari ruangan dan bermaksud untuk pulang, aku melewati mejanya dan iseng aku nyapa dia.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Kok tumben hari gini masih belum pulang?”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Iya pak, ini baru mau pulang, baru beres, banyak kerjaan hari ini”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku merasakan gaya bicaranya lain hari ini, tidak seperti hari-hari sebelumnya yang kalau bicara selalu kedengaran resmi, yang menimbulkan rasa tidak akrab.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ya udah kalo begitu kita bareng aja.” ajakku menawarkan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Tidak usah pak, biar aku pulang sendiri saja.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Nggak apa-apa, ayo kita bareng, ini udah terlalu malam.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Baik Pak kalau begitu.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sambil berjalan menuju tempat parkir kembali kutawarkan jasa yang walaupun sebetulnya niatnya hanya iseng saja.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Gimana kalo vivi bareng aku, kita kan searah.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Nggak usah pak, biar aku pakai angkutan umum atau taksi saja.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Lho, jangan gitu, ini udah malem, nggak baik perempuan jalan sendiri malem-malem.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Baik kalau begitu pak.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Di sepanjang jalan yang dilalui kami tidak banyak bicara sampai akhirnya aku perhatikan dia agak lain, dia kelihatan murung, kenapa ini cewek.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Lho kok kelihatannya murung, kenapa?” tanyaku penasaran.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Nggak apa-apa pak.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Nggak apa-apa kok ngelamun begitu, perlu teman buat ngobrol?” tanyaku memancing.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Nggak ah pak, malu.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Kok malu sih, nggak apa-apa kok, ngobrol aja aku dengerin, kalo bisa dan perlu mungkin aku akan bantu.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Susah mulainya pak, soalnya ini terlalu pribadi.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Oh begitu, ya kalo nggak mau ya nggak usah, aku nggak akan maksa.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Tapi sebetulnya memang aku perlu orang untuk teman ngobrol tentang masalah ini.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ya udah kalo begitu obrolin aja sama aku, rahasia dijamin kok.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ini soal suami aku pak.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ada apa dengan suaminya?”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Itu yang bikin aku malu untuk meneruskannya.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Nggak usah malu, kan udah aku bilang dijamin kerahasiaannya kalo vivi ngobrol ke aku.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Anu, aku sering baca buku-buku mengenai hubungan suami istri.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Trus kenapa?”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“aku baca, akhir dari hubungan badan antara suami istri yang bagus adalah orgasme yang dialami oleh keduanya.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Trus letak permasalahannya dimana?”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Mengenai orgasme, aku sampai dengan saat ini aku hanya sempat membacanya tanpa pernah merasakannya.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku sama sekali nggak pernah menduga kalo pembicaraannya akan mengarah kesana, dalam hati aku membatin, masa sih kawin satu setengah tahun sama sekali belum pernah mengalami orgasme? timbul niatku untuk beramal:-)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Masa sih vi, apa betul kamu belum pernah merasakan orgasme seperti yang barusan kamu bilang?”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Betul pak, kebetulan aku ngobrolin masalah ini dengan bapak, jadi setidaknya bapak bisa memberi masukan karena mungkin ini adalah masalah laki-laki.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ya, gimana ya, sekarang kan suami vivi lagi nggak ada, seharusnya waktu suami vivi ada barengan pergi ke ahlinya untuk konsultasi masalah itu”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Pernah beberapa kali aku ajak suami aku, tapi menolak dan akhirnya kalau aku singgung masalah itu hanya menimbulkan pertengkaran diantara kami.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tanpa terasa jam sudah menunjukkan pukul delapan malam, dan tanpa terasa pula kami sudah sampai didepan rumah Vivi, Aku bermaksud mengantar dia sampai depan pintu rumahnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Tidak usah pak, biar sampai sini saja.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Nggak apa-apa, takut ada apa-apa biar aku antar sampai depan pintu.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dasar, kakiku menginjak sesuatu yang lembek ditanah dan hampir saja terpeleset karena penerangan di depan rumahnya agak kurang. Setelah sampai di teras rumahnya kulihat kakiku, ternya yang kunjak tadi adalah sesuatu yang kurang enak untuk disebutkan, sampai-sampai sepatuku sebelah kiri hampir setengahnya kena.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Aduh Pak nendi, gimana dong itu kakinya.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Nggak apa-apa, nanti aku cuci kalo udah nyampe rumah.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Dicuci disini aja pak, nanti nggak enak sepanjang jalan kecium baunya.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ya udah, kalo begitu aku ikut ke toilet.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah membersihkan kaki aku diperliahkan duduk di ruang tamunya, dan ternyata disana sudah menunggu segelas kopi hanngat. Sambil menunggu kakiku kering kami berbincang lagi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Oh ya vi, mengenai yang kamu ceritakan tadi di jalan, gimana cara kamu mengatasinya?”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“aku sendiri bingung Pak harus bagaimana.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mendengar jawaban seperti itu dalam otakku timbul pikiran kotor lelaki.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Gimana kalau besok-besok aku kasih apa yang kamu pengen?”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Yang aku mau yang mana pak.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Lho, itu yang sepanjang jalan kamu bilang belum pernah ngalamin.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ah bapak bisa aja.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Bener kok, aku bersedia ngasih itu ke kamu.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Termenung dia mendengar perkataanku tadi, melihat dia yang sedang menerawang aku berpikir kenapa juga harus besok-besok, kenapa nggak sekarang aja selagi ada kesempatan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kudekati dia dan kupegang tangannya, tersentak juga dia dari lamunannya sambil menatap kearahku dengan penuh tanda tanya. Kudekatkan wajahku ke wajahnya dan kukecup pipi sebelah kanannya, dia diam tidak bereaksi. Ku kecup bibirnya, dia menarik napas dalam entah apa yang ada dipikirannya dan tetap diam, kulanjutkan mencium hidungnya dan dia memejamkan mata.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ternyata napsu sudah menggerogoti kepalaku, kulumat bibirnya yang tipis dan ternyata dia membalas lumatanku, bibir kami saling berpagut dan kulihat dia begitu meresapi dan menikmati adegan itu. Kitarik tangannya untuk duduk disebelahku di sofa yang lebih panjang, dia hanya mengikuti sambil menatapku. Kembali kulumat bibirnya, lagi, dia membalasnya dengan penuh semangat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan posisi duduk seperti itu tanganku bisa mulai bekerja dan bergerilya. Kuraba bagian dadanya, dia malah bergerak seolah-olah menyodorkan dadanya untuk kukerjain. Kuremas dadanya dari luar bajunya, tangan kirinya membuka kancing baju bagian atasnya kemudian membimbing tangan kananku untuk masuk kedalam BHnya. Ya ampun bener-bener udah nggak tahan dia rupanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kulepas tangan dan bibirku dari tubuhnya, aku berpindah posisi bersandar pada pegangan sofa tempatku duduk dan membuka kalkiku lebar-lebar. Kutarik dia untuk duduk membelakangiku, dari belakang kubuka baju dan BHnya yang saat itu sudah nempel nggak karuan, kuciumi leher bagian belakang Vivi dan tangan kiri kananku memegang gunung di dadanya masing-masing satu, dia bersandar ketubuhku seperti lemas tidak memiliki tenaga untuk menopang tubuhnya sendiri dan mulai kuremas payudaranya sambil terus kuciumi tengkuknya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah cukup lama meremas buah dadanya tangan kiriku mulai berpindah kebawah menyusuri bagian perutnya dan berhenti di tengah selangkangannya, dia melenguh waktu kuraba bagian itu. Kusingkap roknya dan tanganku langsung masuk ke celana dalamnya, kutemukan sesuatu yang hangat-hangat lembab disana, sudah basah rupanya. Kutekan klitorisnya dengan jari tengah tangan kiriku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ohh .. ehh ..”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku semakin bernapsu mendengan rintihannya dan kumasukkan jariku ke vaginanya, suaranya semakin menjadi. Kukeluar masukkan jariku disana, tubuhnya semakin melenting seperti batang plastik kepanasan, terus kukucek-kucek semakin cepat tubuhnya bergetar menerima perlakuanku. Dua puluh menit lamanya kulakukan itu dan akhirnya keluar suara dari mulutnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Udah dulu pak, aku nggak tahan pengen pipis.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Jangan ditahan, biarkan aja lepas.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Aduh pak, nggak tahan, vivi mau pipis .. ohh .. ahh.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Badanya semakin bergetar, dan akhirnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ahh .. uhh.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Badanya mengejang beberapa saat sebelum akhirnya dia lunglai bersender kedadaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Gimana vi rasanya?”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Enak pak.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kulihat air matanya berlinang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Kenapa kamu menangis vi.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dia diam tidak menyahut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Kamu nyesel udah melakukan ini?” tanyaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Bukan pak.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Lantas?”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“aku bahagia, akhirnya aku mendapatkan apa yang aku idam-idamkan selama ini yang seharusnya datang dari suami aku.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Oh begitu.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kami saling terdiam beberapa saat sampai aku lupa bahwa jari tengah tangan kiriku masih bersarang didalam vaginanya dan aku cabut perlahan, dia menggeliat waktu kutarik jari tanganku, dan aku masih tercenung dengan kata-kata terakhir yang terlontar dari mulutnya, benar rupanya .. dia belum pernah merasakan orgasme.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Mau ke kamar mandi pak?”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tiba-tiba suara itu menyadarkanku dari lamunan ..</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Oh ya, sebelah mana kamar mandinya?”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Sebelah sini pak”, sahutnya sambil menunjukkan jalan menuju kamar mandi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dia kembali ke ruang tamu sementara aku mencuci bagian tangan yang tadi sudah melaksanakan tugas sebagai seorang laki-laki terhadap seorang perempuan. Tak habisnya aku berpikir, kenapa orang berumah tangga sudah sekian lama tapi si perempuan baru mengalami orgasme satu kali saja dan itupun bukan oleh suaminya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Selesai dari kamar mandi aku kembali ke ruang tamu dan kutemukan dia sedang melihat acara di televisi, tapi kulihat</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
dari wajahnya seakan pikirannya sedang menerawang, entah apa yang ada dalam pikirannya saat itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Vi, udah malam nih, saya pulang dulu ya ..”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Terhenyak dia dan menatapku ..</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Emm, pak, mau nggak malam ini nemanin vivi?”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kaget juga aku menerima pertanyaan seperti itu karena memang tidak pikiran untuk menginap dirumahnya malam ini, tapi aku tidak mau mengecewakan dia yang meminta dengan wajah mengharap.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Waktu kan masih banyak, besok kita ketemu lagi di kantor, dan kapan-kapan kita masih bisa ketemu diluar kantor.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dia berdiri dan menghampiriku ..</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Terima kasih ya pak, vivi sangat bahagia malam ini, saya harap bapak tidak bosan menemani saya.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Kita kan kenal sudah lama, saya selalu bersedia untuk membantu kamu dalam hal apapun.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Sekali lagi terima kasih, boleh kalau mau pulang sekarang dan tolong sampaikan salam saya buat ibu.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Akhirnya aku pulang dengan terus dihinggapi pertanyaan didalam pikiranku, kenapa dia bisa begitu, kasihan sekali dia.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Seperti biasa esoknya aku masuk kantor pagi-pagi sekali karena memang selalu banyak pekerjaan yang harus diselesaikan, kupikir belum ada siapa-siapa karena biasanya yang sudah ada saat aku datang adalah office boy, tapi ternyata pagi itu aku disambut dengan senyuman vivi yang sudah duduk di meja kerjanya. Tidak seperti biasa, pada hari-hari sebelumnya aku selalu melihat vivi dalam penampilan yang lain dari pagi ini, sekarang dia terlihat berseri dan terkesan ramah dan akrab.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Pagi vi.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Pagi pak.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Gimana, bisa tidur nyenyak tadi malam?”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ah bapak, bisa aja, tadi malam saya tidur pulas sekali.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ya sudah, saya tinggal dulu ya, selamat bekerja.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Iya pak.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku meneruskan langkahku menuju ruang kerjaku yang memang tidak jauh dari meja kerjanya, dari dalam ruangan kembali aku menengokkan wajah ke arahnya, ternyata dia masih menatapku sambil tersenyum.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tidak seperti biasanya, aku merasakan hari ini bekerja merupakan sesuatu yang membosankan, suntuk rasanya menghadapi pekerjaan yang memang dari hari ke hari selalu saja ada sesuatu yang harus diulang, akhirnya aku menulis cerita ini. HP didalam saku celanaku berbunyi, ada SMS yang masuk, kubuka SMS tersebut yang rupanya datang dari cewek diseberang ruanganku yang tadi pagi menatapku sampai aku masuk ke ruangan ini .. ya dia, vivi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Pak, nanti mlm ada acara gak? kalo tidak bisa gak bapak menuhin janji bapak tadi malam.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Begitulah isi SMS yang kuterima, aku berpikir agresif juga nih cewek pada akhirnya. Kuangkan telepon yang ada diatas meja kerjaku dan kutekan nomor extensin dia.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Kenapa gitu vi, mau ngajak kemana?”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Eh bapak, kirain siapa, enggak, vivi udah nyediain makan malam di rumah, bapak bisa kan makan malam sama vivi nanti malam?”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Boleh, kalau gitu nanti pulang saya tunggu di ruang parkir ya.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Iya pak, ma kasih.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sore hari aku terkejut karena waktu pulang sudah terlewat sepuluh menit, bergegas kubereskan ruanganku dan berlari menuju ruang parkir. Disana vivi sudah menungguku, tapi dia tersenyum waktu melihatku datang, tadinya kupikir dia akan kecewa, tapi syukurlah kelihatanyya dia tidak kecewa.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Maaf jadi nunggu ya vi, harus beres-beres sesuatu dulu.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Nggak apa-apa pak, vivi juga barusan ada yang harus diselesaikan dulu dengan neni.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Yo.” kataku sambil membukkan pintu untuk dia, dan dia masuk kedalam mobil kemudian duduk disebelahku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Diperjalanan kami ngobrol kesana kemari, dan tanpa terasa akhirnya kami masuk ke komplek perumahan dimana vivi tinggal lalu kami turun menuju ke rumahnya. Dia membuka pintu depan rumahnya dengan susah, rupanya ada masalah dengan kunci pintu tersebut. Aku tidak berusaha membantunya, karena dari belakang baru kuperhatikan kali ini kalau bagian tengah belakang milik vivi menarik sekali, lingkarannya tidak terlalu besar, tapi aku yakin laki-laki akan suka bila melihatnya dalam keadaan setengah berjongkok seperti itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Akhirnya pintu terbuka juga dan dia mempersilakan aku masuk, dan kamipun masuk. Setelah mempersilakan aku untuk duduk, dia pergi ke kamarnya, setelah itu dia kembali lagi dengan pakaian yang sudah digantinya, dia tidak langsung menghampiriku tapi terus melangkah ke arah dapur dan kembali dengan segelas air putih dan segelas kopi, lalu dia menyodorkan kopi tersebut kepadaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Wah enak sekali nih hari gini minum kopi, kamu kok nggak minum kopi juga vi?”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Saya nggak pernah minum kopi pak, nggak boleh sama si mas.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Oh gitu.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Pak mobilnya dimasukin garasi aja ya, biar vivi yang mindahin.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Bolah, sekalian saya mau ikut ke kamar mandi dulu, badan rasanya nggak enak kalau masih ada keringatnya.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Handuknya ada di kamar mandi pak.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dia berdiri sambil menerima kunci mobil yang kuserahkan sedangkan aku ngeloyor ke kamar mandi untuk terus membersihkan badan yang memang rasanya agak nggak enak setelah barusan diperjalanan dihadapkan ke kondisi jalan yang cukup macet tidak seperti biasa.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Keluar dari kamar mandi kudapati vivi kelihatan sedikit bingung, kutanya dia,</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Kenapa vi, kok seperti yang bingung begitu ..”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Anu pak, barusan ada telepon dari restoran yang saya pesani untuk makan malam, katanya nggak bisa nganter makanan yang dipesan karena kendaraannya nggak ada.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ya sudah nggak apa-apa, kita kan bisa bikin makanan sendiri, punya apa yang bisa dimasak?”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Adu pa, vivi jadi malu.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Udah nggak apa-apa kok, malah jadi bagus kita bisa masak barengan.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kataku sambil tersenyum, vivi melangkahkan kakinya menuju dapur dan kuikuti, sampai didapur dia membuka lemari es yang ternyata hanya ada sedikit makanan yang siap masak disana. Akhirnya kami masak masakan seadanya sambil berbincang kesana kemari.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tanpa sengaja aku perhatikan postur tubuh vivi yang terlihat lain dengan pakaian yang dikenakan sekarang, pakaian yang sedikir agak ketat menyebabkan lekuk-lekuk tubuhnya terlihat jelas, sungguh bentuk tubuh yang sempurna untuk wanita seusia dia. Tanpa sadar kuhampiri dia dan dari belakang kupeluk dia yang sedang melakukan tugasnya sebagai ibu rumah tangga, dia menoleh kearahku dan tersenyum, kudekatkan bibirku ke bibirnya dan dia menyambutnya, awalnya hanya ciuman biasa sampai akhirnya kami saling berpagutan disini, ya di dapur miliknya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Berlanjut terus pergulatan bibir tersebut, kuraba buah dadanya dan kuremas dari luar bajunya. Tangan vivi bergerak membuka kancing baju bagian depan dilanjutkan dengan menyingkapkan BH yang dia pakai, dengan demikian tanganku kiri kanan lebih leluasa meremasnya. Beberapa saat kemudian kulepaskan bibirku dari bibirnya dan kuarahkan ke buah dadanya yang terlihat sungguh indah dengan warna puting yang kemerahan, kujilat puting yang sebelah kanan dan dia menarik nafas dalam menerima perlakuan itu, akhirnya kukulum puting itu dan kuhisap dalam-dalam sambil tangan kananku tetap meremas dadanya yang sebelah kiri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tangan kiriku kugerakkan ke arah pantatnya, dan kuremas pantat yang kenyal itu. Kumasukkan tangan itu ke dalam rok yang dia pakai dan disana kuraba ada sesuatu yang hangat dan sedikit basah dan kuraba-raba bagian itu terus menerus. Rupanya dia tidak tahan menerima sikapku itu, tangannya bergerak membuka resleting roknya dan melorotkannya kebawah. Aku hentikan kegiatan bibirku di buah dadanya lalu bubuka celana dalamnya dan kutemukan bulu indah yang tidak terlalu banyak disana kusingkapkan sedikit dan kuarahkan bibirku kesana dan kujilat bagian kecil yang menonjol disana.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Suara lenguhan dari bibirnya sudah tidak terbayangkan lagi, akan memperpanjang cerita kalau saya tuliskan disini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Oh, pak, saya belum pernah merasakan ini, oh ..”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku terus melanjutkan kegiatan lidahku diselangkangannya sambil terus memasukkan lidah ini kedalam gua lembab yang berbau khas milik wanita. Lenguhan demi lenguhan terus keluar dari mulutnya sampai akhirnya kurasakan tubuhnya mengejang dan bergetar dengan mengeluarkan teriakan yang tidak bisa ditahan dari mulutnya, dia sudah sampai ke puncak kenikmatan sentuhan seorang lelaku seperti aku ini, dan akhirnya kuhentikan kegiatanku itu lalu berdiri menghadap dia, danpa kuduga dia mencium bibirku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Pak kita ke kamar ya.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dia menuntunku masuk ke kamar tidurnya, kamar itu terlihat rapi, lalu kami duduk dipinggir tempat tidur dan kembali saling berpagutan disana. Dia bangkit berdiri dihadapanku seraya bertanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Boleh saya buka pakaian bapak?”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku hanya tersenyum menanggapi pertanyaan tersebut, lalu dia membuka seluruh pakaian yang kukenakan sampai ke celana dalamku. Dia memegang senjataku yang dia dapati dibalik celana dalam yang baru saja terbuka, lalu dia menciumnya dan menjilatinya, nikmat sekali rasanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Dari dulu saya ingin melakukan ini, tapi suami saya nggak pernah mau diperlakukan begini.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dia berkata begitu sambil kembali meneruskan kegiatannya menjilati senjata milikku, tanpa kuduga dia lanjutkan kegiatannya tadi dengan mengulum dan menyedot batang kemaluanku, dan rasanya lebih nikmat dari yang tadi kurasakan. Akhirnya dia berhenti berlaku seperti itu dan berkata.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Pak, tidurin vivi ya.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tanpa menunggu permintaan itu terulang aku baringkan tubuhnya diatas tempat tidur, aku ciumi sekujur tubuhnya yang dibalas dengan gelinjangan tubuh mulus itu, akhirnya setelah sekian lama kucoba masukkan kemaluanku kedalam lubang senggama yang memang sudah basah dari sejak tadi, dan “Ahh ..” itulah yang keluar dari mulut vivi, sungguh nikmat sekali rasanya memasuki tubuh yang telanjang ini, dan satu lagi, lubang kemaluannya masih terasa cukup sempit dan menggigit, terbersit lam pikiranku sebuah pertanyaan, sebesar apa milik suaminya sampai lubang ini masih terasa sempit seperti ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kuperhatikan jam yang ada di dinding kamarnya menunjukkan bahwa aku sudah mengeluar masukkan kemaluanku kedalam tubuhnya selama dua puluh menit dan akhirnya kembali kurasakan tubuhnya mengejang sambil mengeluarkan suara-suara aneh dari mulutnya, akhirnya dia menggelepar sambil memeluk tubuhku erat-erat seolah tidak ingin lepas dari tubuhnya, karena pelukannya itu aku jadi terhenti dari kegiatanku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Beberapa saat kemudian vivi melepaskan pelukannya dan terkulai lemas, tapi aku melihat sebuah senyuman puas diwajahnya dan itu membuat aku merasa puas karena malam ini dia sudah dua kali mendapatkan apa yang selama ini belum pernah dia dapatkan dari suaminya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Gimana vi?”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Aduh, vivi lemas tapi tadi itu nikmat sekali ..”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Vivi mau coba gaya yang lain?”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Emm ..”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kubangunkan tubuhnya dan kugerakkan untuk membelakangiku, kudorong pundaknya dengan pelan sampai dia menungging dihadapanku, kumasukkan kejantananku kedalam lubang senggamanya dan dia mengeluarkan teriakan kecil.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Aduh .. Pak enak sekali, dorong terus pak, vivi belum pernah merasakan kenikmatan seperti ini ..”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku keluar masukkan kemaluanku ini kedalam tubuhnya dengan irama yang semakin lama semakin kupercepat, lama juga aku melakukan itu sampai akhirnya dia berkata “Pak vivi mau pipis lagi ..”, semakin kupercepat gerakanku karena kurasakan ada sesuatu yang mendorong ingin keluar dari dalam tubuhku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam kondisi lemas dan masih menungging vivi menerima gerakan maju mundur dariku, mungkin dia tahu kalau aku sebentar lagi mencapai klimaks, dan akhirnya menyemburlah cairan dari kemaluanku masuk semua kedalam tubuhnya. Beberapa saat kemudian aku merasakan tubuhku lemas bagai tak bertulang dan kucabut senjataku dari lubang milik vivi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku terbaring disampingnya setelah melepaskan nikmat yang diada tara, dia tersenyum puas sambil menatapku dan memelukku, lalu kami tertidur dengan perasaan masing-masing. Dalam tidur aku memimpikan kegiatan yang barusan kami lakukan dan waktu hampir pagi aku terbangun kudapati vivi masih terpejam dengan wajah yang damai sambil masih memelukku, kulepaskan pelukkannya dan dia terbangun, lalu kami meneruskan kegiatan yang tadi malam terpotong oleh tidur sampai akhirnya kami berdua bangun dan menuju kamar mandi dalam keadaan masing-masing telanjang bulat tanpa sehelai benangpun menutupi tubuh kami.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dikamar mandi kami melakukannya lagi, dan kembali dia mengucapkan kata-kata yang tidak habis aku bisa mengerti “Vivi belum pernah melakukan seperti ini sebelumnya ..”.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Akhirnya kami berangkat kerja dari rumah vivi, sengaja masih pagi agar tidak ada orang di kantor yang melihat kedatangan kami berdua untuk menghindari sesuatu yang kami berdua tidak inginkan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sampai saya menulis cerita ini, masih tetap terngiang kata-katanya yang sering mengucapkan kata-kata “Vivi belum pernah melakukan seperti ini sebelumnya ..” setiap saya berhubungan dengan dia dengan gaya yang lain.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Berawal dari situlah kami sering melakukan hubungan suami istri, dan itu selalu kami lakukan atas permintaan dari dia, aku sendiri tidak pernah memintanya karena aku tidak mau dia punya pikiran seolah-olah aku mengeksploitir dia. Dan sekarang vivi yang kukenal jauh berbeda dari vivi yang dulu, dia menjadi orang yang ramah dan selalu tersenyum kepada semua orang dilingkungannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
*****</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pemirsa, ini adalah sebuah pengalaman yang walaupun saya menikmatinya tapi tetap terbersit dalam pikiran kenapa masih ada [terutama wanita seperti vivi] yang mengalami hal seperti itu, sungguh harus menjadi contoh bagi kita kaum lelaki untuk berusaha memuaskan pasangan kita, semoga cerita ini menjadi cermin, dan walaupun begitu saya akan meneruskan cerita ini ke babak selanjutnya .. tunggu tanggal mainnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Oh ya, dalam cerita ini saya tidak banyak menuliskan suara-suara apa yang timbul saat kami melakukan kegiatan pertempuran laki perempuan, karena saya yakin itu akan ada dalam imajinasi anda sebagai pembaca:).</div>Unknownnoreply@blogger.com0